Anda di halaman 1dari 18

Nama : Alin Sandra Tfukain

Nim : 1953025

Laporan pendahuluan Dengue Haemorhagic Fever

A. Definisi

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorhagic

fever//DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan

manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disetai leucopenia, ruam,

limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan

plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit) atau

penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock

syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok

(Hendarwanto 2010).

Dengue Haemorhagic Fever adalah penyakit yang menyerang anak dan orang

dewasa yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi berupa demam akut,

perdarahan, nyeri otot dan sendi. Dengue adalah suatu infeksi Arbovirus (Artropod

Born Virus) yang akut ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegepty atau oleh Aedes

Albopictus (Titik Lestari, 2016)

Dengue Hemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

dengue yang ditularkan oleh gigitan nyamuk aedes aegypti dan aedes albopictus. Virus

ini akan mengganggu kinerja darah kapiler dan sistem pembekuan darah, sehingga

mengakibatkan perdarahan-perdarahan. Penyakit ini banyak ditemukan di daerah

1
2

tropis, seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika, termasuk diseluruh pelosok

Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 m diatas

permukaan air laut. Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia

dengan manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat

ditularkan melalui nyamuk (Prasetyono 2012).

B. Etiologi

Pada umumnya masyarakat kita mengetahui penyebab dari Dengue

Haemoragic Fever adalah melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Virus Dengue

mempunyai 4 tipe, yaitu : DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4, yang ditularkan melalui

nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk ini biasanya hidup dikawasan tropis dan berkembang

biak pada sumber air yang tergenang. Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan

DEN-3 serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotip akan menimbulkan antibodi yang

terbentuk terhadap serotipe yang lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan

perlindungan yang memadai terhadap serotipe yang lain tersebut. Seseorang yang

tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama

hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan diberbagai daerah di

Indonesia (Sudoyo dkk. 2010)

Virus Dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap

inaktivitas oleh distiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 700C. Keempat tipe

tersebut telah ditemukan pula di Indonesia dengan tipe DEN 3 yang paling banyak

ditemukan (Hendarwanto 2010).


3

C. Patofisiologi

Virus dengue yang telah masuk ke tubuh akan menimbulkan demam karena

proses infeksi. Hal tersebut akan merangsang hipotalamus sehingga terjadi

termoregulasi yang akan meningkatkan reabsorsi Na dan air sehingga terjadi

hipovolemi, selain itu juga terjadi kebocoran plasma karena terjadi peningkatan

permeabilitas membran yang juga mengakibatkan hipovolemi, syok dan jika tak

teratasi akan terjadi hipoksia jaringan yang dapat mengakibatkan kematian.

Selain itu kerusakan endotel juga dapat mengakibatkan trombositopenia yang

akan mengakibatkan perdarahan, dan jika virus masuk ke usus akan mengakibatkan

gastroenteritis sehingga terjadi mual dan muntah.


4

E. Pathway
5

Derajat Dengue Haemorhagic Fever menurut WHO

1. Derajat 1: demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah uji tourniquet positif

2. Derajat 2 : sama seperti derjat 1, disertai perdarahan spontan dikulit atau

perdarahan lain.

3. Derajat 3 : ditemukan tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan

lembut, tekanan darah menurun (< 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit

dingin, lembab, dan pasien menjadi gelisah.

4. Derajat 4 : syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat

diukur.

F. Manifestasi Klinis

1. Demam dengue

Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua lebih

manifestasi klinis sebagai berikut :

- Nyeri kepala

- Nyeri retro-orbital

- Mialgia / artralgia

- Ruam kulit
6

- Manifestasi perdarahan(petekie atau uji bending positif)

- Leucopenia

- Pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan DD/DBD yang sudah

dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama

2. Demam berdarah dengue

Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah

ini dipenuhi

a. Demam atau riwayat demam akut 2-7 hari, biasanya bersifat bifasik.

b. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa :

- Uji tourniquet positif

- Petekie, ekimosis, atau purpura

- Perdarahan mukosa (epitaksis, perdarahan gusi), saluran cerna,tempat bekas

suntik.

