Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

OD KATARAK SENILIS HIPERMATUR

Oleh :

dr. Ad’ha Yulina Nurtika Sari

Pembimbing : dr. Lia Novitri, Sp.M

RSUD PANGLIMA SEBAYA

KABUPATEN PASER - KALIMANTAN TIMUR

2016
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Tn. D
Umur : 75 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Status perkawinan : menikah
Pekerjaan : pensiunan PNS
Alamat : Jalan Jenderal Soedirman RT 03
No RM : 04.1x.xx
Tanggal masuk RS : 5 Desember 2016

Anamnesis

Keluhan Utama :
Pandangan mata kanan kabur

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pandangan mata kanan kabur sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu seperti
berkabut, perlahan-lahan, semakin lama dirasakan semakin memberat. Pandangan
kabur dirasakan terus menerus sepanjang hari, saat melihat dekat maupun jauh.
Pasien tidak mengeluh silau jika melihat cahaya, mata merah (-), nyeri (-), mata
berair (-), gatal (-), keluar kotoran air mata (-), melihat ganda (-), melihat pelangi
disekitar sumber cahaya (-).

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien mengatakan bahwa:
- Riwayat operasi mata (+), mata kiri kurang lebih 4 tahun yang lalu, dengan
keluhan yang sama seperti mata kanan, rutin kontrol paska operasi selama
1 bulan.
- Riwayat Hipertensi disangkal
- Riwayat DM disangkal
- Riwayat trauma disangkal
- Riwayat penggunaan obat-obatan dan jamu disangkal
- Riwayat merokok dulu pernah merokok, saat ini sudah berhenti merokok
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang mengalami
keadaan serupa.
Riwayat sosial ekonomi: Kesan ekonomi cukup

Pemeriksaan Fisik
Vital Sign
Tekanan Darah : 150/80 mmHg
Nadi : 74 kali/ menit
Suhu : tidak diukur
Respirasi : 16 x / menit
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Status Gizi : Baik
Status Generalis
 Kepala/Leher
o Mata : status lokalis
o Telinga: tidak terdapat kelainan
o Hidung : tidak terdapat kelainan
o Mulut : tidak terdapat kelainan
o Leher : tidak terdapat kelainan
 Thoraks
Bentuk simetris kanan kiri, tidak terdapat kelainan
 Abdomen
Tidak terdapat kelainan
 Extremitas
Tidak terdapat kelainan

Status Lokalis (Oftalmologi)


Oculus Dextra Oculus Sinistra
1/60 Visus 0,1
Tidak Dilakukan Koreksi Tidak dilakukan
Edema (-), spasme (-) Palpebra Edema (-), spasme (-)
Gerak bola mata ke Gerak bola mata ke
pergerakan bola mata
segala arah baik segala arah baik
Injeksi (-), sekret (-) Konjungtiva Injeksi (-), sekret (-)
Tidak ada kelainan Sklera Tidak ada kelainan
Jernih Kornea Jernih
Kedalaman cukup Bilik mata depan
Kedalaman cukup
Kripte (+),sinekia Kripte (+), sinekia
Iris
posterior (-) posterior (-)
Bulat, sentral, regular, Bulat, sentral, regular,
Ø 3mm, Refleks pupil Pupil Ø 3mm, Refleks pupil
(+) N (+) N
Keruh menyeluruh,
Lensa jernih
shadow test (+)
14,6 tekanan intra okuler 14,6
Refrek fundus (-) funduskopi Refrek fundus (+)

Gambar 1 Mata Kanan Pasien Pre-Operasi

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Tanggal 3 Desember 2016
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Bleeding time 1’30” 3-7 menit
Clotting time 4’30” 4-10 menit
Gula Darah Sewaktu 88 mg/dL < 200 mg/dL
HbsAg negatif

Diagnosa
OD katarak senilis hipermatur
OS pseudofakia

Terapi
Rencana OD ekstraksi katarak ekstra kapsular dan pemasangan Intra Ocular Lens
(IOL).

