Anda di halaman 1dari 10

PERAN KELOMPOK MASYARAKAT DALAM PENGUATAN INOVASI SOSIAL

DI DESA KARANGREJO KECAMATAN BOROBUDUR KABUPATEN


MAGELANG

THE ROLE OF CIVIL SOCIETY IN STRENGTHENING SOCIAL INNOVATION IN


THE VILLAGE KARANGREJO DISTRICT D BOROBUDUR MAGELANG

Arif Sofianto
Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Tengah
Jl. Imam Bonjol 190 Semarang Telp. 024 3540025
e-mail: areef_sofiant@yahoo.com
Dikirim: 27 Februari 2013; direvisi: 17 Maret 2013; disetujui: 18 Maret 2013

Abstrak
Desa Karangrejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang merupakan wilayah yang akan
dikembangkan menjadi Desa Wisata, didukung banyak potensi, baik bidang pertanian kerajinan, kuliner
maupun perdagangan, namun belum berkembang dengan baik. Hal tersebut disebabkan oleh belum
sinerginya pengelolaan wisata antar sektor dan antar pelaku. Solusi dari persoalan tersebut adalah
dibentuknya kelompok yang mampu menjadi sarana bersama. Namun persoalannya adalah kelompok yang
ada sekarang, yaitu Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) belum berfungsi sebagaimana mestinya. Penelitian
ini memfokuskan pada analisis kebutuhan penguatan dan peningkatan peran Pokdarwis di Desa Karangrejo
untuk meningkatkan pengelolaan wisata mereka. Solusi yang dapat dianjurkan adalah: 1). Perlunya kepala
desa meyakinkan kebulatan tekad, membicarakan bersama segenap masyarakat dalam rembug desa untuk
memantapkan diri, menyamakan persepsi bahwa Pokdarwis harus diaktifkan, dan diakui sebagai aktor
utama yang berisi banyak orang (aktor kolektif). 2). Penegasan struktur dengan tugas dan fungsi yang jelas,
serta menambahkan beberapa struktur penting lainya dalam kepariwisataan, seperti promosi, kerjasama dan
perencanaan program, 3). Menyamakan persepi mengenai prosedur-prosedur utama pariwisata desa,
sehingga semua pihak mendapatkan manfaat, dan 4). Perlunya melakukan penataan objek dan produk wisata
sesuai dengan standar kualitas yang diharapkan. Perlu melakukan kerjasama dengan berbagai pihak yang
kompeten untuk meningkatkan kualitas produk wisata, serta sarana pendukung lainnya.
Kata kunci: Kelompok Masyarakat, Inovasi, Desa Wisata, Karangrejo.

Abstract
Karangrejo Village, District Borobudur, Magelang Regency is an area that will be developed into a Tourist
Village, supported by a lot of potential, good agricultural crafts, culinary and trade, but not yet well
developed. But the problem is the current group, the Tourism Awareness Group (Pokdarwis) is not working
properly. This study focuses on the analysis of needs strengthening and increasing role of Pokdarwis in the
Karangrejo village to improve the management of their tour. Solutions that can be recommended are: 1).
The need for determination to convince the village chief, talk with all the people in the village consultation
to establish itself, the same perception that Pokdarwis are enabled, and is recognized as a major actor that
contains a lot of people (collective actors). 2). Confirmation of the structure with clear tasks and functions,
as well as added some other important structures in tourism, such as promotion, cooperation and planning,
3). Equating perception about the main procedures of village tourism, so that all parties benefit, and 4). The
need to undertake the arrangement of objects and tourism product in accordance with the quality standards
expected
Keywords: Community groups, Innovation, Tourism Village, Karangrejo

PENDAHULUAN & Nuryartono, dalam Arif Satria, dkk. 2011;64).


Menurut Daldjoeni dan Suyitno (2004;126) ada
Selama ini, persoalan kemiskinan dan semacam dilema di desa, yaitu adanya
keterbelakangan identik dengan kehidupan kemiskinan dan pengetahuan yang rendah
masyarakat pedesaan. Persoalan tersebut lebih menyebabkan pemanfaatan yang kelewat batas
disebabkan karena struktur perekonomian yang atas sumberdaya alam, akan tetapi di sisi lain
kurang memberikan ruang bagi masyarakat banyak sumberdaya yang ternyata belum
pedesaan untuk berpartisipasi lebih dalam dimanfaatkan secara optimal seperti sinar
terhadap pelaksanaan pembangunan (Daryanto

