Anda di halaman 1dari 47

Laporan Kasus

KRISIS HIPERTENSI

Dosen Pembimbing :
Dr. Melati, Sp. PD

Oleh :
Khairani Putri 150100008
Lukman Ashari 150100034
Winda Sere Tambun 150100242

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2020

1
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan tanggal :


Nilai :

PIMPINAN SIDANG

dr. Melati Sp.PD

CHIEF OF WARD I

dr. Sahat

2
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Krisis Hipertensi” ini. Adapun selain untuk memperluas pengetahuan
dan pemahaman penulis mengenai Krisis Hipertensi, laporan kasus ini ditulis
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program
Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Melati, Sp.PD selaku pembimbing dan dr. Sahat selaku Chief of Wards (COW)
yang telah memberikan arahan dalam proses penyelesaian makalah ini. Dengan
demikian diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam
sistem pelayanan kesehatan secara optimal.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan, baik dari isi maupun susunan bahasanya. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan dalam penulisan
makalah penulis selanjutnya.

Medan, 16 Januari 2020

Penulis

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN......................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................ ii

DAFTAR ISI .............................................................................................. iii

DAFTAR TABEL ...................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1


1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1
1.2 Tujuan Penulisan .......................................................................... 2
1.3 Manfaat Penulisan......................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 3


2.1 Definisi Krisis Hipertensi............................................................... 3
2.2 Etiologi Krisis Hipertensi............................................................... 3
2.3 Epidemiologi Krisis Hipertensi ...................................................... 4
2.4 Faktor Risiko Krisis Hipertensi ...................................................... 4
2.5 Klasifikasi Krisis Hipertensi .......................................................... 5
2.6 Patofisiologi Krisis Hipertensi........................................................ 6
2.7 Diagnosis Krisis Hipertensi............................................................ 8
2.8 Diagnosis banding Krisis Hipertensi .............................................. 9
2.9 Tatalaksana Krisis Hipertensi......................................................... 10
2.10 Tatalaksana Krisis Hipertensi pada Keadaan Khusus.................... 13

BAB III STATUS PASIEN ....................................................................... 14


BAB IV FOLLOW UP PASIEN ...............................................................3 1
BAB V DISKUSI ....................................................................................... 36
BAB VI KESIMPULAN ........................................................................... 39
BAB VII DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 40
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Gejala Hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi ....................... 5

Tabel 2.2 Gambaran klinik Hipertensi emergensi .......................................... 9

Tabel 2.3 Evaluasi triase hipertensi emergensi dan urgensi............................ 10

Tabel 2.4 Terapi lini pertama hipertensi urgensi............................................ 11

Tabel 2.5 Terapi antihipertensi parenteral pada hipertensi emergensi ............ 12

Tabel 2.6 Terapi pilihan hipertensi pada beberapa keadaan khusus................ 15

5
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Patofisiologi krisis hipertensi karena gangguan autoregulasi ...... 7


Gambar 2.2 Patofisiologi krisis hipertensi karena renin-angiotensin .............. 8

6
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah sistolik seseorang


melebihi 140 mmHg dan diastolik lebih dari 90 mmHg.1 Hipertensi
merupakan penyakit terbesar kedua setelah penyakit jantung yang diikuti
oleh penyakit stroke.2 Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar oleh
Kementerian Kesehatan RI tahun 2007.3 Hipertensi menduduki urutan kedua
dari sepertiga penyebab kematian yang meliputi stroke, hipertensi dan
penyakit jantung, dimana stroke menjadi penyebab kematian terbanyak
sebesar 15,4%, kedua hipertensi 6,8%, penyakit jantung iskemik 5,1%, dan
penyakit jantung 4,6%. Jumlah pasien yang dijangkau oleh tenaga
kesehatan hanya 36,8 persen, sedangkan sisanya sebesar 63,2% masyarakat
hipertensi tidak terdiagnosis. Data diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota
Medan, penderita Hipertensi pada tahun 2015 masih menempati urutan
kedua namun angka kejadian menurun dari 60,986 pada tahun 2014 ke
angka 60,664 tahun 2015 Menurut laporan Triwulan I tahun 2016
didapatkan Hipertensi menjadi penyakit dasar kedua yang banyak terjadi
setelah ISPA.3

Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu - waktu bisa jatuh


kedalam keadaan gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi
berlanjut menjadi “Krisis Hipertensi”, dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-
70 tahun. Krisis hipertensi adalah peningkatan tekanan darah akut yang terkait
dengan ada atau tidaknya dari malfungsi organ target (Johnson, dkk., 2012).
Oleh karena itu dibutuhkan pemahaman dan pemeriksaan yang menyeluruh
mengenai krisis hipertensi.

1
1.2 TUJUAN PENULISAN

1. Penulis dan pembaca diharapkan dapat mengerti dan memahami tentang


krisis hipertensi.
2. Penulis dan pembaca diharapkan dapat menerapkan teori-teori terhadap
pasien dengan krisis hipertensi.
3. Sebagai persyaratan dalam memenuhi Kepaniteraan Klinik Program
Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3 MANFAAT PENULISAN

Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap penulis dan
pembaca terutama yang terlibat dibidang medis dan memberikan wawasan kepada
masyarakat umum agar lebih mengetahui dan memahami tentang krisis hipertensi.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Krisis Hipertensi

Krisis hipertensi adalah peningkatan tekanan darah bersifat akut yang


dapat disertai atau tidak disertai dengan disfungsi target-organ. Keadaan krisis
hipertensi ditandai dengan peningkatan tekanan darah yang akut dan parah,
seringkali lebih besar dari 180/110 mm Hg (biasanya dengan tekanan darah
sistolik lebih besar dari 200 mm Hg dan atau tekanan darah diastolik lebih besar
dari 120 mm Hg) terkait dengan ada atau tidaknya dari malfungsi organ
target.4

2.2 Etiologi Krisis Hipertensi

Pada umumnya krisis hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.


