Dosen pengampu :
Disusun Oleh:
Kelas : C
Kelompok : 1
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, dan karuniaNya
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi tepat pada waktunya.
Makalah ini berjudul studi kasus “Klinik Balai Pengobatan Cahaya” yang
diajukan sebagai salah satu syarat pembelajaran program Studi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Jenderal Achmad Yani (UNJANI).
Akhir kata, semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, serta
membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dan semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu diharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun untuk
menyempurnakan makalah.
Penulis
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................3
Kesimpulan .................................................................................................12
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Klinik
Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan dan menyediakan
pelayanan medis dasar dan atau spesialistik, diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga
kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis (Permenkes RI No.9, 2014) . Klinik
sebagai salah satu institusi pelayanan kesehatan umum membutuhkan keberadaan sistem
informasi yang akurat dan handal, serta cukup memadai untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan kepada para pasien serta lingkungan yang terkait lainnya. Pengelolaan data di
institusi pelayanan kesehatan merupakan salah satu komponen yang penting dalam
mewujudkan sistem informasi klinik.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan pada suatu fasilitas pelayanan kesehatan
atau Klinik dilakukan oleh tenaga kesehatan. Pada Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang kesehatan pada Pasal 1 angka 6 menjelaskan bahwa, “Tenaga kesehatan adalah
setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan”.
Berdasarkan jenis pelayanan, Klinik dibagi menjadi :
1) Klinik Pratama
Klinik pratama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar
yang dilayani oleh dokter umum dan dipimpin oleh seorang dokter umum. Berdasarkan
perijinannya klinik ini dapat dimiliki oleh badan usaha ataupun perorangan.
2) Klinik Utama
Klinik utama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik
spesialistik atau pelayanan medik dasar dan spesialistik. Spesialistik berarti
mengkhususkan pelayanan pada satu bidang tertentu berdasarkan disiplin ilmu,
golongan umur, organ atau jenis penyakit tertentu. Klinik ini dipimpin seorang dokter
spesialis ataupun dokter gigi spesialis. Berdasarkan 8 perijinannya klinik ini hanya dapat
dimiliki oleh badan usaha berupa CV, ataupun PT.
Adapun perbedaan antara klinik pratama dan klinik utama adalah:
1. Pelayanan medis pada klinik pratama hanya pelayanan medis dasar, sementara pada
klinik utama mencangkup pelayanan medis dasar dan spesialis;
2. Pimpinan klinik pratama adalah dokter atau dokter gigi, sementara pada klinik utama
pimpinannya adalah dokter spesialis atau dokter gigi spesialis;
3. Layanan di dalam klinik utama mencangkup layanan rawat inap, sementara pada
4
klinik pratama layanan rawat inap hanya boleh dalam hal klinik berbentuk badan
usaha;
4. Tenaga medis dalam klinik pratama adalah minimal dua orang dokter atau dokter
gigi, sementara dalam klinik utama diperlukan satu orang spesialis untuk masing-
masing jenis pelayanan.
Adapun bentuk pelayanan klinik dapat berupa:
1. Rawat jalan;
2. Rawat inap;
3. One day care;
4. Home care;
5. Pelayanan 24 jam dalam 7 hari.
Perlu ditegaskan lagi bahwa klinik pratama yang menyelenggarakan rawat inap, harus
memiliki izin dalam bentuk badan usaha. Mengenai kepemilikan klinik, dapat dimiliki
secara perorangan ataupun badan usaha. Bagi klinik yang menyelenggarakan rawat inap
maka klinik tersebut harus menyediakan berbagai fasilitas yang mencakup: (1) ruang rawat
inap yang memenuhi persyaratan; (2) minimal 5 bed, maksimal 10 bed, dengan lama inap
maksimal 5 hari; (3) tenaga medis dan keperawatan sesuai jumlah dan kualifikasi; (4).
dapur gizi dan (5) pelayanan laboratorium klinik pratama (Permenkes RI No.9, 2014).
