Anda di halaman 1dari 8

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP LINGKUNGAN

PERMUKIMANNYA DI DAS BRANTAS


Soesanto*

ABSTRAK

Malang adalah sebuah kota dengan mayoritas penduduknya adalah pendatang, dan dikenal
sebagai kota pelajar yang sebagian besar masyarakat terdiri dari pelajar dan mahasiswa. Dari tahun
ke tahun. Malang semakin padat , kebutuhan akan permukiman pun semakin bertambah. Di tengah-
tengah kota Malang permukiman semakin padat , banyak masyarakat hidup dengan taraf
perekonomian yang rendah (masyarakat marginal). Kondisi tersebut menjadikan peneliti yang
secara moral memiliki beban dan tanggung jawab untuk ikut memecahkan solusi permasalahan
dalam membantu Pemerintah Daerah Malang untuk ikut berperan serta menyumbangkan
pemikirannya dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi dimasyarakat khususnya di sekitar
bantaran Das Brantas Malang . Dari beberapa masyarakat kehidupan perekonomian rendah, diambil
sampel lingkungan masyarakat bawah sebanyak 30 KK (kepala keluarga) yang hidup secara
sederhana menempati lahan di RW II RT 05 DAS Brantas Kelurahan Kesatrian Kecamatan
Blimbing.
Dari hasil wawancara 11 pertanyaan kunci yang dianalisis didapat simpulan bahwa aspirasi
masyarakat di bantaran Sungai Brantas tepatnya di Kelurahan Kesatrian RW II RT 05 Kecamatan
Blimbing, tidak akan mau dipindahkan walaupun keadaan ekonomi mereka yang serba kekurangan
dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat karena mereka lebih mengutamakan kehidupan bersama
dengan kerukunan dan rasa kekeluargaan yang tinggi sehingga mereka dapat saling menolong,
bukan karena keadaan Sungai Brantas atau kondisi kesehatan masyarakat yang kurang baik ataupun
kondisi rumah yang tidak memenuhi standar.

Kata kunci : Persepsi masyarakat, rumah tinggal, lingkungan permukiman

Masyarakat permukiman disepanjang menengah kebawah dengan berbagai mata


daerah aliran sungai (DAS) Brantas Malang pencaharian dan penghidupan seperti :
yang tidak layak huni sebagai tempat tinggal, pensiunan, pegawai rendah, pesuruh,
terkonsentrasi dilembah-lembah sangat pedagang bakso keliling, pedagang kaki lima,
berbahaya terhadap bahaya banjir, longsor, tukang becak, tukang lowak, pemulung,
pencemaran lingkungan, penyebaran penyakit pengangguran. Mereka terdiri berbagai etnis
dsb. Komposisi masyarakat DAS Brantas dari Jawa, Madura, Sunda, Kalimantan, NTT
Malang sebagian besar mempunyai susunan dengan kebiasaan-kebiasaan dan tradisi yang

*
Soesanto, Ir. MSA., adalah dosen Fakultas Teknik, Universitas Merdeka Malang 45
46 MINTAKAT Jurnal Arsitektur, Volume 2 Nomer 1, September 2003