Peran Kelompok Masyarakat dalam Penguatan Inovasi Sosial


di Desa Karangrejo Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang – Arif Sofianto| 43
matahari, air, angin, tanaman, ikan, ternak dan mengorganisasikan diri dan lembaga desa yang
tenaga manusia. sudah ada masih belum cukup mapan.
Salah satu wilayah yang cukup potensial Kapasitas kelompok masyarakat masih
namun masih cukup terpuruk adalah Desa sangat terbatas, dari segi kuantitas, kelompok
Karangrejo, Kecamatan Borobudur Kabupaten profesi hanya terdiri dari kelompok tani dan
Magelang, dimana menyimpan banyak potensi gabungan kelompok tani (Gapoktan) yang aktif.
pertanian, peternakan maupun pariwisata yang Sedangkan kelompok sosial budaya terdiri dari
dapat dikembangkan secara bersamaan, namun satu kelompok wanita bernama “Sukma”
belum terbentuk kelembagaan yang mampu dengan aksi kegiatan di bidang sosial, kelompok
menangani potensi tersebut dengan baik. Selain pemuda, serta beberapa kelompok bidang seni,
itu terdapat kendala permodalan, sarana dan yaitu tari, gamelan, jathilan, dan sejenisnya.
prasarana serta desain dan kemasan produk Permasalahannya adalah kelompok-kelompok
desa. Potensi yang cukup menarik adalah tersebut kurang memiliki kapasitas, belum
terdapatnya beragam sumberdaya alam maupun memberikan peran yang berarti dalam
sosial, yaitu pertanian secara luas, seni mendukung pembangunan desa. Dengan
tradisional, objek wisata alam dan budaya serta demikian, perlu adanya upaya memberikan
lingkungan yang sangat memberikan nilai jual perhatian yang lebih baik untuk meningkatkan
tinggi, serta terletak di daerah klaster wisata kapasitas kelompok masyarakat dan fasilitasi
terbesar di Jawa Tengah, yaitu Borobudur. kelompok-kelompok baru.
Namun demikian, potensi belum dapat Dengan demikian perlu dilakukan
dikembangkan dengan lebih optimal untuk penelitian yang memfokuskan pada
mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat. pembentukan, penguatan dan peningkatan peran
Kondisi tersebut disebabkan oleh kelompok masyarakat di Desa Karangrejo untuk
lemahnya kapasitas SDM, kelompok meningkatkan daya saing produk mereka.
masyarakat maupun pemerintah desa. Kapasitas Kajian yang diperlukan adalah mengenai peran
masyarakat pelaku usaha sangat kurang karena kelompok masyarakat, baik kelompok tani,
terbatasnya transfer teknologi, transfer pemuda, seni budaya, perempuan maupun
pengetahuan dan dukungan sumberdaya dari kelompok lainnya di Karangrejo tersebut
berbagai pihak. Warga desa masih menjalankan terhadap peran mereka dalam meningkatkan
usaha dengan konsep “seperti biasanya”, kualitas atau nilai jual produk desa, terutama
mereka melakukan usaha seperti yang dilakukan hasil pertanian dan pariwisata melalui inovasi-
orang sebelumnya. Dengan demikian diperlukan inovasi baru. Bagaimana kelompok mampu
upaya lebih untuk membantu masyarakat merubah sikap petani secara sosial (inovasi
meningkatkan kapasitasnya melalui keterlibatan sosial) sehingga berpengaruh pada kemajuan
lembaga pengetahuan, lembaga litbang dan mereka sangat diperlukan.
lembaga lainnya dalam upaya transfer Berdasarkan penjelasan di atas, maka
teknologi, transfer pengetahuan dan rumusan masalah yang perlu dijawab dalam
membangun jejaring. penelitian ini adalah “bagaimana peran
Pada sisi pariwisata, meskipun hanya kelompok masyarakat dalam melakukan
berjarak 2 Km dari Candi Borobudur, namun inovasi sebagai upaya optimalisasi
Desa Karangrejo belum mampu menerima sumberdaya desa untuk meningkatkan
manfaat tersebut, karena ternyata potensi besar kesejahteraan”.
Candi Borobudur justru dinikmati oleh daerah
lain, terutama Yogyakarta. Sesuai dengan hasil METODE PENELITIAN
survei UNESCO (Bappeda Kab. Magelang,
2012) terhadap pengunjung Candi Borobudur Jenis dan Pendekatan
(wisatawan asing), beberapa hal menunjukkan Penelitian ini merupakan penelitian
masyarakat sekitar tidak menikmati hasil dari deskriptif, yang dilakukan untuk mengetahui
adanya Candi Borobudur. keadaan sesuatu mengenai apa dan bagaimana,
Tentunya hal tersebut sangat disayangkan, berapa banyak, sejauh mana dan sebagainya
karena potensi pemasukan yang besar belum (Suharsini Arikunto, 2002). Pendekatan yang
dapat dimanfaatkan oleh desa-desa di sekitar digunakan dalam studi ini adalah kualitatif.
Borobudur, termasuk Desa Karangrejo. Menurut Sugiyono (2009), metode penelitian
Masyarakat desa masih lemah dalam kulitatif adalah penelitian dimana data yang
terkumpul dan analisisnya lebih bersifat

