Anda di halaman 1dari 26

REFLEKSI KASUS Januari 2020

“OPEN FRACTURE FEMUR SINISTRA 1/3 PROXIMAL”

Nama : Made Yoga Pradana


No. Stambuk : N 111 18 039
Pembimbing : dr. Haris Tata M.kes, Sp.OT

DI BUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITRAAN KLINIK


BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2020
BAB I

TINJAUAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A
Umur : 19 Tahun
Jenis Kelamin : Laki –Laki
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal masuk : 15 Desember 2019
Ruangan : Teratai 2
Alamat : Jl. Hanjala Toli - toli

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Nyeri dan luka pada paha kiri


Anamnesis Terpimpin :
Pasien laki-laki masuk rumah sakit rujukan dari rumah sakit Toli-Toli dengan
keluhan nyeri dan luka pada paha kiri akibat kecelakaan lalu lintas yang terjadi
sejak 9 jam yang lalu. Pasien sedang mengendarai motor dan tiba-tiba menabrak
mobil bak yang ada dibelakangnya ketika hendak melambung. Pingsan (-) mual (-
), muntah (-) sakit kepala (-) BAB(+) dan BAK (+) lancar.

Riwayat penyakit sebelumnya:


Pasien mengatakan tidak ada riwayat trauma sebelumnya .

Riwayat penyakit dalam keluarga :


Tidak ada riwayat hipertensi (-), diabetes mellitus (-) atau alergi (-) dalam
keluarga, tidak ada anggota keluarga yang mengeluh hal serupa.
Riwayat Pengobatan sebelumnya
Dilakukan penanganan pertama di rumahsakit toli-toli, luka dijait 2 jaitan
situasi, IVFD RL 20 tpm, injeksi cefoferazone 2x1, injeksi santagesik 3x1 dan
injeksi ranitidine 2x1 dan difiksasi menggunakan spalak.

III. PEMERIKSAAN FISIK


TANGGAL 15/12/2019
PRIMARY SURVEY

 Airway : Bebas
 Breating : RR: 22x/menit,simetris (+/+), sonor (+/+), Vesikuler (+/+), Rh
(-/-), Wh (-/-), Jejas (-/-), krepitasi (-/-)
 Circulation : TD 110/70 mmHg, N :74 x/menit,Suhu : 36.8 oC, Reguler,
akral hangat (+/+), perdarahan aktif (-), CTR < 2 detik.
 Disability : GCS 15 (E4M6V5)
 Exposure : Vulnus ekskoriasi terhecting femur sinistra

SECONDARY SURVEY

Status generalis :

 Kesadaran : Composmentis
 Tekanan Darah : 110/70 mmHg
 Nadi : 74 x/menit
 RR : 22 x/menit
 Temperature : 36,8oC
Kepala : Normocepal
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar tyroid (-)
Thorax :
Paru-paru
 Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (-/-)
 Palpasi : Nyeri tekan (-), vokal fremitus kanan sama dengan kiri.
 Perkusi : Sonor +/+, batas paru hepar SIC VI midclavicula dextra
 Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-) wheezing (-/-).
Jantung
 Inspeksi : Iktus kordis tak tampak
 Palpasi : Pulsasi ictus cordis tidak teraba
 Perkusi : Pekak
Batas jantung atas SIC II parasternal sinistra
Batas jantung bawah SIC V midclavicula sinistra
Batas jantung kanan SIC IV parasternal dextra
 Auskultasi : BJ I/II murni reguler

Abdomen:
 Inspeks : Distensi (-), Jejas (-)
 Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
 Perkusi : Timpani seluruh abdomen
 Palpasi : Nyeri tekan (-)

Ekstremitas:
Regio Femur sinistra
Inspeksi : Deformitas (+), edema (+) tampak luka terhecting.
Palpasi : nyeri tekan (+), krepitasi (+).
ROM : Gerakan aktif dan pasif terbatas karena nyeri.
NVD : A. dorsalis pedis teraba, kuat angkat. Sensorik dan motorik dalam batas
normal.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah Rutin Kimia Darah :(19/12/2019)
Result Normal Range
WBC : 7.58 x103/ul (3.8 -11.0)
RBC : 3.57 x 106/ul (3.8 – 5.2)
Hb : 10.2 g/dl (11,7 – 15,5)
HCT : 29.8 % (35 – 47 )
PLT : 224 x 103/ul 150- 400
GDS : 123 mg/dl 74-100
HbsAg : Non-reactive Non-Reactive

