Anda di halaman 1dari 13

BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi
Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang mungkin
disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus, aspirasi
benda asing, muntahan, benda-benda dari saluran pernafasan atas, dan tekanan akibat
tumor, pembuluh darah yang berdilatasi dan pembesaran nodus limfa (Brunner &
Suddart, 2002). Menurut (Soeparman & Sarwono, 1990), bronkiektasis merupakan
kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap
disebabkan kerusakan komponen elastis dan muscular dinding bronkus. Bronkiektasis
berarti suatu dilatasi yang tak dapat pulih lagi dari bronchial yang disebabkan oleh
episode pnemonitis berulang dan memanjang, aspirasi benda asing, atau massa ( mis.
Neoplasma) yang menghambat lumen bronchial dengan obstruksi (Hudak &
Gallo,1997). Bronkiektasis adalah dilatasi permanen abnormal dari salah satu atau lebih
cabang-cabang bronkus yang besar ( Barbara E, 1998).

B. ETIOLOGI
1. Kelainan Kongenital
Dalam hal ini brokiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor
genetic atau factor pertumbuhan dan perkembangan fetus memegang peran penting.
Brokietasis yang timbul congenital ini mempunyai ciri sebagai berikut :
a. Bronkiektasis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua
paru.
b. Bronkiektasis kongenital sering menyertai penyakit-penyakit kongenital lain,
misalnya : mucoviscidosis, sindrom kartagener, hipo atau agamaglobulinemia.
2. Kelainan Didapat
Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan merupakan akibat
proses berikut:
a. Infeksi
Bronkiektasis sering terjadi sesudah seorang anak menderita pneumonia yang
sering kambuh dan berlangsung lama. Pneumonia ini umumnya merupakan
komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita semasa anak, tuberculosis
paru, dan sebagainya.
b. Obstruksi bronkus
Obstruksi bronkus yang dimaksud disini dapat disebabkan oleh berbagai macam
sebab: korpus alienum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar lainnya
terhadap bronkus.

C. PATOFISIOLOGI
Menurut Brunner & Suddarth (2002) patofisiologi dari bronkiektasis dimulai dari
infeksi merusak dinding bronkial, menyebabkan kehilangan struktur pendukungnya dan
menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat menyumbat bronki. Dinding bronkial
menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat, infeksi melebar sampai ke
peribronkial, sehingga dalam kasus bronkiektasis selular, setiap tuba yang berdilatasi
sebenarnya adalah abses paru, yang eksudatnya mengalir bebas melalui bronkus.
Brokiektasis biasanya setempat, menyerang lobus segmen paru. Lobus yang paling
bawah sering terkena.
Retensi sekresi dan obstruksi yang diakibatkannya pada akhirnya menyebabkan
alveoli disebelah distal obstruksi mengalami kolaps (atelektasis). Jaringan parut atau
fibrosis akibat reaksi inflamasi menggantikan jaringan paru yang berfungsi. Pada
waktunya pasien mengalami insufisiensi pernapasan dengan penurunan kapasitas vital,
penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio volume residual terhadap kapasitas paru
total. Terjadi kerusakan campuran gas yang di inspirasi (ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi) dan hipoksimia.
D. Pathway

Faktor genetik Infeksi Riwayat penyakit

Merusak dinding bronkus Bronkiektasis

Kekurangan Mekanisme Kelainan struktur konginetal Penyakit paru primer

Pertahanan yang didapat


Obstruksi sal. Nafas (Atelektasis)