Penyebab yang tersering adalah tidak adekuatnya pengobatan hipertensi
sebelumnya, penggunaan simpatomimetik dan disfungsi tiroid.5 Peningkatan
tekanan darah yang salah karena peralatan atau teknik yang buruk adalah
etiologi potensial lain dari pembacaan tekanan darah tinggi yang harus
dievaluasi dan diatasi.6 Krisis hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan
kardiak output atau peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor
yang mempengaruhi terjadinya krisis hipertensi yaitu:

1. Genetik: respon neurologi terhadap stress atau kelainan ekskresi.


2. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan
tekanan darah meningkat.
3. Stress lingkungan
4. Hilangnya eksistensi jaringan dan atrerosklerosis pada orang tua serta
pelebaran pembuluh darah.

3
2.3 Epidemiologi Krisis Hipertensi

Dari populasi Hipertensi (HT), ditaksir 70% menderita HT ringan, 20% HT


sedang dan 10% HT berat. Pada setiap jenis HT ini dapat timbul krisis hipertensi
dimana tekanan darah (TD) diastolik meningkat sampai 120 – 130 mmHg yang
merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan
tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Angka kejadian krisis HT menurut
laporan dari hasil penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 – 7% dari
populasi HT, terutama pada usia 40 – 60 tahun dengan pengobatan yang tidak
teratur selama 2 – 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun
belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan HT, seperti di Amerika hanya
lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi
emergensi. Di Indonesia laporan menyeluruh tentang angka kejadian
hipertensi emergensi sayangnya belum tersedia.2

2.4 Faktor Risiko Krisis Hipertensi

Banyak faktor risiko yang terkait dengan perkembangan krisis hipertensi. Dalam
analisis longitudinal kecil dari Swiss, krisis hipertensi lebih sering dikaitkan
dengan jenis kelamin perempuan, tingkat obesitas yang lebih tinggi, adanya
hipertensi atau penyakit jantung koroner, adanya penyakit mental, dan paling
sering disebabkan oleh pengobatan antihipertensi dengan asosiasi terkuat terkait
ketidakpatuhan dalam mengonsumsi obat- obatan antihipertensi.7 Penyebabnya
berbeda secara nasional, regional, dan secara institutional, tapi penyebab umum
lainnya termasuk keracunan (misalnya., kokain, amfetamin, phencyclidine
hidroklorida, perangsang diet suplemen), ketidakpatuhan untuk mengonsumsi
obat antihipertensi (misalnya., Clonidine atau β-antagonis), interaksi
antara obat-obatan / makanan-obat (misalnya., Monoamina oksidase inhibitor
dan trisiklik antidepresan, antihistamin, atau tyramine), gangguan medulla
spinalis, pheochromocytoma, kehamilan, dan penyakit autoimun
(misalnya Sistemik lupus erythematosus).8 Faktor risiko krisis hipertensi
yang lain adalah: kehamilan, penderita hipertensi dengan penyakit parenkim
ginjal dan penderita dengan rangsangan simpatis tinggi (luka bakar, trauma
kepala, penyakit vaskular/ kolagen).
4
2.5 Klasifikasi Krisis Hipertensi

Krisis hipertensi meliputi 2 kelompok:

a. Hipertensi darurat (emergency hypertension)


Dimana selain tekanan darah yang sangat tinggi terdapat kelainan/ kerusakan
target organ yang progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan dengan
segera (dalam menit sampai jam) agar dapat mencegah/ membatasi kerusakan
target organ yang terjadi.
b. Hipertensi mendesak (urgency hypertension)
Dimana terdapat tekanan darah yang sangat tinggi tetapi tidak disertai
kelainan/kerusakan organ target yang progresif, sehingga penurunan tekanan
darah dapat dilaksanakan lebih lambat (dalam hitungan jam sampai hari).

Tabel 2.1 Gejala Hipertensi emergensi dan Hipertensi urgensi


Hipertensi Emergensi
TD Diastolik > 120 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi akut

 Perdarahan intra kranial, atau perdarahan subarakhnoid.


 Hipertensi ensefalopati
 Diseksi aorta akut
 Edema paru akut
 Eklampsia
 Feokhromositoma
 Stadium III atau IV Keith-Wagener-Braker pada hasil Funduskopi
 Insufisiensi ginjal akut
 Infark miokard akut, unstable angina pectoris, kelebihan katekolamin
 Sindrom withdrawal obat anti hipertensi
 Cedera kepala hebat
 Perdarahan setelah operasi pembuluh darah
 Interaksi obat

5
Hipertensi Urgensi ( mendadak )
Hipertensi berat dengan tekanan diastolik > 120 mmHg, tetapi dengan minimal
atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada tabel
hipertensi emergensi
 Hipertensi maligna
 Hipertensi post operasi
 Hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif
 Tromboemboli serebri
 Rebound hypertension setelah pengobatan dengan anti hipertensi
 Stadium I atau II Keith-Wagener-Braker pada hasil Funduskopi
 Penderita pasca transplantasi ginjal
 Luka bakar yang luas.

2.6 Patofisiologi Krisis Hipertensi

Patofisiologi yang tepat dari krisis hipertensi masih belum jelas. Kecepatan
onset menunjukkan faktor pemicunya adalah hipertensi yang sudah
ada sebelumnya.9,10
Terdapat dua mekanismd berbeda namun saling terkait yang mungkin
memainkan peran sentral dalam patofisiologi krisis hipertensi. Mekanisme
pertama adalah gangguan mekanisme autoregulasi di vascular bed. 10
Sistem autoregulasi merupakan faktor kunci dalam patofisiologi
hipertensi dan krisis hipertensi. Autoregulasi didefinisikan sebagai
kemampuan organ (otak, jantung, dan ginjal) untuk menjaga aliran darah yang
stabil terlepas dari perubahan tekanan perfusi.11
Jika tekanan perfusi turun, aliran darah yang sesuai akan menurun
sementara, namun kembali ke nilai normal setelah beberapa menit berikutnya.
Gambar 2.1 menggambarkan bahwa jika terjadi kerusakan fungsi autoregulasi,
jika tekanan perfusi turun, hal ini menyebabkan penurunan aliran darah dan
peningkatan resistensi vaskular. Dalam krisis hipertensi, ada kekurangan
autoregulasi di vascular bed dan aliran darah sehingga tekanan darah
meningkat secara mendadak dan resistensi vaskular sistemik yang terjadi

6
sering menyebabkan stres mekanis dan cedera endotelial.

