Anda di halaman 1dari 29

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Senam Tai Chi


2.1.1 Definisi Senam Tai Chi
Menurut Tjandrasah (2010:12) senam Tai Chi adalah suatu latihan yang
memadukan antara gerakan fisik, pernapasan, perasaan, dan pikiran dalam suatu
kesatuan hingga sering disebut sebagai moving medication atau meditasi dalam
gerak. Senam Tai Chi sebagai bentuk olahraga yang dapat meningkatkan sekresi
serotonin dan dopamin yang pada gilirannya meningkatkan transmisi sistem
aminergik pada susunan saraf. Latihan fisik akibat merangsang sekresi endoprin
dan dapat menimbulkan euphoria mekanisme endoprin ini dapat memberikan efek
analgetik karena nyeri dapat berkurang.
2.1.2 Prinsip Senam Tai Chi
Menurut Tjandrasah (2010:12) ciri-ciri penting dari senam Tai Chi yaitu
sebagai berikut:
1. Gerakan perlahan, lembut, dan tanpa ketegangan.
2. Pernafasan teratur dan tenang.
3. Membantu ketegangan otot.
4. Membantu sirkulasi.
5. Merangsang sistem limfa.
6. Memperkuat ketahanan tubuh terhadap penyakit umum.
7. Meningkatkan relaksasi.
8. Mendorong kejernihan pikiran, kreaktivitas, dan kepercayaan diri.
9. Menumbuhkan ketenangan batin.
2.1.4 Gerakan Senam Tai Chi
Senam Tai Chi mempunyai banyak gerakan yang bervariasi. Beberapa
gerakan dimaksud sebagai berikut:
2.1.4.1 Pemanasan
Gerakan perlahan yang dilakukan setiap hari akan membantu menjaga leher
dan bahu tetap rileks, membantu menghilangkan ketegangan dari jari-jari dan
pergelangan tangan, memperbaiki ketidakseimbangan ketika menurunkan pinggul,

6
7

bahu, dan tulang punggung, selain itu membantu tubuh anda selaras dengan
membantu keseluruhan postur tubuh dan keseimbangan. Dalam gerakan ini,
terdapat beberapa jenis gerakan yaitu:
1. Gerakan mengatur napas
Gerakan mengatur napas ini adalah gerakan yang dilakukan untuk mengolah
dan mengatur napas. Yaitu dengan cara berdiri dengan tegak dengan kedua
tangan rapat dan pandangan lurus kedepan, buka kaki selebar bahu, perlahan
tarik napas dari hidung dan rapatkan kedua bibir. Sementara lidah menempel
dilangit-langit, kemudian hembuskan napas perlahan. Pastikan saat
menghembuskan napas tidak ditiupkan namun posisikan mulut seperti
menyebutkan huruf “H” dan lakukan “tarik-hembuskan” napas hingga 12
kali.
2. Gerakan bangkit mengatur napas
Gerakan bangkit mengatur napas ini hampir sama dengan gerakan di atas.
Adapun cara melakukannya ialah sebagai berikut:
1) Posisi awal tubuh berdiri tegak dengan kedua tangan diangkat lurus
kedepan.
2) Tarik napas lalu turunkan turunkan tangan dan bersamaan dengan itu
lepaskan napas. Selanjutnya, tekuk lutut namun kondisi badan tetap tegak.
3) Lakukan tarik–hembuskan napas 6 kali

Gambar 2.1 Gerakan persiapan, Sumber: (Tjandrasah, 2010: 42)

3. Gerakan melapangkan dada


Adapun cara melakukan gerakan senam melapangkan dada ini ialah sebagai
berikut:
8

1) Berdiri tegak dengan kedua tangan diluruskan kedepan


2) Tarik napas lalu bentangkan kedua tangan sambil posisikan dada
dilapangkan.
3) Selanjutnya, hembuskan napas dan kembalikan kedua tangan kedepan,
kepososi semula.
4) Tekuk lutut hingga berposisi kuda-kuda.
5) Lakukan sebanyak 6 kali.

Gambar 2.2 Gerakan melapangkan dada, Sumber: (Tjandrasah, 2010: 42)

2.1.4.2 Gerakan inti


1. Gerakan mengayun lengan
Gerakan ini memberikan keadaan rileks dan membantu sirkulasi energi dan
darah ke kepala, wajah dan otak serta membantu konsentrasi. Gerakan ini dapat
dilakukan sebagai berikut:
1) Berdiri tegak lalu tekuk kedua lutut hingga menyerupai kuda-kuda
2) Angkat dan luruskan tangan kiri kedepan dengan posisi telapak tangan
menghadap keatas.
3) Ambil napas, lalu putar tangan kanan kebelakang, lalu keatas.
4) Hembuskan napas, dorong tangan terus kedepan dengan posisi telapak tangan
tepat diatas tangan kiri.
5) Dilakukan tarik-hembuskan napas hingga 6 kali.
9

Gambar 2.3 Gerakan mengayun tangan, Sumber: (Tjandrasah, 2010: 42)

2. Gerakan mengangkat bola


Gerakan ini dapat dilakukan sebagai berikut:
1) Posisi awal berdiri tegak, kaki dibuka selebar bahu.
2) Tarik napas lalu angkat tangan kanan kedepan hingga sejajar muka.
Pastikan telapak tangan diaktifkan dan menghadap keatas.
3) Lakukan gerakan memijit atau seperti sedang mengangkat bola.
4) Hembuskan napas, lalu turunkan tangan dan kaki diluruskan kembali
keposisi semula.
5) Ulangi gerakan pada tangan kiri dan lakukan secara bergantian.
6) Lakukan tarik-hembuskan napas 12 kali.

Gambar 2.4 Gerakan mengangkat bola, Sumber: (Tjandrasah, 2010: 42)


10

3 Gerakan menendang rembulan


Gerakan ini membentuk kelenturan tulang punggung, lutut, dan punggul,
gerakan ini meningkatkan kepercayaan diri dan keseimbangan tubuh. Gerakan ini
dapat dilakukan sebagai berikut:
1) Posisi awal berdiri tegak dengan kedua tangan rapat menyamping.
2) Tekuk lutut menyerupai kuda-kuda, angkat kedua tangan dan letakkan
didepan lutut dengan posisi seolah memegang bola.
3) Angkat dan lempar kedua tangan kesamping kiri atas sehingga tangan berada
disamping belakang tubuh. Bersamaan dengan itu, kedua kaki diluruskan dan
kembali keposisi berdiri. Sementara itu, pandangan mata mengikuti arah
gerakan tangan.
4) Pada saat ditarik dan dilemparkan keatas, tarik napas, dan hembuskan saat
tangan diturunkan. Ulangi gerakan pada posisi bagian kanan.
5) Lakukan tarik-hembuskan napas 6 kali.