Prognosis
OCULI DEXTRA (OD)
Quo Ad Visam: ad bonam
Quo Ad Sanam : ad bonam
Quo Ad Kosmetikam : ad bonam
Quo Ad Vitam : ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN
Buta menurut WHO, bila visus < 6/60 atau di Indonesia, visus < 3/60.
Kebutaan merupakan masalah kesehatan yang serius bagi tiap negara,
terutama di negara-negara berkembang. Kebutaan akan berdampak secara
sosial dan ekonomi. WHO menyebutkan, saat ini terdapat 45 juta penderita
kebutaan di dunia dan 60% diantaranya berada di negara miskin atau
berkembang. Sekitar 75% kebutaan di dunia ini dapat dicegah atau diobati.
Salah satunya kebutaan yang disebabkan oleh katarak (WHO, 2014).
Katarak adalah kekeruhan lensa yang mengarah kepada penurunan
ketajaman visual dan atau cacat fungsional yang dirasakan oleh pasien
(Murril, 2004). Katarak merupakan penyebab utama gangguan penglihatan
dan kebutaan di Indonesia dan di dunia. Dari semua kebutaan pada
masyarakat, lebih dari 50% disebabkan oleh katarak. Padahal katarak dapat
disembuhkan melalui operasi dengan biaya yang tidak terlalu mahal (Depkes,
2016 ). Pada umumnya katarak terjadi karena proses penuaan, tetapi banyak
fakto-faktor lainnya, seperti kelainan genetik atau kongenital, penyakit
sistemik, obat-obatan, dan trauma. Peningkatan kasus katarak banyak terjadi
pada usia di atas 70 tahun. Faktanya, katarak yang berhubungan dengan usia
terjadi kira-kira 50% pada orang dengan usia 65-74 tahun dan 70% pada usia
75 tahun. Katarak sebagian besar umumnya menyebabkan penglihatan
menurun (tidak dapat dikoreksi dengan kacamata) (Vaughan, 2000).
Hasil survei kebutaan di Indonesia dengan menggunakan metode Rapid
Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) yang baru dilakukan di 3
provinsi (NTB, Jabar dan Sulsel) tahun 2013 -2014 didapatkan prevalensi
kebutaan pada masyarakat usia > 50 tahun rata-rata di 3 provinsi tersebut
adalah 3,2 % dengan penyebab utama adalah katarak (71%). Diperkirakan
setiap tahun, kasus baru buta katarak akan selalu bertambah sebesar 0,1% dari
jumlah penduduk atau kira-kira 250.000 orang/tahun. Sementara itu,
kemampuan untuk melakukan operasi katarak setiap tahun diperkirakan baru
mencapai 180.000/tahun sehingga setiap tahun selalu bertambah backlog
katarak sebesar kurang lebih 70.000. Oleh karena itu, jika tidak segera
mengatasi backlog katarak ini maka angka kebutaan di Indonesia karena
katarak akan semakin tinggi (Depkes, 2016 ).
Besarnya backlog katarak disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan mata masih terbatas terutama
di daerah-daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan yang belum memiliki
fasilitas pelayanan kesehatan serta sumber daya manusia (SDM) kesehatan
yang belum memadai termasuk keberadaan dokter spesialis mata. Oleh
karena itu, Kementerian Kesehatan telah menyusun Rencana Strategi
Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan dan Rencana
Aksi Nasional untuk Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan.
Upaya ini sejalan dengan komitmen Global Vision 2020: The Right to Sight
yang dicanangkan oleh WHO, bahwa pada tahun 2020 diharapkan setiap
penduduk mempunyai hak untuk dapat melihat secara optimal (Depkes,
2016). Indonesia telah membentuk Komite Mata Nasional pada tahun 2016
untuk penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan. Komite Mata
merupakan wadah koordinasi antara semua pihak yang terkait dalam upaya
kesehatan mata, baik dari Pemerintah, swasta dan masyarakat. Komite Mata
diharapkan dapat membantu Pemerintah dalam upaya untuk penanggulangan
gangguan penglihatan dan kebutaan sampai ke daerah-daerah seluruh
Indonesia (Depkes, 2016).
Berdasarkan penjelasan di atas, katarak merupakan salah satu penyakit
mata yang dapat menimbulkan kebutaan namun jika tertangani dengan baik
dapat memberikan hasil yang memuaskan. Oleh karena itu, penulis akan
menulis tentang tinjauan pustaka mengenai katarak, khususnya katarak
senilis.

