Patologi Anatomi
Histopatologi
Insang
Pengamatan histopatologi kerang hijau pada penelitian ini insang disusun
oleh struktur yang berlapis-lapis yang saling berhubungan membentuk filamen
yang terdiri atas epitel silindris sebaris bersilia pada zona frontal dan epitel pipih
selapis pada zona intermediet (Gambar 2). Perubahan patologi organ insang
berupa infiltrasi hemosit teridentifikasi pada semua sampel. Selain infiltrasi
hemosit juga ditemukan adanya proliferasi sel goblet sebanyak 6/7 pada kelompok
S dan semua sampel pada kelompok M dan L. Infiltrasi hemosit pada insang
menunjukan adanya peradangan insang yang dinamakan brankhitis (Siahaan
2013). Lesio brankhitis sering disertai hilangnya silia dan endapan pigmen coklat
(pigmentasi) sebanyak 2/7 pada kelompok S dan 5/7 pada kelompok M dan L.
Lesio patologi infiltrasi sel radang, proliferasi sel goblet dan pigmentasi
ditunjukan pada Gambar 3 dan 4.
4
Gambar 2 Insang kerang hijau normal (n=L5), zona frontal (A), sel goblet
(B), zona intermediet (C) dan inter filament junction (D).
Pewarnaan HE skala 70 μm.
yang berperan dalam sistem imun seluler pada kerang yang berada dalam
hemolimfe (Bhargavan 2008; Delahaut 2012). Bhargavan (2008), menyatakan
hemosit tidak terbatas pada sistem hemolimfe tetapi dapat bergerak bebas keluar
dari sinus ke jaringan ikat sekitar mantel, rongga usus dan lumen. Sel ini berperan
penting dalam proses fisiologis seperti pertukaran gas, osmoregulasi, transportasi
nutrisi dan eksresi, perbaikan jaringan dan pertahanan tubuh. Peranan dalam
perbaikan tubuh dengan cara migrasi dalam jumlah besar ke daerah yang rusak
dan memasuki luka sementara epitel beregenerasi.
Gambar 4 Insang kerang hijau (n= S7). hiperplasia sel goblet (A). Pewarnaan
HE skala 70 μm.
Proliferasi sel goblet pada insang merupakan respon pertahanan lokal
terhadap polutan. David dan Fontanetti (2005), menyatakan peningkatan sekresi
lendir sebagai mekanisme awal untuk mengeliminasi polutan seperti logam berat,
dengan cara menangkap dan menyelimuti logam berat sebelum merusak jaringan.
Hal ini sejalan dengan laporan pencemaran di Teluk Santos, Brazil kerang pada
lokasi B yang memiliki kandungan logam Hg 0,70 μg/l dan Pb 15,00 μg/l
menunjukan peningkatan produksi lendir, tetapi pada lokasi C meskipun memiliki
kandungan pencemar yang tinggi (Hg 0,66 μg/l dan Pb 219,66 μg/l), tidak
menunjukan peningkatan produksi lender (CETESB dalam David dan Fontanetti
2005).
Kerang sampel M2 yang ditunjukan pada Gambar 3, daerah frontal pada
beberapa bagian menunjukan tidak ada silia. Silia pada filamen insang berfungsi
mengantarkan makanan dan oksigen yang terlarut dalam air (Gosling 2003).
Kerusakan pada insang menyebabkan gangguan transportasi dan penyerapan
nutrisi, sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan kerang. Kerusakan pada
insang yang ditandai dengan lesio patologi lepasnya silia pada epitel insang yang
disertai peningkatan sel goblet, infiltrasi hemosit dan hipertrofi-hiperplasia sel
epitel insang dapat diinduksi oleh logam berat merkuri dan tembaga pada
konsentrasi sub letal (Bhargavan 2008).
6
Perubahan patologi lain yang ditemukan pada insang yaitu adanya infeksi
protozoa yang ditemukan disemua kelompok. Pada kelompok S dan M 3/7 dan
5/7 pada kelompok L. Protozoa tersebut berbentuk lonjong seperti kacang
berwarna basofilik dan diselaputi oleh lapisan tipis membentuk kapsula (Gambar
5).
Gambar 5 Protozoa pada lumen insang kerang hijau (n= L6). Hemosit (A),
fagosit (B), sporozoit (C), ookista (D), dan sel goblet (E).
Pewarnaan HE skala 35 μm.