5
2.3 Kewajiban Pihak Penyelenggara Klinik
Pihak penyelenggara klinik memiliki kewajiban yaitu:
1. Memasang papan nama klinik;
2. Membuat daftar tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya yang bekerja di klinik
beserta nomor surat tanda registrasi (STR) dan surat izin praktik (SIP) atau surat izin
kerja (SIK) dan surat izin praktik apoteker (SIPA) bagi apoteker;
3. Melaksanakan pencatatan untuk penyakit-penyakit tertentu dan melaporkan kepada
dinas kesehatan kabupaten/kota dalam rangka melaksanakan program pemerintah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pembinaan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan penyelenggaraan klinik ini dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah
daerah. Bagi klinik yang melakukan pelanggaran, maka pemerintah dapat mengenakan
sanksi administratif berupa teguran, teguran tertulis dan pencabutan izin.
Peralatan medis yang digunakan di klinik harus diuji dan dikalibrasi secara berkala
oleh institusi penguji atau pihak pengkalibrasi yang berwenang untuk mendapatkan surat
kelayakan alat. Peralatan medis yang menggunakan radiasi pengion harus mendapatkan
izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Penggunaan peralatan medis untuk
kepentingan penegakan diagnosis, terapi dan rehabilitasi harus berdasarkan indikasi medis.
2.8 Kasus
SOAL :
Contoh kasusnya yaitu, izin klinik cahaya sudah habis masa berlaku sejak 01 juli
2018 dan tidak memiliki tenaga kefarmasian.
PENYELESAIAN :
A. Regulasi Yang Dilanggar
1.. UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
2. Permenkes No. 9 Tahun 2014 Tentang Klinik
9
B. Sanksi
1) Klinik rawat inap wajib memiliki instalasi farmasi yang diselenggarakan apoteker.
2) Instalasi farmasi melayani resep dari dokter Klinik yang bersangkutan, serta dapat
melayani resep dari dokter praktik perorangan maupun Klinik lain
11
memberikan peneguran secara tulisan. Apabila pendiri klinik masih juga tidak
melakukan perpanjangan izin operasional maka BBPOM akan menjatuhkan sanksi
sesuai ketentuan yang berlaku.
12
BAB III
KESIMPULAN
a. Berdasarkan dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa pelaku pendiri klinik yang
telah habis masa berlakunya, tidak melakukan perpanjangan izin klinik dan tidak
memiliki tenaga kefarmasian maka akan diberikan sanksi terhadap pelanggaran
berdasarkan Permenkes No. 9 Tahun 2014 tentang klinik pasal 40 dan 41 akan
dilakukan pembinaan,pengawasan dan tindakan administrasi.
b. Berdasarkan dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa klinik yang tidak memiliki
tenaga kefarmasian maka akan diberikan tindak lanjut terhadap pelanggaran
berdasarkan :
UU No.36 tentang Kesehatan ,
Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan
praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 198 dipidana dengan
pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) ,
Permenkes No. 9 Tahun 2014 Tentang Klinik Pasal 21
1. Klinik rawat jalan tidak wajib melaksanakan pelayanan farmasi.
2. Klinik rawat jalan yang menyelenggarakan pelayanan kefarmasian wajib memiliki
apoteker yang memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) sebagai penanggung
jawab atau pendamping.
Permenkes No. 9 Tahun 2014 Tentang Klinik Pasal 22
1) Klinik rawat inap wajib memiliki instalasi farmasi yang diselenggarakan apoteker.
2) Instalasi farmasi melayani resep dari dokter Klinik yang bersangkutan, serta dapat
melayani resep dari dokter praktik perorangan maupun Klinik lain
c. Tindak lanjut untuk pelanggaran yang tidak memiliki izin menurut :
Permenkes No. 9 Tahun 2014 Tentang Klinik Pasal 26 ayat 3
Apabila batas waktu telah habis dan pemohon tidak dapat memenuhi persyaratan,
pemohon harus mengajukan permohonan izin mendirikan yang baru.
UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 98 Ayat 2
Setiap orang yang tidak memiliki pengadaan, penyimpanan, promosi, pengedaran
sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi standar mutu pelayanan farmasi
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
13
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9 Tahun 2014 Tentang Klinik
14