Anda di halaman 1dari 3

Perdarahan antepartum adalah penyebab kematian ibu ditentukan sebagai perdarahan dari saluran

genital setelah 20 minggu kehamilan dan sebelum persalinan.Secara keseluruhan 2-5% dari semua
kehamilan adalah terjadinya perdarahan antepartum.Ada dua penyebab dari perdarahan
antepartumyaitu plasenta previa, solusio plasenta dan penyebab lainnya. (Shrestha, dkk. 2017)
Perdarahan antepartum merupakan kasus gawat darurat yang kejadianya berkisar 3% dari semua
persalinan, penyebabnya antara lain plasenta previa, solution plasenta, dan perdarahan yang belum jelas
sumbernya.Perdarahan antepartum yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga dan yang terjadi
setelah anak atau plasenta lahir pada umumnya merupakan perdarahan yang berat. Jika tidak
mendapatkan penanganan yang cepat, akan menyebabkan syok yang fatal.(Maulidan, 2013)

Perdarahan kehamilan lanjut adalah perdarahan yang terjadi pada kehamilan di atas usia20 minggu,
pada umumnya disebabkan oleh plasenta previa, solusio

plasenta dan perdarahan yang belum jelas sumbernya. Plasenta previa adalah plasenta yang menutupi
sebagian atau seluruh jalan lahir, faktor risiko untuk terjadinya plasenta previa diantaranya: multiparitas,
umur < 20 dan > 35 tahun, riwayat seksio sesarea dan penyebab lainnya, sedangkan komplikasi yang
dapat terjadi yaitu perdarahan, anemia, syok hipovolemik, bahkan kematian pada ibu dan janin.
(Prawirohardjo, 2014) hal ini didukung dengan penelitian Trianingsih, 2015 yang mengatakan bahwa
faktor-faktor penyebab dari plasenta previa yaitu umur < 20 tahun dan > 35 tahun, paritas, riwayat kuret,
operasi caesar dan riwayat plasenta previa sebelumnya.

Gejala dari plasenta previa yaitu perdarahan yang keluar tanpa sebab, tanpa rasa nyeri biasanya
berulang, darah berwarna merah segar, terjadi pada saat tidur atau saat melakukan aktivitas dan darah
yang keluar bisa dikit ataupun banyak. (Masruroh, 2016 ; Sukarni, 2013).

Jumlah kasus di RS. Bhayangkara TK III Bengkulu pada tahun 2016ibu hamil yang dirawat 1188, dengan
kasus plasenta previa (0,92%), pada tahun 2017 ibu hamil dengan plasenta previa (15,1%) dari 132 kasus
perdarahan. Penanganan pada plasenta previa tergantung dari usia gestasi penderita dimana akan
dilakukan penanganan aktif yaitu mengakihiri kehamilan, ataupun konservatif

yaitu mempertahankan kehamilan selama mungkin. (Masruroh, 2016 ; Sukarni, 2013).

