Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetri
berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi
khorioamnioritis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan
mortalitas perinatal, dan menyebabkan infeksi ibu
Menurut EASTMAN insidens PROM (Premature Rupture of the
Membrane) ini kira-kira (12 %) dari semua kejadiannya mencapai
sekitar(24%). Kejadian KPD berkisar 5-10% dari semua kelahiran, dan
KPD preterm terjadi 1% dari semua kehamilan. 70% kasus KPD terjadi
pada kehamilan cukup bulan. KPD merupakan penyebab kelahiran
prematur sebanyak 30%.
Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung antara dunia
luar dan ruangan dalam rahim, sehingga memudahkan terjadinya infeksi
asenden. Salah satu fungsi selaput ketuban adalah melindungi atau
menjadi pembatasan dunia luar dan ruangan dalam rahim, sehingga
mengurangi kemungkinan infeksi. Makin lama periode laten, makin
besar kemungkinan infeksi dalam rahim. Persalinan prematuritas dan
selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan bayi /
janin dalam rahim. Oleh karena itu, tata laksana ketuban pecah dini
memerlukan tindakan yang rinci, sehingga dapat menurunkan kejadian
persalinan prematur dan infeksi dalam rahim

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada ketuban pecah dini
(KPD)

1
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi Ketuban Pecah Dini
b. Mengetahui etiologi Ketuban Pecah Dini
c. Mengetahui manifestasi Ketuban Pecah Dini
d. Mengetahuai management terapeutik Ketuban Pecah Dini
e. Mengetahui Patofisiologi Ketuban Pecah Dini
f. Mengetahui komplikasi Ketuban pecah Dini
g. Mengetahui Konsep dasar Askep Ketuban Pecah Dini
C. Batasan Penulisan
Fokus kami dalam penyusunan makalah ini adalah asuhan
keperawatan Ketuban Pecah Dini.

D. Metode Penulisan
Makalah ini disusun dengan metode deskriptif melalui studi
kepustakaan dengan pengumpulan data dari berbagai literatur atau
sumber.

E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada makalah ini yaitu :
BAB I : Pendahuluan
BAB II : Tinjauan Pustaka
BAB III : Penutup

2
BAB II

TINAJAUAN TEORI

A. Definisi Ketuban Pecah Dini (KPD)

Ketuban pecah dini atau Spontaneous / Early-Premature Rupture Of


The Membrane (prom) adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu bila
pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara < 5 cm. bila
periode laten terlalu pajang dan ketuban sudah pecah, maka dapat terjadi
infeksi yang dapat meninggikan angka kematian ibu dan anak.
Ketuban pecah dini merupakan pecahnya selaput ketuban sebelum
pembukaan , 4 cm (fase laten), KPD dapat terjadi pada akhir kehamilan atau
jauhsebelum waktu melahirkan (Nugroho, 2012).
Ketuban pecah dini merupakan pecahnya selaput ketuban sebelum
proses persalinan atau sebelumada tanda-tanda persalinan (Prawirohardjo,
2009)

Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya/rupturnya selaput

amnion sebelum dimulainya persalinan yang sebenarnya atau pecahnya

selaput amnion sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu dengan atau

tanpa kontraksi.

Selaput janin dapat robek dalam kehamilan:

a. Spontan karena selaputnya lemah atau kurang terlindung karena


cervix terbuka (cervix yang inkompelent).
b. Karena trauma, karena jatuh, coitus atau alat-alat.
c. Insiden menurut Eastman kira-kira 12% dari semua kehamilan.
B. Prinsip Dasar Ketuban Pecah Dini (KPD)
1. Ketuban dinyatakan pecah dini apabila terjadi sebelum proses persalinan
berlangsung.

3
2. Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam Obstetri
berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi
khorioamnionitis sampai sepsis.
3. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan
membran atau meningkatnya tekanan intrauterine atau oleh kedua faktor
tersebut. Berkurangnya kekuatan membrane disebabkan oleh adanya
infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks.
4. Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi,
adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin, dan adanya tanda-tanda
persalinan. (Sarwono Prawiraharjo, 2001).

C. Etiologi

Penyebab pasti dari KPD ini belum jelas. Akan tetapi, ada beberapa keadaan

yang berhubungan dengan terjadinya KPD ini, diantaranya adalah sebagai

berikut.

1. Trauma : amniosintesis, pemeriksaan pelvis, dan hubungan seksual

menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi. (Norma,

2013)

2. Infeksi yang terjadi langsung pada selaput ketuban dari vagina atau

infeksi pada cairan ketuban yang mengakibatkan KPD. (Norma, 2013)

3. Selaput amnion yang mempunyai struktur yang lemah/selaput terlalu

tipis.

