Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

ENDOMETRIOSIS DAN INFERTILITAS

Rotasi Endokrinologi dan Reproduksi I

Oleh :

dr. Tri Gunawan

Pembimbing : Prof. dr. Djaswadi Dasuki, MPH, Ph.D, Sp.OG (K)

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FK UGM- RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
2014

1
Endometriosis secara konvensional didefinisikan sebagai keberadaan lesi
jaringan atau nodul yang secara histologis mirip dengan endometrium, tetapi
berada di luar uterus.1 Endometriosis merupakan penyumbang utama nyeri
panggul dan subfertilitas, ditandai oleh jaringan seperti endometrium di luar
rahim, terutama pada peritoneum pelvis ,ovarium , dan septum rektovaginal,
selain itu dalam kasus yang jarang terjadi pada diafragma, pleura, dan
pericardium. Endometriosis mempengaruhi 6-10 % dari wanita usia reproduksi
,50 sampai 60 % wanita dan gadis-gadis remaja dengan nyeri panggul, dan sampai
50 % dari wanita dengan infertilitas. Penyakit peritoneal , yang tergantung pada
estrogen untuk pertumbuhannya, berasal dari menstruasi retrograde sel dan
jaringan endometrium yang sensitif dengan hormon steroid, yang menempel pada
permukaan peritoneal dan menimbulkan suatu respon inflamasi. Respon ini
disertai dengan angiogenesis, perlengketan, fibrosis, jaringan parut , infiltrasi
saraf, dan distorsi anatomis, sehingga menimbulkan nyeri dan infertilitas.
Meskipun sebagian besar wanita menstruasi retrograde, tidak semua wanita
dengan menstruasi retrograde menderita endometriosis; wanita yang terkena
mungkin memiliki disfungsi kekebalan tubuh yang mengganggu proses
pembersihan lesi. Sejak endometrioma ovarium klonal dan lesi dapat memiliki
mutasi genetik , mutasi somatik dengan hasil disregulasi pertumbuhan mungkin
juga sebagai etiologi endometriosis. Penyakit di tempat yang jauh mungkin
disebabkan oleh penyebaran lewat getah bening atau hematogen atau metaplastik
transformasi.2

Infertilitas didefinisikan sebagai kegagalan untuk hamil setelah rutin


berhubungan seksual tanpa kondom selama 1 - 2 tahun. Kejadian dan prevalensi
endometriosis tidak dapat secara akurat ditentukan karena ketidakpastian dalam
membuat diagnosis pasti tanpa laparoskopi. Hal ini diduga mempengaruhi wanita
usia reproduksi 5-10%. Di antara mereka perempuan dengan infertilitas, dapat
dideteksi sekitar 30-50% dari semua kasus endometriosis yang ada.

2
APAKAH ENDOMETRIOSIS MENYEBABKAN INFERILITAS ?

Meskipun tidak jarang ditemukan variasi endometriosis pada wanita yang


telah melahirkan, namun ada banyak bukti dalam literatur melibatkan
endometriosis berkontribusi terhadap infertilitas. Ketika saat dilakukan investigasi
pada saat operasi, wanita tidak subur mempunyai kesempatan yang jauh lebih
besar memiliki endometriosis (21%) didibandingkan dengan wanita yang
menjalani sterilisasi (6%). Jika ada keterkaitan antara dismenorea sedang sampai
parah dengan infertilitas, maka 50% kesempatan perempuan memiliki
endometriosis pada penderita dismenorhea.

Penurunan angka kehamilan telah dilaporkan pada wanita dengan


endometriosis yang menjalani In Vitro Fertilization (IVF). Barnhart et al (2002)
dalam meta-analisis dari 22 studi yang dipublishkan menyimpulkan bahwa tingkat
kehamilan hampir setengahnya bila dibandingkan dengan faktor infertilitas tuba.
Donor oosit dari wanita yang menderita endometriosis telah dilaporkan
bahwa angka kehamilannya lebih rendah bila dibandingkan dengan donor yang
sehat.1
Insiden endometriosis pada wanita dengan subfertilitas adalah 20 sampai
30 persen (Waller, 1993). Selain itu, meskipun ada variabilitas luas dilaporkan,
pasien dengan infertilitas tampak memiliki insiden lebih besar memiliki
endometriosis dibandingkan kontrol pasien yang subur (13 sampai 33 persen
versus 4 hingga 8 persen) (D'Hooghe, 2003;Strathy, 1982). Selanjutnya, Matorras
dan rekan (2001) mencatat peningkatan prevalensi infertilitas pada wanita dengan
endometriosis yang parah. Ini mungkin hasil dari adhesi yang disebabkan oleh
endometriosis dan kerusakan oosit pick-up yang normal dan transportasi melalui
tuba falopi. Selain gangguan mekanis ovulasi dan pembuahan, lebih cacat halus
juga tampaknya terlibat dalam patogenesis infertilitas pada wanita dengan
endometriosis. Cacat tersebut termasuk gangguan dalam fungsi ovarium dan
kekebalan tubuh serta implantasi.3
Angka kesuburan pasangan berkisar 15 – 20 % tiap bulan dan menurun
angkanya seiring dengan peningkatan usia pada pasangan wanita. Kesuburan pada

3
wanita yang memiliki endometriosis tanpa diobati sulit diukur, dilaporkan dari
beberapa literatur berkisar 2 – 10%. Operasi pada endometriosis grade III – IV
dapat bermanfaat menangani adhesi pada pelvis sehingga memperbaiki fungsi
reproduksi.4