Gambar 2.5 Gerakan menendang rembulan, Sumber: (Tjandrasah, 2010: 42)

4 Gerakan mendorong telapak


Gerakan ini dapat mempertahankan kelenturan dan kekuatan persendian.
Gerakan ini dapat dilakukan sebagai berikut:
1) Posisi awal berdiri tegak dengan kedua tangan ditekuk disamping perut.
2) Tekuk lutut dan buat kuda-kuda. Hembuskan napas dan dorong tangan kanan
kedepan dengan posisi gerakan serong kearah kiri.
3) Tarik tangan kanan dan kembalikan ke posisi semula, sambil tarik napas.
4) Lakukan gerakan ini pada tangan kiri.
5) Lakukan tarik-hembuskan napas 6 kali.
11

Gambar 2.6 Gerakan mendorong telapak, Sumber: (Tjandrasah, 2010: 42)

5 Gerakan melambai mega


Gerakan ini berfungsi merangsang daerah sekitar jaringan limfa yang terpusat
di daerah leher, dada, dan ketiak. Gerakan ini dapat dilakukan sebagai berikut;
1) Posisi awal berdiri tegak, angkat kedua tangan ke depan dengan posisi telapak
tangan ditekuk sehingga menghadap wajah. Pastikan jarak antara muka
dengan telapak tangan kurang lebih 30 cm.
2) Tekuk lutut dan buat kuda-kuda dengan tatapan seolah bercermin pada
telapak tangan kiri. Sementara tangan kanan diturunkan, tepat posisikan
didepan perut.
3) Putar pinggang kearah kiri, tarik nafas sambil kedua tangan digerakkan
mengikuti.
4) Putar pinggang kearah berlawanan (kanan), hembuskan, kedua tangan
mengikuti (tangan kanan ganti dijadikan cermin).
5) Lakukan gerakan ini secara berulang dan bergantian selama 6 kali tarik-
hembuskan napas.

Gambar 2.7 Gerakan melambai mega, Sumber: (Tjandrasah, 2010: 42)


12

6 Gerakan mendorong ombak


Gerakan ini menimbulkan relaksasi dan kelenturan dalam persendian bahu dan
lengan atas. Gerakan ini dapat dilakukan sebagai berikut:
1) Posisi awal berdiri tegak, kaki kiri dimajukan setengah langkah kedepan.
2) Kedua tangan dimajukan kedepan lalu tarik kedepan dada sehingga posisi
siku dalam posisi ditekuk.
3) Dorong kedua tangan kedepan sambil hembuskan napas.
4) Tarik kembali kedua tangan sambil menarik napas dan lalukan 6 kali gerakan.
5) Selanjutnya gerakan diulangi pada kaki kanan.
6) Ulangi gerakan tadi 6 tarik-hembuskan.

Gambar 2.8 Gerakan mendorong ombak, Sumber: (Tjandrasah, 2010: 42)

7 Gerakan membentangkan sayap


Gerakan ini membantu meningkatkan koordinasi fisik dan membantu sirkulasi
darah. Gerakan ini dapat dilakukan sebagai berikut:
1) Posisi awal berdiri tegak, majukan kaki kiri kedepan setengah langkah
2) Sambil menarik napas, rentangkan kedua tangan, dada dibidangkan kedepan
sehingga posisi tubuh bagian atas tertekuk kebelakang.
3) Tutup tangan sehingga kembali ke posisi semula, dan kembalikan kaki pada
posisi semula.
4) Lakukan sebanyak 6 kali tarik-hembuskan napas
5) Selanjutnya, gerakan dilakukan pada kaki lainnya (kaki kanan) dan lakukan
gerakan yang sama seperti diatas dan tarik-hembuskan napas 6 kali.
13

Gambar 2.9 Gerakan membentangkan sayap, Sumber: (Tjandrasah, 2010: 42)


8 Gerakan menjulurkan tinju
Gerakan ini jika dilakukan secara terus-menerus akan membangun kekuatan
otot, tendon, tulang paha dan tulang pinggul, gerakan ini juga membantu sirkulasi
ke organ reproduksi dan kandung kemih. Gerakan ini dapat dilakukan sebagai
berikut:
1) Posisi awal berdiri tegak, tekuk lutut dan posisikan kuda-kuda
2) Kepalkan kedua tangan dan letakkan disamping perut.
3) Tinjukan tangan kiri kedepan sambil hembuskan napas.
4) Tarik dan kembalikan tangan pada posisi semula sambil menarik napas.
5) Selanjutnya gerakan dilakukan pada tangan kanan. Dorong tinju tangan kanan
kedepan, hembuskan napas, dan tarik tangan hingga kembali keposisi semula.
6) Gerakan terus dilanjutkan secara bergantian, kanan dan kiri sampai 12 kali
tarik-hembuskan napas.

Gambar 2.10 Gerakan menjulurkan tinju, Sumber: (Tjandrasah, 2010: 42)


14

2.1.4.3 Gerakan pendinginan


Gerakan ini melatih dan merangsang otot dan ligamen bahu. Gerakan ini
meliputi dua macam gerakan sebagai berikut:
1. Gerakan meredakan napas
1) Posisi awal berdiri tegak, lalu tekuk lutut dan posisi kuda-kuda.
2) Letakkan kedua tangan didepan badan. Tarik napas, luruskan kedua kaki,
dan perlahan angkat kedua tangan seperti gerakan meraup sesuatu sampai
didepan mata.
3) Hembuskan napas, turunkan tangan, dan kembalikan pada posisi awal.
Sementara kedua kaki ditekuk kembali
4) Lakukan 6 kali tarik-hembuskan napas.
2. Gerakan menggosok telapak tangan
1) Berdiri tegak, satukan kedua telapak tangan dan letakkan didepan pusar.
2) Lakukan gerakan menggosokkan kedua telapak tengan dan lakukan sampai
terasa hangat selanjutnya, tempel dan usapkan kemuka.
3) Lakukan sampai 3 kali.