2. Rontgen femur sinistra AP lateral (14/12/2019)

Gambar 1.1 Foto rontgen Femur sinistra AP lateral


Kesan

 Diskontinuitas Femur
 Soft tissue swelling (+)

IV. RESUME
Pasien laki-laki masuk rumah sakit rujukan dari rumah sakit Toli-Toli dengan
keluhan nyeri pada paha kiri akibat kecelakaan lalu lintas yang terjadi sejak 9 jam
yang lalu. Pasien sedang mengendarai motor dan tiba-tiba menabrak mobil bak
yang ada dibelakangnya ketika hendak melambung. Pingsan (-) mual (-), muntah
(-) sakit kepala (-) BAB(+) dan BAK (+) lancar. pemeriksaan fisik kesadaran
kompos mentis, TD = 110/70 mmHg, N = 72 x/menit, S = 36,8 derajat celcius.
Pemeriksaan status lokalis region femus inspeksi : deformitas (+) edema (+);
palpasi : nyeri tekan (+), ROM : Gerakan ROM terbatas karena nyeri (+), NVD :
A. dorsalis pedis teraba, kuat angkat. Sensorik dan motoric dalam batas normal.
Pemeriksaan laboratorium dalam batas normal.

.Gambar 1.2 Open Reduction interna fixation 1/3 proximal femur


Gambar 1.3 Foto femur setelah Reduksi

V. DIAGNOSIS
Open Fracture femur sinistra 1/3 proximal

VI. PENATALAKSANAAN
MEDIKA MENTOSA
 IVFD RL 24 tpm
 Injeksi cefoperazone 2x1 gr/iv
 Injeksi Ranitidin 1 amp/8jam/iv
 Injeksi ketorolac 1 amp/8 jam/ iv
 Pro Orif

NON MEDIKA MENTOSA

 Pemasangan Spalak
VII. PROGNOSIS

Ad vitam : Dubia ad Bonam


Ad sanationam : Dubia ad Bonam
Ad functionam : Dubia ad Bonam

VIII. FOLLOW UP
Tanggal 16/12/2019
S : Nyeri pada kaki kiri
O : TD : 120/70 mmHG
N : 82x/menit
R : 20x/menit
S : 36.8 derajat celcius
A : Open Fraktur 1/3 proximal femur sinistra
P : - IVFD RL 20 TPM
- Anbacim 1 gr/12 jam
- Ketorolac 30mg/8 jam/iv
- Ranitidin 1 amp/12 jam
Tanggal 17/12/2019
S : Nyeri pada kaki kiri
O : TD : 120/70 mmHG
N : 84x/menit
R : 20x/menit
S : 36.6 derajat celcius
A : Open Fraktur 1/3 proximal femur sinistra
P : - Persetujuan operasi
- Pro ORIF
- Siapkan darah 2 kantong
Tanggal 18/12/2019 (Post ORIF)
S : nyeri berkurang
O : TD : 120/80 mmHG
N : 88x/menit
R : 20x/menit
S : 36.5 derajat celcius
A : Post ORIF Open Fraktur 1/3 proximal femur sinistra
P : - IVFD 20 TPM
- Anbacim 1 gr/12 jam
- Ketorolac 30mg/8jam/iv
- Ranitidine 1 amp/12 jam

Laboratorium post ORIF


Result Normal Range
WBC : 10.77 x103/ul (3.8 -11.0)
RBC : 2.97 x 106/ul (3.8 – 5.2)
Hb : 10.1 g/dl (11,7 – 15,5)
HCT : 24.5 % (35 – 47 )
PLT : 236 x 103/ul 150- 400

Tanggal 19/12/2019 (Post ORIF)


S : nyeri berkurang
O : TD : 120/80 mmHG
N : 88x/menit
R : 20x/menit
S : 36.5 derajat celcius
A : Post ORIF Open Fraktur 1/3 proximal femur sinistra
P : - IVFD 20 TPM
- Cefadroxil 2x1 tab
- Asam mefenamat 3x1 tab
- Ranitidine 3x1 tab