Protozoa yang ditemukan pada kerang hijau yang ditunjukan Gambar 5
diduga adalah Nematopsis. Morfologi protozoa tersebut menyerupai protozoa
yang menginfeksi kerang-kerangan di perairan Chonbury Thailand yang
dilaporkan oleh Tuntiwarunuruk et al. (2004) dan diidentifkiasi sebagai
Nematopsis spp. yang ditemukan dalam lumen insang kerang hijau, berupa
ookista yang terisolasi dalam vakuola parasitiforus dari fagosit sel inang. Setiap
fagosit terdiri atas 1-7 ookista dan dikelilingi oleh membran. Padovan et al.
(2003) melaporkan, satu fagosit mengandung 15-19 ookista pada kerang Mytella
falcata, lebih sering 3-5 ookista.
Ookista mengandung sporozoit tunggal (Monozoic) dan ada beberapa
ookista terlihat kosong, serta sporozoit tidak berkapsul. Ookista monozoic
(sporocysts) bersifat resisten dalam tubuh inang (Padovan et al. 2003).
Ultrastruktur ookista Nematopsis terdiri atas sporozoit yang dilapisi dinding tebal
dan mikrofibril yang melapisi dinding ookista (Padovan et al. 2003; Abdel-Baki et
al. 2012). Struktur ketebalan dinding Nematopsis yang memungkinkan sifat
resisten ookista Nematopsis dalam tubuh kerang.
Kehadiran sejumlah sel fagosit dalam lumen insang, menunjukan
peningkatan sel goblet dan adanya hemosit, serta hilangnya silia. Namun tidak
mengakibatkan perubahan yang signifikan pada struktur insang. Meskipun
demikian dapat mengakibatkan obstruksi aliran air antara inhalan dan ekshalan,
sehingga menyebabkan penurunan efesiensi penyaringan dan asupan makanan
(Tuntiwaranuruk et al. 2004).
7
Mantel
Struktur histologi mantel kerang hijau terdiri atas epitel permukaan bersilia,
serabut otot, sel ungu, sel lemak dan sel goblet (Gambar 7). Epitel permukaan
mantel berupa epitel silindris sebaris dengan inti basofilik berderet mendekati
bagian basal. Pada beberapa bagian epitel mantel membentuk plika,selain itu juga
ditemukan adanya pigmen coklat intrasel epitel. Pigmen coklat intraseluler normal
ditemukan pada epitel mantel bagian posterior (McElwain dan Bullard 2013).
8
Gambar 7 Struktur histologi mantel kerang hijau (n= S7). Sel goblet (A), sel
lemak (B), sel ungu (C), sel granuler eosinofilik (D), dan serabut
otot (E). Pewarnaan HE skala 70 μm.
Lesio patologi yang ditemukan yaitu adanya infiltrasi hemosit dan infeksi
protozoa Nematopsis spp. Infiltrasi hemosit pada kerang kelompok S yaitu 5/7 dan
semua sampel pada kelompok M dan L (Gambar 8). Sedangkan infeksi protozoa
Nematopsis spp. yaitu 4/7 pada kelompok S, 1/7 pada kelompok M, dan 5/7 pada
kelompok L.
Gambar 8 Peradangan pada mantel kerang hijau (n= S4). Hemosit granulosit
(A), hyalinosit (B), dan sel goblet (C). Pewarnaan HE skala 35
μm.
Mantel merupakan organ yang kontak langsung dengan lingkungan perairan.
Infiltrasi hemosit pada submukosa mantel dan epitel mantel dalam jumlah yang
9
Organ Pencernaan
Struktur histologi saluran cerna pada kerang hijau hampir sama dengan
mamalia yaitu terdiri atas mukosa dan submukosa. Saluran cerna dilapisi oleh
epitel silindris sebaris bersilia dan lapisan lamina propia, serta dikelilingi oleh
kelenjar pencernaan (Gambar 9).
Gambar 9 Organ digesti kerang hijau (n= S7). CSS (crystalline style sac), I
(Intestine), K (kelenjar pencernaan), S (stomach). Pewarnaan HE
skala 363 μm.
Lambung memiliki struktur berlipat-lipat membentuk plika dengan epitel
silindris bersilia, sitoplasma eosinofilik dan inti basofilik berbentuk lonjong dan
pada bagian basal epitel lambung terlihat adanya inti piknotik berbentuk bulat.
Pada bagian lumen ditemukan masa berwarna merah muda, diduga berasal dari
sekresi mukus yang bercampur dengan makanan. Pada bagian lamina propia
berupa serabut berwarna merah muda dengan inti basofilik (Gambar 10).
10
Gambar 10 Lambung kerang hijau (n= S7). Silia (A), epitel silindris (B), Lp
(lamina propia). Pewarnaan HE skala 70 μm.
