Anda di halaman 1dari 15

TUGAS MAKALAH

REGULASI DAN ETIKA PROFESI


“STUDI KASUS KLINIK BALAI PENGOBATAN CAHAYA”

Dosen pengampu :

Sofiyani Chandrawati Anwar, S.Si., Apt. M.Si

Disusun Oleh:

Ummu Khaeriah (3351191003)

Sasha Natasha (3351191006)

Safira Puspita (3351191009)

Tatang Sutisna (3351191012)

Regita Ayu Lestari (3351191021)

Kelas : C

Kelompok : 1

PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI


ANGKATAN XXVIII
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, dan karuniaNya
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi tepat pada waktunya.
Makalah ini berjudul studi kasus “Klinik Balai Pengobatan Cahaya” yang
diajukan sebagai salah satu syarat pembelajaran program Studi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Jenderal Achmad Yani (UNJANI).
Akhir kata, semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, serta
membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dan semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu diharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun untuk
menyempurnakan makalah.

Cimahi, Januari 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. 1

DAFTAR ISI............................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................3

1.1 Latar belakang ...........................................................................................3

1.2 Rumusan masalah ......................................................................................3

1.3 Tujuan........................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................4

2.1 Klinik ............................................................................................................4

2.2 Kewajiban Klinik ..........................................................................................5

2.3 Kewajiban pihak penyelenggara klinik .........................................................6

2.4 Bangunan dan ruangan ..................................................................................6

2.5 Peralatan klinik ............................................................................................. 7

2.6 Ketenagaan klinik ........................................................................................7

2.6 Perijinan klinik .............................................................................................. 8

2.7 Kasus .............................................................................................................9

BAB III PENUTUP ............................................................................................... 12

Kesimpulan .................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 13

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Klinik sebagai salah satu institusi pelayanan kesehatan umum membutuhkan


