Anda di halaman 1dari 24

PROPOSAL PENELITIAN

Identifikasi Entamoeba histolytica pada Feses Pasien Diare di Puskesmas Bukit


Hindu Palangka Raya

Disusun Oleh :
Mitha Amenora FAA 117 005
Hasnawati FAA 117 012
Muntir Gurusinga FAA 117 022
Abiyyu Prayoga FAA 117 027
Fatmawati FAA 117 030
Erlina Citra K. FAA 117 035
Meyustina Novita S. FAA 117 041
Lidya Nur Hayya FAA 117 049
Siska Aprilianti FAA 117 053

FAKULTAS KEDOKTERAN
PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat, taufik, dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan proposal penelitian
ini dengan baik. Proposal penelitian berujudul “Identifikasi Entamoeba histolytica
pada Feses Pasien Diare di Puskesmas Bukit Hindu Palangka Raya” disusun untuk
memenuhi tugas modul metodologi riset di Fakultas Kedokteran Universitas Palangka
Raya.

Proposal penelitian ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya
dengan bantuan berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena
itu, dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi
pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat
memperbaiki kesalahan yang telah kami perbuat.

Kami berharap semoga proposal penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai
pihak.

Palangka Raya, 20 Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTARISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR …………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………… iii
I. BAB I PENDAHULUAN ….………………………………………………….. 1

II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA .……………………………………………... 6

III. BAB III LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS …………………………… 11

IV. DAFTAR PUSTAKA ….……………………………………………………… 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit diare adalah penyebab utama kematian anak dan morbiditas di dunia,
dan sebagian besar hasil dari makanan dan sumber air yang terkontaminasi. Di
seluruh dunia, 780 juta orang tidak memiliki akses ke air minum yang lebih baik
dan 2,5 miliar tidak memiliki sanitasi yang lebih baik. Diare akibat infeksi tersebar
luas di seluruh negara berkembang. (WHO, 2017).
Di negara-negara berpenghasilan rendah, anak-anak di bawah tiga tahun
mengalami rata-rata tiga episode diare setiap tahun. Setiap episode membuat anak
kekurangan nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan. Akibatnya, diare adalah
penyebab utama malnutrisi, dan anak-anak yang kekurangan gizi lebih mungkin
terserang diare. (WHO,2017).
Diare adalah penyakit endemis di Indonesia. Diare berpotensi KLB dan sering
disertai dengan kematian. Pada tahun 2015 terjadi delapan belas kali KLB diare
yang tersebar di sebelas provinsi, delapan belas kabupaten/kota, dengan jumlah
penderita satu. 213 orang dan kematian 30 orang Case Fatality Rate (CFR) 2,47%.
Data Riskesdas tahun 2007 menyatakan diare adalah penyebab utama kematian
bayi (31,4%) dan balita (25,2%). Morbiditas diare pada tahun 2012 pada semua
kelompok umur adalah 214 per 1000 penduduk, sedangkan pada balita adalah 900
per 1000 penduduk. Dengan kata lain sembilan dari sepuluh balita di Indonesia
menderita diare. (Kemenkes, 2015).
Diare akut menurut Cohen adalah keluarnya buang air besar sekali atau lebih
yang berbentuk cair dalam satu hari dan berlangsung kurang 14 hari. Menurut
Noerasid diare akut ialah diare yang terjadi secara mendakak pada bayi dan anak
yang sebelumnya sehat. Sedangkan American Academy of Pediatrics (AAP)
mendefinisikan diare dengan karakteristik1 peningkatan frekuensi dan/atau

1
2

perubahan konsistensi, dapat disertai atau tanpa gejala dan tanda seperti mual,
muntah, demam atau sakit perut yang berlangsung selama 3 – 7 hari.
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal – oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita
atau tidak langsung melalui lalat.
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain :
tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4 – 6 bulan pertama kehidupan bayi,
tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya
sarana kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk,
penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan
yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat
meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain : gizi buruk,
imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus,
menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.
Menurut IDAI parasit yang dapat menyebabkan diare pada manusia adalah
antara lain Balantidium coli, Giardia lamblia, Blastocystis homonis, Isospora belli,
Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis, Entamoeba histolytica dan
Trichuris trichiura.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas dapat di simpulkan rumusan masalah pada
penelitian ini yaitu:

1. Apakah terdapat parasit Entamoeba histolytica pada pasien diare di


Puskesmas Bukit Hindu Palangka Raya?
2. Apakah terdapat hubungan antara infeksi Entamoeba histolytica dengan
kejadian diare?
3

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi Entamoeba histolytica
pada feses pasien diare di puskesmas Bukit Hindu Palangka Raya.