Gambar 2.1 Patofisiologi Krisis Hipertensi karena gangguan autoregulasi


Sumber: Singh, 2011

Mekanisme kedua adalah aktivasi sistem renin-angiotensin, yang


menyebabkan vasokonstriksi lebih lanjut dan dengan demikian menghasilkan
lingkaran setan dari cedera terus-menerus hingga kemudian
iskemia.10 Gambar 2.2 menggambarkan bahwa dalam keadaan normal,
sistem renin- angiotensin aldosteron berperan sentral dalam regulasi
homeostasis tekanan darah. Overproduksi renin oleh ginjal merangsang
pembentukan angiotensin II, vasokonstriktor yang kuat. Akibatnya, terjadi
peningkatan resistansi pembuluh darah perifer dan tekanan darah. Krisis
hipertensi diprakarsai oleh peningkatan resistensi vaskular sistemik yang tiba-
tiba yang mungkin terkait dengan vasokonstriktor humoral. Dalam keadaan
krisis hipertensi, penguatan aktivitas sistem renin terjadi, menyebabkan
cedera vaskular, iskemia jaringan, dan overproduksi reninangiotensin lebih
lanjut. Siklus berulang ini berkontribusi pada patogenesis krisis
hipertensi.9

7
Gambar 2.2 Patofisiologi krisis hipertensi karena sistem renin-angiotensin
Sumber: Varounis dkk., 2017

2.7 Diagnosis Krisis Hipertensi

Gejala Hipertensi krisis umumnya tergantung pada organ target yang terganggu,
diantaranya nyeri dada dan sesak napas pada gangguan jantung dan diseksi aorta;
mata kabur pada edema papila mata; sakit kepala hebat, gangguan kesadaran dan
lateralisasi pada gangguan otak; gagal ginjal akut pada gangguan ginjal;
disamping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan darah pada
umumnya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan tingginya tekanan darah, gejala dan
tanda keterlibatan organ target.11
Pemeriksaan fisik dapat dinilai mulai dari tekanan darah pada kedua
ekstremitas, perabaan denyut nadi perifer, bunyi jantung, bruit pada abdomen,
adanya edema atau tanda penumpukan cairan, funduskopi, dan status
neurologis.12
Selain pemeriksaan fisik, data laboratorium ikut membantu diagnosis dan
perencanaan. Urin dapat menunjukkan proteinuria, hematuri dan silinder. Hal ini
terjadi karena tingginya tekanan darah juga menandakan keterlibatan ginjal

8
apalagi bila ureum dan kreatinin meningkat. Gangguan elektrolit bisa terjadi pada
hipertensi sekunder dan berpotensi menimbulkan aritmia.11
Pemeriksaan penunjang seperti elektrokardiografi (EKG) untuk melihat
adanya hipertrofi ventrikel kiri ataupun gangguan koroner serta ultrasonografi
(USG) untuk melihat struktur ginjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis pasien.
Gambaran klinik hipertensi emergensi dapat dilihat pada tabel 2.2.11
Tabel 2.2 Gambaran klinik emergensi
Tekanan Funduskopi Status Jantung Ginjal Gastrointestinal
darah Neurologi
>220/14 Perdarahan Sakit Denyut jelas Uremia Mual, muntah
0 mmHg Eksudat kepala, Membesar Proteinuria
edema kacau dekompensasi
papilla Gangguan Oliguria
kesadaran,
kejang,
lateralisasi

2.8 Diagnosis banding Krisis Hipertensi

Diagnosis banding hipertensi emergency dibedakan berdasarkan penyebabnya


yaitu sebagai berikut :
1. Kondisi serebrovaskular: ensefalopati hipertensi, infark otak aterotrombotik
dengan hipertensi berat, perdarahan intraserebral, perdarahan subarahnoid
dan trauma kepala.
2. Kondisi jantung: diseksi aorta akut, gagal jantung kiri akut, infark miokard
akut, pasca operasi bypass koroner.
3. Kondisi ginjal: GN akut, hipertensi renovaskular, krisis renal karena penyakit
kolagen-vaskular; hipertensi berat pasca transplantasi ginjal.
4. Akibat katekolamin di sirkulasi: krisis feokromositoma, interaksi makanan
atau obat dengan MAO Inhibitor, penggunaan obat simptomimetik,
mekanisme rebound akibat penghentian mendadak obat antihipertensi,
hiperrefleksi otomatis pasca cedera korda spinallis.
5. Eklampsia.

9
6. Kondisi bedah: hipertensi berat pada pasien yang memerlukan operasi segera,
hipertensi pasca operasi, perdarahan pasca operasi dari garis jahitan vaskular.
7. Luka bakar berat.
8. Epistaksis berat.
9. Thrombotic trombocytopenic purpura.

2.9 Tatalaksana Krisis Hipertensi

Evaluasi triase hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi dijabarkan lebih lanjut
pada tabel 2.3 dibawah :

Tabel 2.3 Evaluasi triase hipertensi emergensi dan urgensi


Parameter Hipertensi urgency Hipertensi emergency
Asimtomatik Simtomatik
TD (mmHg) >180/110 >180/110 Biasanya >220/140
Gejala Nyeri kepala, Nyeri kepala Napas pendek, nyeri dada,
cemas; sering berat, napas nokturia, disartria, lemah,
asimptomatik pendek gangguan kesadaran
Pemeriksaan Kerusakan Kerusakan organ Ensefalopati, edema paru,
organ target (-), target (-), temuan insufisiensi renal, gangguan
temuan klinis klinis serebrovaskular, iskemik
kardiovaskular kardiovaskular jantung
(-) (+/-), stabil
Terapi Observasi 1-3 Observasi 3-6 Pemeriksaan laboratorium;
jam; mulai dan jam; turunkan TD line intravena; dapat dimulai
lanjutkan terapi; dengan terapi parenteral di IGD
naikkan dosis antihipertensi oral
agen yang tidak short-acting
adekuat
Rencana Follow-up Follow-up dalam Rawat dalam ICU; terapi
dalam 3-7 hari < 72jam inisial untuk mencapai target
TD; pemeriksaan diagnostik
tambahan