Gambar 11 Style sac kerang hijau (n= S7). Silia (A) dan epitel silindris (B).
Pewarnaan HE skala 35 μm.
Bagian posterior lumen lambung ditemukan adanya kristal berwarna merah
muda seperti gelatin berbentuk bulat. Bagian yang mengandung kristal ini
merupakan perpanjangan dari lambung yang membentuk kantung yang disebut
crystalline style sac (Bower dan Blackbourn 2003). Struktur style sac memiliki
epitel silindris yang sama tinggi dengan sitoplasma eosinofilik granuler dan inti
bulat berderet ditengah, serta memiliki silia yang tinggi dan tebal (Gambar 11).
Style sac berperan dalam membantu pencampuran pakan dan pelepasan enzim
yang berperan dalam pencernaan. Masa kristal seperti gelatin terdiri atas lapisan
11
Gambar 12 Enteritis pada kerang hijau (n= L3) disertai nekrosa epitel
pencernaan. hemosit hyalinosit (A) dan hemosit granulosit (B).
Pewarnaan HE skala 35 μm.
Gambar 13 Peradangan pada style sac kerang hijau (n= L2). Sel goblet (A),
dan sarang radang granuloma (B). Pewarnaan HE skala 70 μm.
Enteritis pada sampel yang diamati seperti yang ditunjukan pada Gambar 12
didominasi oleh sel hemosit granulosit yang menginfiltrasi lamina propia dan
epitel mukosa pencernaan. selain itu juga ditemukan adanya hemosit hyalinosit
12
dengan variasi ukuran pada lamina propia. Pada beberapa bagian lamina propia
juga ditemukan adanya akumulasi hemosit (granulositoma) multifokus seperti
yang terlihat dalam Gambar 13. Infiltrasi hemosit tersebut menyebabkan
peradangan yang disertai dengan pelepasan silia epitel pencernaan serta
peningkatan jaringan ikat disekitar akumulasi hemosit multifokus, sehingga
diduga peradangan bersifat kronis.
Bignell et al. (2008), menyatakan reaksi peradangan dengan infiltrasi
hemosit menyebar pada jaringan ikat atau membentuk akumulasi multifokus sel
radang dikaitkan dengan infeksi protozoa Marteilia sp, inflamasi parah sering
disertai dengan granulositoma baik satu maupun beberapa lesio dalam jaringan
ikat. Sedangkan penelitian lain menyebutkan prevalensi granulositoma meningkat
pada kerang asal lokasi yang terkontaminasi logam berat (Sunila 1986; Myint dan
Tyler dalam Stentiford et al. 2004). Namun berdasarkan pengamatan pada
penelitian ini reaksi peradangan tersebut bersifat tidak spesifik karena disekitar
daerah peradangan tidak terlihat adanya infeksi parasit.
Saluran pencernaan kerang dikelilingi oleh kelenjar pencernaan yang sering
disebut dengan hati pada kerang atau hepatopankreas (Helm dan Bourne 2004).
Kelenjar pencernaan berupa tubulus-tubulus yang terdiri atas sel pencernaan dan
sel piramid basofilik (Zaldibar et al. 2008; McElwain dan Bullard 2013). Kelenjar
pencernaan sebagai organ pusat aktivitas metabolisme pada kerang, serta terlibat
dalam mekanisme pertahanan kekebalan tubuh, detoxikasi dan regulasi
homeostasis (Mangorez et al. 2002; Moore dan Allen 2002).
Lesio patologi yang ditemukan pada kelenjar pencernaan selain infiltrasi
hemosit juga adanya pigmentasi pada sel kelenjar pencernaan dengan jumlah lesio
pada kelompok S 3/7, M dan L 6/7 (Gambar 14).
pada Gambar 14. Zaldibar et al. (2008), menyatakan bahwa sel pencernaan dan sel
piramid basofilik kelenjar pencernaan memiliki kemampuan berproliferasi.
Mitosis pada sel pencernaan dengan BrdU histokimia memperjelas bahwa
regenerasi sel dihasilkan oleh autologous dari sel pencernaan dan sel basofilik
yang matang (Zaldibar et al. 2004). Zaldibar et al. (2008) juga menjelaskan,
proliferasi sel kelenjar pencernaan dipengaruhi oleh musim, dimana proliferasi
meningkat pada musim panas.