keberadaan sistem informasi yang akurat dan handal, serta cukup memadai untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan kepada para pasien serta lingkungan yang terkait
lainnya. Pengelolaan data di institusi pelayanan kesehatan merupakan salah satu
komponen yang penting dalam mewujudkan sistem informasi klinik.
Di Indonesia banyak kasus klinik dianggap ilegal karena belum memperpanjang
izin operasionalnya. Hal ini sangat penting karena Klinik adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan
pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik, diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis
tenaga kesehatan (perawat dan atau bidan) dan dipimpin oleh seorang tenaga medis
(dokter, dokter spesialis, atau dokter gigi), sehingga klinik harus selalu memperpanjang
izin operasionalnya untuk mempertahankan legalitasnya dan mendapat kepercayaan di
masyarakat. Izin operasional klinik diberikan untuk jangka waktu 5 tahun dan dapat
diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan. Persyaratan izin operasional klinik
diajukan 3 bulan sebelum berakhir izin operasionalnya. Oleh karena itu pemerintah harus
tegas dalam melakukan pengawasan terhadap klinik-klinik yang beroperasional di
Indonesia sesuai dengan peraturan yang tercantum dalam Permenkes No 9 tahun 2014
tentang Klinik.
1.2. Rumusan masalah
1. Apa saja regulasi yang dilanggar dalam kasus ini?
2. Bagaimana sanksi pelanggaran dalam kasus ini ?
3. Bagaimana tindak lanjut terhadap pelanggaran dalam kasus ini?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui regulasi yang dilanggar dalam kasus ini.
2. Untuk mengetahui sanksi pelanggaran dalam kasus ini.
3. Untuk mengetahui tindak lanjut terhadap pelanggaran dalam kasus ini.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Klinik
Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan dan menyediakan
pelayanan medis dasar dan atau spesialistik, diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga
kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis (Permenkes RI No.9, 2014) . Klinik
sebagai salah satu institusi pelayanan kesehatan umum membutuhkan keberadaan sistem
informasi yang akurat dan handal, serta cukup memadai untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan kepada para pasien serta lingkungan yang terkait lainnya. Pengelolaan data di
institusi pelayanan kesehatan merupakan salah satu komponen yang penting dalam
mewujudkan sistem informasi klinik.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan pada suatu fasilitas pelayanan kesehatan
atau Klinik dilakukan oleh tenaga kesehatan. Pada Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang kesehatan pada Pasal 1 angka 6 menjelaskan bahwa, “Tenaga kesehatan adalah
setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan”.
Berdasarkan jenis pelayanan, Klinik dibagi menjadi :
1) Klinik Pratama
Klinik pratama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar
yang dilayani oleh dokter umum dan dipimpin oleh seorang dokter umum. Berdasarkan
perijinannya klinik ini dapat dimiliki oleh badan usaha ataupun perorangan.
2) Klinik Utama
Klinik utama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik
spesialistik atau pelayanan medik dasar dan spesialistik. Spesialistik berarti
mengkhususkan pelayanan pada satu bidang tertentu berdasarkan disiplin ilmu,
golongan umur, organ atau jenis penyakit tertentu. Klinik ini dipimpin seorang dokter
spesialis ataupun dokter gigi spesialis. Berdasarkan 8 perijinannya klinik ini hanya dapat
dimiliki oleh badan usaha berupa CV, ataupun PT.
Adapun perbedaan antara klinik pratama dan klinik utama adalah:
1. Pelayanan medis pada klinik pratama hanya pelayanan medis dasar, sementara pada
klinik utama mencangkup pelayanan medis dasar dan spesialis;
2. Pimpinan klinik pratama adalah dokter atau dokter gigi, sementara pada klinik utama
pimpinannya adalah dokter spesialis atau dokter gigi spesialis;
3. Layanan di dalam klinik utama mencangkup layanan rawat inap, sementara pada
4
klinik pratama layanan rawat inap hanya boleh dalam hal klinik berbentuk badan
usaha;
4. Tenaga medis dalam klinik pratama adalah minimal dua orang dokter atau dokter
gigi, sementara dalam klinik utama diperlukan satu orang spesialis untuk masing-
masing jenis pelayanan.
Adapun bentuk pelayanan klinik dapat berupa:
1. Rawat jalan;
2. Rawat inap;
3. One day care;
4. Home care;
5. Pelayanan 24 jam dalam 7 hari.

Perlu ditegaskan lagi bahwa klinik pratama yang menyelenggarakan rawat inap, harus
memiliki izin dalam bentuk badan usaha. Mengenai kepemilikan klinik, dapat dimiliki
secara perorangan ataupun badan usaha. Bagi klinik yang menyelenggarakan rawat inap
maka klinik tersebut harus menyediakan berbagai fasilitas yang mencakup: (1) ruang rawat
inap yang memenuhi persyaratan; (2) minimal 5 bed, maksimal 10 bed, dengan lama inap
maksimal 5 hari; (3) tenaga medis dan keperawatan sesuai jumlah dan kualifikasi; (4).
dapur gizi dan (5) pelayanan laboratorium klinik pratama (Permenkes RI No.9, 2014).

2.2 Kewajiban klinik


Klinik memiliki kewajiban yang meliputi:
1. Memberikan pelayanan aman, bermutu, mengutamakan kepentingan pasien, sesuai
standar profesi, standar pelayanan dan standar prosedur operasional;
2. Memberikan pelayanan gawat darurat pada pasien sesuai kemampuan tanpa meminta
uang muka terlebih dahulu/mengutamakan kepentingan pasien;
3. Memperoleh persetujuan tindakan medis;
4. Menyelenggarakan rekam medis;
5. Melaksanakan sistem rujukan;
6. Menolak keinginan pasien yang tidak sesuai dengan standar profesi, etika dan
peraturan perundang-undangan;
7. Menghormati hak pasien;
8. Melaksanakan kendali mutu dan kendali biaya;
9. Memiliki peraturan internal dan standar prosedur operasional;
10. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan.