10
Hipertensi urgensi dapat diterapi rawat jalan dengan antihipertensi oral; terapi ini
meliputi penurunan TD dalam 24-48 jam. Terapi lini pertama Hipertensi urgensi
tercantum pada tabel 2.4. Nifedipine oral maupun sublingual (SL) saat ini tidak
lagi dianjurkan karena dapat menyebabkan hipotensi berat dan iskemik
organ.11

Tabel 2.4 Terapi lini pertama hipertensi urgensi


Obat Dosis Awitan Lama kerja
Captopril Rekomendasi: 25mg PO atau 15-30 menit; 6-8 jam;
Sublingual 10-20 menit 2-6 jam
Range dosis: 6,25-50 mg PO sublingual
Dosis maks: 50mg PO
Clonidine Rekomendasi: 0,1-0,2 mg PO, 15-30 menit 2-8 jam
dilanjutkan dengan 0,05-0,1 mg per
jam s/d efek yang diinginkan
Dosis maks: 0,8 mg PO
Labetalol Range dosis: 200-400 mg PO, dapat 1-2 jam 2-12 jam
diulang tiap 2-3 jam
Dosis maks: 1200 mg PO
Amlodipin Range dosis: 2,5-10 mg PO 1-2 jam 12-18 jam

Pada sebagian besar hipertensi urgensi, tujuan terapi parenteral dan oral adalah
penurunan mean arterial pressure (MAP) secara bertahap (tidak lebih dari 25%
dalam beberapa menit sampai 1 jam). Aturannya adalah menurunkan arterial
pressure yang meningkat sebanyak 10% dalam 1 jam pertama, dan tambahan 15%
dalam 3-12 jam. Setelah diyakinkan tidak ada tanda hipoperfusi organ, penurunan
dapat dilanjutkan dalam 2-6 jam sampai tekanan darah 160/100-110 mmHg
selanjutnya sampai mendekati normal. Tekanan darah dapat diturunkan lebih
lanjut dalam 48 jam berikutnya. Pengecualian untuk aturan ini antara lain pada
diseksi aorta dan perdarahan pasca operasi dari bekas jahitan vaskular, yang
merupakan keadaan yang membutuhkan normalisasi Tekanan Darah secepatnya.

11
Pada sebagian besar kasus, koreksi cepat tidak diperlukan karena pasien berisiko
untuk perburukan serebral, jantung, dan iskemik ginjal.

Pada hipertensi kronis, autoregulasi serebral di-set pada tekanan darah


yang lebih tinggi daripada normal. Penyesuaian kompensasi ini untuk mencegah
overperfusi jaringan (Peningkatan TIK) pada TD sangat tinggi, namun juga
underperfusion (iskemi serebral) apabila Tekanan Darah diturunkan terlalu cepat.
Pada pasien dengan penyakit jantung koroner, penurunan Tekanan Darah diastolik
terlalu cepat di ICU dapat memicu iskemik miokard akut atau infark. Terapi
antihipertensi parenteral pada Hipertensi emergensi dijabarkan pada tabel berikut
ini.

Tabel 2.5 Terapi antihipertensi parenteran pada hipertensi emergensi


Obat Dosis intravena
Nitroprusside Inisial 0,3 µg/kg/menit; biasa 2-4 µg/kg/menit; maks
10µg/kg/menit selama 10 menit
Nicardipine Inisial 5 mg/jam; titrasi 2,5 mg/jam tiap interval 5-15 menit; maks
15 mg/jam
Labetalol 2 mg/menit s/d 300mg atau 20 mg dalam 2 menit, kemudian 40-
80 mg pada interval 10 menit s/d total 300 mg
Esmolol Inisial 80-500 µg/kg dalam 1 menit, kemudian 50-300
µg/kg/menit
Phentolamine 5-15 mg bolus
Nitrogliserin Inisial 5 µg/menit, titrasi 5 µg/menit tiap interval 3-5 menit;
apabila tidak ada respon pada 20 µg/menit, dosis tambahan 10-20
µg/menit dapat digunakan
Hydralazine 10-50 mg tiap interval 30 menit

12
2.10 Tatalaksana Krisis Hipertensi pada Keadaan Khusus

Tatalaksana krisis hipertensi pada beberapa keadaan khusus dapat berbeda, maka
dari itu selanjutnya tercantum pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.6 Terapi pilihan krisis hipertensi pada beberapa keadaan khusus
Keadaan emergensi Pilihan obat Target TD
(drug of choice)
Hipertensif ensefalopati Nitroprusside 20-25% dalam 2-3 jam
Stroke Iskemik Nicardipine, 0-20% dalam 6-12 jam
nitroprusside
(kontroversial)
Perdarahan subaraknoid Nitroprusside, 20-25% dalam 2-3 jam
nimodipin, nicardipin
Infark miokard akut, Nitrogliserin, Sekunder dari
iskemik nitroprussidd, nicardipin pemulihan iskemik
Edema paru Nitroprusid, Memperbaiki gejala 10-
nitrogliserin, labetalol 15% dalam 1-2 jam
Diseksi aorta Nitroprusid + esmolol TDS 110-120
secepatnya
Kegawatan pada ginjal Fenoldopam, Target TD 20-25%
(renal emergencies) nitroprusside, labetalol dalam 2-3 jam
Katekolamin berlebihan Pentolamine, labetalol Kontrol serangan tiba-
tiba 10-15% dalam 1-2
jam
Preeklampsia/eklampsia Hydralazin, labetalol, TDS<150 mmHg, TDD
dalam kehamilan nicardipin 80-100 mmHg

13
BAB III
STATUS PASIEN

No. RM: 79.26.48

Tanggal masuk: 26/12/2019 Dokter ruangan:


dr. M. Iqbal

Jam: 23:00 Dokter Chief of Ward:


dr. Sahat

Ruang: RA2 3.1.1 Dokter Penanggung


Jawab Pasien:
dr. Syafrizal, Sp.PD, KGH

ANAMNESA PRIBADI
Nama : Edison Sembiring
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku : Batak
Agama : Kristen
Alamat : Jl. Bajak III No. 56 LK IV

14
ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan Utama: Sesak nafas

Telaah:
• Hal ini telah dialami sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, dan
memberat hari ini. Sesak nafas dirasakan setiap saat sejak 2 hari
yang lalu, dan tidak dipengaruhi oleh cuaca ataupun memberat
apabila pasien beraktivitas. Sesak nafas terasa menyesak dan
tanpa disertai nyeri dada. Sesak nafas dialami dengan disertai
batuk sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Batuk tidak
berdahak dan tidak dijumpai batuk darah. Nyeri kepala tidak
dijumpai. Mual tidak dijumpai, muntah tidak dijumpai. Demam
dijumpai 5 hari sebelum masuk rumah sakit, dan menurun dengan
obat penurun demam, tetapi demam timbul kembali setelahnya.
Riwayat hipertensi dijumpai sejak +15 tahun yang lalu dan riwayat
pengobatan tidak jelas/tidak taat mengonsumsi obat. Riwayat DM
tidak dijumpai. Riwayat sakit kuning disangkal.