Lesio lain yang ditemukan pada kelenjar pencernaan yaitu ditemukannya
badan inklusi eosinofilik intrasitoplasmik disertai infiltrasi hemosit pada
kelompok L sebanyak 1/7 (Gambar 15). Lesio tersebut menyerupai viral-like
inclusion bodies yang ditemukan pada kelenjar pencernaan kerang Bathymodiolus
heckerae (Ward et al. 2004), kerang Mytilus sp (Bignell et al. 2008). Namun
badan inklusi tersebut belum diidentifikasi secara pasti penyebabnya
Jantung
Organ jantung yang diamati sebagian besar tidak menunjukan perubahan
yang spesifik. Perubahan signifikan pada jantung yaitu adanya peningkatan
akumulasi hemosit pada ruang ventrikel jantung dan tidak terlihat adanya
perubahan pada miokardium (Gambar 17).
Gonad
Gonad kerang hijau yang diamati yaitu gonad jantan dan betina.
Berdasarkan pengamatan histopatologi pada kerang hijau kelompok S semua
sampel berkelamin jantan, sedangkan pada kelompok M (6 betina dan 1 jantan)
dan L (4 betina dan 3 jantan). Lesio patologi yang ditemukan yaitu adanya
infiltrasi hemosit pada kelompok S dan M sebanyak 3/7 dan pada kelompok L 6/7
(Gambar 18 dan 19).
16
Gambar 18 Infiltrasi hemosit pada gonad betina kerang hijau (n= L3). Ovum
(A) dan hemosit (B). Pewarnaan HE skala 70 μm.
Gambar 19 Akumulasi hemosit pada gonad jantan kerang hijau (n= L5).
Folikel testis (A), jaringan ikat (B), dan akumulasi hemosit (C).
Pewarnaan HE skala 70 μm.
Akumulasi hemosit ditemukan intrafolikuler dan interfolikuler gonad betina
dan jantan. Infiltrasi hemosit intrafolikuler menyebabkan membran folikel
mengalami disintegrasi. Aarab et al. (2011) menyebutkan infiltrasi hemosit dalam
folikel gonad dan kelenjar pencernaan dikaitkan dengan kontaminasi minyak,
PAH (polycyclic aromatic hydrocarbon) dan alkilfenol. Penelitian lain
mengatakan reaksi inflamasi dalam folikel gonad dikaitkan dengan infeksi
protozoa Steinhausia mytilovum (Bignell et al. 2008), kontaminan organik dan
17
logam berat (Lowe dan Pipa dalam Bignell et al. 2011), kontaminan tersebut
mengakibatkan penghambatan perkembangan folikel gonad dalam kerang.
Logam Berat
Pengujian akumulasi logam berat Cd, Pb, dan Hg dalam tubuh kerang,
dilakukan untuk mendukung diagnosa. Hal ini dikarenakan lesio yang ditemukan
tidak spesifik, tetapi berdasarkan kajian literatur lesio histopatologi yang telah
dijelaskan pada masing-masing organ sebagian besar dikaitkan dengan
pencemaran logam berat. Hasil pengujian mendeteksi adanya logam berat Cd, Pb
dan Hg sebesar 0.03 mg/kg, 0.02 mg/kg dan 0.16 mg/kg. Akumulasi logam berat
dalam tubuh kerang membuktikan adanya pencemaran lingkungan disekitar
perairan teluk Jakarta. Logam berat dapat masuk ke perairan Teluk Jakarta
melalui aliran sungai yang membawa limbah industri dan rumah tangga, yang
selanjutnya terakumulasi dalam biota laut seperti kerang hijau melalui rantai
makanan karena kerang hijau memiliki sifaf filter feeder dan sessile. Kerang
diketahui memiliki afinitas yang tinggi terhadap logam berat Cd melalui ikatan
protein metallothionin (OSUSRL 2008). Akumulasi ringan dari logam berat
tersebut diduga menjadi pemicu terjadinya perubahan degeneratif, dan infiltrasi
sel radang non spesifik pada beberapa organ tiap kelompok ukuran seperti yang
ditunjukan pada Tabel 1.
Akumulasi logam berat yang ditemukan, nilainya masih di bawah standar
yang ditetapkan oleh BSN yaitu 1.0 mg/kg untuk logam berat Cd dan Hg dan 1.5
mg/kg untuk logam berat Pb (BSN 2009). Kadmium merupakan salah satu logam
berat yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia dan dapat terakumulasi dalam
jaringan lunak terutama ginjal dan hati (OSUSRL 2008). Paparan kronis logam
berat Cd dalam jumlah rendah dapat mengakibatkan disfungsi ginjal, penyakit hati,
kanker paru-paru dan dekalsifikasi tulang (Satarug et al. 2000). Jin et al. (2003),
menyatakan kadmium dapat bertindak sebagai mutagen DNA dan kemungkinan
gangguan endokrin
18