1.3.2 Tujuan Khusus


Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui adanya Entamoeba histolytica pada feses pasien diare
di Puskesmas Bukit Hindu Palangka Raya.
2. Untuk mengetahui hubungan antara infeksi Entamoeba histolytica
dengan kejadian diare di Puskesma Bukit Hindu Palangka Raya.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Ilmiah
Diharapkan penelitian ini mampu mengidentifikasi infeksi Entamoeba
Histolytica dan menjadi tambahan ilmu dan wawasan dalam mencegah serta
menangani pasien dengan infeksi Entamoeba Histolytica pada pasien diare
terutama di Puskesmas Bukit Hindu Palangkaraya.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan data
mengenai kejadian Entamoeba Histolytica pada feses pasien diare di
Puskesmas Bukit Hindu Palangkaraya
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi instansi
pemerintah terkait
3. Penelitian ini sebagai bahan masukan bagi puskesmas dan petugas
pelayanan kesehatan untuk melakukan usaha peningkatan pelayanan
manajemen bencana dengan penurunan insiden diare
4

4. Penelitian ini sebagai sumber informasi dan motivasi bagi para


warga terutama di Puskesmas Bukit Hindu Palangkaraya untuk
menurunkan insiden diare.

1.5 Keaslian Penelitian


Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara infeksi
Entamoeba histolytica dengan kejadian diare di Puskesma Bukit Hindu
Palangka Raya, penelitian ini belum pernah dilakukan oleh karena itu
penelitian ini ingin mengetahui hubungan antara infeksi Entamoeba histolytica
dengan kejadian diare di Puskesma Bukit Hindu Palangka Raya.
5

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian


Penelitian Rancangan
No Judul Variabel Hasil
(tahun) Penelitian
1. Sri Identifikasi Pengambilan Variable bebas Dari 10 sampel
Aprilianti telur nematoda sampel : sepuluh feses yang
Idris, usus (Soil dengan sampel anak diperiksa 8
Anggriani Transmitted Accidental usia 6-9 tahun sampel positif
Fursita Helmints) pada sampling Variable mengandung
(2017) anak di Tempat Pemeriksaan terikat : fases telur nematoda
Pembuangan feses yang usus (Soil
Akhir (TPA) menggunakan mengandung Transmitted
Puuwatu metode telur nematoda Helmints)
langsung usus (Soil
Transmitted
Helmints
2. Divin Keberadaan Jenis Variable bebas Lebih banyak
Rowardho, telur cacing penelitian : seluruh siswa pada laki-laki,
dkk (2015) usus pada kuku adalah kelas 3 di SD tidak ada
dan tinja siswa explanatory alam Ar Ridho hubungannya
sekolah alan research, antara jenis
dan non alam metode kelamin dengan
adalah survei keberadaan telur
dengan cacing di kuku
kuesioner dan
observasi
3. Betta Uji diagnostic Penelitian Variable bebas Sensitivitas dan
Kurniawan, kecacingan analitik : siswa SDN 1 spesifisitas
dkk (2018) antara komperatif Krawangsari pemeriksaan
pemeriksaan dengan dengan bahan
feses dan melakukan feses dan
pemeriksaan pendekatan kotoran kuku
kotoran kuku cross dalam
pada siswa sectional mendiagnosis
SDN 1 kecacingan pada
Krawangsari siswa SDN 1
Kecamatan Krawangsari
Natar Lampung Kecamatan
Selatan Natar
Lampung
Selatan tahun
2015 sebesar
18,2% dan 68%.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diare
2.1.1 Definisi
Diare merupakan suatu penyakit yang di tandai dengan perubahan
bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya
frekuensi buang air besar yang dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari
yang mungkin dapat disertai dengan muntah dan tinja berdarah. Penyakit ini
paling sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama
kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat
(WHO, 2011). Diare ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja
yang tidak normal, yaitu melembek sampai mencair. Dengan frekuensi lebih
dari tiga kali dalam sehari. Penyakit ini tergolong ringan, tetapi jika tidak
mendapatkan pengangan segera dapat berakibat fatal, terutama bila terjadi pada
anak-anak dan balita. (Octa, 2014).
Diare akut dimana terjadi sewaktu-waktu dan berlangsung selama 14
hari dengan pengeluaran tinjak lunak atau cair yang dapat atau tanpa disertai
lendir atau darah. Diare akut dapat menyebabkan dehidrasi dan bila kurang
megonsusmsi makanan akan mengakibatkan kurang gizi (Ernawati, 2012).
Diare kronik berlangsung secara terus-menerus selama lebih dari 2 minggu
atau lebih dari 14 hari secara umum diikuti kehilangan berat badan secara
signifikan dan malasah nutrisi (Sodikin, 2011). Diare persisten menyebabkan
kehilangan berat badan karena pengeluaran volume faces dalam jumlah banyak
dan berisiko mengalami diare (Sodikin, 2011).
Diare malnutrisi berat disebabkan karena infeksi. Infeksi dapat
menyebabkan anak mengalami malnutrisi karena selama sakit,mengalami
infeksi, anak mengalami penurunan asupan makanan, gangguan pertahanan
dan fungsi imun (Kuntari, 2013).