4. Keadaan abnormal dari fetus seperti malpresentasi.

5. Kelainan pada serviks atau alat genitalia seperti ukuran serviks yang

pendek (<25 cm).

6. Multipara dan peningkatan usia ibu.

4
D. Manifestasi Klinis

Ibu biasanya datang dengan keluhan utama keluarnya cairan amnion/ketuban

melewati vagina. Selanjutnya jika masa laten panjang, dapat terjadi

karioamnionitis. Untuk mengetahui bahwa telah terjadi infeksi ini adalah

mula-mula dengan terjadinya takikardi pada janin. Takikardi pada ibu

muncul kemudian, ketika ibu mulai demam. Jika ibu demam, maka diagnosis

karioamniositis dapat ditegakkan, dan diperkuat dengan terlihat adanya pus

dan bau pada secret. Tanda dan gejala saat terdapat ketuban pecah dini yaitu

sebagai berikut:

1. Keluar air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning, hijau, atau

kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.

2. Pada pemeriksaan inspekulo tampak selaput selaput ketuban tidak

ada dan air ketuban mengalir (Sukami, 2013).

3. Janin mudah diraba, pada pemeriksaan dalam selaput ketuban tidak

ada dan air ketuban sudah kering .

4. Nyeri perut

5. Denyut jantung janin bertambah cepat, yang merupakan tanda-tanda

infeksi terjadi. (Norma,2013).

E. Manajemen Terapeutik

Manajemen terapeutik KPD bergantung apada usia kehamilan serta apakah

ada tanda infeksi atau tidak. Langkah pertama yang harus dilakukan

menentukan apakah selaput amnion benar-benar rupture. Inkontinensia urine

dan peningkatan pengeluaran vagina merupakan tanda-tanda untuk perlu

mencurigai terjadinya rupture/pecahnya selaput amnion.

5
Untuk membuktikannya, dengan cara menggunakan speculum steril guna

melihat kumpulan cairan amnion disekitar serviks, atau dapat juga melihat

langsung cairan amnion yang keluar melalui vagina.

Analisis dengan kertas nitiozine akan menandakan keadaan alkali dari cairan

amnion. Sekresi vagina pada wanita hamil memiliki nilai pH antara 7,0-7,2.

Jika kertas tidak menunjukan perubahan warna berarti hasil tes negative yang

mengindikasikan bahwa selaput membaran tidak ruptu. Jika hasil tes positif,

maka terjadi perubahan warna kertas. Hal ini mungkin saja menandakan

terjadinya keracunan karena urine, darah, dan pemberian antiseptic yang

menyebabkan sekresi serviks menjadi alkali, sehingga mempunyai pH yang

hamper sama dengan pH cairan amnion.

Dapat juga dengan menggunakan tes Ferning. Tes Ferning digunakan

dengan meletakkan sedikt cairan amnion di atas gelas kaca, kemudian

ditambahkan sedikt sodium klorida dan protein. Hasilnya akan berbentuk

seperti tanaman pakis. Hasil akan menjadi negative pada kebocoran yang

telah terjadi beberapa hari. Bisa juga digunakan tes kombinas, yaitu

pemeriksaaan speculum, tes dengan kertas nitrazin, atau tes ferning, sehingga

diagnasa menjadi leboh akurat.

Pada kehamilan patern, serviks biasnya tidak baik untuk induksi.

Fakor seperti usia kehamilan, jumlah cairan amnion yang tersisa kematangan

paru-paru janin, harus menjadi bahan pertimbangan, selain itu perlu juga

diperhatikan adanya infeksi pada ibu dan janin.

Saat usia kehamilan antara 32-35 minggu perlu dilakukan tes

kematangan paru janin dari cairan yang ada di vagina. Tes tersebut

6
diantaranya dalah tes-tes yang mengukur perbandingan surfaktan dengan

albumin. Tes dengan menggunakan Phostphatidylglycerol, atau tes yang

menghitung perbandingan lesitin dengan spingomielin. Amoinosintesis dan

kutur kuman sering dilakukan jika terdapat infeksi. Test ini berguna untuk

mencegah Respiratory Distress Syndrome (RDS) pada bayi jika bayi

dilahirkan.

Bila janin belum viable (kurang dari 36 minggu) dan ingin

mempertahankan kehamilannya, ibu diminta untuk istirahat di tempat tidur,

berikan obat-obatan seperti antibiotic profilaksis yang dapat mencegah

infeksi juga spasmolitik untuk mengundurkan sisa waktu sampai anak viable.