Bersihan Terkumpulnya secret sputum kental


jalan tidak
efektif

mengeluh sensasi pd tenggorokan Udara di perenchim dan sekitarnya tersumbat

Kuman berkembang di bronkus Tek. Intra pleura lebih dan elastin

menyumbat bronkus Kerusakan pada jaringan otot inflamasi

anoreksi Kerusakan bronkus yang menetap

bronkus dilatasi Resti


Perubahan nutrisi kurang Infeksi

dari kebutuhan

Sesa

Gangguan

Pertukaran Gas
E. Manifestasi Klinik
Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada luas
dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidak adanya komplikasi lanjut. Ciri
khas penyakit ini adalah adanya hemoptisis dan pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis
tersebut dapat demikian hebat pada penyakit yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa
gejala penyakit yang ringan. Tanda dan gejala dari bronkiektasis diantaranya ialah sebagai
berikut :
1. Batuk
Hemoptisis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung kronik, jumlah
sputum bervariasi, umumnya jumlahnya banyak pada pagi hari sesudah ada posisi tidur
atau bangun dari tidur. Sputum terdiri atas tiga lapisan :
a. Lapisan teratas agak keruh, terdiri atas mucus
b. Lapisan tengah jernih terdiri atas saliva
c. Lapisan terbawah keruh, terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang
rusak
2. Hemoptisis
Terjadi akibat nekrosis atau dekstruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah
(pecah) dan timbul pendarahan.
3. Sesak napas (dispnea)
Timbulnya sesak napas tergantung pada luasnya bronkiektasis, kadang-kadang
menimbulkan suara mengi akibat adanya obstruksi bronkus.
4. Demam berulang
Bronkiektasis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami infeksi
berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul demam (demam
berulang)
5. Kelainan Fisik
a. Sianosis
b. Jari tabuh (clubbing finger)
c. Bronki basah
d. Wheezing
F. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi bronkiektasis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain:
1. Bronchitis kronik
2. Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis.
3. Pleuritis, timbul bersamaan dengan timbulnya pneumonia.
4. Efusi pleura atau empiema
5. Abses metastasis di otak
6. Hemoptisis
Terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang vena (arteri pulmonalis), cabang aeteri
(arteri bronkialis) atau anastomosis pembuluh darah. Komplikasi hemoptisis hebat dan
tidak terkendali merupakan tindakan bedah gawat darurat (indikasi pembedahan). Sering
juga hemoptisis masih yang sulit diatasi ini merupakan penyebab kematian utama pasien
bronkiektasis.
7. Sinusitis
Keadaan ini sering di temukan dan merupakan bagian darikomplikasi bronkiektasis pada
saluran nafas.
8. Kor pulmonal kronik (KPK)
Komplikasi ini sering terjadi pada pasien bronkiektasis yang berat dan lanjut atau
mengenai beberapa bagian paru. Pada kasus ini bila terjadi anastomosis cabang-cabang
arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus (bronkiektasis), akan terjadi arerio-
venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul seanosis sentral, selanjutnya
terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor-polmonal
kronik. Selanjutnya dapat terjadi gagal jantung kanan.
9. Kegagalan pernafasan
Merupakan komplikasi paling akhir yang timbul pada pasien bronkiektasis yang berat
dan luas.
10. Amiloidosis
Pada pasien yang mengalami komplikasi amiloidosis ini sering ditemukan pembesaran
hati dan limpa serta proteinoria.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum meliputi volume sputum, warna sputum, sel-sel dan bakteri
dalam sputum. Bila terdapat infeksi volume sputum akan meningkat, dan menjadi
purulen dan mengandung lebih banyak leukosit dan bakteri. Apabila ditemukan
sputum berbau busuk menunjukkan adanya infeksi kuman anaerob.
b. Pemeriksaan darah tepi
Biasanya ditemukan dalam batas normal. Kadang ditemukan adanya leukositosis
menunjukkan adanya supurasi yang aktif dan anemia menunjukkan adanya infeksi
yang menahun.
c. Pemeriksaan urine
Ditemukan dalam batas normal, kadang ditemukan adanya proteinuria yang
bermakna yang disebabkan oleh amiloidosis, Namun Imunoglobulin serum biasanya
dalam batas normal, kadang bisa meningkat ataupun menurun.
d. Pemeriksaan EKG
EKG biasa dalam batas normal kecuali pada kasus lanjut yang sudah ada komplikasi
kor pulmonal atau tanda pendorongan jantung.

