Anda di halaman 1dari 2

Lulusan Fakultas Kedokteran Banyak, Tapi

Tidak Bisa Nyuntik


Senin, 25 Juli 2016 – 19:41 WIB
SURABAYA – Dinas
Kesehatan Jawa Timur
mengapresiasi banyak daya
serap dari fakultas kedokteran
di kampus swasta. Hal itu bisa
menjadi solusi pemenuhan
kekurangan tenaga kesehatan
di daerah. Namun, fakta
tersebut juga menjadi
tantangan tersendiri karena
selama ini tidak sedikit lulusan
FK yang kompetensinya
rendah.

Berdasar data Dinas Kesehatan Jawa Timur, kini ada 13 FK di kampus-kampus yang
tersebar di Jatim. Meski demikian, hal itu belum menjamin tercukupinya kebutuhan
tenaga dokter di setiap wilayah.

Berdasar fakta di lapangan, mayoritas lulusan FK memilih bertahan di kota besar.


Dampaknya, ada beberapa kota atau kabupaten yang surplus tenaga dokter.
Misalnya, di Surabaya yang surplus 3.789 dokter spesialis dan 129 dokter gigi. Hal
serupa terjadi di Sidoarjo. Surplus dokter spesialis mencapai 433, 460 dokter umum, dan
149 dokter gigi.
''Tapi, di daerah lain, ada puskesmas yang tidak memiliki dokter umum,'' tutur Kepala
Bidang Pengembangan Sumber Daya Kesehatan Dinkes Jatim One Widyawati.

Dia menuturkan, kesulitan dinas kesehatan untuk memeratakan dokter disebabkan proses
pengangkatan. Contohnya, yang ditempatkan di puskesmas adalah dokter dengan status
PNS. Lulusan FK di Jatim memang banyak. Namun, dinkes lagi-lagi tidak berwenang
untuk langsung mengangkat dokter menjadi PNS.
''Kuota PNS itu ada di Menpan-RB (Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi, Red),'' jelas One.

Selain masalah penempatan dokter, Dinkes Jatim terkendala kompetensi lulusan yang
tidak sama. One menuturkan, ada beberapa lulusan FK yang tidak memiliki kompetensi
yang baik untuk merawat pasien.
''Di lapangan ada yang disuruh nyuntik saja tidak bisa. Malah ada yang takut pegang
pasien,'' paparnya.

Kualitas lulusan 13 FK di Jatim akan diketahui ketika mengikuti uji kompetensi.


Biasanya, ujian itu dilaksanakan dikti. Sayangnya, banyak lulusan FK dari kampus
swasta yang tidak lolos uji kompetensi tersebut. Padahal, uji kompetensi dokter hanya
dilakukan dengan ujian tulis. Bukan ujian praktik.
''Saya juga tidak tahu kenapa bisa demikian,'' katanya.

Alat kesehatan biasanya menjadi keluhan dokter ketika ditempatkan di daerah. Berbeda
dengan di kota besar seperti Surabaya yang memiliki rumah sakit dengan alat kesehatan
mumpuni. Untuk masalah tersebut, Dinkes Jatim hanya bisa membantu masalah
keuangan. ''Caranya, daerah harus mengirimkan proposal,'' ucap One.

Untuk memecahkan persoalan pemerataan dokter di Jatim, Pemprov Jatim sebenarnya


telah memiliki payung hukum. Yakni, Perda Nomor 7 Tahun 2014 dan Pergub Nomor 74
Tahun 2015 tentang Tenaga Kesehatan.
''Kami akan terus menyosialisasikan peraturan itu kepada FK dan rumah sakit
pendidikan,'' tegas One. (lyn/c15/fat/flo/jpnn)
Sumber : https://www.jpnn.com

Anda mungkin juga menyukai