5
2.3 Kewajiban Pihak Penyelenggara Klinik
Pihak penyelenggara klinik memiliki kewajiban yaitu:
1. Memasang papan nama klinik;
2. Membuat daftar tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya yang bekerja di klinik
beserta nomor surat tanda registrasi (STR) dan surat izin praktik (SIP) atau surat izin
kerja (SIK) dan surat izin praktik apoteker (SIPA) bagi apoteker;
3. Melaksanakan pencatatan untuk penyakit-penyakit tertentu dan melaporkan kepada
dinas kesehatan kabupaten/kota dalam rangka melaksanakan program pemerintah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pembinaan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan penyelenggaraan klinik ini dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah
daerah. Bagi klinik yang melakukan pelanggaran, maka pemerintah dapat mengenakan
sanksi administratif berupa teguran, teguran tertulis dan pencabutan izin.

2.4 Bangunan dan Ruangan


Klinik diselenggarakan pada bangunan yang permanen dan tidak bergabung dengan
tempat tinggal atau unit kerja lainnya. Dan juga bangunan klinik harus memenuhi
persyaratan lingkungan sehat sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Bangunan
klinik juga harus memperhatikan fungsi, keamanan, kenyamanan dan kemudahan dalam
pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk
penyandang cacat, anak-anak dan orang usia lanjut.
Bangunan klinik paling sedikit terdiri atas:
1. Ruang pendaftaran/ruang tunggu;
2. Ruang konsultasi;
3. Ruang administrasi;
4. Ruang obat dan bahan habis pakai untuk klinik yang melaksanakan pelayanan farmasi;
5. Ruang tindakan;
6. Ruang/pojok asi;
7. Kamar mandi/wc; dan
8. Ruangan lainnya sesuai kebutuhan pelayanan
Prasarana Klinik Berdasarkan permenkes RI No.9, 2014 tentang klinik disebutkan
bahwa prasarana klinik meliputi:
1. Instalasi air;
2. Instalasi listrik;
3. Instalasi sirkulasi udara;
4. Sarana pengelolaan limbah;
5. Pencegahan dan penanggulangan kebakaran;
6
6. Ambulans, untuk klinik yang menyelenggarakan rawat inap; dan
7. Sarana lainnya sesuai kebutuhan. Prasarana sebagaimana dimaksud di atas harus dalam
keadaan terpelihara dan berfungsi dengan baik.

2.5 Peralatan Klinik


Klinik harus dilengkapi dengan peralatan medis dan nonmedis yang memadai sesuai
dengan jenis pelayanan yang diberikan. Peralatan medis dan nonmedis harus memenuhi
standar mutu, keamanan, dan keselamatan. Selain memenuhi standar, peralatan medis juga
harus memiliki izin edar sesuai ketentuan peraturan perundang - undangan.

Peralatan medis yang digunakan di klinik harus diuji dan dikalibrasi secara berkala
oleh institusi penguji atau pihak pengkalibrasi yang berwenang untuk mendapatkan surat
kelayakan alat. Peralatan medis yang menggunakan radiasi pengion harus mendapatkan
izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Penggunaan peralatan medis untuk
kepentingan penegakan diagnosis, terapi dan rehabilitasi harus berdasarkan indikasi medis.