• Pasien merupakan pasien HD sejak 2 bulan ini. Pasien rutin HD


setiap hari Rabu – Sabtu. Pasien masuk rumah sakit setelah merasa
sesak nafas 2 hari setelah HD.

• Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama tidak dijumpai.


Riwayat hipertensi tidak dijumpai. Riwayat pengobatan
sebelumnya disangkal. Riwayat alergi obat disangkal.

• Riwayat BAB dan BAK dalam batas normal. Kaki kiri dan kanan
pasien dijumpai bengkak. Riwayat merokok dijumpai ± 20 tahun.
Dalam sehari pasien dapat menghabiskan 1 bungkus rokok.
Riwayat minum alkohol dijumpai ± sudah 10 tahun, namun sudah
berhenti.

15
ANAMNESIS ORGAN
Jantung Sesak napas :+
Edema :-
Angina pectoris :-
Palpitasi :-
Lain – lain :-
Saluran pernafasan Batuk – batuk :+
Asma, bronkitis :-
Dahak :-
Lain – lain :-
Saluran pencernaan Nafsu makan : Normal
Penurunan BB :-
Keluhan menelan :-
Keluhan defekasi :-
Keluhan perut :-
Lain – lain :-
Saluran urogenital Sakit buang air kecil :-
BAK tersendat :-
Mengandung batu :-
Keadaan urin : Normal
Haid :-
Lain – lain :-
Sendi dan tulang Sakit pinggang :-
Keterbatasan gerak :-
Keluhan persendian :-
Lain – lain :-
Endokrin Haus/polidipsi :-
Gugup :-
Poliuri :-
Perubahan suara :-

16
Polifagi :-
Lain – lain :-
Saraf pusat Sakit kepala :+
Hoyong :-
Lain – lain :-
Darah dan pembuluh darah Pucat :-
Perdarahan :-
Petechiae :-
Purpura :-
Dan lain – lain :-
Sirkulasi perifer Claudicatio intermitten :-
Lain – lain :-
ANAMNESIS FAMILI : Riwayat penyakit keluarga tidak dijumpai.

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK


STATUS PRESENS:
Keadaan Umum
Sensorium : Compos Mentis
Tekanan darah : 270/110 mmHg
Nadi : 100 x/menit, reg, t/v : cukup
Pernafasan : 24 x/menit
Temperatur : 37 oC

Keadaan Penyakit
Pancaran wajah : Lemas
Sikap paksa : (-)
Refleks fisiologis : (+)
Refleks patologis : (-)

Anemia (-), Ikterus (-), Dispnoe (-), Sianosis (-), Edema (+), Purpura (-)
Turgor Kulit : Baik

17
Keadaan Gizi
BW = BB / (TB-100) x 100%
= 121%
Berat Badan : 85 kg
Tinggi Badan : 170 cm
IMT : 85/(1,7)2 kg/mm2 = 29,4 kg/mm2,
Kesan : Obese I

KEPALA
Kulit : Pucat (-)
Mata : Konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-),
sklera ikterus (-/-), pupil: isokor,
ukuran 3mm, kesan normal.
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Bibir : Dalam batas normal
Gigi geligi : Dalam batas normal
Lidah : Dalam batas normal
Tonsil/Faring : Dalam batas normal

LEHER
Struma : Tidak membesar
Pembesaran kelenjar limfa : Tidak ada
Posisi trakea : Medial
Kaku kuduk : Tidak ada
TVJ : R-2cm H2O
THORAKS DEPAN
Inspeksi

Bentuk : Simetris Fusiformis

18
Pergerakan : Tidak ada ketinggalan bernafas di
kedua lapangan paru
Palpasi
Nyeri tekan : Tidak ada
Fremitus suara : Stem fremitus kanan = kiri kesan normal
Iktus : Tidak teraba

Perkusi
Paru
Batas Paru Hati R/A : ICS V linea midclavicularis dextra/
ICS VI linea midclavicularis dextra
Peranjakan : 1 cm
Jantung
Batas atas jantung : ICS II Linea Parasternalis Sinistra
Batas kiri jantung : ICS V Linea Midclavicularis Sinistra
Batas kanan jantung : ICS IV Linea Parasternalis Dextra

Auskultasi
Paru
Suara Pernafasan : Vesikuler
Suara Tambahan : Tidak ada
Jantung
M1>M2,P2>P1,T1>T2,A2>A1, desah sistolis (-), desah diastolik (-), lain-lain (-)
Heart rate : 100x/menit, reguler, intensitas: cukup
THORAX BELAKANG
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara Pernafasan : Vesikuler
Suara Tambahan : wh (-/-), rh (-/-)

19
ABDOMEN
Inspeksi

Bentuk : Simetris, tidak dijumpai pembesaran


Gerakan usus : Tidak terlihat
Vena kolateral : Tidak ada
Caput medusa : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada

Palpasi
Dinding abdomen : Soepel
Hepar/Lien/Renal tidak teraba
HATI
Permukaan : Tidak teraba
Pinggir : Tidak teraba
Ukuran : Tidak teraba
Nyeri Tekan : Tidak ada