Tes kematangan paru-paru janin perlu dilakukan secara periodic, observasi

adanya infeksi dan mulainya persalinan, kemudian persalinan dapat

dilakukan setelah paru janin matang. Bila janin telah viable (lebih dari 36

minggu) dan serviks sudah matang, lakukan induksi persalinan denga

oksitosing 2-6 jam setelah periode lateen, dan diberikan antibody profilaksis.

F. Komplikasi

Komplikasi dari KPD paling sering terjadi yaitu sindrom distress pada janin,

hal ini sering terjadi pada KPD sebelum usia 37 minggu dan terjadi pada 10-

14% bayi baru lahir. KPD dapat pula menyebabkan karioamnionitis (radang

pada karion dan amnion) serta prolapse tali pusat. Resiko kecacatan dan

kematian janin meningkat pada kasus KPD preterm, insidennya mencapai

100% (Norma, 2013). Selain komplikasi tersebut, KPD dapat menyebabkan

komplikasi lain, yaitu :

7
1. Infeksi intrauterine

2. Tali pusat menumbung

3. Prematuritas

4. Distosia

5. Persalinan pelahiran kurang bulan

6. Oligohidramnion (Kriebs, 2010)

G. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas ibu

b. Riwayat penyakit

1) Riwayat kesehatan sekarang: ibu datang denga pecahnya ketuban

sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu dengan atau tanpa

komplikasi.

2) Riwayat kesehatan dahulu

 Adanya trauma sebelumnya akibat efek pemeriksaan

amnion.

 Sintesis, pemeriksaan pelvis, danhubungan seksual.

 Kehamilan ganda, polihidramnion.

 Infeksi vagina/Serviks oleh kuman streptokokus.

 Selaput amnion yang lemah atau tipis.

 Posisi fetus tidak normal

 Kelainan pada otot serviks atau genital seperti panjang

serviks yang pendek.

8
 Multiparitas dan peningkatan usia ibu serta defisiansi

nutrisi.

3) Riwayat kesehatan keluarga: ada tidaknya keluhan ibu yang lain

yang pernah hamilkembar atau turunan kembar.

c. Pemeriksaan Fisik

1) Kepala dan leher

 Mata perlu diperiksadi bagian sclera, konjungtiva.

 Hidung: ada/tidaknya pembengkaka konka nasalis.

Ada/tidaknya hiperekskresi mukosa.

 Mulut : gigi karies/tidak, mukosa ulut kering, dan warna

mukosa gigi.

 Leher : berupapemeriksaan KGB, JVP dan tiroid.

2) Dada

 Toraks

 Inspeksi kesimetrisan dada, jenis pernapasan

torakoabdominal, dan tidak ada retreksi dinding dada,

frekuensi nafas normal 16-24 kali/menit. Iktus kordis

terlihat atau tidak. Palpasi : payudara tidak ada

pembengkakan. Auskultasi terdengar BJ I dan II di IC

kiri/kanan bunyi nafas normal vesikuler.

 Abdomen

Inspeksi: ada/tidak bekas operasi, striae, dan linea.

9
Papasi: TFU, kontraksi ada/tidak, posisi, kandung kemih

penuh/tidak.

Auskultasi : DJJ ada/tidak.

3) Genetalia

 Inspeksi: keberhasilan, ada/tidaknya tanda-tanda REEDA

(red, edema, discharge, approximatcly) : pengeluaran air

ketuban (jumlah, warna, bua): dan lender merah muda

kecoklatan.

 Palpasi : pembukaan serviks (0-4)

 Ekstremitas edema, varies ada/tidak.

d. Pemeriksaan diagnostic

1) Hitung darah lengkap untuk menentukan adanya anemia, infeksi.

2) Golongan darah dan faktor Rh.

3) Rasio lesitin terhadap spingomielien (rasio US) : menentukan

maturasi janin.

4) Tes farning dan kertas nitrazine : emastikan pecah ketuban.

5) Ultrasonografi : menentukan usia gestasi, ukuran janin, gerakan

jantung janin, dan lokasi plasenta.

6) Pelvimetri: identifikasi posisi janin

e. Diagnosis Keperawatan

a) Resiko tinggi infeksi maternal yang berhubungan dengan

prosedur invasive, pemeriksaan, vagina berulang, dan ruptur

membrane amniotic.