- Hematemesis atau melena

c. Trombositopenia <100.00/ul

d. Kebocoran plasma yang ditandai dengan:

- Peningkatan nilai hematokrit ≥20% dari nilai baku sesuai umur dan jenis

kelamin.

- Penurunan nilai hematokrit ≥20% setelah pemberian cairan yang adekuat

e. Tanda kebocoran plasma seperti :

- Hipoproteinemia

- Asites

- Efusi pleura
7

3. Sindrom syok dengue

Seluruh kriteria DBD diatas ditandai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu:

- Penurunan kesadaran, gelisah

- Nadi cepat, lemah

- Hipotensi

- Tekanan darah turun <20mmHg

- Perfusi perifer menurun

- Kulit dingin, lembab.

(Wiwik dan Hariwibowo, 2008)

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Darah

a. Pada kasus DHF yang dijadikann pemeriksaan penunjang yaitu menggunakan

darah atau disebut lab serial yang terdiri dari hemoglobin, PCV, dan trombosit.

Pemeriksaan menunjukkan adanya tropositopenia (100.000 / ml atau kurang)

dan hemotoksit sebanyak 20% atau lebih dibandingkan dengan nilai hematoksit

pada masa konvaselen.

b. Hematokrit meningkat > 20 %, merupakan indikator akan timbulnya renjatan.

Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis pasti pada DHF

dengan dua kriteria tersebut ditambah terjadinya trombositopenia,

hemokonsentrasi serta dikonfirmasi secara uji serologi hemaglutnasi (Brasier

dkk 2012).
8

c. Leukosit menurun pada hari kedua atau ketiga

d. Hemoglobin meningkat lebih dari 20 %

e. Protein rendah

f. Natrium rendah (hiponatremi)

g. SGOT/SGPT bisa meningkat

h. Asidosis metabolic

i. Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan

2. Urine

Kadar albumin urine positif (albuminuria) (Vasanwala, 2012) Sumsum tulang pada

awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi hiperseluler pada hari ke 5 dengan

gangguan maturasi dan pada hari ke 10 sudah kembali normal untuk semua system

3. Foto Thorax

Pada pemeriksaan foto torax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya posisi lateral

dekubitus kanan (pasien tidur disisi kanan) lebih baik dalam mendeteksi cairan

dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.

4. USG

Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai dan dijadikan pertimbangan karena tidak

menggunakan sistem pengion (sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus berbagai organ

pada abdomen. Adanya acites dan cairan pleura pada pemeriksaan USG dapat

digunakan sebagai alat menentukan diagnosa penyakit yang mungkin muncul lebih

berat misalnya dengan melihat ketebalan dinding kandung empedu dan penebalan

pankreas

5.Diagnosis Serologis
9

a. Uji Hemaglutinasi (Uji HI)

Tes ini adalah gold standart pada pemeriksaan serologis, sifatnya sensitif

namun tidak spesifik. Artinya tidak dapat menunjukkan tipe virus yang

menginfeksi. Antibodi HI bertahan dalam tubuh lama sekali (<48 tahun)

sehingga uji ini baik digunakan pada studi serologi epidemiologi. Untuk

diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x lipat dari titer serum akut atau

tinggi (>1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap sebagai

pesumtif (+) atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi

(Vasanwala dkk. 2012).

b. Uji komplemen Fiksasi (uji CF)

Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit dan butuh

tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi bertahan beberapa tahun

saja (sekitar 2-3 tahun).

c. Uji Neutralisasi Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue. Dan

biasanya memakai cara Plaque Reduction Neutralization Test (PNRT)

(Vasanwala dkk. 2012)

d. IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)

Banyak sekali dipakai, uji ini dilakukan pada hari ke 4-5 infeksi virus dengue

karena IgM sudah timbul kemudian akan diikuti IgG. Bila IgM negatif maka

uji harus diulang. Apabila sakit ke-6 IgM masih negatif maka dilaporkan

sebagai negatif. IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2-3 bulan setelah

adanya infeksi (Vasanwala dkk. 2012)

e. Identifikasi Virus
10

Cara diagnostik baru dengan reverse transcriptase polymerase chain reaction

(RTPCR) sifatnya sangat sensitif dan spesifik terhadap serotype tertentu, hasil

cepat dan dapat diulang dengan mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA

dari specimen yang berasal dari darah, jaringan tubuh manusia, dan nyamuk

(Vasanwala dkk. 2012).