PATOGENESIS MEKANISME ENDOMETRIOSIS BERHUBUNGAN


DENGAN INFERTILITAS
Penyebab pasti infertilitas tetap sulit dipahami dan kontroversial.
Mekanisme yang mungkin adalah gangguan anatomi atau fisiologis-hormonal,
perubahan kimia atau imunologi. Semua aspek reproduksi proses perkembangan
oosit, proses ovulasi, pembuahan, kualitas embrio dan implantasi telah dilaporkan
terpengaruh oleh endometriosis. Beberapa sitokin, interleukin, oksidatif penanda
stres, marker adhesi selular dan imunomodulator sedang diselidiki untuk
memecahkan kode peran misterius dari endometriosis dalam menyebabkan
infertilitas. Literatur saat ini menunjukkan mekanisme multifaktorial.1

4
Penyebab mungkin dari infertilitas pada wanita dengan endometriosis antara lain :
 adhesi tuba
 gangguan interaksi gamet
 pengurangan jaringan ovarium yang fungsional (cadangan ovarium) oleh
endometriosis atau operasi
 rendahnya kualitas oosit
 gangguan fertilisaasi
 kualitas embrio yang lebih rendah dengan berkurangnya kemampuan untuk
implantasi
 gangguan implantasi 1
Dari literatur lain menyatakan hipotesis yang menerangkan bahwa endometriosis
menyebabkan infertilitas atau penurunan fekunditas masih kontroversi dan banyak
diperdebatkan meskipun sudah banyak penelitian yang berusaha menjawab
pertanyaan tersebut. Beberapa mekanisme yang diduga berkaitan dengan
infertilitas pada wanita endometriosis adalah sebagai berikut
 Distorsi struktur anatomi organ pelvis.
Terjadinya adesi pelvis berperan penting dalam infertilitas melalui
mekanisme gangguan pelepasan ovum, blokade transpor sperma ke cavum
peritonei dan menghambat tubal pickup oocyt, motilitas tuba dan patensi tuba.
 Perubahan Fungsi Peritoneal

5
Banyak penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan endometriosis
memiliki peningkatan volume cairan peritoneal, serta peningkatan konsentrasi
prostaglandin, protease, dan sitokin termasuk sitokin inflamasi seperti IL-1,
IL-6, dan TNFa, dan sitokin angiogenik, seperti IL-8 dan VEGF diproduksi
oleh makrofag. Beberapa studi juga telah menunjukkan peningkatan
konsentrasi sitokin inflamasi dalam serum wanita dengan endometriosis,
menyiratkan bahwa endometriosis dapat menyebabkan peradangan sistemik.
Adanya inhibitor penangkap ovum yang mencegah interaksi cumulus fimbria
telah dilaporkan dalam cairan peritoneal hamster yang diinduksi
endometriosis. Perubahan ini mungkin memiliki efek buruk pada oosit,
sperma, embrio, atau fungsi tuba fallopi.
 Perubahan fungsi hormonal dan cell-mediated
Antibodi IgG, IgA dan limfosit dapat meningkat pada endometrium wanita
dengan endometriosis. Kelainan ini dapat mengubah penerimaan
endometrium atas implantasi embrio. Autoantibodi terhadap antigen
endometrium dilaporkan meningkat pada beberapa wanita dengan
endometriosis.
 Kelainan endokrin dan ovulasi
Diduga terdapat perubahan hormonal dan fungsi ovarium pada wanita
endometriosis yang meliputi the luteinized unruptured follicle syndrome,
luteal phase dysfunction dan abnormal follicular growth. Namun dugaan ini
tidak didukung dengan bukti yang valid. Banyak kemungkinan yang dapat
dimunculkan, mulai dari pengaruh folikulogenesis, disfungsi ovulasi,
hiperprolaktinemia, defek fase luteal, accelereratad ovum transport,
spermphagocytosis, impaired fertilization sampai embriotoksisitas pada saat
awal perkembangan embrio.
 Gangguan implantasi
Beberapa peneltian sudah dilakukan untuk mempelajari kaitan endometriosis
dengan implantasi. Berkurangnya ekspresi αvβ integrin suatu molekul adesi
selama implantasi terjadi pada beberapa wanita endometriosis. Pada
penelitian lainnnya, pada wanita infertil dengan endometriosis terdapat

6
penurunan kadar enzim yang terlibat dalam endometrial ligand untuk L-
section (suatu protein yang melapisi trofoblas pada permukaan blastocyst).
Pada penelitian lain dikatakan bahwa reseptivitas endometrial pada pasien
endometriosis tidak ada gangguan, diduga menurunnya angka implantasi
berhubungan dengan kualitas oocyt dan embrio serta menurunkan kualitas
zona pellucida sehingga sehingga menghambat proses hatching.
 Kualitas oosit dan embrio
Infertilitas pada wanita dengan endometriosis mungkin berhubungan dengan
perubahan dalam folikel, kualitas oosit yang rendah dan selanjutnya
embriogenesis, atau penurunan penerimaan endometrium saat implantasi.
Teori ini didukung oleh temuan perubahan konsentrasi progesteron dan
sitokin dalam cairan folikel dari wanita dengan endometriosis. Kelainan oosit
dan kualitas embrio telah digambarkan pada wanita dengan endometriosis.
Embrio yang berasal dari wanita dengan endometriosis berkembang lebih
lambat dibandingkan embrio yang berasal dari wanita dengan kelainan tuba.
Juga, dalam donasi siklus oosit, wanita dengan endometriosis sedang sampai
berat yang menerima oosit dari perempuan bebas penyakit tampaknya terlihat
penerimaan endometrium yang normal dan angka terjadinya kehamilan.
Sebaliknya, ketika oosit dari wanita dengan endometriosis ditransfer ke
wanita tanpa endometriosis, keberhasilan implantasi lebih rendah dan kualitas
embrio menurun. Lebih lanjut studi diperlukan untuk menentukan apakah
tingkat kehamilan lebih rendah pada penerima yang menerima oosit dari
donor dengan atau tanpa endometriosis.
 Abnormal transportasi uterotubal
Telah dikemukakan bahwa wanita dengan endometriosis menunjukkan
penurunan kapasitas transportasi uterotubal fisiologis dibandingkan dengan
subyek kontrol. Pada wanita dengan tuba paten dan endometriosis,
penyelidikan lebih lanjut menggunakan hysterosalpingoscintigraphy (HSSG)
menemukan transportasi yang abnormal (kontralateral ke folikel dominan
atau transportasi yang gagal total) pada 64% pasien dibandingkan dengan