LIMFA
Pembesaran : Tidak ada

GINJAL
Ballotement : Tidak ada

UTERUS / OVARIUM : Tidak dilakukan pemeriksaan

TUMOR : Tidak ada

PERKUSI
Pekak Hati :+
Pekak Beralih : Tidak ada

20
AUSKULTASI
Peristaltik usus : Normoperistaltik, BU(+)N
Lain-lain :-

PINGGANG
Nyeri ketuk Sudut KostoVertebra (-)

INGUINAL : Tidak dilakukan pemeriksaan

GENITALIA LUAR : Tidak dilakukan pemeriksaan

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT)


Perineum : Tidak dilakukan pemeriksaan
Spincter Ani : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ampula : Tidak dilakukan pemeriksaan
Mukosa : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sarung tangan : Tidak dilakukan pemeriksaan

ANGGOTA GERAK ATAS


Deformitas sendi : (-)
Jari tabuh : (-)
Tremor ujung jari : (-)
Telapak tangan sembab : (-)
Sianosis : (-)
Eritema Palmaris : (-)
Lain-lain : (-)

21
ANGGOTA GERAK BAWAH Kiri Kanan
Edema : + +
Arteri femoralis : + +
Arteri tibialis posterior : + +
Arteri dorsalis pedis : + +
Refleks KPR : + +
Refleks APR : + +
Refleks fisiologis : + +
Refleks patologis : - -
Lain-lain : - -

22
PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN
Tanggal: 26/12/2019
Darah
Hb : 7,2 g/dL
Eritrosit : 2,42 x 106/mm3
Leukosit : 13,2 x 103/mm3
Trombosit : 247 x 103/mm3
Hematokrit : 22%
MCV : 89 fL
MCH : 29,8 pg
MCHC : 33,3 g/dL
PCT : 0,230%
Hitung Jenis
Neutrofil : 87,7%
Limfosit : 7,10%
Monosit : 4,50%
Eosinofil : 0,40%
Basofil : 0,30%

KIMIA KLINIK
Fungsi ginjal
Blood Urea Nitrogen (BUN) : 40 mg/dL
Ureum : 86 mg/dL
Kreatinin : 9,77 mg/dL
Elektrolit
Natrium : 134 mEq/L
Kalium : 4,3 mEq/L
Klorida : 95 mEq/L
Metabolisme Karbohidrat
Glukosa Darah (Sewaktu) : 93 mg/dL

ANALISA GAS DARAH


 pH : 7,480
 pCO2 : 23,0 mmHg
 pO2 : 198 mmHg
 Bikarbonat (HCO3) : 17,1 U/L

23
 Total CO2
 Kelebihan Basa (BE) : 17,8 U/L
 Saturasi O2 : - 4,7 U/L
: 100%

Kemih (27/12/2019)
Warna : Kuning jernih
Bau / buih :-/+

Protein :-
Reduksi :-
Billirubin :-
Urobilinogen :+

Sedimen
Eritrosit : 0-1/lpb
Leukosit : 3-5/lpb
Epitel : 2-3/lpb

24
Interpretasi Foto Thorax

Sinus kostofrenikus kanan tumpul.

Ukuran jantung sulit dinilai dengan batas kiri berselubung tetapi kesan membesar.

Tampak perselubungan homogen pada lapangan bawah paru kiri yang menutupi sinus
kostofrenikus dan hemidiafragma kiri serta batas kiri jantung.

Tampak peningkatan corakan vaskular kedua paru ke arah kranial.

Trakea di tengah.

Aorta elongasi

Tulang-tulang dan soft tissue baik.

Double lumen terpasang dengan ujung distal pada proyeksi vena cava superior.

Kesimpulan :

Susp. kardiomegali dengan tanda awal bendungan paru.

Effusi pleura bilateral.

Double lumen terpasang.

25
Interpretasi EKG

Irama sinus, normoaxis, gel. P normal, PR interval 0,16", QRS rate 82x/i, QRS duration
0,12", gel. T normal, ST-T changes (-), LVH (+), RVH (-), AV Block (-)

Kesan : Sinus Takikardia + Left Ventrikel Hipertropi

26
RESUME

Keluhan Utama : Dyspnea.


Telaah : Hal ini telah dialami sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit, dan memberat hari ini.
Dyspnea tidak dipengaruhi oleh cuaca ataupun

ANAMNESIS memberat apabila pasien beraktivitas. Dyspnea


tanpa disertai nyeri dada. Dyspnea dialami dengan
disertai batuk sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit. Batuk tidak berdahak dan tidak dijumpai
hematemesis. Demam dijumpai 5 hari sebelum
masuk rumah sakit, dan menurun dengan obat
penurun demam, tetapi demam timbul kembali
setelahnya. Riwayat hipertensi dijumpai sejak +15
tahun yang lalu dan riwayat pengobatan tidak
jelas/tidak taat mengonsumsi obat. Pasien
merupakan pasien hemodialisa sejak 2 bulan
ini. Pasien rutin HD setiap hari Rabu – Sabtu.
Pasien masuk rumah sakit setelah merasa dyspnea
2 hari setelah HD. Riwayat BAB dan BAK dalam
batas normal. Kaki kiri dan kanan pasien dijumpai
bengkak. Riwayat merokok dijumpai ± 20 tahun.
Dalam sehari pasien dapat menghabiskan 1
bungkus rokok. Riwayat minum alkohol dijumpai ±
sudah 10 tahun, namun sudah berhenti. BAB dan
BAK dalam batas normal. Ekstremitas bawah kiri
dan kanan dijumpai edema.
Keadaan Umum : Sedang
STATUS PRESENS Keadaan Penyakit : Sedang
Keadaan Gizi : Berlebih

27
Sensorium : Compos Mentis
Tekanan Darah : 270/110 mmHg
Nadi : 100x/i
Pernafasan : 24x/i
Temperature : 370C
TB : 170 cm
PEMERIKSAAN FISIK
BB : 85 kg
IMT : 85/(1,7)2 kg/mm2
29,4 kg/mm2, Kesan : Obese I
Kepala
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (+/+),
sklera ikterik (-/-)
T/H/M : Dalam batas normal.
Leher : TVJ R-2cm H2O
Thorax : Simetris fusiformis,
Stem fremitus kanan = kiri,
Sonor pada kedua lapangan paru,
Suara pernafasan = Vesikuler,
Suara tambahan = wh (-/-), rh (-/-)
Abdomen : Soepel, H/L/R tidak teraba,
Timpani, BU (+) Normal
Ekstremitas : Edema, ext. bawah (+/+)