Gambar 2.11 Gerakan memutar dan mengakhiri, Sumber: (Tjandrasah, 2010: 42)
2.1.4.4 Skor Penilaian Senam Tai Chi
1. Penilaian:
1) Baik = 2
2) Cukup Baik =1
3) Salah = 0
2. Jumlah penilaian:
𝑠𝑝
N = 𝑠𝑚 x 100%
15

N : Nilai

Sp : Skor yang didapat

Sm : Skor tertinggi

3. Kategori:
1) Baik 76-100%, Bisa mengikuti tanpa arahan.
2) Cukup Baik 56-75%, Mengikuti gerakan dengan arahan.
Kurang ≤55%,Tidak dapat mengikuti gerakan.
2.1.5 Manfaat Senam Tai Chi
Tai Chi merupakan jenis olahraga yang berkembang di Cina sejak abad ke-16
merupakan jenis olahraga yang menggabungkan gerakan tubuh, olah pernapasan,
dan meditasi. Berbeda dengan olahraga senam lain, gerakan dalam senam Tai Chi
cenderung lambat karena menekankan pada fokus dan keselarasan gerakan serta
pengolahan napas.
Menurut Tjandrasah (2010:18) manfaat senam Tai Chi yaitu sebagai berikut:
1. Latihan aerobik yang lembut.
2. Mengurangi ketegangan fisik.
3. Membantu memperkuat otot di kaki dan pinggang.
4. Memperkuat kekebalan terhadap penyakit umum.
5. Membantu rileks dan tenang
6. Mengurangi intensitas nyeri sendi.
7. Membantu berfungsinya sistem limfa.
8. Membantu jantung, paru-paru, dan organ pencernaan agar tetap berfungsi
secara efisien.
9. Menambah kreaktivitas dan kepercayaan diri.

2.1 Konsep Dasar Intensitas Nyeri


2.2.1 Definisi Nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat
subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau
tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau
mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.
16

Nyeri (Pain) adalah kondisi perasaan yang tidak menyenagkan. Sifatnya


sangat subjektif karna perasaan nyeri berbeda pada setiap orang baik dalam hal
skala atau pun tingkatannya dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan
dan mengefakuasi rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat, 2008).
Internasional Association for Study of Pain (IASP), mendefenisikan nyeri
sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak
menyenagkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang bersifat akut yang
dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan.
2.2.2 Sifat Nyeri
Nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat individual. Nyeri adalah segala
sesuatu yang dikatakn seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja
seseorang mengatakan bahwa ia merasa nyeri. Apabila seseorang merasa nyeri,
maka prilakunya akan berubah.
2.2.3 Teori Nyeri
Beberapa teori tentang terjadinya rangsangan nyeri, diantaranya:
2.2.3.1 Teori spesivitas (Specivicity theory)
Menurut teori ini, rangsangan sakit masuk ke medulla spinalis (spinal cord)
melalui kornu dorsali yang bersinaps didaerah posterior, kemudian naik ketractus
lissur dan menyilang digaris median kesisi lainnya, dan berakhir dikorteks
sensoris tempat rangsangan nyeri tersebut.
2.2.3.2 Teori pola (Pattern theory)
Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medulla spinalis dan
merangsang aktivitas sel T. Hal ini mengakibatkan suatu respon yang merangsang
kebagian yang lebih tinggi, yaitu korteks serebri, serta kontraksi menimbulkan
persepsi dan otot berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri. Persepsi dipengaruhi
oleh modalitass respon dari reaksi sel T.
2.2.3.3 Teori pengontrol nyeri (Theory gate control)
Menurut teori ini, nyeri tergantung dari kerja serta saraf besar dan kecil yang
keduanya berada dalam akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serat saraf besar
akan meningkatkan aktivitas substansia gelatinosa yang mengakibatkan
tertutupnya pintu mekanisme sehingga aktivitass sel T terhadap dan menyebabkan
hantaran rangsangan ikut terhambat.rangsangan serat besar dapat langsung
merangsang korteks serebri. Hasil persepsi ini akan dikembalikan kedalam
17

medulla spinalis melalui serat eferen dan reaksinya memengaruhi aktivitas sel T.
rangsangan pada serat kecil akan menghambat aktivitas substansia gelatinosa dan
membuka pintu mekanisme, sehingga merangsang aktivitas sel T yang selanjutnya
akan menghantarkan rangsangan nyeri.
2.2.3.4 Teori transmisi dan inhibisi
Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi implus-implus saraf,
sehingga transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh neurotransmitter yang
spesifik. Kemudian, inhibisi impuls nyeri menjadi impuls pada serabut lamban
dan endogen opiate sistem supresif.
2.2.4 Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat dibedakan berdasarkan jenis dan bentuknya yaitu sebagai berikut:
2.1.4.1 Jenis nyeri
Berdasarkan jenisnya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri perifer, nyeri
sentral, dan nyeri psikogenik.
1. Nyeri periper
1) Nyeri superfisial merupakan rasa nyeri muncul akibat rangsangan pada
kulit dan mukosa.
2) Nyeri visceral merupakan rasa nyeri timbul akibat rangsangan pada
reseptor nyeri di rongga abdomen, kranium, dan toraks.
3) Nyeri alih merupakan rasa nyeri dirasakan di daerah lain yang jauh dari
jaringan penyebab nyeri.
2. Nyeri sentral
Nyeri sentral adalah nyeri yang muncul akibat rangsangan pada medulla
spinalis, batang otak, dan talamus.
1) Nyeri psikogenik
Nyeri psikogenik adalah nyeri yang penyebab fisiknya tidak diketahui,
umumnya nyeri ini disebabkan oleh faktur psikologis.
Selain jenis-jenis nyeri yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat juga
beberapa jenis nyeri yang lain. Contohnya adalah sebagai berikut:
1. Nyeri somatik merupakan nyeri yang berasal dari tendon, tulang, saraf, dan
pembuluh darah.
18