2.6 Ketenagaan Klinik


Pimpinan klinik pratama adalah seorang dokter atau dokter gigi. Pimpinan klinik
utama adalah dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang memiliki kompetensi sesuai
dengan jenis kliniknya. Pimpinan klinik sebagaimana dimaksud pada ayat dan ayat
merupakan penanggung jawab klinik dan merangkap sebagai pelaksana pelayanan.
Tenaga medis pada klinik pratama minimal terdiri dari 2 (dua) orang dokter dan/atau
dokter gigi. Lain hal nya dengan klinik utama, minimal harus terdiri dari 1 (satu) orang
dokter spesialis dari masingmasing spesialisasi sesuai jenis pelayanan yang diberikan.
Klinik utama dapat mempekerjakan dokter dan/atau dokter gigi sebagai tenaga pelaksana
pelayanan medis. Dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud di atas harus memiliki
kompetensi setelah mengikuti pendidikan atau pelatihan sesuai dengan jenis pelayanan
yang diberikan oleh klinik. Jenis, kualifikasi, dan jumlah tenaga 14 kesehatan lain serta
tenaga non kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis pelayanan yang diberikan
oleh klinik.
Setiap tenaga medis yang berpraktik di klinik harus mempunyai surat tanda registrasi
dan surat izin praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan perundang - undangan. Begitu juga
tenaga kesehatan lain yang bekerja di klinik harus mempunyai surat izin sebagai tanda
registrasi/ surat tanda registrasi dan surat izin kerja (SIK) atau surat izin praktik apoteker
(SIPA) sesuai ketentuan peraturan perundang - undangan.
Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di klinik harus bekerja sesuai dengan standar
7
profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika profesi, menghormati hak
pasien, mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien. dan juga klinik dilarang
mempekerjakan tenaga kesehatan warga negara asing.

2.7 Perijinan Klinik


Untuk mendirikan dan menyelenggarakan klinik harus mendapat izin dari pemerintah
daerah kabupaten/kota setelah mendapatkan rekomendasi dari dinas kesehatan
kabupaten/kota setempat. Dinas kesehatan kabupaten/kota mengeluarkan rekomendasi
setelah klinik memenuhi ketentuan persyaratan klinik. Permohonan izin klinik diajukan
dengan melampirkan:

1. Surat rekomendasi dari dinas kesehatan setempat;


2. Salinan/fotokopi pendirian badan usaha kecuali untuk kepemilikan perorangan;
3. Identitas lengkap pemohon;
4. Surat keterangan persetujuan lokasi dari pemerintah daerah setempat;
5. Bukti hak kepemilikan atau penggunaan tanah atau izin penggunaan bangunan untuk
penyelenggaraan kegiatan bagi milik pribadi atau surat kontrak minimal selama 5 (lima)
tahun bagi yang menyewa bangunan untuk penyelenggaraan kegiatan;
6. Dokumen upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan
(UPL);
7. Profil klinik yang akan didirikan meliputi struktur organisasi kepengurusan, tenaga
kesehatan, sarana dan prasarana, dan peralatan serta pelayanan yang diberikan; dan
8. Persyaratan administrasi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
Izin klinik diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang
dengan mengajukan permohonan perpanjangan 6 (enam) bulan sebelum habis masa berlaku
izinnya. Pemerintah daerah kabupaten/kota dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak permohonan
diterima harus menetapkan menerima atau menolak permohonan izin atau permohonan
perpanjangan izin. Permohonan yang tidak memenuhi syarat ditolak oleh pemerintah
daerah kabupaten/kota dengan memberikan alasan penolakannya kepada pihak penanggung
jawab klinik pratama yang bersangkutan.
Untuk mendapatkan izin operasional, penyelenggara Klinik harus memenuhi
persyaratan teknis dan administrasi. Persyaratan teknis meliputi persyaratan lokasi,
bangunan, prasarana, ketenagaan, peralatan, kefarmasian, dan laboratorium. Persyaratan
administrasi meliputi izin mendirikan dan rekomendasi dari dinas kesehatan
kabupaten/kota. Izin operasional diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan. Pemerintah daerah kabupaten/kota
8
atau kepala dinas kesehatan kabupaten/kota harus mengeluarkan keputusan atas
permohonan izin operasional, paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima permohonan izin.
Keputusan dapat berupa penerbitan izin, penolakan izin atau pemberitahuan untuk
kelengkapan berkas.
Apabila dalam permohonan izin operasional, pemohon dinyatakan masih harus
melengkapi persyaratan, maka Pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota harus segera memberitahukan kepada pemohon dalam jangka
waktu 1 (satu) bulan. Pemohon dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak
pemberitahuan disampaikan, harus segera melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi.
Apabila dalam jangka waktu tersebut pemohon tidak dapat memenuhi persyaratan,
pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala dinas kesehatan kabupaten/kota
mengeluarkan surat penolakan atas permohonan izin operasional dalam jangka waktu 7
(tujuh) hari.
Perpanjangan izin operasional harus diajukan pemohon paling lama 3 (tiga) bulan
sebelum habis masa berlaku izin operasional. Dalam waktu 1 (satu) bulan sejak
permohonan perpanjangan izin diterima, pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala
dinas kesehatan kabupaten/kota harus memberi keputusan berupa penerbitan izin atau
penolakan izin. Dalam hal permohonan perpanjangan izin ditolak, pemerintah daerah
kabupaten/kota atau kepala dinas kesehatan kabupaten/kota wajib memberikan alasan
penolakan secara tertulis.