masih kental dimiliki terbawa dari tempat asal. KONDISI EKSISTING DAS BRANTAS
Kebiasaan positip yang mereka lakukan ,
Gambaran Kondisi Geografis Eksisting
seperti bahasa sehari-hari, beribadah,
Daerah Aliran Sungai Brantas
selamatan, syukuran, upacara adat masih
Terletak di ketinggian 440-667 meter di atas
sering dilakukan.
permukaan air laut, berhawa sejuk, memiliki
Penelitian bertujuan menampung kawasan pegunungan, merupakan daerah
semua aspirasi masyarakat bawah, khususnya relatif tidak rata. Kota Malang dibelah oleh
berdomisili di DAS Brantas, mengidentifikasi empat sungai, yaitu : Sungai Brantas, Amprong,
permasalahan permukiman secara Bango, dan Metro. Melihat kondisi daerah
menyeluruh dan menangani langsung aliran Sungai Brantas yang membelah
masyarakat bawah DAS Brantas dalam kotamadya Malang mempunyai karakteristik
memperbaiki kehidupannya. Sedangkan kelerengan curam dengan ketinggian sungai
sasaran penelitian adalah mencarikan solusi mencapai 12-30 meter (membentuk suatu
pemecahan permasalahan masyarakat di DAS tebing).
Brantas antara lain: masalah fisik lingkungan Daerah Aliran Sungai Brantas di Kotamadya
seperti kondisi lingkungan permukiman mereka, Malang
permasalahan non fisik dalam perbaikan Sungai Brantas mengalir melalui tengah Kota
kehidupan sosial, ekonomi dan budaya atau Malang adalah sungai terbesar di Jatim dengan
perilaku mereka untuk meningkatkan panjang 320 km, meliputi daerah pengaliran
2
kehidupan yang baik, seperti : kebiasaan seluas 12.000 km . Curah hujan tahunan rata-
membuang sampah di sungai , mandi disungai, rata 200 ml, air limpahan permukaan (surface
mempertahankan tanah leluhur sebagai tempat run off) sebesar 12 miliar meter kubik pertahun.
kelahiran dsb.
Lingkup bahasan meliputi lingkup fisik Foto 1 : Daerah Aliran Sungai Brantas Di Kodya
seperti : kondisi lingkungan permukiman, Malang
kondisi perumahan, utilitas dan sanitasi
lingkungan, fasilitas lingkungan dsb dan lingkup
non fisik antara lain tentang lingkup sosial,
ekonomi, budaya seperti kebiasaan dalam
kehidupan sehari-hari.
Metode yang digunakan dan langkah
penelitian yang dilakukan terhadap masyarakat
tersebut yaitu melakukan wawancara di lokasi
untuk memahami permasalahan yang dihadapi
masyarakat tentang permukimannya pada 30
KK dengan 11 pertanyaan kunci, kemudian
pengumpulan data fisik dan non fisik
lingkungan, selanjutnya dianalisis dan ditarik
simpulan.
Soesanto, Persepsi Masyarakat Terhadap Lingkungan Pemukimannya, 47

Foto 2 : Perumahan padat di sepanjang DAS KK. Berdasarkan perhitungan luasan lahan di
Brantas. DAS Brantas, maka diperoleh kepadatan
penduduk rata-rata mencapai 291 jiwa/ha.
Kepadatan penduduk melampaui batas daya
dukung lingkungannya akan menimbulkan efek
kepadatan lingkungan (Settlement Density)
tersebut menyebabkan suasana berdesakan
(crowdedness) bagi manusia dan
lingkungannya. Sedangkan suatu lingkungan
dengan kepadatan berlebihan memberikan
tekanan (stress) dan kerawanan sosial yang
tinggi. Selain itu juga mengakibatkan rusaknya
siklus ekosistem.
Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya
Permukiman sebagai wadah kehidupan
Kali Brantas merupakan salah satu sumber manusia bukan hanya menyangkut aspek fisik
penghidupan sangat penting bagi penduduk dan teknis saja, tetapi juga aspek-aspek sosial,
yang bermukim di sepanjang DAS Brantas di ekonomi, dan budaya dari para penghuninya,
Kotamadya Malang. Potensi sangat besar tidak hanya menyangkut masalah tempat kerja,
memberi kemungkinan bagi pertumbuhan dan belanja, santai, dan wahana untuk bepergian
pengembangan daerah di sepanjang aliran (meliputi : wisma, karya, marga, suka).
Sungai Brantas. Melihat keadaan DAS Brantas yang
membelah wilayah Kota Malang, tidak terlepas
Kepadatan Penduduk di Sepanjang DAS dari masalah tersebut. Berbagai aktivitas
Brantas fasilitas kota seperti pabrik, pertokoan dan
Data kepadatan penduduk di DAS Brantas perkantoran teramat dekat dengan DAS
dilihat pada tabel berikut : Brantas adalah akibat dari suatu sebab.
TABEL KEPADATAN PENDUDUK DAS BRANTAS
Jumlah PENGERTIAN PERKOTAAN
Jumlah Luas Kepadatan
No. Kecamatan Pendu
duk
Penduduk Lahan Penduduk Perkotaan bisa sederhana atau
(Jiwa) (ha) (jiwa/ha)
(KK) kompleks, perkotaan dapat mempunyai
1. Lowokwaru 94 470 3,75 125 suasana pedesaan, damai atau penuh dengan
2. Blimbing 156 780 3,80 205 pertentangan. Perkotaan bisa berukuran kecil
3. Klojen 10137 5.685 15,5 367
dan mudah dipelihara atau sangat besar penuh
4. Kedung Kandang 509 2.546 7,5 339
5. Sukun 501 2.505 11,25 223
masalah-masalah ekonomi. Kota mempunyai
Jumlah 2.397 11.986 41,80 291 banyak kekurangan pelayanan terhadap
penduduknya. Kota bisa terlalu padat,
Data sekunder awal tahun 1993 tiap-tiap memuat banyak rumah kumuh atau kurang
kelurahan menunjukkan sekitar 2397 KK layak, merupakan pusat pengangguran, pajak
berhuni di tepian DAS Brantas, tingkat cenderung tinggi sedangkan fasilitas kurang
kepadatan hunian rata-rata adalah 5 jiwa per
48 MINTAKAT Jurnal Arsitektur, Volume 2 Nomer 1, September 2003