2. Nyeri menjalar merupakan nyeri yang terasa di bagian tubuh yang lain,
umumnya disebabkan oleh kerusakan atau cedera pada organ visceral.
3. Nyeri neurologis merupakan bentuk nyeri tajam yang disebabkan oleh
spasme di sepanjang atau di beberapa jalur saraf.
4. Nyeri phantom merupakan nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh yang
hilang, misalnya pada bagian kaki yang sebenarnya sudah diamputasi.
2.1.4.2 Bentuk nyeri
Bentuk nyeri terbagi atas nyeri akut dan nyeri kronis:
1. Nyeri akut merupakan nyeri yang biasanya berlangsung tidak lebih dari enam
bulan. Gejalanya mendadak, dan biasanya penyebab serta lokasi nyeri sudah
diketahui. Nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan
kecemasan yang keduanya meningkatkan persepsi nyeri.
2. Nyeri kronis meupakan nyeri yang berlangsung lebih dari enam bulan.
Sumber nyeri biasa diketahui atau tidak. Nyeri cenderung hilang timbul dan
biasanya tidak dapat disembuhkan. Selain itu, penginderaan nyeri menjadi
lebih dalam sehingga penderita sukar untuk menunjukkan lokasinya. Dampak
dari nyeri ini antara lain penderita menjadi mudah tersinggung dan sering
mengalami insomnia. Akibatnya, mereka menjadi kurang perhatian, sering
merasa putus asa, dan terisolir dari kerabat dan keluarga. Nyeri kronis
biasanya hilang timbul dalam periode waktu tertentu.
2.2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri
Pengalaman nyeri pada seseeorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal,
diantaranya adalah:
2.2.5.1 Arti nyeri
Arti nyeri bagi seseorang memiliki banyak perlengkapan dan hampir sebagian
arti nyeri merupakan arti yang negatif, seperti membayangkan merusak dan lain-
lain. Keadaan ini dipengaruhi oleh bebrapa faktor, seperti usia, jenis kelamin, latar
belakang sosial budaya dan pengalaman.
2.2.5.2 Presepsi nyeri
Presepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subjektif tempatnya pada
korteks (pada fungsi evaluative kognitif). Presepsi ini dipengaruhi oleh faktor
yang dapat memicu simulasi nociceptor.
19

2.2.5.3 Toleransi nyeri


Toleransi ini erat hubungannya dengan intesitas nyeri yang dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri. Faktor yang dapat
mempengaruhi peningkatan toleransi nyeri antara lain alkohol, obat-obatan,
hipnotis, gesekan atau garukan, pengalihan perhatian kepercayaan yang kuat dan
sebagainya. Sedangkan faktor yang menurunkan toleransi antara lain kelelahan,
rasa marah, bosan, cemas, nyeri yang tidak kunjung hilang, sakit dan lain-lain.
2.2.5.4 Reaksi terhadap nyeri
Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respon seseorang terhadap nyeri,
seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis dan menjerit. Semua ini merupakan
bentuk respons nyeri yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti arti
nyeri, tingkat presepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya, harapan sosial,
kesehatan fisik dan mental, rasa takut, cemas dan lain-lain. 3 faktor yang dapat
mempengaruhi nyeri yaitu sebagai berikut:
1. Obat saat ini banyak orang yang menggunakan obat-obatan kimia untuk
mendapatkan tubuh yang lebih bugar. Untuk waktu sementara obat-obatan
seperti ini memang akan memberikan hasil yang luar biasa. Tetapi dalam
jangka waktu panjang obat ini justru akan menyebabkan penyakit seperti
rematik. Rematik yang timbul akibat penggunaan obat kimia, biasanya
berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Selain itu, waktu untuk
memulihkan tubuh dari bahan kimia yang ada dalam obat juga membutuhkan
waktu lama. Jadi disarankan untuk menghentikan penggunaan obat kimia.
2. Usia merupakan faktor resiko untuk timbulnya osteoatritis. Prevalensi dan
beratnya osteoatritis semakin meningkat dengan bertambahnya usia.
Osteoatritis jarang terjadi pada usia dibawah 40 tahun dan sering pada usia
diatas 60 tahun.
3. Jenis kelamin
Wanita lebih sering terkena osteoatritis lutut dan sendi, lelaki lebih sering
terkena osteoatritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan
dibawah 45 tahun frekuensi osteoatritis kurang lebih sama pada lelaki dan
wanita tetapi diatas 50 tahun frekuensi osteoatritis lebih banyak pada wanita
20

dari pada pria hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis
osteoatritis.
2.2.6 Respon Fisiologi Nyeri
Pada saat implus nyeri naik ke medulla spinalis menuju batang otak dan
thalamus, system saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon
stres. Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superficial
menimbulkan reaksi “flight atau fight”, yang merupakan sindrom adaptasi umum.
Pada saat implus nyeri sampai ke medulla spinalis menuju ke batang otak dan
thalamus, system saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respons
stres. Stimulasi pada cabang saraf simpatis pada system saraf otonom
menghasilkan respon fisiologis. Fungsi unik sistem saraf otonom bagian simpatis
adalah sistem ini siap siaga untuk membantu proses kedaruratan. Di bawah
kesadaran stres baik yang disebabkan oleh fisik maupun emosional dapat
menyebabkan peningkatan yang cepat pada implus simpatis. Sebagai akibatnya
bronkiolus berdialus menyebabkan peningkatan asupan oksigen. Peningkatan
frekuensi denyut jantung yang juga meningkatkan transport oksigen,
vasokontriksi perifer (pucat, peningkatan tekanan darah) yang menyebabkan
peningkatan tekanan darah disertai peningkatan suplai darah dari perifer dan
visera keotot-otot skelet dan otak, peningkatan kadar glukosa darah yang
dimaksudkan untuk menghasilkan energi tambahan, diaphoresis untuk mengontrol
temperature tubuh selama stres, terjadi peningkatan ketegangan otot yang
dimaksudkan untuk mempersiapkan otot untuk melakukan aksi, terjadi dilatasi
pupil yang memungkinkan penglihatan yang lebih baik, terjadi penurunan
motilitas saluran cerna untuk membebaskan energy untuk melakukan aktivitas
dengan lebih cepat. Pelepasan simpatis yang meningkat cepat sama seperti tubuh
diberikan suntikan adrenalin, oleh sebab itu stasiun system system saraf
adrenergic kadang-kadang dipakai jika menunjukan kondisi seperti pada system
saraf simpatis. Respon fisiologis bervariasi dengan asal dan durasi nyeri. Tubuh
tidak dapat menahan peningkatan fungsi simpatis dalam jangka waktu yang lama
dan untuk itu system saraf simpatis beradaptasi sehingga respon fisiologis kurang
tampak atau bahkan tidak tampak. Respon fisiologis paling mungkin tidak tampak
pada orang dengan nyeri kronis sebab sistem saraf pusat telah beradaptasi.
21