6
7

2.1.2 Etiologi dan Faktor Risiko


Beberapa faktor yang meningkatkan risiko diare menurut Mafazah
(2013), antara lain ketersediaan sumber air bersih untuk personal hygiene dan
keluarga, pembuangan tinja yang tidak benar, penyiapan dan penyimpanan
makanan yang kurang layak, khususnya makanan pendamping ASI.5 Menurut
Evayanti (2014), ketersediaan air bersih dan pembuangan tinja adalah faktor
paling dominan yang menyebabkan diare. Kedua faktor lingkungan ini
berhubungan pula dengan perilaku masyarakat.Akumulasi dari faktor
lingkungan dan faktor perilaku inilah yang menyebabkan diare menyebar
dengan cepat. Menurut Tambuwun (2015), sanitasi lingkungan berkaitan erat
dengan kejadian diare. Sanitasi lingkungan yang kurang baik sebesar 82,4%
menyebabkan diare pada anak. Menurut Survei Demograsi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2012, rumah tangga tanpa fasilitas sanitasi yang
layak memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit seperti diare, disentri, dan
typhus dibandingkan dengan rumah tangga dengan fasilitas sanitasi yang
layak (BPS, 2013).
Diare sering dikaitkan dengan penyakit bawaan sehingga diare
ditularkan secara fecal-oral melalui masuknya makanan atau minuman yang
terkontaminasi. Penularan dapat juga terjadi karena makan dengan tangan yang
terkontaminasi (Ditjen P2PL, 2009). Faktor infeksi diawali dengan adanya
mikroorganisme dan parasit yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang
kemudian kuman akan berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus
yang dapat mengakibatkan menurunkan permukaan usus (Hidayat, 2006).
Jenis parasit yang dapat menyebabkan diare adalah protozoa (Giardia
lamblia, Cryptosporidium sp., Isospora belli, Sarcocystis sp., Entamoeba
histolytica, Nonpathogenic Amoeba, Balantidium coli), cacing (Strongyloides
stercoralis, Capillaria philippinensis, Trichinella spiralis, Trichostrongylus
orientalis, Trematoda, Trichuris trichiura), dan jamur (Candida sp.,
Aspergillus sp., Zygomycosis sp).
8