1.4 Foto rontgen Femur sinistra AP Post ORIF


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Fraktur merupakan suatu kondisi patahnya tulang dan atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh cedera baik secara langsung maupun tidak
langsung dan dapat mengakibatkan tulang kehilangan fungsinya sebagai
penyokong tubuh. Fraktur dapat terjadi di berbagai tempat pada system rangka,
khususnya pada ekstremitas bawah yang memiliki fungsi sebagai mobilisasi agar
tubuh manusia dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain.1,2,4
B. Anatomi Femur
Secara garis besar, femur termasuk dalam golongan tulang panjang bersama tibia,
fibula, radius, ulna dan humerus.1 Femur juga merupakan tulang terpanjang,
terkuat, dan terberat dari semua tulang pada rangka tubuh.3,5
Bagian-bagian femur :
o Caput femoris, yaitu ujung proksimal femur yang membulat. Bagian ini
berartikulasi dengan asetabulum. Terdapat perlekatan ligamen yang
menyangga caput femoris agar berada di tempatnya, yaitu fovea kapitis.
o Kolum femoris, yaitu bagian di bawah caput femoris yang terus memanjang.
Terdapat garis intertrokanker pada permukaan anterior dan krista
intertrokanter pada permukaan posterior.
o Trokanter mayor dan minor, merupakan penonjolan dua prosesus pada ujung
atas batang femur.
o Linea aspera, merupakan lekukan kasar pada bagian korpus sebagai tempat
perlekatan beberapa otot, yaitu linea aspera.
o Pada ujung bawah, korpus melebar ke dalam sebagai kondilus medial dan
kondilus lateral.2

C. Klasifikasi Fraktur Femur


Fraktur dibagi berdasarkan dengan kontak dunia luar, yaitu meliputi fraktur
tertutup dan terbuka. Fraktur tertutup adalah fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit
masih utuh, tulang tidak keluar melalui kulit. Fraktur terbuka adalah fraktur yang
merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan dengan lingkungan luar, maka
fraktur terbuka sangat berpotensi menjadi infeksi. Fraktur terbuka dibagi lagi
menjadi tiga grade yaitu:6
1. Grade I : robekan kulit dengan kerusakan kulit dan otot.
2. Grade II seperti grade I dengan memar kulit dan otot.
3. Grade III luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, saraf, kulit
dan otot.
Klasifikasi fraktur femoris menurut buku netter anatomi terbagi menjadi 4 yaitu:
1. Fraktur leher femur
2. Fraktur intertrochanterica femur
3. Fraktur subtrochanterica femur
4. Fraktur batang femur
5. Fraktur distal femur

D. Etiologi
Penyebab fraktur adalah trauma, yang dibagi atas trauma langsung, trauma
tidak langsung dan trauma ringan. Trauma langsung yaitu benturan pada tulang
biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor
langsung terbentuk dengan benda keras (jalanan). Trauma tak langsung yaitu titik
tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di kamar
mandi. Trauma ringan yaitu keadaan yang dapat menyebabkan fraktur bilang
tulang itu sendiri sudah rapuh atau underlying deases atau fraktur patologis.5

1.5 Patofisiologi
Mekanisme trauma dapat mengakibatkan beberapa jenis fraktur :
1. Fraktur spiral atau oblik, diakibatkan oleh tekanan berputar
2. Fraktur tranversal, diakibatkan oleh tekanan yang membengkok
3. Fraktur impaksi, diakibatkan oleh tekanan sepanjang aksis tulang
4. Fraktur depresi, trauma langsung pada tulang tengkorak7
Pada fraktur femur, dapat terjadi fraktur spiral karena jatuh dengan posisi
tertambat sementara daya pemuntir ditransmisikan ke femur. Fraktur melintang
dan obliks dapat terjadi akibat angulasi atau benturan langsung, sering ditemukan
pada kecelakaan lalu lintas. Pada benturan keras, dapat terjadi fraktur kominutif
karena diakibatkan dari kombinasi kekuatan langsung dan tak langsu ng, atau
dapat terjadi fraktur segmental. Pada fraktur batang-tengah, walaupun jaringan
lunak mengalami cidera dan perdarahan hebat, otot masih dapat menstabilkan
fraktur yang diterapi dengan traksi.7
1.6 Manifestasi Klinis
Manifestasi yang dapat muncul pada fraktur adalah nyeri, deformitas,
pemendekan ekstremitas, pembengkakan lokal. Pada tulang panjang terjadi
pemendekan tulang karena kontraksi otot yang melekat pada tulang tersebut. Pada
fraktur femur, pasien biasanya datang dengan gejala trauma hebat disertai
pembengkakan pada daerah tungkai atas dan tidak dapat menggerakkan tungkai.
Terdapat deformitas, pemendekan anggota gerak. Dapat juga terjadi syok yang
hebat karena perdarahan.8