7
32% dari pasien dalam kelompok kontrol dengan diagnosis infertilitas laki-
laki. Temuan ini harus dikonfirmasi oleh peneliti lain.4

DIAGNOSIS DAN STAGING ENDOMETRIOSIS


Anamnesis
Berdasarkan keluhan pasien, endometriosis dapat menyebabkan gejala berikut:
● dismenorea berat
● dispareunia
● nyeri panggul kronis
● nyeri saat ovulasi
● gejala siklis atau perimenstrual, seperti keluhan pada organ usus atau kandung
kemih, dengan atau tanpa perdarahan abnormal atau nyeri
● infertilitas
● fatique
● dyschezia (nyeri pada defekasi).
Namun demikian, gejala- gejala tersebut belum memastikan suatu
endometrisis karena setiap gejala dapat disebabkan oleh penyebab yang lain dan
ditemukan juga sejumlah endometriosis asimptomatis.
Pemeriksaan Fisik
1) Palpasi abdomen
Palpasi abdomen biasanya normal, tetapi dapat ditemukan nyeri pelvis,
uterus retroflesi terfiksasi, ligamentum uterosakral nyeri atau pembesaran
ovarium (kista coklat).
2) Pemeriksaan ginekologis
Pemeriksaan dalam mungkin dapat menunjukkan adanya indurasi
ligamentum uterosakral atau adanya nodul di cavum Douglas atau septum
rektovagina, atau pembesaran ovarium dapat menyebabkan terjadinya kista
endometriotik. Lesi dapat juga terlihat di vagina atau serviks atau dapat juga
pemeriksaan tidak ditemukan apa-apa.5
Meskipun palpasi organ panggul dapat membantu dalam diagnosis,
sensitivitas dan spesifisitas nyeri panggul dalam mendeteksi endometriosis

8
menampilkan rentang dan variasi yang luas 36-90 persen dan 32 sampai 92
persen, masing-masing (Chapron, 2002; Eskenazi, 2001; Koninckx, 1996;
Ripps,1992).3
Pemeriksaan Penunjang
 Pelvic ultrasound transvaginal meskipun terbatas oleh ketidakspesifikannya,
namun sangat berguna dalam mendeteksi endometrioma (kista coklat) dan
monitoring ukuran endometrioma terhadap respon terapi.

 CT scan dan MRI panggul adalah alat diagnostik non-bedah yang digunakan
untuk mengidentifikasi keberadaan dan lesi infiltasi dalam. Ini terutama
berguna dalam mendeteksi keterlibatan usus dan ureter.
Dibandingkan dengan laparoskopi, MRI memiliki keterbatasan sebagai alat
diagnosis untuk endometriosis.7
 Gold standard untuk diagnosis tetap visualisasi langsung lesi endometrium
menggunakan laparoskopi, idealnya dengan histopatologi konfirmasi dengan
biopsi dari eksisi jaringan endometriosis. Lesi klasik merah, serbuk biru-
hitam, putih atau patch nonpigmentasi.1

9
Organ panggul dan peritoneum pelvis adalah lokasi khas untuk
endometriosis. Penampakan lesi ini dengan laparoskopi adalah warna
bervariasi dan dapat merah (red, merah-merah muda), putih (putih atau
kuning-coklat), dan hitam (hitam atau hitam-biru). Lesi gelap berpigmen oleh
deposisi hemosiderin dari debris menstruasi yang terjebak. Lesi putih dan
merah yang paling biasanya berkorelasi dengan temuan histologis
endometriosis (Jansen, 1986). Selain perbedaan warna, lesi endometriosis
mungkin berbeda secara morfologi. Lesi endometriosis mungkin dangkal atau
sangat mungkin dalam menginfiltrasi peritoneum atau organ panggul.3

 Pemeriksaan histologi yang positif mengkonfirmasi diagnosis, tetapi


pemeriksaan histologi negatif tidak menyingkirkan endometriosis. Pada kasus
endometrioma ovarium ( diameter > 3 cm) dan endometriosis yang
menginfiltrasi dalam, pemeriksaan histologi sebaiknya dilakukan untuk
mengidentifikasi endometriosis dan menyingkirkan keganasan.5
 Serum CA 125 mungkin meningkat pada endometriosis. Namun, kinerja tes
ini dalam mendiagnosis semua tahap penyakit terbatas dengan perkiraan
sensitivitas hanya 28% dan spesifisitas 90%. Dibandingkan dengan