2.2.7 Skala Intensitas Nyeri, Pengkajian Nyeri dan Pengkajian Tanda-Tanda


Vital
Indikator tunggal yang paling penting untuk mengetahui intensitas nyeri
adalah laporan klien tentang nyeri. Studi menunjukan bahwa tentang kesehatan
dapat meremehkan atau melebihkan skala nyeri klien, sebaliknya penggunaan
skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah dan dapat dipercaya dalam
menentukan intensitas nyeri klien. Skala seperti itu memberikan konsistensi bagi
perawat untuk berkomunikasi dengan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Sebagian besar skala menggunakan rentang 0-5 atau 0-10 dengan 0
mengindikasikan “kemungkinan nyeri terhebat” bagi individu tersebut.
Dimasukannya kata-kata penjelas dalam skala dapat membantu beberapa klien
yang mengalami kesulitan dalam menetukan nilai nyerinya.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak Nyeri Nyeri paling


Nyeri ringan Nyeri sedang hebat

Gambar 2.12 Skala intensitas nyeri numerik


Sumber: (Prasetyo, 2010: 42)

Keterangan :
1) 0 : Tidak nyeri
2) 1-3 : Nyeri ringan, Secara objektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
3) 4-7 : Nyeri sedang, secara objektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik.
4) 8-10 : Nyeri paling berat, secara objektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih merespon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan lokasi,nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya.
Adapun perbedaan antara nyeri akut dan kronis dalam hal awitan, durasi,
intensitas, respon otonom dan psikologis adalah sebagai berikut:
22

Tabel 2.1 Perbedaan antara nyeri akut dan nyeri kronis


Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis
Tujuan Memperingatkan klien terhadap Memberikan alasan pada klien
adanya cedera/masalah untuk mencari informasi
berkaitan dengan perawatan
dirinya
Awitan Mendadak Terus menerus/intermittent
Durasi Durasi singkat (dari beberapa Durasi lama (enam
detik sampai bulan) bulan/lebih)
Intensitas Ringan sampai berat Ringan sampai berat
Respon Frekuensi jantung meningkat Tidak terdapat respon Otonom,
otonom volume sekuncup meningkat Vital sign dalam batas normal
tekanan darah meningkat dilatasi
pupil meningkat tegangan otot
meninggkat motivasi
gastrointestinal menurun aliran
saliva menurun
Respon Ansietas Depresi Keputusasaan, Mudah
psikologis tersinggung/marah, Menarik
diri
Respon Menangis/mengarang waspada Keterbatasan gerak, Kelesuan,
fisik/perilaku mengerutkan dahi menyeringai Penurunan libido,
mengeluh sakit Kelelahan/kelemahan,
mengeluh sakit hanya ketika
dikaji/ditanyakan
Contoh Nyeri bedah, trauma Nyeri kanker, arthritis,
Euralgia terminal
Karakteristik Nyeri akut Nyeri kronis
Sumber: (Prasetyo, 2010: 25).

Beberapa langkah-langkah dalam pengkajian skala nyeri pasien, yaitu:


1. Perlengkapan
1) Format pengkajian nyeri
2) Skala tingkat nyeri
2. Pelaksanaan
1) Istirahatkan pasien selama 5 menit sebelum melakukan pengukuran.
2) Cuci tangan dan observasi prosedur
3) Jelaskan kepada klien apa yang anda lakukan, mengapa hal tersebut
dilakukan, dan bagaimana klien dapat bekerja sama
4) Mengatur posisi klien senyaman mungkin.
5) Kaji persepsi klien tentang nyeri seperti lokasi, intensitas (menggunakan
skala nyeri yang sesuai), kualitas, awitan, durasi dan kekambuhan nyeri,
23

perilaku ekspresikan nyeri, faktor presipitasi, faktor yang meringankan


nyeri, gejala terkait, efek nyeri.
6) Kaji respon fisiologis terhadap nyeri (tekanan darah, frekuensi nadi,
frekuensi napas, warna kulit dan adanya diaphoresis).
7) Dokumentasi
2.2.8 Penatalaksanaan Nyeri
Penatalaksanaan nyeri adalah dngan caa meringankan nyeri atau mengurang
nyeri sampai tingkat kenyamanan yag dapat diterima klien. Penatalaksanaan nyeri
meliputi 2 tipe dasar intervensi keperawatan seperti intervensi farmakologi dan
nonfarmakologi. Secara umum kombinasi strategi adalah yang terbaikbagi klien
yang sedang alami nyeri. Terkadang strategi perlu dicoba dan iubah sampai klien
mendapatkan cara mengurangi nyeri yang efekif.
2.2.8.1 Penatalaksanaan nyeri secara farmakologi
Penatalaksanaan nyeri secara farmakologi melibatkan penggunaan opiat
(narkotik), nonopiat/obat AINS (anti inflamasi nonsteroid), obat-obatan adjuvans
atau koanalgesik. Analgesic opiate mencakup deviat opium seperti morfin dan
kodein. Narkotik meredakan nyeri dan memberikan perasaan euphoria. Nonopiat
(analgesic non narkotic) termasuk obat AINS seperti aspirin dan ibuprofen.
Nonopiat mengurangi nyeri dengan cara bekerja diujung saraf perifer pada daerah
luka dan menurunkan tingkat mediator inflamasi yang dihasilkan di daerah yang
luka.
2.2.8.2 Penatalaksanaan nyeri secara nonfarmakologi
Penatalaksanaan nyeri nonfarmakologi terdiri dari berbagai strategi
penatalaksanaan nyeri secara fisik dan kognitif perilaku. Intervensi fisik meliputi
stimulasi kutaneus, imobilisasi, stimulasi saraf elektrik transkutaneus (SSET) dan
akupuntur. Teknik stimulasi kutaneus dapat meredakan nyeri secara efektif.
Teknik ini mendistraksi klien dan memfokuskan perhatian kepada stimulasi taktil
jauh dari sensasi yang menyakitkan sehingga mengurangi persepsi nyeri.
Beberapa yang masuk didalam teknik stimulasi kuteneus adalah masase, kompres
panas dan dingin, akupresurre, dan stimulasi kontralateral yaitu tindakan
menstimulasi kulit pada area yang berlawanan dengan area nyeri (misalnya
menstimulasi lutut kiri jika nyerinya ada di lutut kanan) metode ini berguna ketika
24

area yang nyeri tidak dapat disentuh karena hipersensitif, menggunakan perban
atau gips atau ketika nyeri dirasakan pada bagian tubuh yang tidak ada lagi (nyeri
phantom).