1.7 Klasifikasi Fraktur Femur


a. FRAKTUR PROXIMAL FEMUR
 Intracapsular fraktur termasuk femoral head dan leher femur
 Capital : uncommon
 Subcapital : common
 Transcervical : uncommon
 Basicervical : uncommon
Gambar 1.8

 Entracapsular fraktur termasuk trochanters


 Intertrochanteric
 Subtrochanteric

Gambar 1.9

b. FRAKTUR PADA POROS/BATANG FEMUR


Pada patah tulang diafisis femur biasanya pendarahan dalam cukup luas
dan besar sehingga dapat menimbulkan syok. Secara klinis penderita tidak
dapat bangun, bukan saja karena nyeri, tetapi juga karena ketidakstabilan
fraktur. Biasanya seluruh tungkai bawah terotasi ke luar, terlihat lebih pendek,
dan bengkak pada bagian proksimal sebagai akibat pendarahan ke dalam
jaringan lunak. Pertautan biasanya diperoleh dengan penanganan secara
tertutup, dan normalnya memerlukan waktu 20 minggu atau lebih.8

Gambar 1.12.a. Gambar 1.12.b.


Comminuted mid-femoral shaft fracture Femoral shaft fracture postinternal
fixation.
c. FRAKTUR DISTAL FEMUR
 Supracondylar
 Nondisplaced
 Displaced
 Impacted
 Continuited

Gambar 1.13
 Condylar
 Intercondylar
1.8. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau
jatuh di kamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat,
kecelakaan pada pekerja, atau trauma olahraga. Pasien datang dengan
mengeluhkan nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi gerak, deformitas,
kelainan gerak, atau dengan gejala lain.
Selain itu perlu ditanyakan apakah pernah mengalami trauma sebelumnya
yang berkemungkinan mengakibatkan komplikasi.9
2. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan umum : survey ABCD, dan menilai keadaan secara umum
dari atas kepala sampai kaki
b. Pemeriksaan lokal :
Inspeksi (Look)

Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal,


angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang
penting adalah apakah kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki
hubungan dengan fraktur, cedera terbuka
Palpasi (Feel)
Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal
dari fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera
pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan
Pergerakan (Movement)
Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting
untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi – sendi
dibagian distal cedera.
Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan
motoris serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia,
aksonotmesis atau neurotmesis. Kelainan saraf yang didapatkan harus
dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah asuransi dan
tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk pengobatan
selanjutnya. 9

c. Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan laboratorium (darah lengkap), dan


foto rontgen pada daerah yang dicurigai ada fraktur, dan dapat juga
dilakukan CT Scan.

1.9 Tatalaksana
Tatalaksana fraktur :
1. Tatalaksana Awal
Pertolongan pertama :
- Life saving : ABCD
- Limb saving
2. R4
a. Recognition, yaitu diagnosis dan penilaian fraktur
Mengetahui dan menilai keadaan fraktur dilakukan dengan anamnesis,
pemeriksaan klinis dan radiologi.
b. Reduction, reduksi fraktur.
Mengembalikan posisi fraktur seanatomis dan sedapat mungkin
mengembalikan fungsinya menjadi normal
c. Retention
Dilakukan imobilisasi atau fiksasi sampai fraktur menjadi tersambung
kembali. Internal atau eksternal fiksasi