44 | Jurnal Bina Praja| Volume 5 Nomor 1 Edisi Maret 2013: 43 - 52


kualitatif. Menurut Bungin (2008) penelitian seperti yang dikutip Sugiyono (2009). Analisis
kualitatif melampaui berbagai tahapan berpikir model Spradley merupakan kesatuan proses
kritis ilmiah yaitu seorang peneliti memulai linear yang dimulai dari analisis domain,
berpikir secara induktif, menangkap berbagai analisis taksonomi, analisis komponensial dan
fakta dan fenomena-fenomena sosial melalui analisis tema budaya.
pengamatan lapangan, kemudian menganalisis Analisis Domain menurut Sugiyono
dan melakukan teorisasi berdasarkan apa yang (2009) merupakan tahap awal dari penelitian,
diamati. yaitu dengan memperoleh gambaran umum dan
Lokasi menyeluruh tentang situasi sosial yang diteliti
Sesuai dengan judul penelitian, maka atau objek penelitian. Analisis Taksonomi
lokasi penelitian ini adalah di Desa Karangrejo, menurut Sugiyono (2009) adalah analisis
Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang. terhadap keseluruhan data yang terkumpul
Desa Karangrejo dipilih karena merupakan berdasarkan domain yang telah ditetapkan.
wilayah pertanian yang cukup potensial Domain yang telah ditetapkan dirinci lebih
didukung dengan sumberdaya alam, dan mendalam untuk mengetahui struktur
sumberdaya sosial seperti seni dan budaya, serta internalnya yang dilakukan dengan observasi
potensi pariwisata yang sangat besar dan dapat terfokus. Analisis Komponensial ialah mencari
dikombinasikan dengan pertanian dan kerajinan. ciri spesifik pada setiap struktur internal dengan
Namun semua potensi tersebut belum dapat mengkontraskan antarelemen sebagaimana
dikembangkan secara bersamaan sehingga disampaikan Sugiyono (2009). Jadi pada intinya
mendatangkan hasil yang optimal. analisis taksonomi adalah mencari perbedaan
atau mengkontraskan antarelemen, sehingga
Subjek Penelitian diketahui ciri-ciri spesifik masing-masing yang
Subjek penelitian atau populasi dalam membedakan dengan lainnya. Analisis Tema
penelitian ini ialah seluruh anggota kelompok Budaya menurut Sanapiah Faisal sebagaimana
masyarakat di Desa Karangrejo. Kelompok dikutip Sugiyono (2009) adalah upaya mencari
yang dimaksud dalam hal ini adalah Pokdarwis. benang merah yang mengintegrasikan lintas
Untuk keperluan pengambilan data, maka akan domain yang ada. Dengan ditemukan benang
diambil beberapa pihak yang memiliki merah tersebut, maka selanjutnya akan dapat
objektifitas, kepentingan, dan pengetahuan disusun konstruksi bangunan situasi sosial/objek
terhadap permasalahan penelitian. penelitian secara komprehensif.

Jenis dan Sumber Data Waktu Penelitian


Data yang digunakan dalam penelitian ini Penelitian ini telah dilakukan mulai bulan
ialah data primer dan data sekunder. Data Juli – September 2012 di Desa Karangrejo,
primer berasal dari wawancara dari para Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang.
informan yang berisi tentang pendapat dan
pemahaman mengenai peran kelompok HASIL DAN PEMBAHASAN
masyarakat dalam memberikan perubahan bagi
desanya. Data sekunder berasal dari dokumen Hasil
terkait objek penelitian dari berbagai sumber. 1. Gambaran Umum
Desa Karangrejo termasuk dalam wilayah
Instrumen Penelitian dan Pengambilan Data administratif Kecamatan Borobudur, Kabupaten
Instrumen yang digunakan dalam Magelang. Desa Karangrejo memiliki luas 174
penelitian ini ialah panduan wawancara atau Ha terdiri dari 98 Ha sawah dan ladang, 72 Ha
daftar pertanyaan terbuka. Informan tertentu permukiman dan sisanya fasilitas umum. Desa
diwawancarai secara mendalam dan sebagian bertopografi dataran rendah yang sesuai untuk
yang lain diminta mengisi daftar pertanyaan pertanian. Desa Karangrejo juga hanya berjarak
terbuka yang disediakan. Metode seperti ini sekitar 5 Km dari pusat pemerintahan
dilakukan agar data yang didapat benar-benar Kabupaten Magelang, dan 2 Km dari pusat
valid dan reliabel. pemerintahan Kecamatan Borobudur, serta
hanya sekitar 2 Km dari Candi Borobudur.
Teknik Analisis Data Namun demikian tidak banyak manfaat yang
Penelitian ini menggunakan teknik diperoleh masyarakat dari keberadaan candi dan
analisis yang dikembangkan oleh Spradley pengunjung di Borobudur.