Darah (26/12/2019)
LABORATORIUM
RUTIN Hb : 7,2 g/dl
Ht : 22%

28
Eritrosit : 2,42x106/mm3
MCV : 89 fL
MCH : 29,8 pg
Na / K / Cl : 134 / 4,3 / 95

pH : 7,480

pCO2 : 23,0

pO2 : 198

Bikarbonat (HCO3) : 17,1

Total CO2 : 17,8

Kelebihan Basa (BE) : - 4,7

Metabolisme Karbohidrat
GDS (26/12/19) : 93 mg/dL
Urine :
Warna : Kuning jernih
Protein : -
Reduksi: -
DIAGNOSA - Hipertensi Emergensi
SEMENTARA
- CKD G5D (rabu-sabtu)

Aktivitas: Tirah baring


PENATALAKSANAAN
IVFD NaCl 0,9% 20gtt/i

Inj, Ciprofloxacin

Inj. Ranitidine

Drip Nicardipine 5cc/jam

Candesartan 16 mg 1x1

Bisoprolol 5 mg 1x1

29
Rencana Penjajakan Diagnostik/Tindakan Lanjutan

1. Darah Lengkap

2. X-Ray Thorax

3. EKG

4. Hemodialisa (rabu – sabtu)

30
BAB IV
FOLLOW UP PASIEN

27-12-2019
S Sesak nafas (+)
O Sensorium : Compos Mentis
Tekanan darah : 170/100 mmHg
Nadi : 92x/menit
Pernafasan : 24x/menit
Temperatur : 37°C

Kepala
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (+/+), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor
Mulut : Dalam batas normal
Leher : TVJ R-2 cm H2O, pembesaran KGB (-)
Thoraks
Inspeksi : Simetris Fusiformis
Palpasi : SF kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : SP : Vesikuler;

ST : Wheezing (-), ronkhi (-)

Abdomen
Inspeksi : Simetris
Auskultasi : Normoperistaltik
Palpasi : Soepel, H/L/R tidak teraba
Perkusi : Timpani
Ekstremitas : Edema, ext. bawah (+/+)

31
A - Hipertensi Emergensi
- CKD G5D (rabu-sabtu)
P Aktivitas: Tirah baring

IVFD NaCl 0,9% 20gtt/i

Inj, Ciprofloxacin

Inj. Ranitidine

Drip Nicardipine 5cc/jam

Candesartan 16 mg 1x1

Bisoprolol 5 mg 1x1
R X-ray thorax.

28-12-2019
S Sesak nafas (+)
O Sensorium : Compos Mentis
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Nadi : 110x/menit
Pernafasan : 24x/menit
Temperatur : 36,7°C

Kepala
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (+/+), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor
Mulut : Dalam batas normal
Leher : TVJ R-2 cm H2O, pembesaran KGB (-)

32
Thoraks
Inspeksi : Simetris Fusiformis
Palpasi : SF kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : SP : Vesikuler;

ST : Wheezing (-), ronkhi (-)

Abdomen
Inspeksi : Simetris
Auskultasi : Normoperistaltik
Palpasi : Soepel, H/L/R tidak teraba.
Perkusi : Timpani
Ekstermitas : Edema, ext. bawah (+/+).
A - Hipertensi Emergensi
- CKD G5D (rabu-sabtu)
P Aktivitas: Tirah baring

IVFD NaCl 0,9% 20gtt/i

Inj, Ciprofloxacin

Inj. Ranitidine

Drip Nicardipine 5cc/jam

Candesartan 16 mg 1x1

Bisoprolol 5 mg 1x1
R Cek darah lengkap, besok Hemodialisa.

33
29-12-2019
S Sesak nafas (-)
O Sensorium : Compos Mentis
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Temperatur : 36,5°C

Kepala
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (+/+), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor
Mulut : Dalam batas normal
Leher : TVJ R-2 cm H2O, pembesaran KGB (-)
Thoraks
Inspeksi : Simetris Fusiformis
Palpasi : SF kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : SP : Vesikuler;

ST : Wheezing (-), ronkhi (-)

Abdomen
Inspeksi : Simetris
Auskultasi : Normoperistaltik
Palpasi : Soepel, H/L/R tidak teraba.
Perkusi : Timpani
Ekstermitas : Edema, ext. bawah (+/+)

34
A - Hipertensi Emergensi
- CKD G5D (rabu-sabtu)
P Aktivitas: Tirah baring

IVFD NaCl 0,9% 20gtt/i

Inj, Ciprofloxacin

Inj. Ranitidine

Drip Nicardipine 5cc/jam

Candesartan 16 mg 1x1

Bisoprolol 5 mg 1x1

R -Hasil Laboratorium Darah rutin (29/12/2019)

Hb : 7,8 g/dl
Ht : 23%
Eritrosit : 2,60x106/mm3
Trombosit : 289x103/mm3
MCV : 88 fL
MCH : 30,0 pg

Hari ini Hemodialisa.

35
BAB V

DISKUSI

TEORI PASIEN

Definisi Pasien datang ke IGD dengan


Krisis hipertensi adalah peningkatan tekanan darah 270/110
tekanan darah bersifat akut yang dengan mmHg.
atau tanpa disertai disfungsi target organ
(otak, ginjal, jantung, sistem saraf,
pembuluh perifer). Keadaan krisis hipertensi
ditandai dengan peningkatan tekanan darah
yang akut dan parah, seringkali lebih besar
dari 180/110 mm Hg (Benken, dkk., 2018)

Etiologi
Pada umumnya krisis hipertensi tidak
Pasien merupakan penderita
mempunyai penyebab yang spesifik.
hipertensi sejak 15 tahun yang
Penyebab yang tersering adalah tidak
lalu dengan riwayat
adekuatnya pengobatan hipertensi
pengobatan tidak teratur.
sebelumnya, penggunaan simpatomimetik
dan disfungsi tiroid

Klasifikasi
Hipertensi urgensi adalah dimana terdapat Pasien memiliki tekanan darah
tekanan darah yang sangat tinggi tetapi tidak lebih dari 180/110 mmHg tanpa
disertai kelainan/kerusakan organ target disertai dengan tanda-tanda
yang progresif, sehingga penurunan tekanan kegagalan organ target. Maka
darah dapat dilaksanakan lebih lambat pasien merupakan krisis
(dalam hitungan jam sampai hari). hipertensi urgensi simptomatik.