d. Rehabilitation
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin. Dilakukan
segera bersamaan dengan pengobatan fraktur untuk menghindari atropi
otot dan kontraktur sendi.9
1.10 Metode penanganan fraktur :
1. Fraktur tertutup
Fraktur tibia fibula tertutup pada anak umur 5-10 tahun dilakukan pengobatan
konservatif dengan gips sirkuler di atas lutut dan sedikit fleksi.
Prinsip reposisi :
 Fraktur tertutup
 Ada kontak 70% atau lebih
 Tidak ada angulasi
 Tidak ada rotasi
Operasi dilakukan bila ada indikasi seperti fraktur terbuka, kegagalan terapi
konservatif, fraktur tidak stabil, malunion, atau nonunion.
Metode operatif :
 Pemasangan plate and screw
 Nail intra meduler
 Pemasangan fiksasi eksterna (dipasang pada fraktur tibia terbuka grade II atau
III dam pada pseudoartrosis yang mengalami infeksi.10
2. Fraktur terbuka
Fraktur femur terbuka, pada luka yang besar, terkontaminasi, fiksasi internal
harus dihindarkan. Setelah dilakukan debridement, luka harus dibiarkan terbuka
dan fraktur distabilkan dengan fiksasi eksterna. Setelah beberapa minggu, saat luka
sembuh dan setelah berhadil dilakukan pencangkokak kulit, dapat dilakukan
fiksasi interna.
Pada anak, metode tertutup lebih sering digunakan. Anak antara umur 2-10
tahun dapat diterapi dengan traksi berimbang tak lebih dari 1-2 minggu, diikuti
dengan gips spika selama 3-4 minggu. Atau dilakukan dengan reduksi awal dan
gips spika sejak permulaan. Pemendekan sebesar 1-2 cm dan angulasi sampai 20
derajat dapat diterima.9
Penatalaksanaa dari patahnya batang femur pada anak besar dari 3 tahun adalah
menggunakan traksi kulit menurut Hamilton Russel. Traksi dikenakan pada tungkai
yang patah dengan panggul dalam posisi fleksi 40° dan lutut dalam fleksi 40°.
Dapat juga dilakukan traksi menurut Buck, yaitu dengan tungkai bawah dalam
keadaan ekstensi. Traksi dipasang 3-4 minggu dan pasien dipulangkan dengan gips
spika selama 3-4 minggu. Pantau perdarahan pada tungkai yang digantungdengan
traksi kulit untuk menghindari iskemik. Bila terjadi iskemik, traksi harus
dihentikan.9