2.2 Entamoeba histolytica


2.2.1 Taksonomi
Kingdom: Protista
Subkingdom: Protozoa
Phylum: Sarcomastigophora
Subphylum: Sarcodina
Class: Lobosea
Order: Amoebida
Family: Endamoebidae
Genus: Entamoeba
Species: histolytica
2.2.2 Morfologi dan Fisiologi
E. histolytica di dalam tinja dapat ditemukan sebagai: (1) trofozoit,
(2) prekista, dan (3) kista. Parasit ini ditularkan sebagian besar oleh
manusia yang terinfeksi olehnya. Penularan melalui kontak seksual oral-
anal dapat pula terjadi. Meskipun E. histolytica banyak berhubungan
dengan hewan (kucing, anjing, primata, dll.), tidak ada laporan mengenai
transmisi antara hewan dan manusia melalui zoospora.
Siklus hidup E. histolytica relatif sederhana, terdiri oleh stadium
kista dan trofozoit. Kista adalah stadium yang infektif. Trofozoit
merupakan bentuk vegetatif yang aktif dan dapat dibedakan dengan
amoeba usus lainnya karena mempunyai sifat morfologi yang penting
untuk diagnosis. Ukurannya antara 10 sampai 60 mikron, sebagian besar
antara 15 sampai 30 mikron. Sepertiga bagian dari seluruh amoeba ini
berupa ektoplasma hialin yang lebar, jernih dan membias cahaya, terpisah
jelas dari endoplasma. Pseudopodium berbentuk tipis seperti jari- jari, yang
dikeluarkan secara mendadak oleh ektoplasma. Endoplasmanya bergranula
halus, biasanya mengandung bakteri atau benda-benda asing.
9

2.2.3 Daur Hidup


E.histolytica ditemukan hampir di seluruh dunia, tetapi prevalensi
tertinggi didapatkan di negara-negara berkembang terutama di daerah endemik
seperti Durban, Ibadan dan Kampala di Afrika mencapai 50%. Angka
mortalitas diperkirakan 75.000 per tahun. Infeksi E.histolytica dapat melalui
makanan dan air serta melalui kontak manusia ke manusia.Dalam daur
hidupnya Entamoeba histolytica mempunyai 3 stadium yaitu bentuk
histolitika, minuta dan kista.Bentuk histolitika dan minuta adalah bentuk
trofozoit. Perbedaan antara kedua bentuk trofozoit tersebut adalah bentuk
histolitika bersifat patogen dan mempunyai ukuran yang lebih besar dari
bentuk minuta. Bentuk histolitika bersifat patogen dan dapat hidup di jaringan
hati, paru, usus besar, kulit, otak, dan vagina. Bentuk ini berkembang biak
secara belah pasang di jaringan dan dapat merusak jaringan tersebut. Minuta
adalah bentuk pokok dan tanpa bentuk minuta daur hidup tak dapat
berlangsung. Kista dibentuk di rongga usus besar dan dalam tinja, berinti 1 atau
4 dan tidak patogen, tetapi dapat merupakan bentuk infektif. Dengan adanya
dinding kista, bentuk kista dapat bertahan hidup terhadap pengaruh buruk di
luar badan manusia. Kista matang yang tertelan mencapai lambung masih
dalam keadaan utuh karena kista tahan terhadap asam lambung. Di rongga usus
halus terjadi ekskistasi dan keluarlah bentuk-bentuk minuta yang masuk ke
dalam rongga usus besar. Bentuk minuta ini berubah menjadi bentuk histolitika
yang patogen dan hidup di mukosa usus besar serta menimbulkan gejala.
Bentuk histolitika memasuki mukosa usus besar yang utuh dan mengeluarkan
enzim sisstein proteinase yang dapat menghancurkan jaringan yang disebut
histolisin. Kemudian bentuk histolitika memasuki submukosa dengan
menembus lapisan muskularis mukosa, bersarang di submukosa dan membuat
kerusakan yang lebih luas daripada di mukosa usus sehingga terjadi luka yang
disebut ulkus amuba. Lesi ini biasanya merupakan ulkus-ulkus kecil yang
letaknya tersebar di mukosa usus, bentuk rongga ulkus seperti botol dengan
10

lubang sempit dan dasar yang lebar, dengan tepi yang tidak teratur agak
meninggi dan menggaung. Proses yang terjadi terutama nekrosis dengan lisis
sel jaringan. Bila terdapat infeksi sekunder, terjadilah proses peradangan yang
dapat meluas di submukosa dan melebar ke lateral sepanjang sumbu usus.
Kerusakan dapat menjadi luas sekali sehingga ulkus-ulkus saling berhubungan
dan terbentuk sinussinus dibawah mukosa. Dengan peristalsis usus, bentuk
histolitika dikeluarkan bersama isi ulkus ke rongga usus kemudian menyerang
lagi mukosa usus yang sehat atau dikeluarkan bersama tinja.
BAB III
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