10
laparoskopi, penilaian kadar serum CA 125, tidak memiliki nilai sebagai alat
diagnostik (rekomendasi Grade A).1
Endometriosis merupakan kelainan yang disebabkan oleh inflamasi. Sitokin,
interleukin, dan TNF-α mempunyai peran dalam pathogenesis endometriosis.
Hal ini dilihat dari meningkatnya sitokin dalam cairan peritoneal pada pasien
dengan endometriosis. Pemeriksaan IL-6 telah digunakan untuk membedakan
wanita dengan atau tanpa endometriosis, dan untuk mengidentifikasi derajat
dari endometriosis.
Pada penelitian yang dilakukan pada 95 wanita, yang dibagi dalam kelompok
kontrol (30 orang), dan kelompok pasien dengan endometriosis (65) yang
terbagi dalam 2 derajat nyeri yaitu, ringan-sedang (MM) dan berat (MS),
didapatkan bahwa serum IL-6 dan TNF-α secara signifikan meningkat pada
pasien dengan endometriosis dibandingkan dengan kontrol (P < 0,001).
Serum IL-6 dan TNF-α secara signifikan meningkat pada pasien dengan
endometriosis MM, dibandingkan dengan pasien kontrol (P < 0,001) dan
dengan pasien endometriosis derajat MS (P < 0,006). Sedangkan serum CA-
125, Hs-CRP dan VEGF secara signifikan meningkat pada pasien dengan
endometriosis dengan endometriosis derajat MS dibandingkan dengan pasien
derajat MM (P <0,01). Sehingga dapat disimpulkan bahwa IL-6 dan TNF-α
merupakan penanda yang baik untuk diagnosis endometriosis gejala ringan-
sedang, karena penanda tersebut meningkat pada derajat awal endometriosis.
Sedangkan CA125, Hs-CRP dan VEGF secara signifikan meningkat pada
kasus yang sudah lama terjadi, sehingga tidak dapat digunakan untuk
mendiagnosis kasus baru endometriosis. Pada peneliatian ini, pemeriksaan
dilakukan pada sampel darah yang diambil dari pasien pada saat puasa dan
fase folekuler (hari ke 5-10), dan sampel cairan peritoneum yang diambil dari
kavum douglas.6

Differential Diagnosis

11
Gejala-gejala endometriosis tidak spesifik dan mungkin mirip banyak proses
penyakit. Karena endometriosis adalah diagnosis bedah, beberapa diagnosis lain
mungkin dipertimbangkan sebelum eksplorasi bedah.3

Pembagian derajat dan lokasi lesi endometriosis


Sistem klasifikasi untuk endometriosis pertama kali dibuat oleh American
Fertility Society (AFS) pada tahun 1979, yang kemudian berubah nama menjadi
ASRM pada tahun 1996, klasifikasi ini kemudian direvisi oleh AFS tahun 1985.
Revisi ini memungkinkan pandangan tiga dimensi dari endometriosis dan
membedakan antara penyakit superfisial dan invasif. Sayangnya, penelitian-
penelitian menunjukkan bahwa kedua klasifikasi ini tidak memberikan informasi
prognostik.
Pada tahun 1996, dalam usaha untuk menemukan hubungan lebih lanjut
penemuan secara operasi dengan keluaran klinis, ASRM lalu merevisi sistem
klasifikasinya, yang dikenal dengan sistem skoring revised-AFS (r-AFS). Dalam
sistem ini dibagi menjadi empat derajat keparahan, yakni:
Stadium I (minimal) : 1-5
Stadium II (ringan) : 6-15
Stadium III (sedang) : 16-40
Stadium IV (berat) : >40

12
Walaupun tidak ada perubahan staging dari klasifikasi tahun 1985, sistem
klasifikasi tahun 1996 memberikan deskripsi morfologi lesi endometriosis, yakni
putih, merah, dan hitam. Modifikasi ini didasarkan dari beberapa penelitian yang
menunjukkan bahwa terjadi beberapa aktivitas biokimia di dalam implan dan
mungkin prognosis penyakit dapat diprediksi melalui morfologi implan.

13
Menurut ASRM, Endometriosis dapat diklasifikasikan kedalam 4 derajat
keparahan tergantung pada lokasi, luas, kedalaman implantasi dari sel
endometriosis, adanya perlengketan, dan ukuran dari endometrioma ovarium.

Klasifikasi Enzian score dapat juga digunakan sebagai instrumen untuk


mengklasifikasikan endometriosis dengan infiltrasi dalam, terutama difokuskan
pada endometriosis bagian retroperitoneal yang berat. Pada penelitian ini,
didapatkan 58 pasien yang menurut Enzian Score diklasifikasikan sebagai

14
endometriosis dengan infiltrasi dalam, namun pada AFS revisi tidak didiagnosis
demikian.6

EVIDENCE BASED PENANGANAN ENDOMETRIOSIS KAITANNYA


DENGAN INFERTILITAS
Beberapa pilihan pengobatan yang tersedia untuk penanganan infertilitas pada
wanita dengan endometriosis.