H. Penatalaksanaan

1. Medis

a. Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi dan

haus. Pasien diberi banyak minum yaitu 1,5 – 2 liter dalam 24 jam. Keadaan

hiperpireksia diatasi dengan obat antipiretik. Jika terjadi kejang diberikan

antikonvulsan. Luminal diberikan dengan dosis : anak umur < 12 bulan 50 mg

IM, anak umur > 1tahun 75 mg. Jika kejang lebih dari 15 menit belum berhenti

luminal diberikan lagi dengan dosis 3 mg/kgBB. Infus diberikan pada pasien

DHF tanpa renjatan apabila pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan

minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi dan hematokrit yang

cenderung meningkat .

b. Pasien mengalami syok segera segera dipasang infus sebagai pengganti cairan

hilang akibat kebocoran plasma. Cairan yang diberikan biasanya RL, jika

pemberian cairan tersebut tidak ada respon diberikan plasma atau plasma

ekspander banyaknya 20 – 30 mL/kg BB. Pada pasien dengan renjatan berat

pemberian infus harus diguyur. Apabila syok telah teratasi, nadi sudah jelas
11

teraba, amplitude nadi sudah cukup besar, maka tetesan infus dikurangi menjadi

10 mL/kg BB/jam.

c. Cairan (Rekomendasi WHO, 2012)

1). Kristaloid

- Larutan Ringer Laktat (RL) atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer Laktat

(D5/RL).

- Larutan Ringer Asetat (RA) atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer Asetat

(D5/RA).

- Larutan Nacl 0,9% (Garal Faali + GF) atau Dextrose 5% dalam larutan Faali

(d5/GF).

2). Koloid

- a). Dextran 40

- b). Plasma

2. Keperawatan

a) Derajat I

Pasien istirahat, observasi tanda-tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht, Hb dan

trombosit tiap 4 jam sekali. Berikan minum 1,5 – 2 liter dalam 24 jam dan

kompres hangat.

b) Derajat II

Segera dipasang infus, bila keadaan pasien sangat lemah sering dipasang pada

2 tempat karena dalam keadaan renjatan walaupun klem dibuka tetesan infus

tetap tidak lancar maka jika 2 tempat akan membantu memperlancar. Kadang-

kadang 1 infus untuk memberikan plasma darah dan yang lain cairan biasa.
12

c) Derajat III dan IV

- Penggantian plasma yang keluar dan memberikan cairan elektrolit (RL)

dengan cara diguyur kecepatan 20 ml/kgBB/jam.

- Dibaringkan dengan posisi semi fowler dan diberikan O2.

- Pengawasan tanda – tanda vital dilakukan setiap 15 menit.

- Pemeriksaan Ht, Hb dan Trombosit dilakukan secara periodik.

- Bila pasien muntah bercampur darah perlu diukur untuk tindakan

secepatnya baik obat – obatan maupun darah yang diperlukan.

- Makanan dan minuman dihentikan, bila mengalami perdarahan

gastrointestinal biasanya dipasang NGT untuk membantu pengeluaran

darah dari lambung. NGT bisa dicabut apabila perdarahan telah berhenti.

Jika kesadaran telah membaik sudah boleh diberikan makanan cair.


13

Konsep asuhan keperawatan DHF

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan dasar utama dan hal penting dilakukan oleh perawat.