2.8 Kasus
SOAL :

Contoh kasusnya yaitu, izin klinik cahaya sudah habis masa berlaku sejak 01 juli
2018 dan tidak memiliki tenaga kefarmasian.

PENYELESAIAN :
A. Regulasi Yang Dilanggar
1.. UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
2. Permenkes No. 9 Tahun 2014 Tentang Klinik

9
B. Sanksi

UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan


Menurut Pasal 198
Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik
kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 198 dipidana dengan pidana denda
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

C. Tindak Lanjut Terhadap Pelanggaran

Permenkes No. 9 Tahun 2014 Tentang Klinik Pasal 26 ayat 3


Apabila batas waktu telah habis dan pemohon tidak dapat memenuhi persyaratan,
pemohon harus mengajukan permohonan izin mendirikan yang baru

Permenkes No. 9 Tahun 2014 Tentang Klinik Pasal 21

1. Klinik rawat jalan tidak wajib melaksanakan pelayanan farmasi.

2. Klinik rawat jalan yang menyelenggarakan pelayanan kefarmasian wajib memiliki


apoteker yang memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) sebagai penanggung
jawab atau pendamping.

Permenkes No. 9 Tahun 2014 Tentang Klinik Pasal 22

1) Klinik rawat inap wajib memiliki instalasi farmasi yang diselenggarakan apoteker.

2) Instalasi farmasi melayani resep dari dokter Klinik yang bersangkutan, serta dapat
melayani resep dari dokter praktik perorangan maupun Klinik lain

Permenkes No. 9 Tahun 2014 Tentang Klinik pasal 41 yaitu:


1. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Menteri, gubernur, kepala dinas
kesehatan provinsi, bupati/walikota, dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota
sesuai dengan kewenangan masing-masing dapat mengambil tindakan
administratif.
2. Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui :
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. pencabutan izin tenaga kesehatan; dan/atau
d. pencabutan izin/rekomendasi Klinik.

UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 98 Ayat 2


Setiap orang yang tidak memiliki pengadaan, penyimpanan, promosi, pengedaran
10
sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi standar mutu pelayanan farmasi
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Adapun upaya-upaya yang dilakukan oleh BBPOM dalam rangka