10
b) Kerusakan pertukaran gas pada janin yang berhubungan dengan

adanya penyakit.

c) Risiko tinggi cedera pada janin yang berhubungan dengan

melahirkan bayi premature/ tidak matur.

d) Ansietas yang berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada

diri sendiri/janin.

e) Resiko tinggi penyebaran infeksi/sepsis yang berhubungan

dengan adanya infeksi, prosedur invasive, dan peningkatan

pemahaman lingkungan.

f) Resiko tinggi keracunan karena toksik yang berhubungan dengan

dosis/efek samping tokolitik.

g) Risiko tinggi cedera pada ibu yang berhubungan dengan

intervensi pembedahan, penggunaan obat tokolitik.

h) Itoleransi aktivitas yang berhubungan dengan hipersensitivitas

otot.

i) Risiko tinggi kekurangan volume cairan yang berhubungan

dengan penurunan masukan cairan.

2. Intervensi Keperawatan

a. Diagnosis 1 : risiko tinggi infeksi maternal yang berhubungan

dengan prosedur invasi, pemeriksaan vagina berulang, atau rupture

membrane amniotic.

Tujuan : Infeksi maternal tidak terjadi.

11
Kriteria hasil : dalam waktu 3x 24 jam ibu bebas dari tanda-tanda infeksi

(tidak demam, cairan amnon jernih, hamper tidak berwarna, dan tidak

berbau).

Rasional
Intervensi

Mandiri

Lakukan pemeriksaan vagina awal, a. Pengulangan pemeriksaan vagina


a.
ulangi bila pola kontraksi atau berperan dalam insiden infeksi

perilakuibu menandakan kemajuan. saluran asendens.

Gunakan teknik aseptic selama b. Mencegah pertumbuhan bakteri dan


b.
pemeriksaan vagina. kontaminasi pada vagina.

Anjurkan perawat perineum setelah c. Menurunkan risiko infeksi saluran


c.
eliminasi setiap 4 jam dan sesuai asendens.

indikasi.

Pantau dan gambarkan karakter d. Pada infeksi, cairan amnion menjadi


d.
cairan amniotic. lebih kental dan kuning pekat serta

dapat terdeteksi adanya bau yang

kuat.

Pantau suhu, nadi, pernapasan dan e. Dalam 4 jam setelah membrane


e.
sel darah putih sesuai indikasi. ruptur, insiden karioamniotis

meningkat secara progresif sesuai

dengan waktu yang ditunjukka

melalui TTV.

12
Tekanan pentingnya mencuci tangan f. Mengurangi perkembangan
f.
yang baik dengan benar. mikroorganisme

Kolaborasi

Berikan cairan oral dan perenteral g. Meski tidak boleh sering dilakuka,
g.
sesuai indikasi. Berikan enema namun evaluasi usus dapat

pembersih bulu sesuai indikasi. meningkatkan kemajuan persalinan

dan menurunkan risiko infeksi.

Berikan antibiotik profilaktik bila h. Antibiotik dapat melindungi


h.
diindikasikan. perkembangan koriomnionitis pada

ibu beresiko.

Dapatkan kultur darah bila gejala i. Mendeteksi dan mengidentifikasi


i.
sepsis ada organisme penyebab terjadinya

infeksi.

b. Diagnosis 2 : Gangguan kerusakan pertukaran gas pada janin yang

berhubungan dengan proses penyakit.

Tujuan : pertukaran gas pada janin kembali normal.

Kriteria hasil yang diharapkan dalam waktu 1x24 jam :

a. Klien menunjukan DJJ dan variabilitas denyut per denyut dalam batas

normal.

b. Bebas dari efek-efek merugikan dan hipoksia selama persalinan.

13
Rasional
Intervensi

Mandiri

Pantau DJJ setiap 15-30 menit. a. Takikardi atau bradikardi janin


a.
adalah indikasi dari kemungkinan

penurunan yang yang mungkin perlu

intervensi.

Periksa DJJ dengan segera bila b. Mendeteksi distress janin karena


b.
terjadi pecah ketuban dan periksa 5 kolaps alveoli.

menit kemudian, observasi

perineum ibu untuk mendeteksi

prolapse tali pusat.

Perhatikan dan catat warna serta c. Pada presetasi vertex, hipoksia yang
c.
jumlah cairan amnion dan waktu lama mengakibatkan cairan amnion

pecahnya ketuban. berwarna seperti meconium karena

rangsangan vagal yang

merelaksasikan sfingter anus janin.