3.1 Landasan Teori


3.1.1 Definisi Diare
Diare adalah buang air besar lembek atau cair dapat berupa air saja yang
frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau lebih dalam
sehari) (Depkes RI, 2016). Diare diartikan sebagai buang air encer lebih dari
empat kali sehari, baik disertai lendir dan darah maupun tidak. Hingga kini diare
masih menjadi child killer (pembunuh anak-anak) peringkat pertama di
Indonesia. Semua kelompok usia diserang oleh diare, baik balita, anak-anak dan
orang dewasa. Tetapi penyakit diare berat dengan kematian yang tinggi terutama
terjadi pada bayi dan anak balita.
3.1.2 Etiologi Diare
Diare disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorpsi (gangguan penyerapan zat
gizi), makanan dan faktor psikologis.
a. Faktor Infeksi
Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada
anak. Jenis-jenis infeksi yang umumnya menyerang antara lain:
1. Infeksi oleh bakteri : Escherichia coli, Salmonella thyposa, Vibrio
cholerae (kolera), dan serangan bakteri lain yang jumlahnya
berlebihan dan patogenik seperti pseudomonas.
2. Infeksi basil (disentri)
3. Infeksi virus rotavirus
4. Infeksi parasit oleh cacing (Ascaris lumbricoides)
5. Infeksi jamur (Candida albicans)
6. Infeksi akibat organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis, dan
radang tenggorokan
7. Keracunan makanan

11
12

b. Malabsorpsi
Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi
karbohidrat dan lemak. Malabsorpsi karbohidrat, pada bayi kepekaan
terhadap lactoglobulis dalam susu formula dapat menyebabkan diare.
Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau sangat asam, dan sakit di
daerah perut. Sedangkan malabsorpsi lemak, terjadi bila dalam
makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida, dengan
bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap
diabsorpsi usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa
usus, diare dapat muncul karena lemak tidak terserap dengan baik.
c. Faktor Makanan
Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang
tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan
kurang matang. Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah
mengakibatkan diare pada anak-anak balita.
d. Faktor Psikologis
Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat
menyebabkan diare kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak balita,
umumnya terjadi pada anak yang lebih besar.

3.1.3 Jenis Diare


Menurut Depkes RI (2016), berdasarkan jenisnya diare dibagi empat yaitu:
1. Diare Akut
Diare akut yaitu, diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya
kurang dari 7 hari). Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi
merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.
13

2. Disentri
Disentri yaitu, diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri
adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan
terjadinnya komplikasi pada mukosa.
3. Diare Persisten
Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara
terus menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan
gangguan metabolisme.
4. Diare dengan masalah lain
Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin
juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau
penyakit lainnya.

3.1.4 Gejala Klinis Diare


Gejala-gejala diare adalah sebagai berikut (Menurut Zubir, 2006) :
1. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya pun
meninggi,
2. Tinja bayi encer, berlendir atau berdarah
3. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu
4. Lecet pada anus
5. Gangguan gizi akibat intake (asupan) makanan yang kurang
6. Muntah sebelum dan sesudah diare
7. Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah)
8. Dehidrasi (kekurangan cairan)
Dehidarsi dibagi menjadi tiga macam, yaitu dehidrasi ringan,
dehidrasi sedang dan dehidarsi berat. Disebut dehidrasi ringan jika cairan
tubuh yang hilang 5%. Jika cairan yang hilang lebih dari 10% disebut
dehidrasi berat. Pada dehidrasi berat, volume darah berkurang, denyut
nadi dan jantung bertambah cepat tetapi melemah, tekanan darah
14

merendah, penderita lemah, kesadaran menurun dan penderita sangat


pucat

3.1.5 Epidemiologi Diare


Menurut Depkes RI (2005), epidemiologi penyakit diare adalah sebagai
berikut:
a. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral
antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan
atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat
menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko
terjadinya diare, antara lain tidak memberikan ASI secara penuh 4-6
bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan
makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang
tercemar, tidak mencuci tangan sesudah buang air besar atau sesudah
membuang tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan tidak
membuang tinja dengan benar.