memadai. Tempat-tempat tinggal bersama ini yang dipergunakan untuk tempat tinggal,
kemudian menjadi bentuk perkampungan, perdagangan, industri, atau penggunaan lain
semakin tumbuhnya permukiman, pelestarian yang tidak sesuai atau tidak aman untuk
tanah-tanah subur menjadi terabaikan. ditempati dan dapat menyebabkan penyebaran
penyakit, kematian anak, kenakalan remaja dan
Jenis Daerah Perkotaan
juga kerusakan ekonomi yaitu hak milik yang
Daerah perkotaan mempunyai fungsi
menderita pergeseran lokasi ekonomi,
tertentu bisa tunggal atau jamak dari jenis-
kemunduran atau tidak dipergunakan.
jenis sebagai berikut :
UU Perumahan 1960 memberikan
1. Jalan dan persimpangan jalan. kemungkinan bagi proyek-proyek rehabilitasi
2. Fasilitas dengan bentuk paling sederhana, percontohan, pemerintah dapat membeli unit-
meluas atau mengecil, tempat bergeraknya unit rumah tinggal, merombaknya dan
pedagang dari satu tempat ke tempat lain. menjualnya ke pemilik pribadi. Setiap proyek
Tempat ini adalah tempat beristirahat, semacam itu dibatasi hanya 50 unit dalam
makan dan untuk bongkar muat barang setiap proyek peremajaan.
dagangan gagasan ini lokasinya disebut UU Perumahan 1949 menyebutkan bahwa
terminal transportasi, bandara, bahan suatu proyek harus didominasi
pelabuhan. perumahan, mencerminkan anggapan umum
3. Daerah Pertanian, Kota Perdagangan, Kota bahwa program perumahan murah beralih
Industri, Kota Transportasi, Kota Rekreasi, pengelolaannya, bersamaan dengan
Kota Pendidikan, Lingkungan Pensiunan, pembersihan permukiman kumuh dari sektor
Lingkungan Pertambangan, Pusat pemerintah ke swasta.
Pemerintahan, dan Kota Kombinasi Sampai tahun 1954, UU Perumahan
Kekuatan Alamiah yang Merusak Perkotaan diubah untuk memungkinkan pemakaian 10%
Keputusan penetapan lokasi tempat dari dana bantuan untuk bagian-bagian non
tinggal harus memperkirakan kekuatan- perumahan suatu proyek peremajan. Pada
kekuatan alamiah yang merusakkan suatu tahun 1959 pembatasan itu diubah lagi untuk
perkotaan. Seperti kekuatan alam perlu memungkinkan tata guna non perumahan
diperhatikan antara lain : kebakaran, banjir, di sebesar 20% dan sesudah itu ditingkatkan
lahan berbukit perencanaan harus dilakukan menjadi 30%. Pada pertengahan tahun 1960
secara hati-hati untuk menempatkan ditingkatkan menjadi 35%, akan tetapi langkah
permukiman kota dimana terdapat tekanan air positif yang telah diambil pada tahun 1960-an
yang cukup besar, kemiringan jalan tidak terlalu sejak itu diubah. Program penataan kembali
terjal untuk mobil pemadam kebakaran, gempa, hanya untuk menguntungkan pembangunan
dan tanah longsor bangunan-bangunan komersial hanya sedikit
yang diarahkan pada pembangunan
Peremajaan Kota perumahan.
Peremajaan kota dilaksanakan karena
kerusakan yang ditimbulkan akibat adanya HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
tingkat kritis dalam proses menuanya daerah Data yang diperoleh melalui survei
perkotaan. Kerusakan tersebut meliputi : lapangan akan diambil 11 kata kunci dari 53
kerusakan struktural pada bangunan-bangunan
Soesanto, Persepsi Masyarakat Terhadap Lingkungan Pemukimannya, 49