15
Managemen expectant pada endometriosis
Fekunditas wanita dengan endometriosis menurun dibandingkan dengan wanita
yang tidak endometriosis. Fekunditas adalah probabilitas seorang wanita untuk
melahirkan bayi hidup setiap bulannya. Pada pasangan normal, fekunditas
berkisar antara 0,15-0,20 per bulan dan angka ini menurun sesuai dengan
bertambahnya usia. Pada wanita dengan endometriosis yang tidak diterapi angka
fekunditas bulanan adalah 0,02 – 0,10.
Penelitian pada wanita yang ditemukan lesi endometriotik pada laparoskopi
diagnostik yang secara acak diterapi secara bedah atau dilakukan menejemen
ekspektatif menunjukkan rerata kehamilan kumulatif yang meningkat secara
signifikan pada pasien yang menjalani terapi. Hal ini menunjukkan bahwa lesi
yang ringan sekalipun dapat mempengaruhi proses reproduksi.1

Pengobatan Medis pada Endometriosis


Pengobatan medis endometriosis melibatkan penekan kadar estrogen /
progesteron. Berdasarkan atas mekanisme kerjanya obat ini dapat diklasifikasikan
dalam 3 kategori. Meskipun terapi medis membantu dalam mengurangi keparahan
rasa sakit dan gangguan haid berhubungan dengan endometriosis, namun ini tidak
terbukti efektif dalam pengobatan infertilitas.
Umumnya penggunaan obat penekanan ovulasi telah diketahui menyebabkan efek
samping yang signifikan seperti berat badan meningkat, hot flushes dan tulang
keropos.1
Sebuah meta-analisis yang besar dari randomized trials mengevaluasi penggunaan
obat supresi ovarium dengan kontrasepsi oral kombinasi, Agonis GnRH,
medroxyprogesterone asetat, atau danazol dibandingkan dengan plasebo atau

16
tanpa pengobatan pada wanita dengan berbagai tahap endometriosis tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan pada kehamilan spontan atau angka
kelahiran hidup. Dengan demikian, obat obat ini tidak dianjurkan untuk
pengobatan infertilitas dan tidak harus menunda untuk melakukan terapi
kesuburan yang efektif.2

Rekomendasi : Penekanan fungsi ovarium untuk meningkatkan kesuburan pada


endometriosis yang mild tidak efektif. Tidak ada bukti yang efektif pada
endometriosis lebih parah ( rekomendasi grade A).5

Manajemen Operasi
Ketika endometriosis menyebabkan distorsi mekanis panggul, operasi biasanya
diindikasikan untuk mengembalikan normal anatomi panggul. Namun, tidak ada
studi RCT yang dapat memberikan jawaban pasti apakah operasi meningkatkan
angka kehamilan.
Laparoscopy adalah teknik bedah yang lebih disukai karena risiko 40% lebih
rendah dibandingkan laparotomi. Tujuan operasi adalah untuk menghilangkan lesi
endometriosis sebanyak mungkin, mengembalikan anatomi normal dengan
adhesiolisis dan mengoptimalkan ovarium, pelestarian dan integritas tuba. Eksisi
atau kistektomi lebih disukai daripada fenestration, drainase atau ablasi lapisan
kista untuk pengobatan suatu endometrioma.
Ada beberapa sarana dan prasarana yang digunakan dalam operasi endoskopi
seperti elektrokauter (mono atau bipolar), laser CO2, laser fiber (KTP, argon, Nd
YAG), laser dioda, pisau bedah harmonic atau coagulator termal Helica. Tidak
ada perbedaan yang signifikan untuk angka kehamilan dengan menggunakan
sarana dan prasarana yang berbeda.1

17
Pada wanita dengan endometriosis grade III/IV yang tidak memiliki faktor
infertilitas lainnya pengobatan bedah konservatif dengan laparoskopi dan
kemungkinan laparotomi dapat meningkatkan kesuburan, kemungkinan
konsekuensi yang merugikan adalah hilangnya korteks ovarium yang sehat.
Setelah operasi infertilitas yang pertama, operasi tambahan jarang meningkatkan
kehamilan, dan pasien ini mungkin lebih baik ditangani dengan menggunakan
teknologi bantuan reproduksi (ART).4

Rekomendasi
 Ablasi lesi endometriosis ditambah adhesiolisis untuk meningkatkan
kesuburan pada endometriosis yang ringan-minimal lebih efektif
dibandingkan dengan laparoskopi diagnostik saja ( rekomendasi grade A )
 Peran operasi dalam meningkatkan angka kehamilan untuk endometriosis
moderat tidak pasti ( rekomendasi grade B )
 Tidak ada konsensus universal, tetapi umumnya kistektomi untuk
endometrioma ovarium dianggap lebih baik daripada drainase dan
koagulasi (rekomendasi grade A) dan memiliki sedikit kesempatan
kekambuhan.5

Kombinasi Terapi Medis & Bedah


Bedah dikombinasikan dengan terapi medis pra dan pasca operasi merupakan
bidang yang berkembang dari aplikasi pengobatan. Secara teoritis, obat pra
operasi dapat mengurangi peradangan, vaskularisasi, dan ukuran implantasi
endometriosis, membuat operasi lebih cepat, lebih mudah dan lebih sedikit
trauma, dan berpotensi untuk pemberantasan penyakit secara lengkap dan
penurunan risiko adhesi pasca operasi. Namun, kelemahan dari terapi kombinasi
antara lain biaya obat, efek samping, dan regresi sementara fokus endometrial
memungkinkan untuk tak terdeteksi saat laparoskopi dan ablasi.1
Terapi medis pasca operasi telah dianjurkan sebagai cara untuk memberantas sisa
endometriosis pada pasien dengan penyakit yang luas dimana reseksi semua
endometriosis tidak mungkin atau tidak bisa dilakukan. Terapi hormonal

18
pascaoperasi juga dapat mengobati “microscopic disease”, namun, tidak ada
bukti dari terapi tersebut di atas dalam meningkatkan kesuburan.4

Rekomendasi
 Dari data Cochrane review 2007 mengatakan tidak ada manfaat dari
penekanan hormonal sebelum atau setelah surgery.
 Pendapat mengenai terapi medis pra-bedah masih kontroversial. Dalam
beberapa laporan terapi medis pra-bedah medis menunjukkan peningkatan
yang signifikan terhadap tingkat kehamilan.
 Obat supresi hormonal pasca bedah tidak memberikan keuntungan pada
kejadian kehamilan setelah pembedahan. (rekomendasi grade A)