3.1.6 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diare


a) Faktor Sosiodemografi
Demografi adalah ilmu yang mempelajari persoalan dan keadaan
perubahan-perubahan penduduk yang berhubungan dengan komponen-
komponen perubahan tersebut seperti kelahiran, kematian, migrasi
sehingga menghasilkan suatu keadaan dan komposisi penduduk menurut
umur dan jenis kelamin tertentu. Dalam pengertian yang lebih luas,
demografi juga memperhatikan berbagai karakteristik individu maupun
kelompok yang meliputi karakteristik sosial dan demografi, karakteristik
pendidikan dan karakteristik ekonomi. Karakteristik sosial dan
demografi meliputi: jenis kelamin, umur, status perkawinan, dan agama.
15

Karakteristik pendidikan meliputi: tingkat pendidikan. Karakteristik


ekonomi meliputi jenis pekerjaan, status ekonomi dan pendapatan.
Faktor sosiodemografi meliputi tingkat pendidikan ibu, jenis pekerjaan
ibu, dan umur ibu.
1. Tingkat Pendidikan Ibu
Jenjang pendidikan memegang peranan cukup penting dalam
kesehatan masyarakat. Pendidikan masyarakat yang rendah
menjadikan mereka sulit diberi tahu mengenai pentingnya
higyene perorangan dan sanitasi lingkungan untuk mencegah
terjangkitnya penyakit menular, diantaranya diare. Dengan
sulitnya mereka menerima penyuluhan, menyebabkan mereka
tidak peduli terhadap upaya pencegahan penyakit menular.\
Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi
lebih berorientasi pada tindakan preventif, mengetahui lebih
banyak tentang masalah kesehatan dan memiliki status kesehatan
yang lebih baik. Pada perempuan, semakin tinggi tingkat
pendidikan, semakin rendah angka kematian bayi dan kematian
ibu.
2. Jenis Pekerjaan Ibu
Karakteristik pekerjaan seseorang dapat mencerminkan
pendapatan, status sosial, pendidikan, status sosial ekonomi,
risiko cedera atau masalah kesehatan dalam suatu kelompok
populasi. Pekerjaan juga merupakan suatu determinan risiko dan
determinan terpapar yang khusus dalam bidang pekerjaan tertentu
serta merupakan prediktor status kesehatan dan kondisi tempat
suatu populasi bekerja.
3. Umur Ibu
Sifat manusia yang dapat membawa perbedaan pada hasil
suatu penelitian atau yang dapat membantu memastikan
16

hubungan sebab akibat dalam hal hubungan penyakit, kondisi


cidera, penyakit kronis, dan penyakit lain yang dapat
menyengsarakan manusia, umur merupakan karakter yang
memiliki pengaruh paling besar. Umur mempunyai lebih banyak
efek pengganggu daripada yang dimiliki karakter tunggal lain.
Umur merupakan salah satu variabel terkuat yang dipakai untuk
memprediksi perbedaan dalam hal penyakit, kondisi, dan
peristiwa kesehatan, dan karena saling diperbandingkan maka
kekuatan variabel umur menjadi mudah dilihat.
Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan di dalam
penyelidikan-penyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan
maupun kematian di dalam hampir semua keadaan menunjukkan
hubungan dengan umur.
b) Faktor Lingkungan
1. Sumber Air Minum
Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi
yang tidak kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian diare.
Sebagian kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur
fekal oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam
mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air
minum, jari-jari tangan, dan makanan yang disiapkan dalam panci
yang dicuci dengan air tercemar.
Macam-macam sumber air minum antara lain :
a) Air permukaan adalah air yang terdapat pada permukaan tanah.
Misalnya air sungai, air rawa dan danau.
b) Air tanah yang tergantung kedalamannya bisa disebut air tanah
dangkal atau air tanah dalam. Air dalam tanah adalah air yang
diperoleh pengumpulan air pada lapisan tanah yang dalam.
Misalnya air sumur, air dari mata air.
17