Catat perubahan DJJ selama d. Mendeteksi beratnya hipoksia dan


d.
kontraksi. Panyau aktivitas uterus kemungkinana penyebab janin rentan

secara manual dan elektronik. Bicara terhadap potensi cedera selam

pada ibu/ pasangan dan berikan persalinan karena menurunnya kadar

informasi tentang situasi tersebut. oksigen.

Kolaborasi

14
Siapkan untuk melahirkan dengan g. Dengan penurunan viabilitas
g.
cara yang paling baik atau dengan mungkin memerlukan kelahiran

intervensi bedah bilat tidak terjadi seksio caesaria untukmencegah

perbaikan. cedera janin dan kematian karena

hipoksia.

c. Diagnosis 3 : Ansietas yang berhubungan dengan situasi kritis, ancaman

pada diri sendiri/janin.

Tujuan : mengurangi kecemasan

Kriteria yang diharapakan dalam waktu 1x24 jam :

a. Menggunakan teknik pernapasan dan relaksasi yang efektif.

b. Berpartisipasi aktif dalam proses melahirkan.

pada panggul yang normal, pada waktu pembukaan lengkap, janin harus

segera dilahirkan. Pada letak sungsang janin harus dilahirkan dengan

ekstraksi kaki, pada letak lintang dilakukan versi ekstraksi. Sedangkan

pada persentasi belakang kepala dilakukan dengan tekanan yang cukup

pada fundus uteri ketika his, agar kepala janin masuk dalam rongga

panggul dan segera dapat dilahirkan, bila perlu tindakan ini dapat dibantu

dengan melakukan ekstraksi cunam.

Pada keadaan di mana janin sudah meninggal, tidak ada lasan untuk

menyelesaikan persalinan dengan segera. Persalinan diawasi, sehingga

berlangsung spontan dan tindakan hanya dilakukan jika diperlukan demi

kepentingan ibu. Ibu ditidurkan dengan posisi trendelenburg dengan

harapan bahwa ketuban tidak pecah terlalu dini dan tali pusat masuk

15
kembali ke dalam cavum uterus. Selama menunggu, denyut jantung janin

diawasi dengan saksama, sedangan kemajuan persalinan hendaknya

selalu dinilai dengan pemeriksaan dalam untuk menentukan tindakan

yang perlu dilakukan selanjutnya.

3. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah

direncanakan, mencakup tindakanmandiri dan kolaborasi.

Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan

kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain.

Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasrkan oleh

hasil keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain.

4. Evaluasi keperawatan

Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil

dan tujuan yang hendak dicapai.

16
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Ketuban pecah dini atau Spontaneous / Early-Premature Rupture Of The
Membrane (prom) adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu bila
pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara < 5 cm. bila
periode laten terlalu pajang dan ketuban sudah pecah, maka dapat terjadi
infeksi yang dapat meninggikan angka kematian ibu dan anak.
Ibu biasanya datang dengan keluhan utama keluarnya cairan
amnion/ketuban melewati vagina. Selanjutnya jika masa laten panjang, dapat
terjadi karioamnionitis.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada Ketuban Pecah Dini
(KPD) diantaranya ialah sebagai berikut :

a) Resiko tinggi infeksi maternal yang berhubungan dengan


prosedur invasive, pemeriksaan, vagina berulang, dan ruptur
membrane amniotic.
b) Kerusakan pertukaran gas pada janin yang berhubungan dengan
adanya penyakit.
c) Ansietas yang berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada
diri sendiri/janin.
d) Defisit Pengetahuan
Penatalaksanaan keempat diagnosa tersebut sesuai dengan intervensi
keperawatan berdasarkan diagnose yang yang ditegakan serta dilakukan
implementasi, dan diakhir dilakukan evaluasi untuk mengetahui adanya
perubahan kondisi dari pasien.

B. Saran
Dalam makalah ini terdapat penjelasan mengenai ketuban pecah dini (KPD),
diharapkan kedepannya perawat dan pembaca lebih memahami tentang KPD
dan bisa lebih bermanfaat dalam bidang ilmu keperawatan terutama dalam
bidang ilmu keperawatan maternita

17
DAFTAR PUSTAKA

Hidayati A, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan Persalinan. Yogyakarta : Nuha


Medika.

Mitayani, 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika

Norma N, dkk. 2013. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta : Nuha


Medika.
Prawirohardjo, 2010. Ilmu kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Sudarti, dkk. 2013. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Yokgayakarta :
Pustaka Belajar

Icemi s, dkk. 2013. Persalinan dan Patologi Persalinan. Yogyakarta : Nuha


Medika.

18

Anda mungkin juga menyukai