Combined Ovarian Stimulation (COS) dengan atau tanpa Intrauterine


Insemination (IUI)
 Beberapa RCT menunjukkan tingkat kehamilan secara signifikan lebih tinggi
penanganan dengan COS & IUI dibandingkan tanpa penanganan COS dan
IUI. Namun adanya endometriosis terbukti mengurangi efektivitas
pengobatan IUI sekitar setengahnya (OR 0,45), jika dibandingkan dengan
perlakuan yang sama pada wanita tanpa adanya endometriosis.
 Secara umum, pengobatan berulang dengan COS dan IUI menunjukkan efek
datar atau menetap setelah 3-4 siklus, karena itu pasien harus dinasihati untuk
beralih ke IVF setelah 3-4 siklus.
 IUI ditambah gonadotrophin telah terbukti secara signifikan meningkatkan
tingkat kelahiran hidup pada setidaknya dua RCT. Satu RCT melaporkan
29% tingkat kelahiran hidup dengan IUI dan gonadotrophin dibandingkan 8%
dengan tanpa pengobatan. RCT cross-over menemukan bahwa alternatif
penanganan dengan gonadotrophin ditambah IUI memiliki angka kehamilan
19% dibandingkan 0% dengan IUI saja.1 Pada RCT cross-over yang lain
antara pasien dengan infertilitas yang tidak bisa dijelaskan atau pada
endometriosis yang dikoreksi dengan pembedahan, tingkat kehamilan per
siklus secara signifikan lebih tinggi dengan empat siklus clomiphene citrate /

19
IUI dibandingkan dengan empat siklus hubungan seks yang dijadwalkan
(masing-masing 9,5% vs 3,3%).4
Rekomendasi
 Pengobatan dengan IUI meningkatkan angka kesuburan pada endometriosis
minimal - ringan. IUI dengan stimulasi ovarium efektif tetapi peran IUI tanpa
stimulasi tidak pasti (rekomendasi grade A).1

Assisted Reproduction Techniques (ART)


In Vitro Fertilization (IVF) adalah terapi yang tepat, terutama jika fungsi tuba
terganggu, jika juga ada faktor infertilitas dari laki-laki dan / atau dengan terapi
lain gagal (rekomendasi grade B).1 Sebuah laporan baru dari hasil in vitro
fertilization embrio transfer (IVFET) di Amerika Serikat menunjukkan bahwa
secara keseluruhan tingkat persalinan pada wanita infertil berkisar 44,6% pada
mereka yang berusia di bawah 35 tahun menjadi 14,9% pada mereka yang berusia
41 - 42 tahun. Rata-rata angka persalinan untuk semua diagnosis adalah 33,2%,
dibandingkan dengan 39,1% pada wanita dengan endometriosis.4
Namun, meta-analisis dari penelitian yang dipublikasikan menunjukkan bahwa
tingkat kehamilan IVF lebih rendah pada pasien dengan endometriosis
dibandingkan pada mereka dengan infertilitas karena tuba. Review termasuk 22
studi, yang terdiri dari 2.377 siklus pada wanita dengan endometriosis dan 4383
pada wanita tanpa penyakit. Setelah disesuaikan untuk variabel pengganggu, ada
35% pengurangan kesempatan untuk mendapatkan kehamilan (OR 0.63).
Parameter hasil lainnya seperti tingkat fertilisasi, implantasi rate, rata-rata jumlah
oosit yang diambil dan puncak konsentrasi estradiol juga secara signifikan lebih
rendah pada kelompok endometriosis.
Meskipun kedua protokol GnRH antagonis dan GnRH-analog untuk IVF / ICSI
sama-sama efektif dalam hal implantasi dan angka kehamilan secara klinis, GnRH
analog lebih disukai.
Penggunaan jangka lama (3-6 bulan) sebelum IVF pada kelompok pasien dengan
proporsi cukup tinggi untuk diklasifikasikan sebagai endometriosis moderate -
severe, menunjukkan angka kehamilan lebih tinggi (rekomendasi kelas A).1

20
Apakah pembedahan untuk endometrioma sebelum ART disarankan atau
tidak ?

Kehadiran kista endometriosis pada wanita yang menjalani ART seharusnya


memiliki pengaruh negatif terhadap hasil meskipun dari literatur jauh dari
konsisten mengenai poin ini. Keuntungan dari operasi harus dipertimbangkan
terhadap kerugian akan hilangnya jaringan ovarium berisikan folikel yang melekat
dengan kista.1
Salah satu studi kasus-kontrol yang melibatkan 189 pasien menemukan bahwa
laparoskopi kistektomi sebelum memulai siklus IVF tidak meningkatkan hasil
kesuburan. Sebuah retrospektif kedua membandingkan 171 subyek dengan
endometrioma atau faktor tuba juga menyimpulkan bahwa aspirasi endometrioma
sebelum controlled ovarian stimulation (COS) tidak meningkatkan jumlah folikel
dengan ukuran > 17 mm, jumlah metafase II oositl, atau angka kehamilan secara
klinis. Pada saat yang sama, pengobatan bedah konservatif pada pasien tanpa
gejala tidak memperbaiki angka keberhasilan IVF atau ICSI. Dengan demikian,
sampai saat ini, bukti menunjukkan bahwa operasi tidak menguntungkan pada
wanita asimtomatik dengan endometrioma sebelum jadwal IVF / ICSI. Namun,
tidak ada penelitian yang mengevaluasi dampak ukuran endometrioma terhadap
keberhasilan terapi. Dalam setiap tindakan manfaat dan risiko harus
dipertimbangkan oleh dokter. Kemungkinan manfaat dari tindakan bedah sebelum
IVF, terutama untuk endometrioma besar, termasuk pencegahan kemungkinan
pecahnya endometrioma, deteksi adanya keganasan (terutama dalam sebuah
pandangan besar studi yang menyatakan hubungan antara endometriosis dan
kanker ovarium tertentu), menghindari kontaminasi cairan folikel dengan konten
endometrioma, dan pencegahan dari perkembangan endometriosis. Sedangkan
kerugian operasi termasuk trauma bedah, komplikasi bedah, biaya, potensi
penurunan respon ovarium, dan kurangnya bukti untuk meningkatkan angka
kehamilan IVF.4
Rekomendasi