c) Air angkasa yaitu air yang berasal dari atmosfir, seperti hujan dan
salju.
2. Jenis Tempat Pembuangan Tinja
Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari
kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak menurut aturan
memudahkan terjadinya penyebaran penyakit tertentu yang
penulurannya melalui tinja antara lain penyakit diare. Syarat
pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah :
a. Tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya
b. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya
c. Tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya
d. Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai
tempat lalat bertelur atau perkembangbiakan vektor penyakit
lainnya
e. Tidak menimbulkan bau
f. Pembuatannya murah
g. Mudah digunakan dan dipelihara.
3. Jenis Lantai Rumah
Syarat rumah yang sehat jenis lantai yang tidak berdebu pada
musim kemarau dan tidak basah pada musim penghujan. Lantai
rumah dapat terbuat dari: ubin atau semen, kayu, dan tanah yang
disiram kemudian dipadatkan. Lantai yang basah dan berdebu dapat
menimbulkan sarang penyakit.
Lantai yang baik adalah lantai yang dalam keadaan kering dan
tidak lembab. Bahan lantai harus kedap air dan mudah dibersihkan,
paling tidak perlu diplester dan akan lebih baik kalau dilapisi ubin
atau keramik yang mudah dibersihkan.
Jenis lantai rumah tinggal mempunyai hubungan yang
bermakna pula dengan kejadian diare pada anak balita, Hal ini
18

ditinjau dari jenis alas atau bahan dasar penutup bagian bawah,
dinilai dari segi bahan dan kedap air. Lantai dari tanah lebih baik
tidak digunakan lagi, sebab bila musim hujan akan lembab sehingga
dapat menimbulkan gangguan atau penyakit pada penghuninya, oleh
karena itu perlu dilapisi dengan lapisan tangan dengan sabun,
terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak,
sebelum menyuapi makan anak dan sesudah makan, mempunyai
dampak dalam kejadian diare
4. Kebiasaan Membuang Tinja
Membuang tinja (termasuk tinja bayi) harus dilakukan secara
bersih dan benar. Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi
tidaklah berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung virus atau
bakteri dalam jumlah besar. Tinja bayi dapat pula menularkan
penyakit pada anak-anak dan orang tuanya
5. Menggunakan Air Minum yang Tercemar
Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada saat
disimpan dirumah. Pencemaran dirumah dapat terjadi kalau tempat
peyimpanan tidak tertutup atau tangan yang tercemar menyentuh air
pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan. Untuk
mengurangi risiko terhadap diare yaitu dengan menggunakan air
yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi.
6. Menggunakan Jamban
Penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam
penularan risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak
mempunyai jamban sebaiknya membuat jamban dan keluarga harus
buang air besar di jamban. Bila tidak mempunyai jamban, jangan
biarkan anak-anak pergi ke tempat buang air besar hendaknya jauh
dari rumah, jalan setapak, tempat anak-anak bermain dan harus
19

berjarak kurang lebih 10 meter dari sumber air, serta hindari buang
air besar tanpa alas kaki.
7. Pemberian Imunisai Campak
Diare sering timbul menyertai campak, sehingga pemberian
imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu segera
memberikan anak imunisasi campak setelah berumur 9 bulan. Diare
sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang sedang
menderita campak, hal ini sebagai akibat dari penurunan kekebalan
tubuh penderita

3.2 Kerangka Konsep

Frekuensi
pengambilan feses
pasien

Identifikasi keberadaan Selang waktu


Volume Entamoeba Hystolytica pengambilan
Spesimen pada feses menggunakan masing – masing
mikroskop feses

Substansi pengganggu
yang terdapat pada feses
(seperti darah, pengaruh
obat-obatan, serat
makanan

Keterangan:

: dilakukan analisis

: tidak dilakukan analisis


20

3.3 Hipotesis
Hipotesis yang didapatkan dari penelitian ini yaitu:

1. Terdapat Entamoeba histolytica pada feses pasien diare yang dilakukan

penelitian di Puskesmas Bukit Hindu Palangka Raya.

2. Penelitian efektif untuk mengetahui penyebab diare yang disebabkan

oleh infeksi parasit.


DAPUS GUYS

21

Anda mungkin juga menyukai