Peran Kelompok Masyarakat dalam Penguatan Inovasi Sosial


di Desa Karangrejo Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang – Arif Sofianto| 45
Mayoritas warga Karangrejo bekerja di desa mereka sendiri. Hal tersebut sebagaimana
sektor swasta dalam hal ini pedagang, petani dikemukakan oleh Kepala Desa Karangrejo,
dan buruh tani serta sektor jasa, terutama di Nuranis Musodik “kita berharap bahwa warga
bidang pariwisata dan kesenian. Kebanyakan kita yang berjualan asongan di Borobudur nanti
mereka yang bekerja di sektor wisata dapat beralih menjual barangnya di rumah saja”.
menggantungkan hidupnya di sekitar kawasan
wisata Candi Borobudur, baik sebagai penjual
asongan, pemandu wisata, fotografer, angkutan
wisata, maupun pekerja serabutan atau sebagai 2. Pengelolaan Punthuk Setumbu
tenaga kebersihan, penjaga hotel dan tenaga Pemerintah desa dan masyarakat pernah
keamanan, serta sektor informal lainnya. mencoba melakukan pengaturan dalam
Kehidupan masyarakat secara umum pengelolaan Punthuk Setumbu dengan
banyak bergantung pada kondisi lahan di desa, melibatkan masyarakat yang lebih luas, namun
serta keberadaan Candi Borobudur. Namun pengelolaan di lapangan berbeda. Pengelolaan
demikian, masyarakat desa Karangrejo belum saat ini hanya dilakukan oleh warga di sekitar
dapat menikmati keberadaan wisatawan di Punthuk Setumbu (Dusun Kurahan) dan belum
Candi Borobudur. Sebagaimana disampaikan di melibatkan warga dusun lainnya, termasuk
atas, bahwa meskipun dekat dengan Borobudur, dampak kunjungan wisata bagi perekonomian
namun tidak begitu banyak wisatawan yang desa secara luas.
berkunjung ke desa, baik sekedar jalan-jalan, Ada semacam jarak antara warga dusun
membeli produk atau menginap. Kurahan dan dusun lain, mereka merasa
Akan tetapi ada sedikit perubahan kondisi Punthuk Setumbu milik mereka. Sehingga
ketika pada pertengahan tahun 2000–an, warga dusun lain juga merasa sungkan atau
seorang fotografer menemukan bahwa tidak berani untuk turut campur dalam
pemandangan di salahsatu lokasi di desa pengelolaan Punthuk Setumbu. Lembaga
tersebut cukup menakjubkan dan layak dijual pengelola wisata (Pokdarwis) kurang
sebagai tujuan wisata. Di puncak salahsatu bukit memberikan pengaruh pada keterlibatan
bernama Punthuk Setumbu, wisatawan dapat masyarakat yang lebih luas. Masyarakat dusun
melihat pemandangan Candi Borobudur dan lain belum merasakan manfaat dari keberadaan
bukit serta lembah di sekitarnya yang cukup Punthuk Setumbu tersebut. Bahkan kini terjadi
menarik terutama pada saat terbit matahari persoalan mengenai transparansi pengelolaan,
(sunrise) dan pagi hari, serta di sore hari. sehingga terjadi semacam konflik internal antar
Potensi yang selama berpuluh tahun tidak warga dusun Kurahan. Seperti yang
disadari warga tersebut, kemudian menjadi disampaikan oleh Ahmad Nawawi selaku wakil
andalan utama wisata di Desa Karangrejo. ketua Pokdarwis sebagai berikut;
Semenjak Punthuk Setumbu diketahui “Saat ini pengelolaan Punthuk Setumbu
potensinya, semakin lama banyak wisatawan, dilakukan oleh warga Dusun Kurahan,
terutama wisatawan asing berkunjung ke desa sedangkan warga dusun lain tidak ada
tersebut. Situasi ini memberikan harapan bagi yang terlibat karena sungkan. Apalagi
warga desa untuk meningkatkan perekonomian kini mulai timbul persoalan diantara
mereka. Sehingga warga dan pemerintah desa warga dusun Kurahan tersebut, karena
setempat mulai memikirkan penataan kunjungan adanya persoalan transparansi keuangan.
wisata di Punthuk Setumbu, baik secara Sehingga kita sebagai warga dusun lain
infrastruktur maupun kelembagaan. merasa sungkan. Konflik tersebut terjadi
Keberadaan Punthuk Setumbu menjadi diantara para warga di dusun Kurahan
harapan akan adanya wisatawan yang karena tidak adanya kepercayaan
berkunjung ke desa. Kunjungan wisatawan diantara para pengelola Punthuk
tersebut tentunya diharapkan memberikan Setumbu dan warga lainnya, terutama
peluang bagi masyarakat untuk menerima masalah pendapatan dari retribusi dan
manfaat keberadaan wisatawan ke Desa sumbangannya untuk dusun”.
Karangrejo. Para pengrajin, pelaku usaha
kuliner, jasa wisata dan penginapan yang Persoalan tersebut juga diiringi dengan
selama ini menjajakan barang dan jasanya di tidak berfungsinya organisasi atau kelompok
sekitar Candi Borobudur berharap bahwa masyarakat secara nyata, karena belum adanya
mereka dapat menjual barang dan jasanya di komitmen dan kemauan yang kuat dari warga.