21
 Pedoman NICE 2004  jika endometrioma <3 cm dengan jumlah yang wajar
dari stroma ovarium yang normal dan folikel antral  dibiarkan saja dan IVF
dilakukan.
 ASRM-2006  jika endometrioma bilateral dengan besar ≥ 4 cm
dipertimbangkan untuk dilakukan bedah eksisi sebelum IVF / ICSI.
 RCOG Pedoman No 24  laparoskopi kistektomi sebelum IVF
direkomendasikan untuk endometrioma diameter ≥ 4 cm. Pasien harus diberi
konseling mengenai risiko berkurangnya fungsi ovarium setelah operasi.
 Pedoman ESHERE 2008  laparoskopi kistektomi pada pasien dengan
endometrioma unilateral diameter antara 3 dan 6 cm sebelum IVF / ICSI
dapat menurunkan respon ovarium tanpa meningkatkan luaran (evidence level
IB).
 Sesuai dengan bukti yang ada, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam
angka kehamilan secara klinis dengan memilih tidak melakukan intervensi
atau dengan medis atau bedah pada wanita dengan endometrioma.

Berdasarkan laporan di atas, ada ketidakcukupan bukti untuk merekomendasikan


terapi bedah endometrioma sebelum csklus IVF / ICSI. Ada pengecualian seperti
nyeri panggul, adanya hidrosalping dan endometrioma yang besar terutama
ketika keraguan adanya hal tersebut, di mana operasi sebelum ART harus
dilakukan.
Aspirasi endometrioma sebelum IVF tetap masih menjadi isu kontroversial.
Secara tradisional telah disarankan untuk menghindari aspirasi karena risiko
infeksi, bagaimanapun, Suganuma et al (2002) membandingkan aspirasi saat
operasi dengan tidak dilakukan aspirasi menemukan tingkat fertilisasi yang lebih
tinggi pada kelompok aspirasi.1

Keputusan diantara wanita infertil dengan endometriosis


Keputusan klinis dalam pengelolaan infertilitas terkait dengan endometriosis sulit
karena banyak keputusan klinis poinnya belum dievaluasi dalam RCT. Selain itu,

22
data pengamatan yang ada saling bertentangan dan mencegah adanya sebuah
kesimpulan yang pasti.
Untuk wanita subur yang diduga menderita endometriosis grade I/II, keputusan
harus dibuat apakah untuk melakukan laparoskopi sebelum menawarkan
pengobatan dengan clomiphene, gonadotropin, atau IVF-ET. Jelas, faktor-faktor
seperti usia wanita, durasi infertilitas, kemampuan untuk menjalani IVF-ET,
riwayat keluarga, dan nyeri panggul harus dipertimbangkan. Karena itu jarang
menemukan endometriosis stadium lanjut pada wanita tanpa gejala (dengan USG
normal), ada kegunaan yang rendah untuk melakukan laparoskopi pada wanita
asimtomatik. Ketika laparoskopi dilakukan, ablasi atau eksisi endometriosis yang
nampak harus dipertimbangkan berdasarkan Level I evidence. Ini harus
dibicarakan secara terbuka dengan pasien ketika merencanakan perawatannya.
Manajemen ekspektan setelah laparoskopi merupakan pilihan bagi wanita yang
lebih muda. Atau, superovulasi dengan IUI dapat ditawarkan, meskipun bukti
menunjukkan bahwa jumlah siklus yang diperlukan untuk mencapai kehamilan
adalah 14.
Usia wanita merupakan faktor penting dalam merencanakan terapi. Setelah usia
35 tahun, ada penurunan yang signifikan dalam kesuburan dan peningkatan angka
keguguran spontan. Kesuburan mungkin akan menurun karena efek samping
tambahan endometriosis dan bertambahnya usia. Akibatnya, pada wanita infertil
dengan endometriosis yang berusia tua, rencana terapi yang lebih agresif baik
dengan SO / IUI atau IVF-ET mungkin alasan yang tepat. Pasien dengan
endometriosis harus diberitahu bahwa dia mungkin memiliki tingkat keberhasilan
yang rendah setelah IVF dibandingkan dengan seorang wanita yang menjalani
IVF untuk indikasi lain, misalnya, infertilitas faktor tuba.
Bagi wanita infertil dengan endometriosis grade III/IV ASRM dan tidak ada
faktor infertilitas lain yang dapat diidentifikasi, operasi konservatif dengan
laparoskopi dan / atau kemungkinan laparotomi atau IVF direkomendasikan.
Meskipun tidak dievaluasi dengan RCT, studi observasi menunjukkan bahwa
terapi bedah meningkat kesuburan pada wanita dengan endometriosis yang parah.