Kembar siam merupakan fenomena yang langka, terjadi 1 di 50,000-100,000 kelahiran.1 Namun
karena 60% bayi meninggal saat atau tak lama setelah persalinan, sejatinya angka kejadian kembar siam
adalah sekitar 1 in 200.000 kelahiran hidup. Kembar Siam selalu monochorionic, dengan menyatu pada
seluruh atau sebagian anatomi. 2 Pada kembar monozygotik, jenis kembar yang akan terbentuk di
tentukan oleh kapan waktu terjadinya pembelahan zygot. Terjadinya pembelahan pada saat 72 jam
setelah fertilisasi atau pada hari ke empat atau pada hari ke delapan akan menentukan jenis kembar
yang akan terbentuk, apakah akan terbentuk kembar Diamnion, Dikorion, Diamnion Monokorion atau
Monoamnion Monokorion.3Patofisiologi kembar siam merupakan hasil dari pembelahan inkomplit inner
cell embrio. Jenis kembar monozygotic terjadi karena pembelahan tertunda melebihi hari ke-12.3Kembar
Siam diklasifikasikan menurut bagian yang menyatu, yaitu Ventral Union, Lateral Union, and Dorsal
Union. Ventral Union yaitu Thoracopagus (menyatu pada dada) 19%, Omphalopagus (menyatu pada
dinding perut anterior) 18%, Ishiopagus (menyatu pada iskium) 11%, Craniophagus (menyatu pada
kepala) 11%. . Lateral union yaitu parapagus (menyatu dibagian sisi tubuh dan panggul) 0,5%. Dorsal
Union yaitu Craniophagus (5%), Pyophagus (menyatu pada pantat) 6%, Rachiphagus (bergabung pada
tulang belakang) 2%.4Parapagus adalah suatu bentuk kembar siam yang jarang terjadi, di mana si
kembar menempel pada sisi-sisi tubuh dengan panggul bersama dan organ tubuh berbagi.5Angka
kejadian parapagus kurang dari 0,5% dari semua kasus kembar siam. 6 Diagnosis dini pada suatu
kehamilan multifetus adalah merupakan suatu hal yang penting, bertujuan untuk mengenali kehamilan
tersebut lebih awal, dan melakukan upaya preventif terhadap penyulit serta menatalaksana dengan baik
berbagai kemungkinan kelainan patologis dan komplikasi selama kehamilan dan persalinan.7USG sangat
membantu dalam mendiagnosa kembar Siam. Dalam kasus kembar monochorionic dan monoamiotic,
penilaian harus dilakukan untuk mengidentifikasi bagian-bagian janin yang menyatu.

Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) sering disebut dengan
premature repture of the membrane (PROM) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum
waktunya melahirkan. Pecahnya ketuban sebelum persalinan atau pembukaan pada primipara kurang
dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Hal ini dapat terjadi pada kehamilan aterm maupun pada
kehamilan preterm. Pada keadaan ini dimana risiko infeksi ibu dan anak meningkat. Ketuban pecah dini
merupakan masalah penting dalam masalah obstetri yang juga dapat menyebabkan infeksi pada ibu dan
bayi serta dapat meningkatkan kesakitan dan kematian pada ibu dan bayi (Purwaningtyas, 2017).
Dampak yang paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah sindrom distress
pernapasan (RDS atau Respiratory Disterss Syndrome), yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko
infeksi akan meningkat prematuritas, asfiksia, dan hipoksia, prolapse (keluarnya tali pusat), resiko
kecacatan, dan hypoplasia paru janin pada aterm. Hampir semua KPD pada kehamilan preterm akan lahir
sebelum aterm atau persalinan akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah. Sekitar
85% morbiditas dan mortalitas perinatal ini disebabkan oleh prematuritas akibat dari ketuban pecah dini.
Hal ini juga berdampak bagi kesmas (khusnya dalam bidang promosi kesehatan KPD berhubungan
dengan penyebab kejadian prematuritas dengan insidensi 30-40% sebagai proses pencegahan (tindakan
preventif) dan penurunan angka kejadian mortalitas dan mordibitas perinatal yang diakibatkan oleh
komplikasi kejadian ketuban pecah dini ini. Selain itu ketuban pecah dini berkaitan dengan komplikasi
persalinan, meliputi kelahiran kurang bulan, sindrom gawat napas, kompresi tali pusat, khorioamnionitis,
abruption plasenta, sampai kematian janin yang meningkatkan mortalitas dan morbiditas perinatal.
Semakin lama KPD, semakin besar kemungkinan komplikasi yang terjadi.Menurut WHO, kejadian
ketuban pecah dini (KPD) atau insiden PROM (prelobour rupture of membrane) berkisar antara 5-10%
dari semua kelahiran. KPD preterm terjadi 1% dari semua kehamilan dan 70% kasus KPD terjadi pada
kehamilan aterm. Pada 30% kasus KPD merupakan penyebab kelahiran prematur (WHO, 2014).Insiden
KPD di Indonesia berkisar 4,5%-6% dari seluruh kehamilan, sedangkan di luar negeri insiden KPD antara
6%-12%. Kebanyakan studi di India mendokumentasikan insiden 7-12% untuk PROM yang 60-70% terjadi
pada jangka waktu lama. Insiden kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) di beberapa Rumah Sakit di
Indonesia cukup bervariasi yakni diantaranya: di RS Sardjito sebesar 5,3%, RS Hasan Sadikin sebesar
5,05%, RS Cipto Mangunkusumo sebesar 11,22%, RS Pringadi sebesar 2,27% dan RS Kariadi yaitu sebesar
5,10% (Sudarto, 2016). RSUD dr. Adhyatma, M.P.H Semarang atau disebut juga RSUD Tugurejo adalah
salah satu Rumah Sakit Umum milik pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan tipe rumah sakit kelas B
yang digunakan sebagai salah satu pusat pelayanan kesehatan rujukan di kota Semarang. Berdasarkan
hasil studi pendahuluan dengan menggunakan data sekunder rekam medis RSUD Tugurejo Semarang
yang dilakukan oleh peneliti pada kasus komplikasi persalinan menyebutkan bahwa data jumlah kasus
komplikasi persalinan pada periode Januari-Desember 2016 jumlah keseluruhannya yaitu 2.178 ibu yang
melahirkan, diantanya terdapat 834 kejadian komplikasi persalinan (38,2%). Dari 834 kasus komplikasi
persalinan ini terdiri dari persalinan Ketuban Pecah Dini (KPD) ada 360 kasus (43,1%), PEB ada 208 kasus
(24,9%), Pendarahan Postpartum ada 81 kasus (9,71%), Prematuritas (preterm) ada 54 kasus (6,47%),
Pendarahan Anterpartum ada 31 kasus (3,71%), Malposisi/malpresentasi ada 41 kasus (4,91%), dan lain-
lain 55 kasus (6,59%), sedangkan dari seluruh ibu yang mengalami komplikasi persalinan di atas sebagian
besar memutuskan untuk menjalani operasi caesar

Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria.
Gejala klinik preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat. Preeklampsia
berat adalah Preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110
mmHg disertai proteinuria > 5 g/24 jam.1 Preeklampsia dan eklampsia dapat timbul pada sebelum,
selama, serta setelah persalinan. 1 Faktor-faktor risiko terjadinya preeklampsia dan eklampsia antara lain
primigravida, primipaternitas, umur, riwayat preeklampsia atau eklampsia, penyakit ginjal danhipertensi
yang sudah ada sebelum hamil, kehamilan ganda, serta obesitas.1,5,6Tetapi dari faktor-faktor risiko ini
masih sulit ditentukan faktor yang dominan. 7 Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012
mencatat angka kematian ibu (AKI) atau Maternal Mortality Ratio (MMR) di Indonesia diperkirakan
sebesar 359 kematian maternal per 100.000 kelahiran hidup untuk periode 2008-2012.8

Penyebab kematian ibu di Indonesia masihdidominasi oleh perdarahan (30,3%), hipertensi dalam
kehamilan (27,1%), dan infeksi (7,3%).9 Data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara, kasus

kematian ibu tahun 2015 terdapat 71 kasus yang disebabkan oleh perdarahan 22 kasus, hipertensi dalam
kehamilan 13 kasus, infeksi 5 kasus, dan lainlain 31 kasus.10Melihat tingginya angka morbiditas dan
mortalitas ibu, diperlukan antisipasi terhadap faktor risiko yang dapat menyebabkan kejadian
preeklampsia serta eklampsia pada ibu maka peneliti tertarik untuk mengetahui tentang gambaran
preeklampsia berat dan eklampsia ditinjau dari faktor risiko di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

Anda mungkin juga menyukai