2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto dada PA dan Lateral
Biasanya ditemukan corakan paru menjadi lebih kasar dan batas-batas corakan
menjadi kabur, mengelompok, kadang-kadang ada gambaran sarang tawon serta
gambaran kistik dan batas-batas permukaan udara cairan. Paling banyak mengenai
lobus paru kiri, karena mempunyai diameter yang lebih kecil kanan dan letaknya
menyilang mediastinum,segmen lingual lobus atas kiri dan lobus medius paru kanan.
b. Pemeriksaan bronkografi
Bronkografi tidak rutin dikerjakan namun bila ada indikasi dimana untuk
mengevaluasi penderita yang akan dioperasi yaitu penderita dengan pneumoni yang
terbatas pada suatu tempat dan berulang yang tidak menunjukkan perbaikan klinis
setelah mendapat pengobatan konservatif atau penderita dengan hemoptisis yang
pasif. Bronkografi dilakukan sertalah keadaan stabil, setalah pemberian antibiotik dan
postural drainage yang adekuat sehingga bronkus bersih dari sekret.

H. Penatalaksaan
Pengelolaan pasien bronkiektasis terdiri atas dua kelompok, yaitu :
1. Pengobatan konservatif
a. Pengelolaan umum
Ditujukan terhadap semua pasien bronkiektasis, meliputi :
1) Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien
Contoh : membuat ruangan hangat, udara ruangan kering.
2) Memperbaiki drainase secret bronkus
Cara yang baik dikerjakan ialah sebagai berikut :
a) Melakukan drainase postural,
Tindakan ini merupakan cara yang paling efektif untuk mengurangi gejala,
tetapi harus dikerjakan dengan posisi tubuh sedemikian rupa sehingga dapat
dicapai drainase sputum secara maksimal.
b) Mencairkan sputum yang kental.
Hal ini dapat dilakukan dengan jalan inhalasi uap air panas atau dingin.
c) Mengatur posisi tempat tidur pasien.
3) Mengontrol infeksi saluran napas.
Adanya infeksi saluran napas akut harus diperkecil dengan jalan harus diperkecil
dengan jalan mencegah pemajanan kuman.
b. Pengelolaan khusus
1) Kemoterapi pada bronkiektasis
a) Dapat digunakan secara kontinu untuk mengontrol infeksi bronkus
b) Untuk pengobatan eksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru
c) Kemoterapi disini menggunakan obat antibiotic tertentu
2) Drainase secret dengan bronkoskop
Cara ini penting dikerjakan terutama pada permulaan perawatan pasien.
Keperluannya antara lain adalah untuk:
a) Menentukan dari mana asal secret
b) Megidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus
c) Menghilangkan obstruksi bronkus dengan suction drainage daerah obstruksi
tadi (misalnya pada pengobatan atelektasis paru).

c. Pengobatan simtomatik
Pengobatan lain yang perlu ditambahkan adalah pengobatan simtomatik.
Sesuai dengan namanya , pengobatan ini hanya diberikan kalau timbul simtom yang
mungkin mengganggu atau membahayakan pasien.
1) Pengobatan obstruksi bronkus
Dapat diberikan dengan obat bronkodilator. Apabila hasil tes bronkodilator
positif, pasien perlu diberikan obat bronkodilator tersebut.
2) Pengobatan hipoksia
Dapat diberikan oksigen. Apabila pasien terdapat komplikasi bronkitis kronik,
pemberian oksigen harus hati-hati, harus dengan aliran darah (cukup 1
liter/menit)
3) Pengobatan hemoptosis
Tindakan yang perlu segera diberikan adalah upaya menghentikan perdarahan
tersebut. Apabila perdarahan cukup banyak (masif), mungkin merupakan
perdarahan arterial yang memerlukan tindakan operatif segera untuk
menghentikan perdarahannya.
4) Pengobatan demam
Diberikan antibiotik yang sesuai dosis cukup, dan perlu ditambahkan obat
antipiretik seperlunya.

