Anda di halaman 1dari 22

SISTEM RUJUKAN PADA KONDISI KASUS-KASUS

KEHAMILAN, PERSALINAN, NIFAS DENGAN KOMPLIKASI


DAN BBL DENGAN HIV POSITIF

Disusun Oleh :
Kelompok 4

1. Dina Fransiska Putri (B1301038)


2. Eka Riyanti (B1301045)
3. Eka Velly Handayani (B1301046)
4. Esty Nurulhatam (B1301051)
5. Ety Purnaningsih (B1201052)
6. Fatimah Nur Rahma (B1301053)

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2015
KATA PENGANTAR

Penulis bersyukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufiq, dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah kebidanan “Sistem
Rujukan pada Kondisi Kasus-Kasus Kehamilan, Persalinan, Nifas dengan
Komplikasi dan BBL dengan HIV Positif” dengan baik. Makalah ini, dapat
diselesaikan dengan baik karena dukungan dan partisipasi berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. M. Madhan Anis, S.KepNs, selaku ketua STIKES Muhamadiyah
Gombong, yang telah memberi kami kesempatan untuk belajar dan
mendapatkan pengetahuan di sekolah ini.
2. Hastin Ika Indriyastuti, S.SiT. MPH, selaku ketua pogram studi DIII
Kebidanan yang memberikan pembelajaran tentang kebidanan.
3. Tim Patologi Kebidanan, selaku dosen pembimbing yang telah memandu
kami dalam penulisan makalah ini.
4. Serta semua pihak yang turut membantu terselesaikannya makalah ini yang
tidak dapat kami sebutkan satu per-satu.
Penulis menyadari bahwa tiada sesuatu yang sempurna di dunia ini,
begitupun makalah yang telah penulis buat, baik dalam hal isi maupun
penulisannya. Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
sebagai sumbangan pemikiran kecil bagi kemajuan ilmu pengetahuan, baik di
Stikes Muhammadiyah Gombong maupun lingkungan masyarakat.

Kebumen, 15 Maret 2015

Penulis
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Rujukan
Rujukan adalah suatu pelimpahan tanggung jawab timbal balik atas kasus
atau masalah kebidanan yang timbul baik secara vertikal (dari satu unit ke
unit yang lebih lengkap /Rumah Sakit) maupun horizontal (dari satu bagian
ke bagian lain dalam satu unit) (Muchtar, 1977).
Rujukan adalah sesuatu yang digunakan pemberi informasi (pembicara)
untuk menyokong atau memperkuat pernyataan dengan tegas. Rujukan
mungkin menggunakan faktual ataupun non faktual. Rujukan faktual terdiri
atas kesaksian, statistik contoh, dan obyek aktual. Rujukan dapat berwujud
dalam bentuk bukti. Nilai-nilai, dan/atau kredibilitas. Sumber materi rujukan
adalah tempat materi tersebut ditemukan (Wikipedia).

B. Hal-Hal yang Penting dalam Mempersiapkan Rujukan untuk Ibu


1. Bidan
Pastikan bahwa ibu dan/atau bayi baru lahir didampingi oleh penolong
persalinan yang kompeten dan memiliki kemampuan untuk
menatalaksana kegawatdaruratan obstetri dan bayi baru lahir untuk
dibawa ke fasilitas rujukan.
2. Alat
Bawa perlengkapan dan bahan-bahan untuk asuhan persalinan, masa nifas
dan bayi baru lahir (tabung suntik, selang IV, dll) bersama ibu ke tempat
rujukan. Perlengkapan dan bahan-bahan tersebut mungkin diperlukan jika
ibu melahirkan sedang dalam perjalanan.
3. Keluarga
Beri tahu ibu dan keluarga mengenai kondisi terakhir ibu dan/atau bayi
dan mengapa ibu dan/atau bayi perlu dirujuk. Jelaskan pada mereka
alasan dan keperluan upaya rujukan tersebut. Suami atau anggota
keluarga yang lain harus menemani ibu dan/atau bayi baru lahir ke tempat
rujukan.
4. Surat
Berikan surat ke tempat rujukan. Surat ini harus memberikan identifikasi
mengenai ibu dan/atau bayi baru lahir, cantumkan alasan rujukan dan
uraikan hasil pemeriksaan, asuhan atau obat-obatan yang diterima ibu
dan/atau bayi baru lahir. Lampirkan partograf kemajuan persalinan ibu
pada saat rujukan.
5. Obat
Bawa obat-obatan esensial pada saat mengantar ibu ke tempat rujukan.
Obat-obatan mungkin akan diperlukan selama perjalanan.
6. Kendaraan
Siapkan kendaraan yang paling memungkinkan untuk merujuk ibu dalam
kondisi yang cukup nyaman. Selain itu pastikan bahwa kondisi kendaraan
itu cukup baik untuk. mencapai tempat rujukan dalam waktu yang tepat.
7. Uang
Ingatkan pada keluarga agar membawa uang dalam jumlah yang cukup
untuk membeli obat-obatan yang diperiukan dan bahan-bahan kesehatan
lain yang diperiukan selama ibu dan/atau bayi baru lahir tinggal di
fesilitas rujukan.