B. KATARAK SENILIS
1. Anatomi Mata
Mata adalah organ penglihatan yang mendeteksi cahaya dan
dipergunakan untuk memberikan pengertian visual. Bagian mata terdiri dari
(Vaughan, 2000) :
a) Kornea : bagian terluar dari bola mata yang menerima cahaya dari
sumber cahaya.
b) Sklera : bagian dinding mata yang berwarna putih. Tebalnya rata- rata 1
milimeter tetapi pada irensi otot, menebal menjadi 3 milimeter.
c) Pupil dan iris, berfungsi menentukan kuantitas cahaya yang masuk ke
bagian mata yang lebih dalam. Pupil mata akan melebar jika kondisi
ruangan yang gelap, dan akan menyempit jika kondisi ruangan terang.
Lebar pupil dipengaruhi oleh iris di sekelilingnya.Iris berfungsi sebagai
diafragma. Iris inilah terlihat sebagai bagian yang berwarna pada mata.
d) Lensa mata, menerima cahaya dari pupil dan meneruskannya pada
retina. Fungsi lensa mata adalah mengatur fokus cahaya, sehingga
cahaya jatuh tepat pada bintik kuning retina. Untuk melihat objek yang
jauh (cahaya datang dari jauh), lensa mata akan menipis. Sedangkan
untuk melihat objek yang dekat (cahaya datang dari dekat), lensa mata
akan menebal.
e) Retina. bagian mata yang paling peka terhadap cahaya, khususnya
bagian retina yang disebut bintik kuning. Setelah retina, cahaya
diteruskan ke saraf optic.
f) Saraf optik, saraf yang memasuki sel tali dan kerucut dalam retina,

untuk menuju ke otak.

Gambar 2 Anatomi Mata


2. Definisi Katarak Senilis
Katarak senilis merupakan kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Penyebabnya sampai sekarang tidak
diketahui secara pasti, namun diduga sebagai suatu proses degeneratif
(Ilyas, 2013).

3. Gejala Klinis
Penderita katarak senilis datang dengan riwayat gangguan
penglihatan secara progresif. Gangguan penglihatan yang dikeluhkan bisa
bervariasi, tergantung jenis dan stadium katarak saat pasien datang. Gejala
yang dikeluhkan antaralain (Vaughan, 2000) :
a. Penurunan visus, keluhan yang sering dikatakan oleh pasien
b. Silau, termasuk seluruh spektrum dari penurunan sensitivitas kontras
cahaya terang pada siang hari atau cahaya lampu pada malam hari
c. Perubahan miopik, hal ini disebabkan meningkatnya kekuatan dioptrik
lensa sehingga menimbulkan miopia derajat sedang hingga berat.
Biasanya pasien presbiopi mengatakan peningkatan penglihatan dekat
dan tidak membutuhkan kaca mata baca, keadaan ini disebut sebagai
second sight. Perubahan miopik ini tidak terjadi pada katarak
subkortikal posterior atau anterior.
d. Lapangan pandang berkabut
e. Perubahan ukuran kacamata
4. Faktor Resiko
Terdapat beberapa faktor resiko terjadinya katarak senilis,
diantaranya sebagai berikut :
1. Herediter, hal ini terkait dengan usia mulai tiap timbulnya katarak
berbeda tiap keluarga.
2. Paparan sinar ultraviolet (UV), yang berlebih dapat menimbulkan
katarak pada usia yang lebih awal dan maturasi yang lebih cepat pada
katarak senilis. Beberapa penelitian menyebutkan, masyarakat di
daerah dengan paparan sinar UV tinggi lebih banyak menderita katarak
dibandingkan masyarakt dengan paparan sinar UV rendah.
3. Faktor diet, terutama jika defisiensi zat makanan berupa protein, asam
amino dan vitamin (riboflavin, vitamin C dan vitamin E).
4. Merokok, memiliki efek terhadap munculnya katarak lebih cepat,
dikarenakan rokok menyebabkan akumulasi dari pigmen molekul -3
hydroxykynurinine dan chompores yang menyebabkan kekuningan
serta sianat pada rokok meyebabkan carbamylation dan denaturasi
protein (Ilyas, 2013).