2. Pengobatan pembedahan
a. Tujuan pembedahan : mengangkat segmen/lobus paru yang terkena.
b. Indikasi pembedahan :
1) Pasien bronkiektasis yang terbatas dan resektabel yang tidak berespon terhadap
tindakan-tindakan konservatif yang adekuat. Pasien perlu dipertimbangkan untuk
operasi.
2) Pasien bronkiektasis yang terbatas, tetapi sering mengalami infeksi berulang atau
hemoptisis yang berasal dari daerah tersebut. Pasien dengan hemoptisis massif
seperti ini mutlak perlu tindakan operasi.

I. Pencegahan
Usaha yang dapat Anda lakukan untuk mencegah penyakit ini adalah dengan mengobati
penyebabnya, yaitu infeksi paru-paru, dan melakukan vaksin untuk mengurangi beberapa
infeksi lainnya. Selain itu, usahakan untuk tidak merokok dan mengurangi paparan polusi.
BAB II
ASKEP

A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Klien
2. Keluhan Utama
3. Pengkajian head to toe
a. Kepala
Inspeksi
Palpasi
b. Mata
Inspeksi
Palpasi
c. Hidung
Inspeksi
Palpasi
d. Telinga
Inspeksi
Palpasi
e. Mulut dan tenggorokan
f. Leher
Inspeksi
Palpasi
g. Dada
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
h. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
i. Ekstremitas
Inspeksi
Palpasi
4. Pemeriksaan penunjang
5. Terapi medic

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Risiko tinggi terhadap infeksi
4. Gangguan Pertukaran gas

B. Rencana Intervensi Keperawatan


1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas.
NOC
- Mendemonstrasikan batuk yang efektif
- Menunjukkan jalan nafas yang paten
- Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan napas
NIC
- Monitor status oksigen pasien
- Informasikan pada pasien dan keluarga tentang suction
- Minta pasien nafas dalan sebelum suction
- Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suction nasotrakeal
- Anjurkan pasien untuk napas dalam

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


NOC
- Adanya peningkatan berat badan
- Berat badan ideal sesuai dengan berat badan
- Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi tidak ada tanda tanda malnutrisi
- Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
NIC
- Kaji adanya alergi makanan
- Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
- Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
- Berikan infirmasi tentang kebutuhan nutrisi

3. Resiko tinggi terhadap infeksi


NOC
- Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi
- Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan
serta penatalaksaannya
- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas normal
- Menunjukkan perilaku hidup sehat
NIC
- Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
- Pertahankan teknik isolasi
- Batasi pengunjung bila perlu
- Cuci tangan setiap sebelum sesudah tindakan keperawatan

4. Gangguan Pertukaran gas


NOC
- Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
- Memelihara kebersihan paru-paru dan bebas dari tanda-tanda distress pernapasan
- Mendemonstrasikan batuk yang efektif dan suara napas yang bersih, tidak ada sianosis
dan dipsneu
- Tanda-tanda vital dalam rentang normal
NIC
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Identikasikan pasien perlunya pemasangan alat jalan napas bantuan
- Lakukan fisoterapi dada bila perlu
DAFTAR PUSTAKA

Aru W. Sudoyo. 2012. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid II, Edisi IV. Jakarta : FKUI
Brunner & Suddarth. 20022. Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC
Elizabeth. 2001. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Amin Huda Nurarif, Hardhi Kusuma. 2016, Asuhan Keperawatan Praktis: Berdasarkan
Penerapan Diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC (Edisi Revisi). Jakarta:
ECG
Muttaqin, Arif. 2013. Buku Ajar asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.
Somantri, Irman (2009). Asuhan Keperawatan dengan Klien dengan Gangguan Sistem
Respirasi. Jakarta. Salemba Medika.
Wong, Donna ( 2004 ). Keperawatan Pediatrik. Alih Bahasa Monica Ester. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai