LP Nyeri
LP Nyeri
A. Definisi
a. Menurut Mc. Coffery (1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang
mempengaruhi seseorang yang keberadaannya diketahui hanya jika orang tersebut
pernah mengalaminya.
b. Menurut Wolf Weifsel Feurst (1972), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu
perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan
ketegangan.
c. Menurut Keperawatan, nyeri adalah apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan
individu yang mengalaminya, yang ada kapan pun individu mengatakannya.
d. Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori
subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang terkait dengan kerusakan
jaringan aktual maupun potensial atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
2) Sifat-sifat nyeri
a. Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi.
b. Nyeri bersifat subjektif dan individual.
c. Nyeri tidak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X dan lab darah.
d. Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan fisiologis,
tingkah laku, dan dari pernyataan klien.
e. Hanya pasien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya.
f. Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis.
g. Nyeri merupakan tanda peringatan adanya suatu kerusakan jaringan.
h. Nyeri mengawali ketidakmampuan.
i. Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri yang tidak
optimal.
Respon Simpato
Respon Muskuler Respon Emosional
Adrenal
Denyut nadi Tensi otot naik. Bergejolak.
naik. Otot kaku menggeliat Mudah tersinggung.
Tekanan darah sakit. Perubahan tingkah
naik. Gelisah. laku.
Pernapasan Mengambil posisi Berteriak.
naik. tertentu. Menangis.
Berkeringat Imobilitas. Diam.
banyak. Mengusap daerah 7. Kewaspadaan.
Mual dan yang nyeri.
muntah, karena
darah mengalir
dari otot visral
ke otot paru,
jantung, dan
otot keras.
Pucat.
Dilatasi
bronchial.
Glikogenolisis.
Pelepasan
eritrosit dari
limpa.
10. Dilatasi
pupil.
2. Tahap Pemantulan (rebound)
Pada tahap ini nyeri sangat hebat tetapi singkat. Pada tahap ini pula sistem saraf
parasimpatis mengambil alih tugas, sehingga terjadi respon yang berlawanan
terhadap tahap aktivasi.
3. Tahap adaptasi (adaptation).
Saat nyeri berlangsung lama tubuh mencoba untuk beradaptasi melalui peran
endorthins. Reaksi adaptasi tubuh ini terhadap nyeri dapat berlangsung beberapa
jam atau beberapa hari. Bila nyeri berkepanjangan maka akan menurunkan sekresi
norepineprin sehingga individu merasa tidak berdaya, tidak berharga dan lesu.
Fase Nyeri
Menurut Meinhart dan McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:
a. Fase antisipasi, terjadi sebelum nyeri diterima.
Fase ini bukan merupakan fase yang paling penting, karena fase ini bisa
mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar
tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam
fase ini sangat penting , terutama dalam memberikan informasi pada klien.
b. Fase sensasi, terjadi saat nyeri terasa.
Fase ini terjadi ketika klien merasa nyeri, karena nyeri itu bersifat subjektif, maka
tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleransi terhadap nyeri
juga akan berbeda antara satu orang dengan yang lain. Orang yang mempunyai
tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus
kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah
merasa nyeri dengn stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi
terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang toleransi
terhadap nyerinya rendah sudah mencari upaya pencegahan nyeri, sebelum nyeri
datang. Keberadaan enkefalin dan endorphin membantu menjelaskan bagaimana
orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar
endorphin tiap individu, individu dengan endorphin tinggi sedikit merasakan nyeri
dan individu dengan sedikit endorphin merasakan nyeri lebih besar.
c. Fase akibat (aftermath)
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih
membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga
dimungkinkan klien mengalami gejala pasca nyeri. Apabila klien mengalami
episode nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath) dapat menjadi masalah
kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri
untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.
C. KLASIFIKASI NYERI
1. Berdasarkan sumbernya
a. Cutaneus/ superficial, yaitu nyeri yang mengenai kulit atau jaringan subkutan.
Biasanya bersifat burning (seperti terbakar). Contoh: Terkena ujung pisau atau
tergunting
b. Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pembuluh
darah, tendon dan saraf, nyeri menyebar dan lebih lama daripada cutaneus Contoh:
Sprain sendi
c. Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dalam rongga abdomen,
cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot, ischemia, regangan
jaringan.
2. Berdasarkan Penyebabnya
a. Fisik
Bisa terjadi karena stimulus, Contoh: fraktur femur
b. Psycogenik
Terjadi karena sebab yang kurang jelas/ susah diidentifikasi, bersumber dari
emosi/ psikis dan biasanya tidak disadari. Contoh: orang yang marah-marah, tiba-
tiba merasa nyeri pada dadanya.