36
Diagnosis
Dalam mendiagnosis Hipertensi Urgensi, A. Anamnesis
Pemeriksaan dapat dimulai dari anamnesis  Keluhan berupa nyeri
keluhan berupa nyeri kepala dan nyeri kepala, kaku pada leher,
tengkuk hingga napas pendek. Pemeriksaan pusing berputar disertai
fisik dapat dinilai dari tekanan darah mual muntah.
melebihi 180/110mmHg, perabaan denyut B. Pemeriksaan Fisik
nadi perifer, bunyi jantung yang umumnya Sens: Compos mentis
normal, serta pemeriksaan untuk TD : 270/110 mmHg
menentukan tidak adanya kerusakan HR : 100x/i
organ seperti edema paru, insufisiensi ginjal RR : 24x/i
hingga penurunan kesadaran. Terdapatnya T : 36,9oC
bukti kerusakan organ umumnya berada C. Pemeriksaan Laboratorium
dalam klasifikasi Hipertensi emergensi. Hb: 7,2 g/dL
Pemeriksaan penunjang seperti Eritrosit: 4,42 x 106/mm3
elektrokardiografi (EKG) untuk melihat Leukosit: 13,2 x 103/mm3
adanya hipertrofi ventrikel kiri ataupun Trombosit: 247 x 103/mm3
gangguan koroner serta ultrasonografi Ht: 22 %
(USG) untuk melihat struktur ginjal MCV : 89 fL
dilaksanakan sesuai kondisi klinis pasien. MCH : 29,8 pg
MCHC: 33,3 g/dl
Ureum : 86 mg/dL
Kreatinin : 9,77 mg/dL
Na/K/Cl : 134/4,3/95 mEq/L
D. Radiografi
Tidak ada kelainan pada cor dan
pulmo
E. EKG
Normal EKG

37
Tatalaksana Tatalaksana Pasien
Hipertensi urgensi dapat diterapi dengan Non Farmakologis :
observasi selama 3-6 jam yaitu menurunkan - Tirah baring
TD dengan antihipertensi oral short-acting; Farmakologis :
Penurunan TD tidak boleh lebih dari 25% - IVFD Ringer Laktat 20
MAP dalam 24 jam pertama dan dilakukan gtt/mnt
follow-up dalam < 72jam. - Injeksi ranitidine
- Injeksi Ciprofloksasin
- Drip Nicardipine
5cc/ jam
- Kandesartan 16 mg 1 x 1
- Bisoprolol 5 mg 1 x 1

38
BAB VI
KESIMPULAN

Tn. ES, laki-laki berusia 48 tahun di diagnosis dengan hipertensi urgensi.


Pasien dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan dan ditatalaksana dengan tirah baring,
IVFD Ringer Laktat 20 gtt/mnt, Injeksi ranitidine, Injeksi Ciprofloksasin, Drip
Nicardipine 5cc/ jam, Kandesartan 16 mg 1 x 1, Bisoprolol 5 mg 1 x 1. Tekanan
darah pasien terkontrol dan klinis membaik. Pasien PBJ setelah tekanan darah
dalam batas normal dengan edukasi menjaga pola makan, minum obat teratur
dan kontrol rutin.

39
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization (WHO) (2013). Data Hipertensi Global.
Asia Tenggara: WHO.

2. Mozaffarian D, Benjamin E, Go A, Arnett D, Blaha M, Cushman M,


dkk. (2015). Heart Disease and Stroke Statistics-2015 Update : a
Report from the American Heart Association. Diakses dari:
www.heart.org/idc/groups/ahamah pada tanggal 28 November 2019.

3. Riset Kesehatan Dasar (2007). Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.
Jakarta.

4. Benken (2018), Hypertensive Emergencies, CCSAP 2018 – Medicals


issue in the ICU. diambil dari:
https://www.accp.com/docs/bookstore/ccsap/ccsap2018b1_sample.pdf
pada tanggal 28 November 2019.

5. William, (2019). Hypertensive Urgency, Diambil dari:


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513351/ Pada Tanggal 28
November 2019.

6. Irving G, dkkl (2016). Indirect blood pressure measurement for


the diagnosis of hypertension in patients with obesity: a
diagnostic accuracy review. BMJ Open. 2016 Nov
03;6(11):e012429. Diambil dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513351/ Pada Tanggal 28
November 2019.

7. Saguner AM, Dur S, Perrig M, dkk.(2010) Risk factors


promoting hypertensive crises: evidence from a longitudinal study
;23:775-80. diambil dari:
https://www.accp.com/docs/bookstore/ccsap/ccsap2018b1_sample.pdf
pada tanggal 28 November 2019.

8. Johnson W, Nguyen ML, Patel R.(2012), Hypertension crisis in


the emergency department. Cardiol Clin ;30:533-43.CCSAP 2018 –
Medicals issue in the ICU. Diambil dari:
https://www.accp.com/docs/bookstore/ccsap/ccsap2018b1_sample.pdf
pada tanggal 28 November 2019.

9. Singh, M. (2011). Hypertensive crisis-pathophysiology, initial


evaluation, and management. Journal of Indian College of Cardiology.
Vol 1 (1): 36-9.

10. Varounis, C., Katsi, V., Nihoyannopoulos, P., et al., (2017).


Cardiovascular Hypertensive Crisis: Recent Evidence and
Review of the Literature. Frontiers in Cardiovascular Medicine. Vol
3 (51).

40
11. Roesma(2014). Krisis Hipertensi dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi Keenam. InternaPublishing: Jakarta pp. 2300-01.

12. Kotchen(2015). Krisis hipertensi dalam : Penatalaksanaan di bidang


ilmu penyakit dalam: Panduan Praktik Klinis.
InternaPublishing:Jakarta. Pp. 427-31.

41

Anda mungkin juga menyukai