Disusun Oleh :
Mitha Amenora FAA 117 005
Hasnawati FAA 117 012
Muntir Gurusinga FAA 117 022
Abiyyu Prayoga FAA 117 027
Fatmawati FAA 117 030
Erlina Citra K. FAA 117 035
Meyustina Novita S. FAA 117 041
Lidya Nur Hayya FAA 117 049
Siska Aprilianti FAA 117 053
FAKULTAS KEDOKTERAN
PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat, taufik, dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan proposal penelitian
ini dengan baik. Proposal penelitian berujudul “Identifikasi Entamoeba histolytica
pada Feses Pasien Diare di Puskesmas Bukit Hindu Palangka Raya” disusun untuk
memenuhi tugas modul metodologi riset di Fakultas Kedokteran Universitas Palangka
Raya.
Proposal penelitian ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya
dengan bantuan berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena
itu, dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi
pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat
memperbaiki kesalahan yang telah kami perbuat.
Kami berharap semoga proposal penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai
pihak.
Penulis
ii
DAFTARISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR …………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………… iii
I. BAB I PENDAHULUAN ….………………………………………………….. 1
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
perubahan konsistensi, dapat disertai atau tanpa gejala dan tanda seperti mual,
muntah, demam atau sakit perut yang berlangsung selama 3 – 7 hari.
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal – oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita
atau tidak langsung melalui lalat.
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain :
tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4 – 6 bulan pertama kehidupan bayi,
tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya
sarana kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk,
penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan
yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat
meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain : gizi buruk,
imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus,
menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.
Menurut IDAI parasit yang dapat menyebabkan diare pada manusia adalah
antara lain Balantidium coli, Giardia lamblia, Blastocystis homonis, Isospora belli,
Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis, Entamoeba histolytica dan
Trichuris trichiura.
2.1 Diare
2.1.1 Definisi
Diare merupakan suatu penyakit yang di tandai dengan perubahan
bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya
frekuensi buang air besar yang dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari
yang mungkin dapat disertai dengan muntah dan tinja berdarah. Penyakit ini
paling sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama
kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat
(WHO, 2011). Diare ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja
yang tidak normal, yaitu melembek sampai mencair. Dengan frekuensi lebih
dari tiga kali dalam sehari. Penyakit ini tergolong ringan, tetapi jika tidak
mendapatkan pengangan segera dapat berakibat fatal, terutama bila terjadi pada
anak-anak dan balita. (Octa, 2014).
Diare akut dimana terjadi sewaktu-waktu dan berlangsung selama 14
hari dengan pengeluaran tinjak lunak atau cair yang dapat atau tanpa disertai
lendir atau darah. Diare akut dapat menyebabkan dehidrasi dan bila kurang
megonsusmsi makanan akan mengakibatkan kurang gizi (Ernawati, 2012).
Diare kronik berlangsung secara terus-menerus selama lebih dari 2 minggu
atau lebih dari 14 hari secara umum diikuti kehilangan berat badan secara
signifikan dan malasah nutrisi (Sodikin, 2011). Diare persisten menyebabkan
kehilangan berat badan karena pengeluaran volume faces dalam jumlah banyak
dan berisiko mengalami diare (Sodikin, 2011).
Diare malnutrisi berat disebabkan karena infeksi. Infeksi dapat
menyebabkan anak mengalami malnutrisi karena selama sakit,mengalami
infeksi, anak mengalami penurunan asupan makanan, gangguan pertahanan
dan fungsi imun (Kuntari, 2013).
6
7
lubang sempit dan dasar yang lebar, dengan tepi yang tidak teratur agak
meninggi dan menggaung. Proses yang terjadi terutama nekrosis dengan lisis
sel jaringan. Bila terdapat infeksi sekunder, terjadilah proses peradangan yang
dapat meluas di submukosa dan melebar ke lateral sepanjang sumbu usus.
Kerusakan dapat menjadi luas sekali sehingga ulkus-ulkus saling berhubungan
dan terbentuk sinussinus dibawah mukosa. Dengan peristalsis usus, bentuk
histolitika dikeluarkan bersama isi ulkus ke rongga usus kemudian menyerang
lagi mukosa usus yang sehat atau dikeluarkan bersama tinja.
BAB III
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
11
12
b. Malabsorpsi
Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi
karbohidrat dan lemak. Malabsorpsi karbohidrat, pada bayi kepekaan
terhadap lactoglobulis dalam susu formula dapat menyebabkan diare.
Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau sangat asam, dan sakit di
daerah perut. Sedangkan malabsorpsi lemak, terjadi bila dalam
makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida, dengan
bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap
diabsorpsi usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa
usus, diare dapat muncul karena lemak tidak terserap dengan baik.
c. Faktor Makanan
Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang
tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan
kurang matang. Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah
mengakibatkan diare pada anak-anak balita.
d. Faktor Psikologis
Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat
menyebabkan diare kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak balita,
umumnya terjadi pada anak yang lebih besar.
2. Disentri
Disentri yaitu, diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri
adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan
terjadinnya komplikasi pada mukosa.
3. Diare Persisten
Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara
terus menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan
gangguan metabolisme.
4. Diare dengan masalah lain
Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin
juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau
penyakit lainnya.
c) Air angkasa yaitu air yang berasal dari atmosfir, seperti hujan dan
salju.
2. Jenis Tempat Pembuangan Tinja
Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari
kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak menurut aturan
memudahkan terjadinya penyebaran penyakit tertentu yang
penulurannya melalui tinja antara lain penyakit diare. Syarat
pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah :
a. Tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya
b. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya
c. Tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya
d. Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai
tempat lalat bertelur atau perkembangbiakan vektor penyakit
lainnya
e. Tidak menimbulkan bau
f. Pembuatannya murah
g. Mudah digunakan dan dipelihara.
3. Jenis Lantai Rumah
Syarat rumah yang sehat jenis lantai yang tidak berdebu pada
musim kemarau dan tidak basah pada musim penghujan. Lantai
rumah dapat terbuat dari: ubin atau semen, kayu, dan tanah yang
disiram kemudian dipadatkan. Lantai yang basah dan berdebu dapat
menimbulkan sarang penyakit.
Lantai yang baik adalah lantai yang dalam keadaan kering dan
tidak lembab. Bahan lantai harus kedap air dan mudah dibersihkan,
paling tidak perlu diplester dan akan lebih baik kalau dilapisi ubin
atau keramik yang mudah dibersihkan.
Jenis lantai rumah tinggal mempunyai hubungan yang
bermakna pula dengan kejadian diare pada anak balita, Hal ini
18
ditinjau dari jenis alas atau bahan dasar penutup bagian bawah,
dinilai dari segi bahan dan kedap air. Lantai dari tanah lebih baik
tidak digunakan lagi, sebab bila musim hujan akan lembab sehingga
dapat menimbulkan gangguan atau penyakit pada penghuninya, oleh
karena itu perlu dilapisi dengan lapisan tangan dengan sabun,
terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak,
sebelum menyuapi makan anak dan sesudah makan, mempunyai
dampak dalam kejadian diare
4. Kebiasaan Membuang Tinja
Membuang tinja (termasuk tinja bayi) harus dilakukan secara
bersih dan benar. Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi
tidaklah berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung virus atau
bakteri dalam jumlah besar. Tinja bayi dapat pula menularkan
penyakit pada anak-anak dan orang tuanya
5. Menggunakan Air Minum yang Tercemar
Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada saat
disimpan dirumah. Pencemaran dirumah dapat terjadi kalau tempat
peyimpanan tidak tertutup atau tangan yang tercemar menyentuh air
pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan. Untuk
mengurangi risiko terhadap diare yaitu dengan menggunakan air
yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi.
6. Menggunakan Jamban
Penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam
penularan risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak
mempunyai jamban sebaiknya membuat jamban dan keluarga harus
buang air besar di jamban. Bila tidak mempunyai jamban, jangan
biarkan anak-anak pergi ke tempat buang air besar hendaknya jauh
dari rumah, jalan setapak, tempat anak-anak bermain dan harus
19
berjarak kurang lebih 10 meter dari sumber air, serta hindari buang
air besar tanpa alas kaki.
7. Pemberian Imunisai Campak
Diare sering timbul menyertai campak, sehingga pemberian
imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu segera
memberikan anak imunisasi campak setelah berumur 9 bulan. Diare
sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang sedang
menderita campak, hal ini sebagai akibat dari penurunan kekebalan
tubuh penderita
Frekuensi
pengambilan feses
pasien
Substansi pengganggu
yang terdapat pada feses
(seperti darah, pengaruh
obat-obatan, serat
makanan
Keterangan:
: dilakukan analisis
3.3 Hipotesis
Hipotesis yang didapatkan dari penelitian ini yaitu:
21