pertanyaan yang diberikan kepada masyarakat keadaan ekonomi mereka yang tidak dapat
di Kelurahan Kesatrian RW II RT 05, melakukan penataan dengan baik. .
Kecamatan Blimbing, untuk mengetahui Sedangkan 5 warga lainnya atau 16,6%
aspirasi masyarakat di daerah tersebut. Melalui mengatakan tidak paham karena sebagian
kesebelas kata kunci ini, akan dianalisis besar dari mereka mempunyai tingkat
berdasarkan prosentase yang dilakukan pada pendidikan yang rendah.
30 kepala keluarga. Adapun jenis analisis 3. Analisis bila dipindahkan di tempat lain
tersebut adalah: Bila dipindahkan di tempat lain, hanya
1. Analisis bila diadakan perbaikan 2 warga yang mengatakan sangat setuju.
kampung Itupun karena mereka sangat jenuh berada
23 dari 30 warga atau 76,6% dalam keadaan lingkungan yang tidak
mengatakan sangat senang bila diadakan memenuhi syarat. Kemudian terdapat 17
perbaikan kampung, karena mereka warga yaitu 56,6% yang menjawab tidak
merasakan bahwa kampung atau daerah setuju. Karena ada suatu alasan bahwa
yang mereka tempati masih banyak sekali walaupun mereka hidup dalam lingkungan
kekurangan-kekurangan yang dimiliki. yang di bawah standar ekonomi maupun
Kurangnya sarana telekomunikasi, kondisi lingkungannya mereka dapat hidup rukun
jalan yang sempit dan banyak tanjakan, antar sesamanya, tolong menolong antar
masalah MCK yang kurang disiplin dalam sesama dan ikatan kekeluargaan mereka
pemakaiannya, keberadaan KM/WC dan yang masih kuat, disamping ada lagi sebab
saluran air kotor serta limbah rumah tangga yang lain yaitu mereka sudah bosan sakan
dari rumah yang sangat minim. Dan ada 2 janji pemerintah untuk memindahkan
warga atau 6,6% yang mengatakan tidak mereka ke perumahan, tetapi sampai
senang dengan alasan mereka tidak mau sekarang tidak terlaksana. Dan ada 8
lingkungan mereka berubah nantinya warga yaitu 26,6% yang menjawab tidak
apabila mereka menempati lingkungan perlu dengan alasan bahwa mereka turun-
yang baru. Sedangkan sebanyak 5 warga temurun tinggal di wilayah itu, dan mereka
atau 16,6% menjawab tidak tahu. sudah merasa cukup tinggal di wilayah itu.
2. Analisis bila diadakan penataan 4. Analisis bila dibangun Rusun/RSS
kampung Bila dibangun Rusun/RSS ada 14
Bila diadakan penataan kampung 23 warga atau 46,6% yang menjawab tidak
warga atau 76,6% menjawab sangat setuju, setuju dengan alasan bahwa mereka akan
2 warga atau 6,6% yang mengatakan tidak lebih kerasan tinggal di daerah itu daripada
setuju. Ini sangat wajar terjadi karena di rumah susun dengan kehidupan yang
keberadaan mereka di sana sangatlah kurang rasa kekeluargaannya. Ada juga
padat, antara satu rumah dengan rumah yang memberi alasan bahwa mereka takut
lainnya sangat rapat, sirkulasi yang ada tinggal di rumah susun dengan alasan
sangat sempit. Keadaan ini terjadi akibat permasalahan KM/WC yang bisa bocor,
tidak adanya penataan terencana dan mungkin ini jawaban oleh orang yang
hanya membangun tempat tinggal sesuai tingkat pendidikannya sangat rendah.
lahan seadanya disamping diakibatkan oleh
50 MINTAKAT Jurnal Arsitektur, Volume 2 Nomer 1, September 2003