Hasil pengkajian yang dilakukan perawat berguna untuk menentukan masalah

keperawatan yang muncul pada pasien. Konsep keperawatan anak pada klien DHF

menurut Ngastiyah (2005) yaitu :

a. Pengkajian

1. Identitas pasien Keluhan utama

2. Riwayat penyakit sekarang

3. Riwayat penyakit dahulu

4. Riwayat tumbuh kembang, penyakit yang pernah diderita, apakah pernah

dirawat sebelumnya.

5. Riwayat penyakit keluarga

Apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami kejang demam, apakah

ada riwayat penyakit keturunan, kardiovaskuler, metabolik, dan sebagainya.

6. Riwayat psikososial

Bagaimana riwayat imunisasi, bagaimana pengetahuan keluarga mengenai

demam serta penanganannya.

a. Data subyektif

Merupakan data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau keluarga

pada pasien DHF, data subyektif yang sering ditemukan antara lain :

1. Panas atau demam

2. Sakit kepala
14

3. Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.

4. Lemah

5. Nyeri ulu hati, otot dan sendi

6. Konstipasi

b. Data obyektif

Merupakan data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat pada keadaan

pasien. Data obyektif yang sering ditemukan pada penderita DHF antara lain:

1. Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor

2. Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis,

ekimosis,hematoma, hematemesis, melena

3. Hiperemia pada tenggorokan

4. Nyeri tekan pada epigastrik

5. Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa

6. Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin,

gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.

7. Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan

.2.Diagnosa Keperawatan

Beberapa diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien DHF (Nanda,

2015).

a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat

spasme otot-otot pernafasan, nyeri, hipoventilasi.

b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.


15

c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kebocoran

plasma darah.

d. Nyeri akut berhubungan dengan cidera biologis (penekanan intra abdomen)

e. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan

intravaskuler ke ekstravaskuler.

f. Resiko syok (hipovolemik)

g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.

h. Resiko perdarahan

3. Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan pada pasien anak dengan penyakit DHF (Nanda, 2015)

Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue

1. Tujuan : Suhu tubuh anak dalam rentang normal

2. Kriteria :

- Suhu tubuh antara 36 – 37°C

- Nadi dan respirasi dalam rentang normal

- Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

3. Intervensi dan rasional :

a. monitor suhu tubuh pasien sesering mungkin

Rasional : mengetahui peningkatan suhu tubuh, memudahkan intervensi

b. monitor warna dan suhu kulit

Rasional : mengetahui keadaan umum pasien


16

c. Anjurkan anak untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap

keringat

Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap

keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.

d. Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam

sekali atau sesuai indikasi

Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan

cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk

mengetahui keadaan umum pasien.

e. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat antipiretik sesuai

program.

Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien anak dengan suhu tubuh

yang tinggi. Obat antipiretik untuk menurunkan panas tubuh pasien.

4. Implementasi

Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang sudah direncanakan

dalam rencana – rencana perawatan (Tarwoto Wartonah, 2006).

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan sebagai

pengukuran dari keberhasilan rencana tindakan keperawatan.

Hasil evaluasi dapat berupa

a. Tujuan tercapai

Jika pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan
17

b. Tujuan tercapai sebagian

Jika pasien menunjukkan perubahan sebagian dari standart yang telah

ditetapkan

c. Tujuan tidak tercapai

Pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali bahkan timbul

masalah baru
18

DAFTAR PUSTAKA

Brasier. A. R., Ju. H., Garcia. J., Spratt. H. M., Forshey. B. M., Helsey. E. S. (2012).
A three-component biomarker panel for prediction of dengue hemorraghic fever.
Am. J. Trop. Med. Hyg. 86(2): 341-348.
Hendarwanto., 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi III. Cetakan I. Gaya
Baru. Jakarta. Hal. 417-426.
Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10
editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W., 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. FKUI.
Jakarta. Hal. 1709-1713.
Vasanwala. F. F., Puvanendran. R., Chong. S. F., Ng. J. M., Suhail. S. M., Lee. K. H.
(2011). Could peak proteinuria determine whether patient with dengue fever
develop dengue hemorraghic/dengue shock syndrome/- A prospective cohort
study. BMC Infectious Diseases.

Anda mungkin juga menyukai