5. Klasifikasi
Secara klinik dikenal dalam 4 stadium pada katarak senilis (Ilyas,
2013) yaitu:
1. Katarak Insipien
 Katarak kortikal, kekeruhan bermula dari tepi ekuator dan
berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior , vakuol
mulai terlihat di dalam korteks.
 Katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat pada
anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa
dan korteks berisi jaringan degeneratif (benda Morgagni) serta
dapat menimbulkan poliopia karena indeks refraksi yang tidak
sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap
untuk waktu yang lama.
 Katarak Intumesen, kekeruhan lensa disertai dengan
pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap air,
sehingga mengakibatkan lensa menjadi bengkak dan besar yang
mendorong iris, bilik mata menjadi dangkal. Pencembungan lensa
tersebut dapat menyebabkan penyulit glaukoma.
2. Katarak Imatur
Sebagian lensa keruh namun belum mengenai seluruh lapis lensa.
Stadium ini bisa terjadi bertambahnya volume lensa akibat
meningkatnya tekanan osmotik lensa yang degeneratif. Lensa
mencembung yang dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga
terjadi glaukoma sekunder.
3. Katarak Matur
Stadium ini, kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa.
Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion kalsium yang
menyeluruh. Kekeruhan seluruh lensa yang lama dapat menyebabkan
kalsifikasi lensa, sehingga kedalaman bilik mata depan akan kembali
normal.
4. Katarak Hipermatur
Stadium ini merupakan katarak yang mengalami proses degenerasi
lanjut, lensa dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Massa
lensa berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa mengecil,
berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata
menjadi dalam dan lipatan kapsul lensa serta jika pengkerutan berjalan
terus-menerus menyebabkan Zonula Zinn menjadi kendor. Apabila
keadaan terus berlanjut sehingga korteks akan berbentuk seperti
sekantung susu dengan nucleus yang terbenam di dalam korteks lensa.
Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni.
Katarak Brunesen
Katarak dengan lensa berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra).
Katarak ini dapat terjadi pada pasien diabetes mellitus dan miopia tinggi.
Sering tajam penglihatan lebih baik dari dugaan sebelumnya dan biasanya
terdapat pada orang berusia lebih dari 65 tahun yang belum
memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior (Ilyas, 2013)

Tabel 2 Perbedaan Stadium Katarak Senilis


Gejala Insipien Imatur Matur Hipermatur
Bilik mata depan Normal dangkal normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Iris shadow Negatif Positif Negatif Pseudopositif
Kekeruhan Lensa Ringan Sebagian Seluruh Massif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
(air masuk) (air+masa
lensa keluar)
Glaucoma Glaucoma,
Penyulit
uveitis
Reflek Reflek Reflek Reflek fundus
Funduskopi
fundus (+) fundus (+) fundus (-) (-)

Gambar 3 Stadium Katarak Senilis

Berdasarkan letaknya dikenal ada 3 bentuk katarak senilis, yaitu :


1. Katarak Nuklear
 mempengaruhi fungsi visual secara minimal,
 biasanya mulai timbul pada usia sekitar 60-70 tahun dan
progresivitasnya lambat,
 bentuk yang paling banyak terjadi,
 mampu melihat dekat tanpa kacamata (second sight),
 perubahan kekuningan dan kecoklatan yang progresif pada lensa
menyebabkan diskriminasi warna, terutama terhadap spektrum
warna biru sehingga penderita mengalami kesulitan membedakan
warna, terutama warna biru dan ungu
Gambar 4 Katarak Nuklear
2. Katarak Kortikal
 menyerang lapisan yang mengelilingi nukleus atau korteks,
 mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan progresivitasnya
lambat,
 biasanya bilateral tetapi sering asimetris,
 terdapat gambaran wedge-shape opacities/cortical spokes atau
gambaran seperti ruji.
 keluhan yang biasa terjadi adalah penglihatan jauh dan dekat
terganggu serta merasa silau,
 banyak pada penderita DM

Gambar 5 Katarak Kortikal


3. Katarak Subkapsular Posterior atau Kupuliformis
 bentuk ini terletak pada bagian belakang dari kapsul lensa,
 katarak subkapsularis posterior lebih sering pada kelompok
usia lebih muda daripada katarak kortikal dan katarak nuclear,
mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan progresivitasnya
cepat.
 Katarak ini menyebabkan kesulitan membaca, silau, pandangan
kabur pada kondisi cahaya terang.
Gambar 6 Katarak Subkapsular Posterior

6. Patogenesis
Aging Process
Katarak diduga merupakan proses penuaan, namun patogenesisnya
belum terlalu dimengerti. Berdasarkan usia lensa, berat jenis dan ketebalan
lensa akan meningkat namun daya akomodasi menurun. Lapisan baru dari
serabut korteks dibentuk secara konsentris sehingga nucleus lensa
mengalami kompresi dan menjadi protein dengan berat molekul tinggi.
Hasil agregasi protein menyebabkan fluktuasi yang tiba-tiba pada indeks
refraksi lensa, menghaburkan sinar cahaya dan mengurangi transparansi
lensa. Modifikasi kimia protein lensa nucleus juga menghasilkan
pigmentasi yang progresif. Lensa akan berubah warna menjadi kuning atau
kecoklatan dengan bertambahnya usia (brown sclerotic nucleus). Hal
tersebut bias terjadi karena paparan sinal ultraviolet yang lama-kelamaan
merubah protein nucleus lensa. Perubahan yang berhubungan dengan usia
lainnya dalam lensa adalah penurunan konsentrasi glutation dan kalium,
peningkatan natrium dan kalsium serta peningkatan hidrasi (Vaughan,
2000; Ilyas, 2013).

Metabolik (Diabetes Melitus)


Diabetes Melitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks
refraktif dan kemampuan akomodasi. Peningkatan glukosa darah akan
meningkatkan komposisi glukosa dalam humor aqueous. Glukosa pada
humor aqueous akan berdifusi masuk dalam lensa sehingga kadar glukosa
dalam lensa juga meningkat. Beberapa glukosa akan dikonversi oleh enzim
aldose reduktase menjadi sorbitol, yang tidak akan dimetabolisme namun
akan menetap di lensa. Sehingga terjadi perubahan tekanan osmotik yang
menyebabkan masuknya cairan ke dalam lensa dan selanjutnya terjadi
pembengkakan lensa. Proses ini akan merubah kekuatan refraksi lensa dan
menurunkan kemampuan akomodasi (Vaughan, 2000; Ilyas, 2013).