Ada 4 warga atau 13,3% yang lahan seadanya. Terdapat 1 warga atau
mengatakan sangat setuju dengan alasan 3,3% karena adanya lahan kososng milik
bahwa mereka akan mendapatkan taraf PJKA yang dikontrak dengan harga sangat
kehidupan yang lebih baik daripada tinggal murah sehingga mereka dapat tinggal di
di bantaran sungai yang serba kekurangan. sana. Kemudian ada 7 warga atau 23,3%
Dan ada 10 warga atau 33,3% yang yang menjawab diajak teman dengan
menjawab pikir-pikir dengan alasan bahwa alasan bahwa dia tidak mampu untuk
mereka takut kalau dipindahkan ke rumah tinggal di luar daerah tersebut oleh karena
susun. Kehidupan mereka akan lebih keadaan ekonominya yang pas-pasan.
susah dari kehidupannya yang sekarang Dan yang terakhir ada 5 warga atau 16,6%
dengan saling berbedanya masyarakat yang tinggal secara kebetulan. Dari
yang ditempati oleh rumah susun tersebut, alasan-alasan di atas maka motifasi tinggal
sehingga tidak ada suatu rasa saling di bantaran sungai karena keadaan
membantu. ekonomi mereka yang tidak memungkinkan
5. Analisis ikut transmigrasi mereka untuk pindah dari daerah itu.
Apabila diusulkan untuk ikut 7. Analisis resiko tinggal di bantaran
transmigrasi, ada 2 warga atau 6,6% yang sungai
menjawab sangat setuju, dengan alasan Resiko tinggal di bantaran sungai
bahwa mereka mau transmigrasi bila tidaklah menjadi permasalahan bagi
keadaan daerah transmigrasinya sudah mereka. Dari 30 responden yang
siap pakai. Tetapi tidak ada seorangpun diwawancarai, 23 warga atau 76,6%
yang menjawab setuju. Dan ada 11 warga memahami sepenuhnya resiko tinggal di
tau 36,6% yang mengatakan tidak setuju bantaran sungai dan hanya 3 warga atau
dengan alasan bahwa mereka memandang 10% yang tidak memahaminya. Dan 4
daerah transmigrasi tersebut akan warga atau 13,3% yang mengatakan
menyusahkan mereka sendiri dari kondisi terpaksa dengan alasan mereka tidak
lahan yang disediakan sangat buruk mempunyai keluarga yang dapat
misalnya lahan berawa dan lain-lain. Jadi membantu mereka untuk hidup lebih baik.
mereka lebih baik tinggal di bantaran Jadi di sini dapat dikatakan bahwa resiko
sungai daripada ikut transmigrasi. tinggal di bantaran sungai sudah disadari
Sedangkan yang menjawab masih pikir- oleh masyarakat.
pikir yaitu 17 warga atau 56,6%, karena 8. Analisis resiko takut longsor tinggal di
sangat susah untuk mendapatkan bantaran sungai
pekerjaan dan penghasilan yang didapat Risiko takut longsor tinggal di bantaran
sangat rendah, sehingga ada pikiran untuk sungai, ada 8 warga atau 26,6 %
ikut transmigrasi. mengatakan sangat takut, karena
6. Analisis motifasi tinggal di bantaran pengalaman mereka terdahulu bahwa ada
Motifasi tinggal di bantaran, ada 17 warga sebuah rumah yang roboh terbawa tanah
atau 56,6% karena terpaksa. Alasannya longsor dan mungkin itu yang mengancam
karena keadaan ekonomi mereka yang keberadaan mereka tinggal di bantaran
sangat kurang sehingga terpaksa tinggal di sungai. Dan ada 17 warga yaitu 56,6%
Soesanto, Persepsi Masyarakat Terhadap Lingkungan Pemukimannya, 51