3. Berdasarkan lama/ durasi
a. Nyeri akut
Nyeri yang terjadi segera setelah tubuh mengalami cedera, atau intervensi bedah
dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas bervariasi dari berat sampai
ringan. Fungsi nyeri ini adalah sebagai pemberi peringatan akan adanya cedera
atau penyakit yang akan datang. Nyeri ini kadang bisa hilang sendiri tanpa adanya
intervensi medis, setelah keadaan pulih pada area yang rusak.
b. Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu
periode tertentu, berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan biasanya berlangsung
lebih dari 6 bulan. Nyeri ini disebabkan oleh kanker yang tidak terkontrol, karena
pengobatan kanker tersebut atau karena gangguan progresif lain. Nyeri ini dapat
berlangsung terus sampai kematian. Klien yang mengalami kronis akan mengalami
periode remisi (gejala hilang sebagian/ keseluruhan) dan eksaserbasi (keparahan
meningkat). Nyeri ini biasanya tidak memberikan respon terhadap pengobatan
yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri ini merupakan penyebab utama
ketidakmampuan fisik dan psikologis. Sifat nyeri kronis yang tidak dapat
diekspresikan membuat klien menjadi frustasi dan seringkali mengarah pada
depresi psikologis. Individu yang mengalam kronik akan timbul perasaan yang
tidak aman, karena ia tidak tahu apa yang akan dirasakan dari hari ke hari.
Perbedaan nyeri akut dan nyeri kronis
Nyeri akut Nyeri kronik
Lamanya dalam hitungan menit Lamanya dalam hitungan bulan (> 6
(lamanya 1 detik sampai kurang bulan).
dari 6 bulan).
Ditandai dengan peningkatan BP, Fungsi fisiologis bersifat normal.
nadi, dan respirasi.
Respon pasien: fokus pada nyeri, Tidak ada keluhan nyeri.
menyatakan nyeri dengan
menangis atau mengerang.
4. Tingkah laku menggosok 4. Tidak ada aktifitas fisik sebagai
bagian yang nyeri. respon terhadap nyeri.
Management Nyeri
a. Management Farmakologi, terdiri atas:
1. Analgesik non opioids
Termasuk nonsteroidal anti inflamatory drugs ( NSAIDS ), seperti: Aspirin,
acetaminophen, dan ibuprofen. Menurut American Pain Society, obat-obatan
ini bekerja pada saraf perifer di daerah luka dan menurunkan tingkat/ level
inflamasi.
2. Analgesik opioids
Analgesik opioids termasuk opium derivate, seperti morfin dan kodein. Obat-
obat ini bekerja dengan cara mengubah mood, perhatian, perasaan pasien
menjadi lebih baik, dan lebih nyaman walaupun terdapat nyeri
3. Analgesik adjuvant
Analgesik adjuvant adalah terapi pengobatan selain menggunakan analgesic,
tetapi dapat mengurangi tipe-tipe nyeri kronik. Contohnya Diazepam (Valium)
yang dapat menggunakan rasa nyeri pada saat terjadi spasme otot membantu
bisa tidur nyenyak.
b. Management non Farmakologi, terdiri atas:
1. Intervensi fisik
Tujuan dari intervensi fisik adalah:
Membuat nyaman.
Mengurangi disfungsi fisik.
Menormalkan respon fisiologis.
Mengurangi ketakutan.
2. Cutaneous Stimulation
Yang termasuk cutaneous stimulation:
Pemijatan/massage
Kompres panas/dingin
Asupressure
Contralateral Stimulation
3. Immobilisasi
Biasanya korban tidur di splint yang biasanya diterapkan pada saat kontraktur atau
terjadi ketidakseimbangan otot. Splint ini harus diubah posisinya tiap 30 menit
untuk mencegah terjadinya penyakit baru seperti dicubitus.
4. Tens
Transcutaneous electrice nerve stimulation (TENS) adalah noninvasive, teknik
control nyeri nonalgesic untuk klien dengan nyeri akut ataupun kronik.
5. Akupuntur
Akupuntur telah diterapkan di China dan mendapat perhatian tinggi dari Amerika
Utara. Biasanya digunakan untuk nyeri akut.
6. Placebo
Placebo adalah salah satu bentuk treatment seperti medikasi atau tindakan
keperawatan ya ng menghasilkan efek pada klien, bahwa tindakan yang dilakukan
atau yang diberikan perawat dapat menyembuhkan penyakit.