7. Penatalaksanaan
Tatalaksana katarak dapat berupa terapi non bedah dan bedah.
Tatalaksana non bedah bertujuan untuk memperbaiki fungsi visual
sementara dan memperlambat pertumbuhan katarak. Terapi non bedah
berupa mengurangi konsumsi sorbital, penggunaan aspirin, vitamin E dan C
serta penggunaan pirenoxine (Ocampo, 2009).
Pirinoxine dalam bentuk solution dapat menurunkan produksi
crystalin, dengan berinteraksi dengan selenite atau ion kalsium yang dapat
meningkatkan kekeruhan lensa (katarak) (Haur Liao, 2010).
Ekstraksi lensa diindikasikan apabila penurunan penglihatan
mengganggu aktivitas normal penderita. Indikasi pembedahan pada katarak
senilis (AAO, 2008; Liesegang TJ, 2001 ):
- Bila katarak menimbulkan penyulit seperti uveitis atau glukoma,
meskipun visus masih baik untuk bekerja, dilakukan operasi juga
setelah keadaan menjadi tenang.
- Bila sudah masuk dalam stadium matur karena dapat meninmbulkan
penyulit
- Bila visus tidak cukup untuk melakukan pekerjaan sehari-hari
(meskipun sudah dikoreksi) atau visus < 6/12.
Beberapa metode terapi pembedahan (AAO, 2008; Liesegang TJ, 2001 ) :
1. EKIK (Ekstraksi Katarak Intra Kapsuler)
Tindakan bedah ini mengeluarkan seluruh lensa bersama
kapsulnya. Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan
cryophake dan dipindahkan dari mata dengan insisi corneal
superior yang lebar. Metode ini, sekarang hanya dilakukan pada
keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. Teknik operasi ini tidak
akan terjadi katarak sekunder namun tidak boleh dilakukan pada
pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai
ligament hialoidea kapsular. Penyulit yang terjadi pada
pembedahan ini antaralain astigmatisme, glukoma, uveitis,
endoftalmitis dan perdarahan.
2. EKEK (Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsuler)
Tindakan pembedahan ini dilakukan dengan pengeluaran isi lensa
dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga
massa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak yang masih muda,
pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti,
implantasi lensa intra okuler posterior, perencanaan implantasi
sekunder lensa intra okuler. Penyulit pada pembedahan ini yaitu
terjadi katarak sekunder.
3. SICS (Small Incision Cataract Surgery)
Teknik pembedahan ini merupakan teknik pembedahan kecil dan
dipandang lebih menguntungkan karena lebih mudah sembuh dan
murah.
4. Fakoemulsifikasi
Fakoemulsifikasi (phaco) berarti membongkar dan memindahkan
kristal lensa. Pada tehnik ini diperlukan irisan yang sangat kecil
(sekitar 2-3mm) di kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan
untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin PHACO akan
menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah
lensa Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan
tersebut. Insisi yang kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih
dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat dengan cepat
kembali melakukan aktivitas sehari-hari. Teknik ini bermanfaat
pada katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak senilis.
Teknik ini kurang efektif pada katarak senilis padat, dan
keuntungan incisi limbus yang kecil agak kurang kalau akan
dimasukkan lensa intraokuler, meskipun sekarang lebih sering
digunakan lensa intra okular fleksibel yang dapat dimasukkan
melalui incisi kecil seperti itu.
Perawatan Pasca Bedah
Masa penyembuhan pasca operasi yang menggunakan insisi kecil
lebh pendek. Pasien dapat langsung rawat jalan saat itu juga namun
dianjurkan untuk bergerak secara hati-hati, menghindari kerja berat dan
peregangan atau mengangkat benda berat selama 1 bulan. Mata dapat
dibalut selama beberapa hari pasca operasi atau langsung dilepas namun
tetep menggunakan kaca mata atau pelindung mata. Kacamata permanen
dapat diberikan sekitar 6-8 minggu pasca operasi.
Obat yang diberikan :
a) Antinyeri, untuk mengurangi rasa nyeri pasca operasi
b) Antibiotik untuk mencegah infeksi
c) Steroid, untuk mengurangi peradangan setelah operasi
Hal yang tidak boleh dilakukan antaralain menggosok mata, membaca
terlalu berlebihan, mengedan, menggendong beban berat dan miring di sisi
mata yang dioperasi (Ilyas, 2013).

7. Prognosis
Teknik bedah yang mutakhir membuat komplikasi atau penyulit
menjadi sangat jarang. Hasil pembedahan yang baik dapat mencapai 95%.
Pada bedah katarak resiko ini kecil dan jarang terjadi. Keberhasilan tanpa
komplikasi pada pembedahan dengan EKEK atau fakoemulsifikasi
menjanjikan prognosis dalam penglihatan dapat meningkat hingga 2 garis
pada pemeriksaan dengan menggunakan snellen chart (Ilyas, 2013).

8. Komplikasi
- Intra Operatif : Edema kornea, COA dangkal, ruptur kapsul
posterior, pendarahan atau efusi suprakoroid, pendarahan
suprakoroid ekspulsif, disrupsi vitreus, serta inkarserata ke dalam
luka.

- Komplikasi dini pasca operatif : COA dangkal karena kebocoran


luka dan tidak seimbangnya antara cairan yang keluar dan masuk,
adanya pelepasan koroid, block pupil dan siliar, edema stroma dan
epitel, hipotonus, brown-McLean syndrome (edema kornea perifer
dengan daerah sentral yang bersih paling sering), ruptur kapsul
posterior, yang mengakibatkan prolaps vitreus , prolaps iris,
umumnya disebabkan karena penjahitan luka insisi yang tidak
adekuat yang dapat menimbulkan komplikasi seperti penyembuhan
luka yang tidak sempurna, astigmatismus, uveitis anterior kronik dan
endoftalmitis, pendarahan, yang biasa terjadi bila iris robek saat
melakukan insisi.
- Komplikasi lambat pasca operatif : Ablasio retina, endoftalmitis
kronik yang timbul karena organissme dengan virulensi rendah yang
terperangkap dalam kantong kapsuler, post kapsul capacity, yang
terjadi karena kapsul posterior lemah, malformasi lensa intraokuler
(Ocampo, 2009; Wijana, 1993).