46 | Jurnal Bina Praja| Volume 5 Nomor 1 Edisi Maret 2013: 43 - 52


Pernah dibentuk koperasi wisata dan adanya Rp. 75.000,-, kemudian sebagian pendapatan
iuran di Pokdarwis namun terhenti dengan dimasukkan ke dalam kas dusun dan dan
sendirinya karena masyarakat kurang yakin masing-masing RT, serta sebagian lagi untuk
dengan perkembangan yang ada, terutama pengembangan dan dana sosial.
masih minimnya kunjungan wisatawan. Meskipun belum menghasilkan
Hal senada juga diungkapkan oleh pendapatan yang besar, namun ada harapan
Walidin, selaku koordinator pengelola Punthuk objek tersebut akan terus berkembang,
Setumbu. Pengelolaan Punthuk Setumbu dan mengingat rata-rata perhari ketika masa sepi,
objek lain pernah dibentuk koperasi wisata, tidak kurang dari 25 wisatawan berkunjung.
namun sekarang tidak aktif lagi, karena tidak Jumlah tersebut tentu akan meningkat tajam
ada yang mengurusi, penjaga Punthuk Setumbu ketika masa liburan. Dengan tarif retribusi
juga adalah pemuda yang relatif memilki sebesar Rp. 15.000,- per orang maka
banyak kesempatan waktu dan tenaga. penghasilan yang diperoleh cukup besar untuk
Menurutnya memang pengelolaan Punthuk ukuran wisata tersebut. Saat ini tariff hanya
Setumbu oleh pemuda Kurahan saat ini berlaku ketika pagi hari, antara pukul 04.00 –
menimbulkan konflik antar warga, dimana 08.00 Wib yaitu ketika terjadi sunrise, di luar
warga kurang percaya dengan pengelolaan waktu trersebut, pengunjung bisa memasuki
keuangan karena tidak adanya transparansi, Punthuk Setumbu secara cuma-cuma.
seperti diungkapkan Walidin sebagai berikut: Menurut Walidin, secara langsung warga
“Pengelolaan oleh pemuda di sini sekitar sudah merasakan manfaat keberadaan
pernah mendapatkan kirtik dari warga Punthuk setumbu, terutama akses jalan yang
lain karena persoalan transparansi semakin bagus. Hanya secara fisik kendala yang
pengelolaan uang, terutama hasil dari ada di Punthuk Setumbu saat ini adalah lahan
retribusi serta sumbangannya kepada parkir terutama saat banyak pengunjung. Warga
dusun, maka kita mencoba untuk bersedia tempatnya menjadi lahan parkir asal
membenahi laporan keungan kita catat difasilitasi infrastrukturnya.
jumlah rupiahnya setiap hari dan semua Kendala saat ini yang dihadapi Pokdarwis
orang bisa membacanya” adalah persoalan dana untuk pengembangan
wisata dan waktu dalam keterlibatan
Pihaknya telah melakukan perubahan masyarakat, karena mereka menjalankan profesi
berupa transparansi laporan keuangan, serta yang cukup menyita waktu, seperti pengrajin,
melibatkan masing-masing RT sebagai pedagang dan jasa lainnya. Maka diperlukan
pengelola. Pengelolaan saat ini dibuat lebih penataan kelembagaan Pokdarwis lebih lanjut
transparan dengan laporan keuangan yang sehingga dapat melibatkan unsur masyarakat
tercatat di buku, sehingga bisa diketahui semua yang lebih luas tanpa mengganggu aktifitas
warga. Sebagian dari dana disumbangkan nafkah mereka, justru kegiatan Pokdarwis
kepada kas Dusun dan RT masing-masing menjadi salahsatu kegiatan utama warga dalam
sebagai dan pembangunan lingkungan. Dalam mencari nafkah mereka.
hal keterlibatan pengelolaan, masing-masing RT
mengirimkan 2 orang setiap minggu bergilir Pembahasan
sebagai petugas penjaga Punthuk Setumbu. 1. Persoalan - persoalan
Menurut Walidin, konflik tersebut sedikit demi Kepala Desa Karangrejo, Nuranis
sedikit terselesaikan melalui forum rembuk Musodiq memahami betul kendala-kendala
warga dusun Kurahan, sehingga kedepan dapat tersebut di atas, sehingga memerlukan
dilakukan pengelolaan yang lebih baik. perbaikan dan pembenahan di berbagai segi.
Saat ini pengelola Punthuk Setumbu Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas,
ditetapkan berdasarkan kuota, yaitu sebanyak 11 maka persoalan yang terjadi pada desa
orang, yang terdiri dari 10 orang perwakilan Karangrejo untuk berkembang menjadi desa
setiap RT dan 1 orang koordinator tetap. Di wisata dapat diklasifikasikan kedalam berbagai
Dusun Kurahan ada 5 RT, dan masing-masing aspek.
RT mengirimkan 2 orang perwakilan sebagai Dari aspek kebijakan, adalah belum
pengelola yang akan diganti atau digilir dengan adanya payung hukum yang kuat bagi
warga lainnya setiap seminggu sekali. Setiap pemerintah desa dan masyarakat desa untuk
petugas yang berjalan di Punthuk Setumbu melakukan pengelolaan wisata yang melibatkan
selama 1 minggu mendapatkan upah sebesar lebih banyak orang dan sektor yang lebih luas