7. Distraksi
Contoh dari distraksi adalah pada saat klien dipindahkan dari ruang bedah
mungkin tidak merasakan nyeri saat melihat pertandingan sepak bola di televisi,
tapi nyeri akan dirasakan lagi pada saat pertandingan itu sudah selesai.
8. Hypnosis
Hypnosis digunakan untuk memfokuskan konsentrasi dan meminimalisir distraksi.
9. Relaksasi
Macam-macam teknik relaksasi : meditasi, yoga, dan latihan relaksasi progresif.
Teknik ini tidak dilakukan pada pasien yang nyeri akut karena ketidakmampuan
berkonsentrasi. Latihan relaksasi progresif mencakup latihan control nafas,
kontraksi, dan relaksasi otot.
D. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian nyeri akurat penting untuk upaya penatalaksanaan nyeri yang
afektif. Karena nyeri merupakan pengalaman yang subjektif dan dirasakan secara
berbeda pada masing-masing individu, maka perawat perlu mengkaji semua factor
yang mempengaruhi nyeri, seperti factor fisiologis, psikologis, perilaku, emosional,
dan sosiokultural. Pengkajian nyeri terdiri atas dua komponen utama, yakni (a) riwayat
nyeri untuk mendapatkan data dari klien dan (b) observasi langsung pada respon
perilaku dan fisiologis klien. Tujuan pengkajian adalah untuk mendapatkan
pemahaman objektif terhadap pengalaman subjek. Pengkajian dapat dilakukan dengan
cara PQRST :
P (pemicu) yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri.
Q (quality) dari nyeri, apakah rasa tajam, tumpul atau tersayat.
R (region) yaitu daerah perjalanan nyeri.
S (severty) adalah keparahan atau intensits nyeri.
T (time) adalah lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri.
a. Riwayat Nyeri
Saat mengkaji riwayat nyeri, perawat sebaiknya memberikan klien kesempatan
untuk mengungkapkan cara pandang mereka terhadap nyeri dan situasi tersebut
dengan kata-kata mereka sendiri. Langkah ini akan membantu perawt memahami
makna nyeri bagi klien dan bagaimana ia berkoping terhadap aspek, antara lain :
1. Lokasi
2. Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien menunjukkan area
nyerinya. Pengkajian ini biasanya dilakukan dengan bantuan gambar tubuh. Klien
biasanya menandai bagian tubuhnya yang mengalami nyeri. Ini sangat
bermanfaat, terutama untuk klien yang memiliki lebih dari satu sumber nyeri.
3. Intensitas Nyeri
4. Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah dan terpercaya
untuk menentukan intensitas nyeri pasien. Skala nyeri yang paling sering
digunakan adalah rentang 0-5 atau 0-10. Angka “0” menandakan tidak nyeri sama
sekali dan angka tertinggi menandakan nyeri “terhebat” yang dirasakan klien.
Intensitas nyeri dapat diketahui dengan bertanya kepada pasien melalui skala nyeri
wajah, yaitu Wong-Baker FACES Rating Scale yang ditujukan untuk klien yang
tidak mampu menyatakan intensitas nyerinya melalui skala angka. Ini termasuk
anak-anak yang tidak mampu berkomunikasi secara verbal dan lan sia yang
mengalami gangguan komunikasi.
Keterangan
0: Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan (secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik).
4-6 : Nyeri sedang (secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskribsikan nyeri, dapat mengikuti
perintah dengan baik).
7-9 : Nyeri berat (secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri,
tidak dapat mendeskripsikan nyeri, tidak dapat diatasi dengan alih posisi, napas
panjang dan distraksi.
10 :Nyeri sangat berat (klien sudah tidak bisa berkomunikasi.
5. Kualitas Nyeri
Terkadang nyeri bisa terasa seperti “dipukul-pukul” atau “ditusuk-tusuk”. Perawat
perlu mencatat kata-kata yang digunakan klien untuk menggambarkan nyerinya
sebab informasi yang akurat dapat berpengaruh besar pada diagnosis dan etiologi
nyeri serta pilihan tindakan yang diambil.
6. Pola
Pola nyeri meliputi: waktu awitan, durasi/lamanya nyeri dan kekambuhan atau
interval nyeri. Karenanya, perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa
lama nyeri berlangsung, apakah nyeri berulang dan kapan nyeri terakhir kali
muncul.
7. Faktor Presipitasi
Terkadang aktivitas tertentu dapat memicumunculnya nyeri. Sebagai contoh:
aktivitas fisik yang berat dapat menimbulkan nyeri dada. Selain itu, faktor
lingkungan (lingkungan yang sangat dingin atau sangat panas), stresor fisik dan
emosional juga dapat memicu munculnya nyeri.