1.9 Komplikasi
Komplikasi dari fraktur dibagi menjadi komplikasi segera, komplikasi dini, dan
komplikasi lambat.10
1. Komplikasi segera
Komplikasi segera merupakan komplikasi yang terjadi pada saat terjadi fraktur atau
segera setelahnya.
a. Lokal
Kerusakan yang langsung disebabkan oleh trauma selain patah tulang atau
dislokasi, seperti : trauma pada kulit (kontusio, abrasi, laserasi, luka tembus),
vascular (perdarahan), organ dalam, neurologis (otak, medulla spinalis, saraf
perifer)
b. Umum
Komplikasi seperti syok, trauma multiple.
2. Komplikasi dini
Komplikasi dini merupakan komplikasi yang terjadi beberapa hari setelah fraktur.
a. Lokal
- Nekrosis kulit-otot, sindrom kompartemen, thrombosis, osteomielitis.
b. Umum
- Emboli paru, tetanus
3. Komplikasi lambat
Komplikasi lambat merupakan komplikasi yang terjadi lama setelah fraktur
a. Lokal
- Tulang (malunion, nonunion, delayed union), sendi (ankilosis), kerusakan
saraf.
b. Umum
- Neurosis pascatrauma
BAB IV
PEMBAHASAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan
epifisis yang bersifat total maupun parsial. Secara klinis, dibagi menjadi fraktur
terbuka, yaitu jika patahan tulang itu menembus kulit sehingga berhubungan dengan
udara luar, dan fraktur tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan
dunia luar atau kulit di lokasi fraktur masih intak.4,5
Pada anamnesis perlu diketahui ada riwayat trauma atau tidak. Bila tidak,
berarti fraktur patologis. Trauma harus terperinci kapan terjadinya, di mana terjadinya,
jenisnya, berat-ringan trauma, arah trauma, dan posisi pasien atau ekstremitas yang
bersangkutan (mekanisme trauma). Perlu diteliti kembali trauma di tempat lain secara
sistematik dari kepala, leher, dada, perut, dan keempat ekstremitas. Pasien laki-laki
masuk rumah sakit rujukan dari rumah sakit Toli-Toli dengan keluhan nyeri pada paha
kiri akibat kecelakaan lalu lintas yang terjadi sejak 9 jam yang lalu. Pasien sedang
mengendarai motor dan tiba-tiba menabrak mobil bak yang ada dibelakangnya ketika
hendak melambung. Pingsan (-) mual (-), muntah (-) sakit kepala (-) BAB(+) dan BAK
(+) lancar. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa penyebab tersering dari fraktur
adalah kecelakaan lalu lintas (70/%), jatuh dari ketinggian (11%), terkena tembakan
(8%), dan lain-lain.8 Kebanyakan terjadi pada laki-laki dengan rasio laki-
laki:perempuan = 6:1 pada usia 15-40 tahun.2
Pemeriksaan fisik terdiri atas status generalis, status lokalis, dan status distalis.
Pada status lokalis dinilai:4
a. Inspeksi (Look)
1. Kulit (warna dan tekstur), jaringan lunak, tulang, sendi
2. Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi, translasi,
dan pemendekan
b. Palpasi (Feel)
1. Nyeri tekan dan lokalisasi, apakah nyeri setempat atau nyeri alih
2. Pengukuran panjang anggota gerak
c. Move, untuk mencari:
1. Evaluasi gerakan sendi yang aktif maupun pasif
2. Stabilitas sendi
3. Pemeriksaan ROM (Range of Joint Movement)
Pemeriksaan status lokalis mencakup penilaian pulsasi a. dorsalis pedis,
pemeriksaan sensibilitas kedua, dan waktu pengisian kapiler pada kedua tungkai. Pada
pemeriksaan fisik, pada inspeksi di regio femoralis sinistra tampak luka terbuka
terhecting 2, tepi tidak rata, perdarahan aktif tidak ada, dan terdapat deformitas yaitu
angulasi ke lateral. Pada palpasi didapatkan adanya nyeri tekan pada regio femoris 1/3
proximal femoris sinistra. Pergerakan terbatas karena nyeri, pulsasi a.dorsalis pedis
sama pada kaki kiri dan kanan, sensibilitas normal pada kedua tungkai, dan waktu
pengisian kapiler <2 detik.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ini adalah pemeriksaan
radiologis berupa foto femur posisi AP dan lateral. Pada foto femur tampak fraktur
femur 1/3 proximal sinistra.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologis
didiagnosis sebagai fraktur femur 1/3 proximal terbuka derajat II. Fraktur pada femur
dapat mengenai collum femur, intertrochanter, subtrochanter, diafisis femur
(berdasarkan lokasi dibagi menjadi 1/3 proksimal, 1/3 tengah dan 1/3 distal), dan
suprakondilar. Pada kasus ini fraktur terjadi pada subtrochanter femur 1/3 tengah.
Penanganan fraktur terdiri atas penanganan preoperatif, intraoperatif dan
pascaoperatif. Preoperatif berupa pertolongan pertama (bantuan hidup dasar) yang
dikenal dengan singkatan ABC. Proses ini dikenal dengan singkatan ABC. ABC pada
trauma meliputi A untuk airway atau jalan napas yaitu pembebasan jalan napas; B
untuk breathing atau pernapasan yaitu dengan pemberian O2, memperhatikan adakah
tanda-tanda hemothoraks, pneumothoraks, flail chest; C untuk circulation atau
sirkulasi/fungsi jantung untuk mencegah atau menangani syok; D untuk disability yaitu
evaluasi status neurologik secara cepat dengan metode AVPU (Alert, Vocal stimuli,
Pain stimuli, Unresponsive); dan E untuk exposure/environment yaitu melakukan
pemeriksaan secara teliti, pakaian penderita harus dilepas, selain itu perlu dihidari
terjadinya hipotermi.11 Setelah stabilisasi tanda vital, penderita harus diberi antibiotik
intravena, tetanus profilaksis dan pembidaian sementara. Fraktur terbuka tergolong
dalam kegawatan bedah sehingga memerlukan operasi secepatnya untuk mengurangi