Peran Kelompok Masyarakat dalam Penguatan Inovasi Sosial


di Desa Karangrejo Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang – Arif Sofianto| 47
dan manfaat yang lebih luas, karena saat ini berupa kuliner, kerajinan atau kesenian belum
belum ada persetujuan atas Perdes yang mereka siap sedia, dengan kemasan yang belum siap
ajukan ke Bupati. jual, sehingga ditakutkan ketika wisatawan
Masalah dari aspek kelembagaan adalah berkunjung, kurang memberikan sambutan yang
bahwa Pokdarwis belum berjalan sebagaimana baik atau tidak sesuai harapan, dan yang
organisasi pada umumnya yang seharusnya ditakutkan bahkan mengecewakan pengunjung.
mengkoordinir kegiatan wisata desa. Masih Sehingga diperlukan perbaikan internal dulu
belum ada aktifitas nyata dari Pokdarwis, sebelum masyarakat menyiapkan diri sebagai
sehingga pengelolaan wisata masih sangat desa wisata. Masyarakat dengan beragam
terbatas dan hanya melibatkan segelintir orang profesi mereka harus disiapkan terlebih dahulu
dengan ego-nya masing-masing. sebagai objek kunjungan wisatawan. Maka
Masalah manajerial adalah manajemen dengan demikian diperlukan kesiapan internal
yang masih sangat tradisional dan warga desa untuk menghasilkan produk dan
terfragmentasi, tidak terintegrasi dan antar suasana yang kondusif bagi wisatawan.
pelaku usaha seperti pengrajin, kuliner, jasa Pengelolaan Punthuk Setumbu kedepan
wisata dan kesenian belum ada sinergisitas dan memerlukan perbaikan dan penataan yang
kesamaan sikap dan langkah dalam serius serta keterkaitan dengan berbagai unsur
mengembangkan wisata. Belum ada lembaga wisata lain di desa agar bisa berjalan dengan
yang memanajemen wisata desa secara sinergis. sinergis. Selama ini wisatawan yang berkunjung
Persoalan kapasitas adalah masih ke Punthuk Setumbu tidak mengunjungi objek
kurangnya kapasitas masyarakat dan lembaga- lain atau berbelanja dan menginap di desa
embaga yang ada dalam meningkatkan Karangrejo, mereka sekedar melihat Punthuk
pengetahuan dan kemampuan pengelolaan Setumbu dan langsung pergi. Punthuk Setumbu
wisata yang baik dan berdaya saing. Lemahnya juga perlu memberikan manfaat bagi dusun
transfer pengetahuan dan penguasaan teknologi lainnya, sehingga diperlukan penataan wisata
serta pengelolaan wisata membuat potensi- yang menyeluruh di desa, melalui penataan
potensi wisata yang ada tidak dapat kewenangan dan kelompok penyelenggara
dimanfaatkan secara optimal. Penguasaan wisata desa.
bahasa asing yang kurang menbuat masyarakat
kurang mampu berinteraksi dengan wisatawan 2. Solusi Pemerintah Desa
untuk menawarkan objek dan produk wisata Pemerintah desa sudah mengajukan draft
desa. Selain itu, kemampuan melayani tamu Peraturan Desa mengenai pengelolaan wisata
atau wisatawan sangat kurang, sehingga jika ada dan retribusi wisata desa kepada Bupati, dan
yang berkunjung belum begitu tertarik untuk saat ini sedang menunggu persetujuan Bupati
tinggal di desa. untuk pengesahan Perdes tersebut. Kebijakan ini
Persoalan sosial adalah adanya ego antar sebagai solusi terhadap pengelolaan wisata agar
warga di Punthuk Setumbu terhadap warga memberikan manfaat yang luas terhadap semua
lainnya sehingga tidak terjadi kerjasama dan unsur masyarakat desa.
sinergi pengelolaan wisata. Di sisi lain juga Penataan untuk kesiapan masyarakat desa
terdapat perasaan tidak percaya diantara warga dalam menyambut wisatawan melalui produk
karena kurangnya transparansi pengelolaan. mereka baik kerajinan, kuliner, jasa pemandu,
Adanya jarak diantara warga terutama dusun homestay, maupun sarana dan objek wisata
Kurahan dan warga dusun lainnya. Rendahanya lainnya. Meningkatkan kapasitas objek wisata
kohesi sosial, dimana masing-masing sibuk dan pelaku wisata desa secara internal sehingga
dengan urusan usahanya sendiri tanpa siap untuk menjadikan desa Karangrejo sebagai
memperhatikan potensi usaha yang saling desa wisata yang dikunjungi banyak wisatawan.
terkait dan bekerjasama. Masyarakat kurang Memperkuat kelembagan wisata yang
memahami bahwa dengan melakukan kerja melibatkan masyarakat desa secara luas, yaitu
bersama mereka akan mendapat menfaat melakukan perombakan terhadap Pokdarwis
bersama. sebagai pengelola wisata desa berbasis
Di sisi lain, dapat dikatakan bahwa pemberdayaan masyarakat. Pokdarwis akan
kendala sosial pariwisata adalah belum siapnya diperluas dan dinamika ditingkatkan dengan
masyarakat dalam menghadapi kunjungan penataan struktur baru yang melibatkan
wisata. Sebagaimana disampaikan Kepala Desa masyarakat lebih luas sehingga siap menjadi
Karangrejo, bahwa saat ini objek-objek wisata lembaga pengelola wisata. Sebagai lembaga