2.3 Konsep Dasar Asam Urat


2.3.1 Definisi
Asam urat merupakan kelainan metabolik yang disebabkan karena
penumpukan purin atau eksresi asam urat yang kurang dari ginjal. Asam urat
merupakan penyakit heterogen meliputi hiperurikemia, serangan artritis
akut yang biasanya mono-artikuler. Terjadi deposisi kristal urat di dalam dan
sekitar sendi, parenkim ginjal dan dapat menimbulkan batu saluran kemih.
Kategori asam urat yaitu sebagai berikut:
1. Normal
Laki-laki = 3,4-7,0 mg/dl
Perempuan = 2,4-5,7 mg/dl
2. Hipourisemia
Laki-laki = <3,4 mg/dl
Perempuan = <2,4 mg/dl
3. Hiperurisemia
Laki-laki = >7 mg/dl
Perempuan = >5,7 mg/dl

2.3.2 Etiologi
2.3.2.1 Faktor genetik dan faktor hormonal
Genetik dan faktor hormonal menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat
mengakibatkan meningkatnya produksi asam urat.
2.3.2.2 Jenis kelamin dan umur
Antara pria dan wanita dimana pria lebih beresiko terjadinya asam urat yaitu
umur (30 tahun keatas), sedangkan wanita terjadi pada usia menopouse (50-60
tahun).
25

2.3.2.3 Berat badan


Berat badan meningkatkan risiko hiperurisemia dan gout berkembang karena
ada jaringan yang tersedia untuk omset atau kerusakan, yang menyebabkan
kelebihan produksi asam urat.
2.3.2.4 Konsumsi alkohol
Terlalu banyak mengkonsumsi alkohol dapat menyebabkan hiperurisemia,
karena alkohol mengganggu dengan penghapusan asam urat dari tubuh.
2.3.2.5 Diet
Makanan yang tinggi purin dapat menyebabkan atau memperburuk gout.
Misalnya makanan yang tinggi purin seperti kacang-kacangan, rempelo dan lain-
lain.
2.3.2.6 Obat-obatan tertentu
Sejumlah obat dapat menempatkan orang pada risiko untuk mengembangkan
hiperurisemia dan gout. Diantaranya golongan obat jenis diuretik, salisilat, niasin,
siklosporin, levodova.
2.3.3 Patofisiologi
Peningkatan kadar asam urat yang melebihi batas normal (pria <7 mg dan
wanita <6 mg) dalam serum menyebabkan penumpukan kristal monosodium urat
sehingga kristal asam urat mengedap dalam sendi, akhirnya terjadi terjadi respons
inflamasi dan diteruskan dengan terjadinya serangan gout. Serangan yang
berulang-ulang penumpukan kristal monosodium urat (thopi) akan mengendap
dibagian sendi yang dingin seperti ibu jari, pergelangan kaki, lutut, tangan, siku,
bahu, telinga dan lain-lain. Akibat penumpukan asam urat yang terjadi secara
sekunder dapat menimbulkan nefrolitiasis urat (batu ginjal) dengan disertai
penyakit ginjal kronis. Setiap orang memiliki asam urat di dalam tubuh, karena
pada setiap metabolisme normal dihasilkan asam urat. Normalnya, asam urat ini
akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui feses (kotoran) dan urin, tetapi karena
ginjal tidak mampu mengeluarkan asam urat yang ada menyebabkan kadarnya
meningkat dalam tubuh. Hal lain yang dapat meningkatkan kadar asam urat
adalah terlalu banyak mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung banyak
purin. Asam urat yang berlebih selanjutnya akan terkumpul pada persendian
sehingga menyebabkan rasa nyeri atau bengkak.
26

2.3.4 Tanda dan Gejala


2.3.4.1 Stadium arthritis gout akut
1. Sangat akut, timbul sangat cepat dalam waktu singkat.
2. Keluhan utama seperti nyeri, bengkak, terasa hangat, merah dengan
gejala sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah.
3. Faktor pencetus seperti trauma lokal, diet tinggi purin (kacang-
kacangan, rempelo dan lain-lain), kelelahan fisik, stres, diuretik.
4. Penurunan asam urat secara mendadak dengan allopurinol atau obat
urikosurik dapat menyebabkan kekambuhan.
2.3.4.2 Stadium interkritikal
Stadium ini merupakan kelanjutan dari stadium akut dimana terjadi periode
interkritikal asimptomatik.

2.3.4.3 Stadium arthritis gout menahun


Stadium ini umumnya pada pasien yang mengobati sendiri sehingga dalam
waktu lama tidak berobat secara teratur pada dokter. Pada tahap ini akan terjadi
benjolan-benjolan di sekitar sendi yang sering meradang yang disebut sebagai
tofus. Tofus ini berupa benjolan keras yang berisi serbuk seperti kapur yang
merupakan deposit dari kristal monosodium urat. Tofus ini akan mengakibatkan
kerusakan pada sendi dan tulang di sekitarnya. Tofus pada kaki bila ukurannya
besar dan banyak akan mengakibatkan penderita tidak dapat menggunakan sepatu
lagi.
2.3.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah
2. Pemeriksaan urin tinggi
3. Asam urat tinggi
4. Aspirasi cairan sendi
5. Menunjukan penumpukan kristal asam urat
6. Pemeriksaan radiologi hanya nampak berupa pembengkakan jaringan
lunak disekitar persendian.
27

2.3.5 Penatalaksanaan
2.3.6.1 Non farmakologi
1. Pembatasan makanan tinggi purin (± 100-150 mg purin/hari).
2. Cukup kalori sesuai kebutuhan yang didasarkan pada TB dan BB.
3. Tinggi karbohidrat kompleks (nasi, roti, singkong, ubi) disarankan
tidak kurang dari 100 g/hari.
4. Rendah protein yang bersumber hewani.
5. Rendah lemak, baik dari nabati atau hewani.
6. Tinggi cairan. Usahakan dapat menghabiskan minuman sebanyak 2,5
liter atau sekitar 10 gelas sehari dapat berupa air putih masak, teh,
sirop atau kopi.
7. Tanpa alkohol, termasuk tape dan brem perlu dihindari juga. Alkohol
dapat meningkatkan asam laktat plasma yang akan menghambat
pengeluaran asam urat
2.3.6.2 Farmakologi
1. Pengobatan fase akut, obat yang digunakan untuk mengatasi nyeri dan
inflamasi (colchicine, indometasin, fenilbutazon, kortikostropin)
2. Pengobatan hiperurisemia, terbagi dua golongan, yaitu golongan
urikosurik (probenesid, sulfinpirazon, azapropazon, benzbromaron)
dan Inhibitor xantin (alopurinol).
2.3.7 Komplikasi
1. Penderita akan mengalami radang sendi akut berulang dan semakin
lama semakin sering kekambuhannya.
2. Sendi yang terasa sakit bertambah banyak.
3. Tofi semakin lama semakin besar, bahkan pecah dan menjadi luka.
4. Pada ginjal dan saluran kemih bisa timbul batu.