C. Kegiatan Rujukan
1. Rujukan dan Pelayanan Kebidanan
Kegiatan ini antara lain berupa :
a. Pengiriman orang sakit dari unit kesehatan kurang lengkap ke unit
yang lebih lengkap.
b. Rujukan kasus-kasus patologik pada kehamilan, persalinan, dan nifas
c. Pengiriman kasus masalah reproduksi manusia lainnya, seperti kasus-
kasus ginekologi atau kontrasepsi yang memerlukan penanganan
spesialis.
d. Pengiriman bahan laboratorium
2. Pelimpahan Pengetahuan dan Keterampilan
Kegiatan ini antara lain :
a. Pengiriman tenaga-tenaga ahli ke daerah perifer untuk memberikan
pengetahuan dan keterampilan melalui ceramah, konsultasi penderita,
diskusi kasus, dan demonstrasi.
b. Pengiriman petugas pelayanan kesehatan daerah ke rumah sakit yang
lebih lengkap dengan tujuan menambah pengetahuan dan
keterampilan.
3. Rujukan Informasi Medis
Kegiatan ini antara lain berupa :
a. Membalas secara lengkap data-data medis penderita yang dikirim dan
advis rehabilitas kepada unit yang mengirim.
b. Menjalin kerjasama pelaporan data-data medis.
(Muchtar, 1977)
Pada saat kunjungan antenatal, jelaskan bahwa petugas kesehatan, klien dan suami
akan selalu berupaya untuk mendapatkan pertolongan terbaik, termasuk
kemungkinan rujukan setiap ibu hamil apabila terjadi penyulit. Pada saat terjadi
penyulit sering kali tidak cukup waktu untuk membuat rencana rujukan sehingga
keterlambatan dalam membuat keputusan dapat membahayakan jiwa klien.
Anjurkan ibu untuk membahas rujukan dan membuat rencana rujukan bersama
suami dan keluarganya serta tawarkan untuk berbicara dengan suami dan
keluarganya untuk menjelaskan antisipasi rencana rujukan.
Masukan persiapan-persiapan dan informasi berikut ke dalam rencana rujukan :
a. Siapa yang akan menemani ibu dan bayi baru lahir.
b. Tempat –tempat rujukan mana yang lebih disukai ibu dan keluarga. (Jika
ada lebih dari satu kemungkinan tempat rujukan, pilih tempat rujukan
yang paling sesuai berdasarkan jenis asuhan yang diperlukan.
c. Sarana transportasi yang akan digunakan dan siapa yang akan
mengendarainya. Ingat bahwa transportasi harus tersedia segera, baik
siang maupun malam.
d. Orang yang ditunjuk menjadi donor darah, jika transfusi darah diperlukan.
e. Uang yang disisihkan untuk asuhan medis, transportasi, obat-obatan dan
bahan-bahan.
f. Siapa yang akan tinggal dan menemani anak-anak yang lain pada saat ibu
tidak di rumah.