48 | Jurnal Bina Praja| Volume 5 Nomor 1 Edisi Maret 2013: 43 - 52


pendukung wisata, maka perlu didirikan ekonomi yang memadai, dan hanya dibutuhkan
BUMDes yang bergerak memfasilitasi kekuatan inovasi untuk memberikan nilai
kebutuhan pelaku usaha wisata, serta koperasi tambah pada potensi-potensi tersebut. Inovasi
sebagai lembaga penunjang kegiatan usaha desa dalam pengelolaan wisata yang diperlukan lebih
berbasis pemberdayaan masyarakat. mengarah pada peningkatan kapasitas
Penataan sarana dan prasaran pendukung masyarakat dan pemerintah desa dalam
wisata sehingga siap menyambut kedatangan meningkatkan pengelolaan wisata desa.
tamu dan memenuhi kebutuhan penunjang Dengan demikian, berbicara mengenai
wisata desa. Saat ini pemerintah desa dan peningkatan pariwisata, maka berbicara
masyarakat sedang mengupayakan dukungan mengenai inovasi yang diperlukan.
dana dari berbagai pihak, selain meningkatkan Sebagaimana diungkapkan di atas, inovasi tidak
keswadayaan masyarakat secara mandiri. lepas dari kapasitas inovasi, yang dalam hal ini
Mendirikan Tourism Information Center membicarakan mengenai para aktor dan
(TIC) sebagai pusat pengeloalan wisata desa kapasitasnya. Kapasitas aktor dalam hal ini
menjadi agenda penting lainnya. TIC menjadi penentu kapasitas inovasi dalam sebuah
ditempatkan sebagai pos pusat dimana masyarakat. Berdasarkan berbagai penjelasan di
wisatawan singgah sebelum menuju objek atas, maka aktor-aktor masyarakat sangat
wisata di Punthuk Setumbu yang dilanjutkan ke menentukan arah inovasinya.
dusun-dusun. Akan tetapi kendala saat ini
adalah bahwa TIC masih memerlukan banyak 3. Kelompok Masyarakat Sebagai Aktor
sekali biaya untuk penyelesaiannya yang sampai Kelompok masyarakat merupakan aktor
saat ini baru setengahnya. Masih dibutuhkan komunal yang sangat dibutuhkan, karena dapat
berbagai penyelesaian dan fasilitas lainnya di melakukan perencanaan, proses, kontrol, dan
TIC sehingga memerlukan banyak sumberdaya. evaluasi dengan kapasitas dan legitimasi yang
Untuk itu, pemerintah desa dan segenap unsur cukup tinggi. Dalam hal ini, aktor merupakan
masyarakat terus mengupayakan terpenuhinya seluruh komponen warga Desa Karangrejo,
sumberdaya tersebut. yaitu konsep pemberdayaan masyarakat dalam
Berbagai macam solusi di atas merupakan pengelolaan pariwisata.
upaya meningkatkan nilai tambah dari objek Aktor, struktur dan prosedur merupakan
wisata dan pengelolaannya. Upaya menciptakan paket perbaikan dalam meningkatkan inovasi
nilai tambah merupakan proses mencari cara, pengelolaan sumberdaya desa, yang terdiri dari
bentuk, produk atau proses baru yang lebih baik sistem fisik, sistem sosial dan sistem ekonomi.
dari yang ada sebelumnya. Sebagaimana Pengalaman yang ada di Desa Karangrejo
penjelasan yang disampaikan oleh Dagun menunjukkan bahwa pengelolaan dengan aktor
(2006:395) bahwa inovasi dapat diartikan terbatas, tata kelola yang seadanya dan
menjadi 3 (tiga) makna utama, yaitu pertama, kewenangan yang tidak seimbang menyebabkan
sebagai penemuan baru yang berbeda dari apa potensi pariwisata tidak dapat dirasakan secara
yang sudah ada atau dikenal sebelumnya baik optimal oleh segenap masyarakat.
dalam bentuk gagasan, metode atau alat. Kedua, Dengan demikian, satu paket inovasi
inovasi juga bisa dimaknai sebagai dalam pengembangan wisata desa merupakan
pembaharuan dari yang lama menyangkut upaya yang terbagi menjadi 3 langkah penting,
pengembangan atau peningkatan suatu produk yaitu; 1). Menggalang aktor yang memiliki
baru atau yang telah diperbaharui. Ketiga, komitmen, 2). Membangun struktur dengan
inovasi juga bisa dimaknai sebagai unsur kewenangan yang jelas, dan 3). Menetapkan
kebudayaan yang merupakan hasil prosedur yang disepakati bersama. Dengan
pembaharuan. Seperti yang disampaikan Porter demikian, maka inovasi dalam pengeloalan
(Bantacut, dalam Arif Satria, dkk, 2011;252) sumberdaya desa dapat dialksanakan secara
bahwa inovasi merupakan dasar dari perbaikan terarah dan terpadu dalam sebuah sinergi.
produktivitas dan unsur pembentuk daya saing. Sistem fisik, sosial dan ekonomi menjadi objek
Dengan demikian, upaya pengembangan inovasi yang perlu disinergikan sehingga
wisata desa Karangrejo tidak lepas dari adanya menghasilkan manfaat yang optimal.
inovasi-inovasi, terutama dalam hal tata kelola Berdasarkan gambaran di atas maka dapat
wisata, manajemen dan kapasitas pengelola. disimpulkan bahwa kelompok masyarakat,
Secara alamiah, desa Karangrejo telah memiliki dalam hal ini Pokdarwis merupakan aktor
potensi sumberdaya alam fisik, sosial dan kolektif yang perannya sangat dibutuhlan dalam