yang mengatakan tidak takut karena beradaptasi, masalah penyakit tidak


mereka sudah terbiasa tinggal di bantaran menjadi suatu masalah bagi masyarakat di
sungai dan resiko longsor tidak menjadi wilayah bantaran sungai tersebut.
beban pikiran bagi mereka. Kemudian ada 11. Analisis sakit keluarga yang sering
5 warga yaitu 16,6% yang menjawab tidak diderita
tahu karena mereka merasa tidak pernah 5 warga atau 16,6% mengatakan sakit
terjadi tanah longsor selama mereka ada di perut. Ini terjadi dari makanan yang
wilayah itu, jadi tidak merasakan suatu mereka konsumsi masih kurang memenuhi
keberanian atau suatu rasa takut persyaratan. Tidak ada seorangpun yang
menempati wilayah tersebut. mengidap penyakit paru-paru. Dan yang
9. Analisis hal yang menjadikan kerasan paling banyak yaitu 20 warga atau 66,6%
tinggal di bantaran sungai mengatakan batuk pilek, ini wajar karena
Yang menjadikan kerasan tinggal di selain daerahnya di tepi sungai, juga
bantaran sungai, dari 30 responden ada 23 keberadaan rumah mereka yang lembab
warga atau 76,6% menyatakan karena dan kurang ventilasi menyebabkan mereka
lingkungannya cocok, karena kuatnya rasa mudah terkena batuk pilek. Dan yang
kekeluargaan di antara mereka. Ada 1 menderita selain penyakit tersebut di atas
warga atau 3,3% menyatakan karena sebanyak 5 warga atau 16,6%.
rumahnya sesuai dengan alasan mereka
sudah cukup dengan keadaan mereka yang SIMPULAN DAN SARAN
sekarang tanpa mengharapkan sesuatu Masyarakat di bantaran Sungai Brantas
yang berlebih-lebihan. Dan terdapat 1 adalah masyarakat golongan bawah yang akan
warga atau 3,3% yang menjawab karena tetap bertahan hidup walaupun keadaan
mereka menganggap dekat dengan sungai ekonomi mereka sangat kekurangan, tetapi
akan dapat menunjang kehidupan sehari- dengan semangat kekeluargan yang tinggi
hari mereka, misalnya dengan mencari mereka dapat saling membantu dan menolong
pasir, batu dan lain-lain. Selain itu ada 5 antar warga.
warga atau 16,6% yang mengatakan Beberapa program Pemerintah Daerah
karena terpaksa dengan alasan ekonomi Kodya Malang untuk meningkatkan kualitas
yang pas-pasan. lingkungan di DAS Brantas seperti: penataan
10. Analisis kesehatan keluarga lingkungan, program perbaikan kampung
Ada 2 warga atau 6,6% yang sering (KIP), program perbaikan sarana dan
sakit, karena memang kondisi rumah yang prasarana terpadu, transmigrasi, bedol desa
tidak memenuhi syarat kesehatan, 2 warga kurang mendapat tanggapan dari masyarakat,
atau 6,6% yang tidak pernah sakit. memperoleh kegagalan atau tidak
Kemudian 26 warga atau 86,6% mendapatkan hasil yang maksimal. Mereka
mengatakan jarang sakit karena mereka tidak perduli, merasa tidak perlu dan kurang
sudah terbiasa beradaptasi dengan adanya perhatian. Kesadaran/pemahaman
lingkungannya, walaupun lingkungan mereka terhadap bahaya yang mengancam
tersebut masih tidak memenuhi standar. telah dipahami, himbauan dan program
Dengan keadaan yang sudah biasa pemerintah tidak ditanggapi dan tidak
52 MINTAKAT Jurnal Arsitektur, Volume 2 Nomer 1, September 2003

direalisasikan. Beberapa peristiwa telah Pemerintah Kota Madya Daerah Tingkat II


mengancam seperti banjir, longsor, wabah Surabaya, 1995. Laporan Persiapan
penyakit sepertinya biasa-biasa saja tidak Rumah Susun Surabaya.
diperdulikan . Poerbo, Hasan , 1989. Masalah Sosial Dalam
Adapun saran yang dapat diberikan Perancangan Kota , Bandung.
adalah agar semua aspirasi masyarakat Tjahyono, Rusdi, 1989. Model Pembangunan
bantaran Sungai Brantas dapat ditampung dan Perumahan Untuk Kaum Marginal,
dijadikan sebagai masukan bagi pemerintah Bandung
untuk dapat memperbaiki lingkungan Undang-undang Republik Indonesia no. 16,
masyarakat di bantaran Sungai Brantas, 1985. Tentang Rumah Susun
sehingga taraf kehidupan mereka dapat (tambahan lembaran negara No. 3318).
ditingkatkan.

DAFTAR RUJUKAN
Basari, Hasan, 1980. Kritik Asia Terhadap
Pembangunan, Pulsar, Malaysia
Blang, C.Djemabut, 1989. Perumahan Dan
Permukiman Sebagai Kebutuhan
Dasar, Intermasa , Jakarta.
Hamzah, Andi, 1990. Dasar-dasar Hukum
Perumahan, Rika Cipta, Jakarta
Harian Jawapost ( 7 sep 1993 ), Rumah Susun
Sumbo
Harian Jawa Post, (21 Des 1990 ),Peremajaan
Permukiman Kumuh
Koentjaraningrat, 1985. Kebudayaan,
Mentalitas dan Pembangunan,
Gramedia, Jakarta
Laboratorium Permukiman dan Perumahan
FPSP-ITS, 1989. Studi banding
Pengembangan Potensi Sosial
Ekonomi Penduduk Daerah Kumuh Di
Surabaya,.
Majalah Konstruksi ( April 1993 ), Rumah susun
Dupak Bangunrejo
Majalah Konstruksi ( Juli 1993 ), Rumah susun
Pulogadung.
Mubyarto, Strategi Pembangunan Pedesaan
,P3PK UGM, Yogyakarta,1984

Anda mungkin juga menyukai