pengawasan terhadap perizinan klinik :
1) Upaya Preventif
Upaya preventif adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sistematis,
berencana dan terarah untuk menjaga agar tidak timbul pelanggaran. Tindakan
preventif adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah sesuatu sebelum terjadi.
Dalam hal tindakan preventif ini ada upaya yang dilakukan terkait mencegah agar
pendiri klinik tidak melakukan pelanggaran terkait perizinan klinik. Hal-hal yang
dapat dilakukan yaitu :
Penyuluhan Hukum
Pendiri klinik pada umumnya kurang menyadari danmengetahui
pentingnya peraturan yang beredar di wilayah Indonesia. Dengan demikian perlu
adanya perlindungan hukum dari pemerintah kepada pasien. Oleh karenanya
dibentuklah suatu peraturan yang melindungi kepentingan tersebut yang tertuang
dalam Permenkes No 9 Tahun 2014 tentang Klinik. Untuk itu apa yang telah
tercantum dalam Permenkes tersebut perlu diimplementasikan secara maksimal
agar tujuannya dapat berjalan dengan efektif. Penyuluhan hukum yang dilakukan
BPOM pada Klinik-klinik yang beredar yaitu memberitahukan baik secara tertulis
maupun lisan mengenai pentingnya memperpanjang izin operasional klinik.
Apabila pendiri klinik tidak mematuhi peraturan, maka diberikan peringatan dan
sanksi sesuai dengan pelanggaran yang telah dilakukannya. Dalam penyuluhan ini
dijelaskan mengenai sanksi-sanksi yang akan diberikan apabila tidak melakukan
perpanjangan izin operasional klinik, pengawasan yang dilakukan BPOM dan
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh BPOM terhadap klinik yang dianggap
melakukan suatu pelanggaran.
2) Upaya Preventif
Tindakan represif adalah segala tindakan yang dilakukan oleh penegak
hukum sesudah terjadinya pelanggaran yaitu dengan memfungsikan semua unsur
dalam sistem hukum mulai dari peringatan tertulis maupun lisan hingga
pencabutan izin operasional.
Upaya BBPOM dalam rangka pengawasan terhadap klinik yang melakukan
pelanggaran adalah melakukan peneguran secara lisan kepada pendiri klinik
tersebut. Apabila teguran lisan tidak diindahkan, maka pihak BBPOM

11
memberikan peneguran secara tulisan. Apabila pendiri klinik masih juga tidak
melakukan perpanjangan izin operasional maka BBPOM akan menjatuhkan sanksi
sesuai ketentuan yang berlaku.

12
BAB III
KESIMPULAN

a. Berdasarkan dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa pelaku pendiri klinik yang
telah habis masa berlakunya, tidak melakukan perpanjangan izin klinik dan tidak
memiliki tenaga kefarmasian maka akan diberikan sanksi terhadap pelanggaran
berdasarkan Permenkes No. 9 Tahun 2014 tentang klinik pasal 40 dan 41 akan
dilakukan pembinaan,pengawasan dan tindakan administrasi.
b. Berdasarkan dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa klinik yang tidak memiliki
tenaga kefarmasian maka akan diberikan tindak lanjut terhadap pelanggaran
berdasarkan :
UU No.36 tentang Kesehatan ,
Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan
praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 198 dipidana dengan
pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) ,
Permenkes No. 9 Tahun 2014 Tentang Klinik Pasal 21
1. Klinik rawat jalan tidak wajib melaksanakan pelayanan farmasi.
2. Klinik rawat jalan yang menyelenggarakan pelayanan kefarmasian wajib memiliki
apoteker yang memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) sebagai penanggung
jawab atau pendamping.
Permenkes No. 9 Tahun 2014 Tentang Klinik Pasal 22
1) Klinik rawat inap wajib memiliki instalasi farmasi yang diselenggarakan apoteker.
2) Instalasi farmasi melayani resep dari dokter Klinik yang bersangkutan, serta dapat
melayani resep dari dokter praktik perorangan maupun Klinik lain
c. Tindak lanjut untuk pelanggaran yang tidak memiliki izin menurut :
Permenkes No. 9 Tahun 2014 Tentang Klinik Pasal 26 ayat 3
Apabila batas waktu telah habis dan pemohon tidak dapat memenuhi persyaratan,
pemohon harus mengajukan permohonan izin mendirikan yang baru.
UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 98 Ayat 2
Setiap orang yang tidak memiliki pengadaan, penyimpanan, promosi, pengedaran
sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi standar mutu pelayanan farmasi
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

13
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009


Tentang Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI: 2009.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9 Tahun 2014 Tentang Klinik

14

Anda mungkin juga menyukai