23
Bagi wanita infertil dengan endometriosis stadium III/IV dan sebelumnya telah
melakukan satu atau lebih operasi terkait infertilitas, IVF-ET sering merupakan
pilihan terapi yang lebih baik daripada intervensi bedah lainnya. Dalam satu studi
retrospektif, 23 wanita dengan endometriosis stadium III / IV menjalani IVF-ET
dan 18 wanita menjalani operasi ulangan. Tingkat kehamilan setelah dua siklus
IVF-ET adalah 70%, sedangkan tingkat kehamilan kumulatif adalah 24% dalam 9
bulan pasca operasi ulangan. Jika operasi awal gagal untuk memulihkan
kesuburan pada pasien endometriosis moderate-severe, IVF-ET adalah alternatif
yang efektif.4

RINGKASAN
Berdasarkan bukti yang ada saat ini, penanganan yang tepat endometriosis
kaitannya dengan infertilitas dapat diringkas sebagai berikut di bawah ini:

Penanganan untuk endometriosis tipe minimal – ringan dengan infertilitas


 Ablasi lesi endometriosis ditambah adhesiolisis saat laparoskopi diagnostik
dianjurkan (Grade A Rekomendasi).
 Penekanan fungsi ovarium menggunakan obat (pil OC, agen progestasional,
danazol, GnRH agonis) tidak bermanfaat bagi wanita infertil dan menunda
konsepsi yang potensial (Grade A Rekomendasi).
 Mengingat usia, cadangan ovarium dan termasuk laki-laki dan faktor tuba,
pilihan untuk mencoba secara natural untuk 3-6 siklus dapat ditawarkan
 Pengobatan dengan IUI terbukti meningkatkan kesuburan pada endometriosis
minimal - ringan. Oleh karena itu stimulasi ovarium yang dikendalikan dan
IUI direkomendasikan untuk 3-4 siklus. Jika masih belum terjadi konsepsi
IVF / ICSI harus dianjurkan.
 Pada pasien yang lebih tua, berkurangnya cadangan ovarium atau
berhubungan dengan faktor tuba / laki-laki, terapi secara dini dengan IVF /
ICSI sangat disarankan.

Penanganan untuk endometriosis tipe moderate – berat dengan infertilitas

24
 Terapi medis saja tidak efektif dalam memulihkan kesuburan pada wanita
dengan endometriosis (Grade A rekomendasi).
 Peran operasi dalam meningkatkan angka kehamilan untuk endometriosis tipe
moderat - berat tidak pasti (rekomendasi grade B).
 Laparoskopi kistektomi untuk endometrioma ovarium lebih baik daripada
drainase dan koagulasi (Grade A rekomendasi). Namun, hilangnya jaringan
ovarium yang normal harus diminimalkan.
 Operasi Laparoskopi untuk menilai secara tepat sejauh mana tingkat
keparahan penyakit dan bedah eksisi (drainase dan eksisi dinding pseudo-
kista) sama baiknya dengan ablasi dan adhesiolisis juga harus
dipertimbangkan.
 Peran terapi hormonal sebelum operasi adalah kontroversial.
 Pengobatan hormonal pasca operasi tidak memberikan keuntungan yang
berarti dalam meningkatkan angka kehamilan setelah operasi (Grade A
rekomendasi).
 IVF merupakan pengobatan yang efektif infertilitas pada perempuan tahap ini
dan ini harus ditawarkan pada tahap awal saat cadangan ovarium masih
optimal. Namun, pasien harus dikonseling untuk tingkat keberhasilan yang
lebih rendah terjadinya kehamilan dibandingkan dengan pasien IVF non
endometriosis.
 Pasien muda dengan cadangan ovarium yang baik dan tidak ada faktor laki-
laki atau tuba harus ditawarkan 2-3 siklus COS + IUI sebelum melanjutkan ke
IVF / ICSI.

Penanganan untuk endometriosis tipe severe / deep infiltrating atau endometriosis


berulang diikuti operasi sebelumnya dengan infertilitas
 Pemberian GnRH agonis selama 3-6 bulan dilanjutkan dengan IVF / ICSI
(protokol ultralong) menunjukkan peningkatan angka kehamilan secara klinis
(Grade A Rekomendasi).

25
DAFTAR PUSTAKA
1. Sohani Verma, 2012, Evidence linked treatment for endometriosis associated
infertility,Apollo medicine September 2012 volume 9, Number 3, pp 184-
192.
2. Linda C. Giudice,M.D.,Ph.D., 2010, Endometriosis, The New England
Journal of Medicine, pp 2389-2398.
3. Schorge, Schaffer, Halvorson, Hoffman, Bradshaw, Cunningham, 2010,
Williams Gynecology,Chapter 10 : Endometriosis , pp 225-243.
4. ASRM page, 2012, Endometriosis and Infertility : a Committe Opinion,
Fertility and Sterility Volume 98, No 3 September 2012, American Society
for Reproductive Medicine, Birmingham,Alabama.
5. Green-top Guideline No 24, 2006, The Investigation and Management of
Endometriosis, Royal College of Obstreticians and Gynaecologists.
6. HIFERI Indonesia, Panduan Nasional Pelayanan Kedokteran : Konsensus
Nyeri Endometriosis, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
7. Stephen Kenndey, Agneta Bergqvist, Charles Chapron, Thhomas D’Hooghe,
Gerard Dunselman, Robert Greb, Lone Hummelshoj, Andrew Preentice dan
Ertan Saridogan, ESHRE Guideline for The Diagnosis and Treatment of
Endometriosis, Human Reproduction Vol.20, No.10 pp. 2698–2704.

26

Anda mungkin juga menyukai