risiko infeksi yang sebaiknya dilakukan dalam 6-8 jam pertama. Dikatakan dalam 2
jam pertama sesudah terjadi cedera, sistem pertahanan tubuh berusaha mengurangi
pertumbuhan bakteri yang berlangsung dalam jumlah besar. Dalam 4 jam berikutnya,
jumlah bakteri relatif konstan oleh karena jumlah pertumbuhan bakteri baru sama
dengan jumlah bakteri yang dimatikan oleh tubuh. Enam jam pertama ini disebut
sebagai golden period, dimana sesudah periode ini, dengan adanya jaringan nekrotik
yang luas, mikroorganisme akan bereplikasi sampai tercapai kondisi infeksi secara
klinis. Luka yang terkontaminasi umumnya dikatakan terinfeksi setelah 12 jam, akan
lebih singkat pada luka dengan kontaminasi dan kerusakan jaringan lunak yang hebat.
Oleh karena itu debridemen sebaiknya dilakukan dalam 6-8 jam pertama. Sayangnya,
di negara-negara berkembang dimana fasilitas kesehatan masih kurang, ketidaktahuan
masyarakat, kemiskinan, penderita lambat ke rumah sakit. Akan tetapi pada kasus ini
fraktur terbuka derajat II walaupun penanganan dilakukan telah melewati golden
period. Hasil ini ditunjang oleh debridemen agresif, antibiotik profilaksis, yang diikuti
dengan rekonstruksi jaringan lunak serta bone grafting beberapa waktu sesudahnya.
Selanjutnya prinsip dalam penanganan pertama pada patah tulang adalah jangan
membuat keadaan lebih jelek (do no harm) dengan menghindari gerakan-
gerakan/gesekan-gesekan pada bagian yang patah. Tindakan ini dapat dilakukan
pembidaian/ pasang spalk sementara dengan menggunakan kayu atau benda yang dapat
menahan agar kedua fraksi yang patah tidak saling bergesekan.4,10,11 Sesuai
kepustakaan, kasus ini ditangani sebagai suatu kegawatan, setelah stabilisasi tanda vital
dilakukan pembidaian sementara dengan spalk dan pemberian antibiotik dan
antitetanus. Debridemen dilakukan dalam golden period, dimana penderita tiba di
rumah sakit 8 jam setelah kejadian, dirujuk dari RS Toli-Toli.
. Dalam menentukan penanganan fraktur, pertama yang harus ditentukan
apakah fraktur tersebut membutuhkan reduksi atau tidak. Bila tidak memerlukan
reduksi maka hanya diimobilisasi dengan bidai eksterna biasanya
mempergunakan plaster of Paris atau dengan bermacam-macam bidai dari plastik atau
metal. Diindikasikan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses
penyembuhan. Atau bisa juga tanpa reduksi dan imobilisasi yang tujuannya hanya
untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan memberi sling atau tongkat dengan
indikasi pada fraktur yang tidak bergeser, fraktur iga yang stabil, falangs, dan
metakarpal, atau fraktur klavikula pada anak. Bila reduksi perlu dilakukan, selanjutnya
perlu ditentukan apakah secara tertutup atau terbuka. Reduksi tertutup dicapai dengan
cara imobilisasi eksterna mempergunakan gips, traksi, atau dengan fiksasi perkutaneus
dengan K-wire. Bila dipilih reduksi terbuka, maka ditentukan apakah fiksasi secara
interna atau eksterna. Reduksi terbuka dilakukan pada fraktur terbuka sebagai lanjutan
dari debridemen atau apabila hasil reduksi tertutup sebelumnya yang tidak memuaskan.
Reduksi terbuka dengan fiksasi interna (ORIF=open reduction and internal fixation)
diindikasikan pada kegagalan reduksi tertutup, bila dibutuhkan reduksi dan fiksasi yang
lebih baik dibanding yang bisa dicapai dengan reduksi tertutup misalnya pada fraktur
intra-artikuler, pada fraktur terbuka, keadaan yang membutuhkan mobilisasi cepat, bila
diperlukan fiksasi rigid, dan sebagainya. Sedangkan reduksi terbuka dengan fiksasi
eksterna (OREF=open reduction and external fixation) dilakukan pada fraktur terbuka
dengan kerusakan jaringan lunak yang membutuhkan perbaikan vaskuler, fasiotomi,
flap jaringan lunak, atau debridemen ulang. Fiksasi eksternal juga dilakukan pada
politrauma, fraktur pada anak untuk menghindari fiksasi pin pada daerah lempeng
pertumbuhan, fraktur dengan infeksi atau pseudoarthrosis, fraktur kominutif yang
hebat, fraktur yang disertai defisit tulang, prosedur pemanjangan ekstremitas, dan pada
keadaan malunion dan nonunion setelah fiksasi internal. Alat-alat yang digunakan
berupa pin dan wire (Schanz screw, Steinman pin, Kirschner wire) yang kemudian
dihubungkan dengan batang untuk fiksasi. Ada 3 macam fiksasi eksternal yaitu
monolateral/standar uniplanar, sirkuler/ring (Ilizarov dan Taylor Spatial Frame), dan
fiksator hybrid. Keuntungan fiksasi eksternal adalah memberi fiksasi yang rigid
sehingga tindakan seperti skin graft/flap, bone graft, dan irigasi dapat dilakukan tanpa
mengganggu posisi fraktur. Selain itu, memungkinkan pengamatan langsung mengenai
kondisi luka, status neurovaskular, dan viabilitas flap dalam masa penyembuhan
fraktur. Kerugian tindakan ini adalah mudah terjadi infeksi, dapat terjadi fraktur saat
melepas fiksator, dan kurang baik dari segi estetik.4,7,10 Penanganan pascaoperatif
meliputi perawatan luka dan pemberian antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi,
pemeriksaan radiologik serial, darah lengkap, serta rehabilitasi. Penderita diberi
antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi dan dilakukan kultur pus dan tes
sensitivitas.11
DAFTAR PUSTAKA