2.4 Konsep Dasar Lansia


2.4.1 Pengertian Lansia
Berdasarkan definisi secara umum, seseorang yang dikatakan lanjut usia
(lansia) apabila usianya 60 tahun keatas. Lansia bukan suatu penyakit, namun
merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan
28

penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan


(Wahyunita, 2010: 2).
Usia lanjut adalah semua kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang
yang dikarunia usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh siapapun. Usia
tua adalah periode penutup dalam rentang kehidupan seseorang, yaitu suatu
periode dimana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih
menyenangkan atau beranjak dari waktu ke waktu yang penuh bermanfaat
(Murwarni dkk, 2011: 13).
Menurut Undang-Undang RI No 13 tahun 1998, yang dimaksud dengan usia
lanjut adalah laki-laki atau perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih, baik yang
secara fisik masih berkemampuan (potensial) maupun karena suatu hal tidak lagi
mampu berperan aktif dalam pembangunan atau tidak potensial.
2.4.2 Karakteristik Lansia
2.4.2.1 Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), usia lanjut dibagi menjadi
empat kriteria sebagai berikut:
1. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59
tahun.
2. Usia lanjut (elderly) antara 60 sampai 74 tahun.
3. Usia tua (old) anatara 75-90 tahun.
4. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
2.4.2.2 Depertemen Kesehatan RI membagikan lansia sebagai berikut:
1. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas.
2. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium.
3. Kelompok usia lanjut (65 tahun keatas)sebagai senium.
2.4.3 Tipe Lansia
Menurut Maryam (2008) ada beberapa tipe pada lansia bergantung pada
karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan
ekonominya. Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
2.4.3.1 Tipe arif bijaksana
Hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,
mempunyai kesibukkan. bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan,
memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
29

2.4.3.2 Tipe mandiri


Kegiatan yang hilang, dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan,
bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
2.4.3.3 Tipe tidak puas
Batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar,
mudah tersinggung sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.
2.4.3.4 Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan
melakukan pekerjaan apa saja.
2.4.3.5 Tipe bingung
Karakter kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,
pasif, dan acuh tak acuh.
Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe dependen
(kebergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militan, dan serius, tipe
pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe
putus asa (benci pada diri sendiri). Kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-
hari (indeks kemandirian Katz) yang dinilai berdasarkan dari tingkat kemandirian
para lansia dapat digolongkan menjadi beberapa tipe yaitu lansia mandiri
sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan langsung keluarga, lansia mandiri
dengan bantuan tidak langsung, lansia dengan bantuan badan sosial, lansia dipanti
wreda, lansia yang dirawat dirumah sakit, dan lansia dengan gangguan mental.
2.4.4 Proses Penuaan Dan Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
Penuaan merupakan suatu proses alamiah setelah tiga tahap kehidupan, yaitu
masa anak, masa dewasa, dan masa tua yang tidak dapat dihindari oleh setiap
individu. Pertambahan usia akan menimbulkan perubahan-perubahan pada
struktur dan fisiologis dari berbagai sel/jaringan/organ dan sistem yang ada pada
tubuh manusia. Proses ini menjadikan kemunduran fisik maupun psikis.
kemunduran fisik ditandai dengan kulit mengendur, rambut memutih, penurunan
pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, dan kelainan berbagai
fungsi organ vital. Sedangkan kemunduran psikister jadi peningkatan sensitivitas
emosional, menurunnya gairah, bertambahnya minat terhadap diri, berkurangnya
minat terhadap penampilan, meningkatkan minat terhadap material, dan minat
30

kegiatan rekreasi tidak berubah (hanya orientasi dan subjek saja yang berbeda).
Namun hal diatas tidak harus menimbulkan penyakit. Oleh karena itu, lansia harus
senantiasa berada dalam kondisi sehat, yang diartikan sebagai kondisi bebas dari
penyakit fisik, mental, dan sosial, mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari, mendapatkan dukungan secara sosial dari keluarga dan
masyarakat.
Ada dua proses penuaan, yaitu penuaan secara primer dan penuaan secara
sekunder. Penuaan primer akan terjadi bila terdapat perubahan pada tingkat sel,
sedangkan penuaan sekunder merupakan proses penuaan akibat faktor lingkungan
fisik dan sosial, stress fisik/psikis, serta gaya hidup dan diet dapat mempercepat
proses menjadi tua. Secara umum, perubahan fisiologis proses penuaan adalah
sebagai beriku:
2.4.4.1 Perubahan mikro merupakan perubahan yang terjadi dalam sel sebagai
berikut:
1. Berkurannya cairan dalam sel.
2. Berkurangnya ukuran sel.
3. Berkurangnya jumlah sel.
2.4.4.2 Perubahan makro, yaitu perubahan yang jelas dapat diamati atau terlihat
seperti:
1. Mengecilnya kelenjar mandibula.
2. Menipisnya diskus intervertebralis.
3. Erosi pada permukaan sendi-sendi.
4. Terjadinya osteoporosis.
5. Otot-otot mengalami otrofi.
6. Sering dijumpai adanya emfisema polmonum.
7. Presbiopi.
8. Adanya arterioklerosis.
9. Menopouse pada wanita.
10. Adanya demensia senilis.
11. Kulit tidak elastis lagi.
12. Rambut memutih.
31