9. Pencegahan
Katarak dapat dicegah diantaranya dengan menjaga kadar gula
darah pada penderita DM, senantiasa menjaga kesehatan mata, dan
konsumsi makanan yang dapat mengurangi proses degeneratif pada mata,
seperti sayuran dan buah-buahan yang mengandung vitamin C dan E
(Ilyas, 2013).

C. PEMBAHASAN

KASUS TEORI
Anamnesis : Peningkatan kasus katarak
Laki-laki, usia 75 tahun. biasanya banyak terjadi pada usia
Pandangan mata kanan kabur sejak diatas 70 tahun.
Penderita katarak senilis datang
kurang lebih 1 tahun yang lalu
dengan riwayat gangguan
seperti berkabut, perlahan-lahan,
penglihatan secara progresif. Gejala
semakin lama dirasakan semakin
yang dikeluhkan antaralain :
memberat. Pandangan kabur
1. Penurunan visus
dirasakan terus menerus sepanjang 2. Silau
3. second sight
hari, saat melihat dekat maupun jauh.
4. Lapangan pandang berkabut
Pasien tidak mengeluh silau jika 5. Perubahan ukuran kacamata
melihat cahaya, mata merah (-), nyeri Faktor resiko : Herediter, Paparan
(-), mata berair (-), gatal (-), keluar sinar ultraviolet (UV), Faktor diet
kotoran air mata (-), melihat ganda (defisiensi zat makanan berupa
(-), melihat pelangi disekitar sumber protein, asam amino dan vitamin
cahaya (-). (riboflavin, vitamin C dan vitamin E)),
Riwayat operasi mata (+), mata kiri Merokok.
kurang lebih 4 tahun yang lalu,
dengan keluhan yang sama seperti
mata kanan, rutin kontrol paska
operasi selama 1 bulan.
Riwayat merokok dulu pernah
merokok, saat ini sudah berhenti
merokok.
Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan Fisik : Katarak Senilis
Visus : 1/60 Hipermatur
COA : kedalaman cukup Visus : menurun
Iris : kripte (+) COA : dalam
Lensa : keruh menyeluruh, shadow Iris : tremulans
test (+) Lensa : kekeruhan massif, iris
TIO : normal shadow pseudopositif
Penyulit : (-) Penyulit : glaucoma, uveitis
Tatalaksana : Ekstraksi lensa diindikasikan apabila
penurunan penglihatan mengganggu
Tindakan operatif (SICS)
aktivitas normal penderita. Indikasi
pembedahan pada katarak senilis:
1. menimbulkan penyulit seperti
uveitis atau glukoma
2. Bila sudah masuk dalam
stadium matur
3. Visus sudah dikoreksi namun
tidak cukup untuk melakukan
pekerjaan sehari-hari atau visus
< 6/12.
SICS (Small Incision Cataract
Surgery) : teknik pembedahan kecil
dan lebih mudah sembuh serta murah.

D. KESIMPULAN
1. Penyebab kebutaan terbanyak di dunia maupun di Indonesia adalah
katarak.
2. Kebutaan karena katarak bersifat reversibel, yaitu dapat dilakukan
tindakan operatif.

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophtalmology. 2008-2009. Lens and Cataract. San


Fransisco : AAO.
Depkes.2016. Katarak Sebabkan Kebutaan 50 %. Dalam
http://www.depkes.go.id/article/view/16011100003/katarak-sebabkan-50-
kebutaan.html. Update 6 Januari 2017.
Haur Liao, Jiahn; Chien sheng Chen;Chao Chien Hu; Wei Ting Chen; Wei Ting
Chen et all. 2010.Ditopic Complexation of Selenite Anions or Calcium
Cations by Pirenoxine : An Implication for Anti Cataractogenesis. Journal
Inorganic Chemistry. 50 (1), pp 365–377.
Ilyas, Sidarta; Sri Rahayu Y.2013. Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Liesegang TJ, Deutsch TA, Grand MG. 2001. “Surgery of Cataract” in Lens and
Cataract. Section 11. USA. The Foundation of The American Academy of
Ophthalmology.
Ocampo, Vicenta Victor D. 2009. Senile Cataract. Available at
www.emedicine.com. Update 10 Desember 2016.

Wijana, Nana.1993. Ilmu Penyakit Mata Cetakan ke 6. Jakarta : Penerbit Abadi


Tegal.
Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P.2000. Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya
Medika.

Anda mungkin juga menyukai