1. Costache, C. femoral neck fractures. 2014. [Diakses pada tanggal : 02 februari 2018
Diperoleh dari http://webbut.unitbv.ro/BU2014/series
2. Solomon L, Nayagam S, Warwick D. Apley’s : System of Orthopaedics and
Fractures 9th edition. Hodder Arnold Publisher. UK; 2010.
3. T. Lein., P. Bula., J. Jeffries., K. Engller., F. Bonnaire., Fractures of the Femoral
Neck. 2011. [Diakses pada tanggal : 02 februari 2018]. Diperoleh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed
4. De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Fraktur. EGC: Jakarta. 2011. Hal: 1040.
5. De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Dislokasi. EGC: Jakarta. 2011. Hal: 1046.
6. Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Fraktur dan Dislokasi. Binarupa
Aksara: Tangerang. 2008. Hal: 457.
7. Mansjoer. Arif, Suprohaita, Wardhani. Wahyu Ika, Setiowulan. Wiwiek. 2014.
Kapita slekta kedokteran edisi ketiga Jilid Kedua. Media Aesculapius FKUI:
Jakarta.
8. Arsyad, Dr. Rudi Ali. 2002. Ultimate Surgery Revealed UGM Jilid 1. RD-
Collction: Yogyakarta.
9. Pauyo T, Drager J, Albers A, Harvey J. Management of Femoral Neck Fractures
in the Young Patient : A Critical Analysis Review. 2014 [Diakses pada tanggal : 01
februari 2018]. Diperoleh dari :
http://www.wjgnet.com/esps/helpdesk.aspx.doi:10.5312/wjo.v5.i3.204.
10. Wahyudiputra G Adhinanda., Khoirur D Haris., Hakim Adrian. 2015. Spektrum
Penderita Neglected Fraktur di RSUD dr. Abdoer Rahim – Januari 2012 s/d
Desember 2013. [diakses pada tanggal 03 Februari 2018]. diperoleh dari
http://www.kalbemed.com
11. Hartono F, Ismail HD, 2011, Insedensi Trombosis Vena dalam Pasca Operasi
Orthopedi Resiko Tinggi Tanpa Tromboprofilaksis, Volume 61, Nomor 6, Journal
J Indon Med Assoc.

Anda mungkin juga menyukai