Peran Kelompok Masyarakat dalam Penguatan Inovasi Sosial


di Desa Karangrejo Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang – Arif Sofianto| 49
pengembangan wisata desa. Akan tetapi untuk kolektif yang diakui keabsahannya sebagai
menjadikan Pokdarwis berdaya, dibutuhkan pelaku utama pembangunan wisata desa.
kewenangan yang diarahkan oleh kepala desa. Pokdarwis merupakan kemungkinan yang
Artinya, peran sentral kepala desa sangat paling mendekati kenyataan sebagai aktor
dibutuhkan, tentunya dengan dukungan tokoh bersama tersebut.
lainnya.
Kelompok berfungsi membangun SIMPULAN
interaksi, solidaritas serta kerjasama untuk Berdasarkan penjelasan-penjelasan di
menimbulkan perubahan-perubahan baru, atau atas, maka dapat disimpulkan bahwa: Pertama,
inovasi dalam pengelolaan wisata. Hal tersebut kelompok masyarakat (Pokdarwis) belum
sejalan dengan konsep Porter mengenai faktor- memberikan peran berarti dalam optimalisasi
faktor kekuatan daya saing, yang salahsatunya sumberdaya desa untuk meningkakan
adalah institusi. Kelompok merupakan salahsatu kesejahteraan masyarakat, karena baik aktor,
bentuk institusionalisasi ide, gagasan dan struktur maupun prosedur belum ada
tindakan yang muncul dari keinginan pelaku kesepahaman atau kesamaan persepsi mengenai
sendiri. Institusi membentuk atmosfir individu, pembangunan wisata desa serta belum
pemerintah dan pelaku usaha untuk berinteraksi. berfungsinya kelompok masyarakat dengan
Intitusi juga memungkinkan adanya proses baik.
penggunaan pengetahuan kolektif, Kedua, kurangnya kejelasan struktur
meningkatkan pengembangan, kolaborasi riset organisasi dengan tugas dan fungsi yang jelas.
antar pemerintah, akademik dan pelaku usaha. Dibutuhkan adanya kelompok yang memiliki
Sehingga kelompok memang sangat diperlukan kewenangan jelas, diakui sebagai aktor secara
sebagai sarana utama bagi masyarakat untuk kolektif oleh segenap unsur, memiliki struktur
mengembangkan kapasitasnya. Gambar 4.7 di dengan kewenangan dan fungsi yang jelas serta
bawah ini menunjukkan bagaimana peran membangun prosedur dalam kerangka
kelompok dalam pengembangan potensi desa, pengembangan wisata desa.
dalam hal ini potensi wisata. Ketiga, adanya ketidaksinergisan antar
Beragam inovasi dalam bidang sosial elemen dan sektor dalam penyelenggaraan
akan dapat lahir ketika ada kelompok yag diakui kepariwisataan di desa. Dibutuhkan sebuah
bersama menjadi aktor utama dalam melakukan instrumen yang memiliki daya dalam
berbagai perubahan dan penataan. Hal inilah mensinergikan aras individu, lembaga dan
yang sangat dibutuhkan di Desa Karangrejo sistem dalam penyelenggaraan kepariwisataan
dalam mengembangkan wisatanya, yaitu di dea.
melalui penguatan Pokdarwis sebagai pelaku Keempat, kurang tertatanya objek dan
utama yang melibatkan berbagai pihak. produk wisata sesuai dengan standar kualitas
Langkah tersebut membutuhkan komitmen dan yang diharapkan, serta kurangnya kerjasama
kepemimpinan yang kuat dari kepala desa. dengan berbagai pihak yang kompeten untuk
Maka proses pembenahan haruslah meningkatkan kualitas produk wisata, serta
diawali dari komitmen bersama yang sarana pendukung lainnya.
membutuhkan dukungan ketegasan dari tokoh Untuk melakukan hal tersebut dibutuhkan
sentral, yaitu peran kepala desa untuk adanya kebulatan tekad, niat baik, saling
menyatukan komitmen, ide dan gagasan yang percaya dan saling memahami bahwa langkah
berserak di masyarakat agar menjadi kesatuan tersebut sangat dibutuhkan oleh semua orang.
senagai actor kolektif. Benih-benih keinginan Kepemimpinan kepala desa yang kuat dalam
mengembangkan desa wisata sudah ada di melakukan penataan kelembagaan sosial dan
berbagai penjuru desa, maka diperlukan ekonomi akan sangat menentukan keberhasilan
penggerak yang cukup kuat untuk tersebut. Selain itu, inovasi merupakan hal yang
menyatukannya. tidak boleh ditinggalkan dalam memberikan
Perlunya sebuah forum bersama sebagai perubahan secara sosial, atau rekayasa sosial
media penyatuan gagasan, dan tugas kepala secara bertahap.
desa beserta aparatnya adalah merancang forum Seusai dengan simpulan di atas, bahwa
tersebut. Pada lubuk hati terdalam setiap warga belum nanpak adanya peran kelompok dalam
desa, dari beragam profesi dan kepentingan pengembangan wisata, sedangkan hal tersebut
berbeda adalah adanya ketegasan bahwasannya sangat diperlukan, maka dalam penelitan ini
mereka bisa mengandalkan sebuah aktor disarankan hal sebagai berikut: Pertama,

50 | Jurnal Bina Praja| Volume 5 Nomor 1 Edisi Maret 2013: 43 - 52


perlunya kepala desa meyakinkan kebulatan
tekad, dalam hal ini kepala desa mampu
membicarakan bersama segenap masyarakat
dalam rembug desa untuk memantapkan diri,
menyamakan persepsi bahwa Pokdarwis harus
diaktifkan, dan diakui sebagai aktor utama yang
berisi banyak orang (aktor kolektif);
Kedua, penegasan struktur dengan tugas
dan fungsi yang jelas, serta menambahkan
beberapa struktur penting lainya dalam
kepariwisataan, seperti promosi, kerjasama dan
perencanaan program;
Ketiga, menyamakan persepi mengenai
prosedur-prosedur utama pariwisata desa,
sehingga semua pihak mendapatkan manfaat.
Semua pihak harus turut serta dalma
membangun konsep wisata desa, paket wisata
serta adanya keuntungan yang adil. Melalui
rembug desa dapat dibangun kesepekatan
mengenai pokok-pokok wisata desa.
Keempat, perlunya melakukan penataan
objek dan produk wisata sesuai dengan standar
kualitas yang diharapkan. Perlu melakukan
kerjasama dengan berbagai pihak yang
kompeten untuk meningkatkan kualitas produk
wisata, serta sarana pendukung lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Buku
Arikunto, Suharsini, 2000, Prosedur Penelitian: Suatu
Pendekatan Praktik, Jakarta, Rineka Cipta
Bungin, Burhan, 2008, Penelitian Kualitatif;
Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan
Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta, Prenada Media
Group
Dagun, Save M., 2006, Kamus Besar Ilmu
Pengetahuan, Jakarta, Lembaga Pengkajian
Kebudayaan Nusantara (LPKN)
Daldjoeni dan Suyitno, 2004, Perdesaan, Lingkungan
dan Pembangunan, Bandung, PT. Alumni
Satria, Arif, Ernan Rustiadi, Agusina M.P., 2011,
Menuju Desa 2030, Bogor, Crespent Press,
P4M IPB,
Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R&D, Bandung, Alfabeta

Basis Data Tanpa Penulis


Monografi Desa Karangrejo 2012, Pemerintah Desa
Karangrejo, Kecamatan Borobudur Kabupaten
Magelang
Bappeda Kabupaten Magelang. Arah Kebijakan
Pembangunan Pariwisata Di Kabupaten
Magelang, 2012

Peran Kelompok Masyarakat dalam Penguatan Inovasi Sosial


di Desa Karangrejo Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang – Arif Sofianto| 51
52 | Jurnal Bina Praja| Volume 5 Nomor 1 Edisi Maret 2013: 43 - 52

Anda mungkin juga menyukai