8. Gejala yang menyertai
Gejala ini meliputi: mual, muntah, pusing dan diare. Gejala tersebut bisa
disebabkan oleh awitan nyeri atau oleh nyeri itu sendiri.
9. Pengaruh aktifitas sehari-hari
Dengan mengetahui sejauh mana nyeri mempengaruhi aktivitas harian klien akan
akan membantu perawat memahami persepsi klien tentang nyeri. Beberapa aspek
kehidupan yang perlu dikaji terkait nyeri adalah tidur, nafsu makan, konsentrasi,
pekerjaan, hubungan interpesonal, hubungan pernikahan, aktivitas di rumah,
aktivitas waktu seggang serta status emosional.
10. Sumber koping
Setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda dalam menghadapi nyeri.
Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh oleh pengalaman nyeri sebelumnya atau
pengaruh agama/budaya.
11. Respon afektif
Respon afektif klien terhadap nyeri bervariasi, tergantung pada situasi, derajat
dandurasi nyeri, interpretasi tentang nyeri dan banyak faktor lainnya. Perawat
perlu mengkaji adanya perasaan ansietas, takut, lelah, depresi atau perasaan gagal
pada diri klien.
3. Perencanaan Keperawatan
a) Nyeri Akut
1) Tujuan: Setelah dilakukan selama 1x24 jam tindakan diharapkan nyeri
berkurang.
2) Kriteria hasil:
- Nyeri berkurang
- Ekspresi wajah tenang
- Tanda-tanda vital (TD: 120/80 mmHg, N: 60-100 x/menit, R: 16-20
x/menit).
- Klien dapat istirahat dan tidur normal sesuai dengan usianya.
Intervensi Rasional
Pantau karakteristik nyeri, catatan Variasi penampilan dan perilaku
laporan verbal, petunjuk nonverbal pasien karena nyeri terjadi sebagai
dan respon hemodinamik temuan pengkajian
Ambil gambar lengkap terhadap Nyeri sebagai pengalaman
nyeri dari pasien termasuk lokasi subjektif dan harus digambarkan
dan intensitas lamanya, kualitas( oleh pasien. Bantu pasien untuk
dangkal atau menyebar) dan menilai nyeri dengan
penyebaran membandingkan dengan
Anjurkan pasien untuk melaporkan pengalaman nyeri
nyeri dengan segera Penundaan pelaporan nyeri
Bantu melakukan teknik relaksasi menghambat peredaran
misalnya : nafas dalam perlahan nyeri/memerlukan peningkatan
perilaku distraksi dosis obat. Selain itu nyeri berat
Visualisasi dan bimbingan dapat menyebabkan syok dengan
imajinasi merangsang system syaraf
Periksa tanda-tanda vital sebelum simpatis, mengakibatkan
atau sesudah penggunaan obat kerusakan lanjut dan mengganggu
narkotik diagnostic serta hilangnya nyeri
- Berikan obat analgesic Membantu dalam penurunan
sesuai indikasi persepsi/respon nyeri
Memberikan control situasi,
meningkatkan perilaku positif
Hipotensi/depresi pernafasan dapat
terjadi sebagai akibat pemberian
narkotik
- Membantu proses
penyembuhan pasien
b) Nyeri kronis
1) Tujuan: Setelah dilakukan selama 2x24 jam tindakan diharapkan nyeri
teratasi sebagian.
2) Kriteria hasil:
- Skala nyeri dalam rentang 1-3.
- Raut muka tidak menahan nyeri.
- Klien sudah tidak memegangi area yang nyeri.
Intervensi Rasionalisasi
Catat karakteristik nyeri Mempermudah dalam tindakan
Berikan posisi semi fowler pengobatan kepada klien
Ajarkan teknik relaksasi Membantu memberikan rasa
- Kolaborasi nyaman kepada klienmenambah
pemberian obat analgesic pengetahuan pasien dalam
sesuai dengan indikasi mengurangi rasa nyeri
- Membantu pasien dalam
mengurangi rasa nyeri
4. Evaluasi
Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai kemampuan dalam
merespon rangsangan nyeri, di antaranya hilangnya perasaan nyeri, menurunnya
intensitas nyeri, adanya respon fisiologis yang baik dan pasien mampu melakukan
aktifitas sehari-hari tanpa keluhan nyeri.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 1995. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Doenges,Marilynn E,dkk.1999.Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Keperawatan Pasien.Jakarta:EGC.
Hidayat,A.Aziz Alimul.2008.Pengantar kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika.
Mubarak,Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin.2007.Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori
dan Aplikasi dalam Praktik.Jakarta:EGC.