2.4.5 Perubahan Sistem Tubuh Lansia


2.4.5.1 Perubahan fisik
1. Sel
Pada Lansia, jumlah selnya akan lebih sedikit dan ukurannya akan lebih besar.
Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan berkurang, proporsi protein diotak, otot,
ginjal, darah, dan hati juga ikut berkurang. Jumlah sel otak akan menurun,
mekanisme perbaikan sel akan terganggu, dan otak menjadi atrofi.
2. Sistem persarafan
Pada lansia berkurangnya saraf neocortical sebesar 1 per detik, hubungan
persarafan cepat menurun, lambat dalam merespon baik dari gerakan maupun
jarak waktu, khususnya dengan stress, mengecilnya saraf pancaindra, serta
menjadi kurang sensitif terhadap sentuhan.
3. Sistem pendengaran
Gangguan pendengaran (presbiakusis), membran timpani mengalami atrofi,
terjadi pengumpulan dan pengerasan serumen karena peningkatan kreatin,
pendengaran menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa atau
stress.
4. Sistem penglihatan
Timbul sklerosis pada sfinger pupil dan hilangnya respon terhadap sinar,
kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis), lensa lebih suram (keruh) dapat
menyebabkan katarak, meningkatnya ambang pengamatan sinar dan daya adaptasi
terhadap kegelapan menjadi lebih lambat dan sulit untuk melihat dalam keadaan
gelap, hilangnya adanya akomodasi, menurunnya lapang pandang, dan
menurunnya daya untuk membedakan antara warna biru dengan hijau pada skala
pemeriksaan.
5. Sistem kardiovaskular
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menenal menjadi kaku,
kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur
20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya. Kehilangan
elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi, sering terjadi postural hipotensi, tekanan darah meningkat diakibatkan
oleh meningkatnya resitensi dari pembuluh darah perifer.
32

6. Sistem pengaturan suhu tubuh


Suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis ± 350C, hal ini diakibatkan
oleh metabolisme yang menurun, keterbatasan refleks menggigil, dan tidak dapat
memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.
7. Sistem pernapasan
Otot-otot pernapasan mulai kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunya aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas sebagai kapasitas
residu meningkat, menarik napas lebih berat, kapasitas pernapasan maksimun-
menurun, dan kedalaman bernapas menurun. Ukuran alveoli melebar dari normal
dan jumlahnya berkurang, oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg,
kemampuan untuk batuk berkurang.
8. Sistem gastrointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecapan mengalami penurunan, esofagus melebar,
sensitivitas akan rasa lapar menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul
konstipasi, fungsi absorbsi menurun, hati (liver) semakin mengecil dan
menurunnya tempat penyimpanan, serta berkurangnya suplai aliran darah.
9. Sistem genitourinaria
Ginjal dan nefron menjadi atrofi, aliran darah menurun hingga 50% fungsi
tubulus berkurang (berakibat pada penurunan kemampuan ginjal untuk
mengonsentrasikan urine, berat jenis urine menurun, proteinuria biasanya +1),
blood urea nitrogen (BUN) meningkat hingga 21 mg%, nilai ambang ginjal
terhadap glukosa meningkat. Otot-otot kandung kemih (vessica urinaria)
melemah, kapasitasnya menurun hingga 200 ml dan menyebabkan frekuensi
buang air kecil meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan sehingga
meningkatkan retensi urine. Pria dengan usia 65 tahun ke atas sebagian besar
mengalami pembesaran prostat hingga ±75% dari besar normalnya.
10. Sistem endokrin
Menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH, aktivitas tiroid, basal
metabolic rate (BMR), daya pertukaran gas, produksi aldosteron, serta sekresi
hormon kelamin seperti progesteron, esterogen, dan testoteron.
33

11. Sistem integumen


Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit kasar
dan bersisik, menurunnya respons terhadap trauma, mekanisme proteksi kulit
menurun, kulit kepala dan rambut menipis serta berwarna kelabu, rambut dalam
hidung dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan
dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan
rapuh, kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk, kelenjar keringat
berkurang jumlahnya dan fungsinya, kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya.
12. Sistem muskuloskeletal
Tulang kehilangan kepadatannya (density) dan semakin rapuh, kifosis,
persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut dan mengalami
sklerosis, atrofi serabut otot-otot sehingga gerak seseorang menjadi lamba, otot-
otot kram dan menjadi tremor.
2.4.5.2 Perubahan mental
Faktor yang memengaruhi perubahan mental adalah perubahan fisik,
kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan (hereditas), lingkungan, tingkat
kecerdasan (intellegence quotientI.Q), dan kenangan (memory). Kenangan dibagi
menjadi dua, yaitu kenangan jangka panjang (berjam-jam sampai berhari-hari
yang lalu) mencakup beberapa perubahan dan kenangan jangka pendek atau
seketika (0-10 menit) biasanya dapat berupa kenangan buruk.
2.4.5.3 Perubahan psikososial
Perubahan psikososial terjadi terutama setelah seseorang mengalami pensiun.
Berikut ini adalah hal-hal yang akan terjadi pada masa pensiun.
1. Kehilangan sumber finansial atau pemasukan (income) berkurang.
2. Kehilangan status karena dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup tinggi,
lengkap dengan segala fasilitasnya.
3. Kehilangan teman atau relasi.
4. Kehilangan pekerjaan atau kegiatan.
5. Merasakan atau kesadaran akan kematian (sense of awareness of mortality).
34

2.4.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kehidupan Lansia


2.4.6.1 Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan hal terpenting dalam menghadapi masalah
semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin banyak pengalaman yang dilalui,
sehingga akan lebih siap dalam menghadapi masalah yang terjadi. Umumnya
lansia yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi masih produktif, mereka
justru banyak memberikan kontribusinya sebagai pengisi waktu luang untuk
menulis buku-buku ilmiah maupun biografinya sendiri.
2.4.6.2 Motivasi
Adanya motivasi sangat membantu individu dalam menghadapi dan
menyelesaikan masalah. Individu yang tidak mempunyai motivasi akan
membentuk koping yang destruktif.
2.4.6.3 Dukungan keluarga
Keluarga merupakan tempat berlindung yang paling disukai lansia. Sampai
sekarang penelitian dan observasi tidak menemukan bukti yang menunjukkan
bahwa anak/keluarga segan untuk melakukan hal ini. Menempatkan lansia di panti
werdha merupakan alternatif terakhir. Martabat lansia dalam keluarga dan
keakraban hidup kekeluargaan di dunia timur seperti yang dirasakan sekarang
perlu dipertahankan.

Anda mungkin juga menyukai