D. Faktor-faktor Penyebab Rujukan


1. Riwayat bedah sesar 10. Preklamsia / hipertensi
2. Pendarahan pervaginaan dalam kehamilan
3. Persalinan kurang bulan 11. Tinggi fundus 40 cm / lebih
4. Ketuban pecah disertai 12. Gawat janin
dengan mekonium yang 13. Primipara dalam fase aktif
pecah kala 1 persalinan
5. Ketuban pecah lebih dari 24 14. Presentasi bukan belakang
jam kepala
6. Ketuban pecah pada 15. Presentasi ganda
persalinan kurang bulan 16. Kehamilan ganda (genteli)
7. Ikterus 17. Tali pusat menumbung
8. Anemia berat 18. Syok
9. Tanda / gejala infeksi
E. Sistem Rujukan
1. Rujukan secara konseptual terdiri atas rujukan upaya kesehatan
perorangan yang pada dasarnya menyangkut masalah medik perorangan
yang antara lain meliputi:
a. Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, rindakan
operasional dan lain – lain.
b. Rujukan bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium klinik
yang lebih lengkap.
c. Rujukan ilmu pengetahuan antara lain dengan mendatangkan atau
mengirim tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk melakukan
rindakan, memberi pelayanan, ahli pengetahuan dan teknologi dalam
meningkatkan kualitas pelayanan.
2. Rujukan upaya kesehatan masyarakat pada dasarnya menyangkut
masalah kesehatan masyarakat yang meluas meliputi:
a. Rujukan sarana berupa bantuan laboratorium dan teknologi kesehatan.
b. Rujukan tenaga dalam bentuk dukungan tenaga ahli untuk penyidikan,
sebab dan asal usul penyakit atau kejadian luar biasa suatu penyakit
serta penanggulannya pada bencana alam, dan lain – lain.
c. Rujukan operasional berupa obat, vaksin, pangan pada saat terjadi
bencana, pemeriksaan bahan (spesimen) bila terjadi keracunan massal,
pemeriksaan air minum penduduk dan sebagainya.
3. Rujukan Terencana menyiapkan dan merencanakan rujukan ke rumah
sakit jauh-jauh hari bagi ibu resiko tinggi / resti. Sejak awal kehamilan
diberi KE. Ada 2 macam rujukan terencana yaitu :
a. Rujukan Dim Berencana (RDB) untuk ibu dengan APGO dan AGO
b. Rujukan Dalam Rahim (RDR). Di dalam RDR terdapat pengertian
RDR atau Rujukan In Utero bagi janin ada masalah, janin resiko
tinggi masih sehat misalnya kehamilan dengan riwayat obstetrik jelek
pada ibu diabetes mellitus, partus prematurus iminens. Bagi janin,
selama pengiriman rahim ibu merupakan
alat transportasi dan incubator alarm’ yang aman, nyaman, hangat,
steril, murah, mudah, memberi nutrisi dan O2, tetap pada hubungan
fisik dan psikis dalam lindungan ibunya.
4. Rujukan Tepat Waktu / RTW untuk ibu dengan gawat darurat – obstetrik,
pada kelompok FR III AGDO perdarahan antepartum dan preeklampsi
berat / eklampsia dan ibu dengan komplikasi persalinan dini yang dapat
terjadi pada semua ibu hamil dengan atau tanpa FR. Ibu GDO
membutuhkan RTW dalam menyelamatkan ibu atau BBL.
5. Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari Rujukan
internal dan rujukan eksternal
a. Rujukan Internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit
pelayanan di dalam institusi tersebut Misalnya dari jejaring puskesmas
(puskesmas pembantu) ke puskesmas induk.
b. Rujukan Eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit – unit dalam
jenjang pelayanan kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat
jalan ke puskesmas rawat map) maupun vertikal (dan puskesmas ke
rumah sakit umum daerah).
6. Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari Rujukan
Medik dan Rujukan Kesehatan.
a. Rujukan Medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi
upaya penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya,
merujuk pasien puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner,
hipertensi, diabetes melitus) ke rumah sakit umum daerah.
b. Rujukan Kesehatan adalah rujukan pelayanan yang umumnya
berkaitan dengan upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif)
dan pencegahan (preventif). Contohnya, merujuk pasien dengan
masalah gizi ke klinik konsultasi gizi.
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

A. Contoh Salah Satu Kasus dalam Rujukan Kasus Persalinan


Dalam kasus : DJJ kurang dari 100 atau lebih dari 180 x / menit. Pada dua
kali penilaian dengan jarak 5 menit (gawat janin).
1. Pengertian Gawat Janin
Gawat janin terjadi bila janin tidak menerima 02 cukup, sehingga
mengalami hipoksia. Situasi ini dapat terjadi kronik (dalam jangka waktu
lama) atau akut.
2. Penyebab

a. Persalinan berlangsung lama.


b. Induksi persalinan dengan oksitosin.
c. Ada perdarahan atau infeksi.
d. Insufisiensi plasenta: postterm, preeklamsi.
3. Tanda-tanda gawat janin tersebut :
a. Denyut Jantung Janin (DJJ) kurang dari 100 per menit atau lebih dari
180 per menit.
b. Air ketuban hijau kental.

DJJ ireguler dalam persalinan sangat bervariasi dan dapat kembali setelah
beberapa waktu. Bila DJJ tidak kembali normal setelah kontraksi, hal ini
menunjukkan adanya hipoksida.

DJJ lambat (kurang dari 100 per menit) saat tidak ada his, menunjukkan adanya
gawat janin dan DJJ cepat (lebih dari 180 per menit) yang disertai takhikardi ibu
bisa karena ibu demam, efek obat, hipertensi, atau amnionitis. Jika denyut jantung
ibu normal, denyut jantung janin yang cepat sebaliknya dianggap sebagai tanda
gawat janin.
4. Alasan Merujuk
Alasan merujuk pasien dengan DJJ kurang dari 100 atau lebih dan 180
x/menit, yaitu:
a. Terhadap Janin
b. Beresiko akan menimbulkan kematian
c. Janin Terhadap Ibu
d. Beresiko akan menimbulkan

5. Perawatan Selama Merujuk


a. Jika denyut jantung janin diketahui tidak normal, lakukan hal-hal
sebagai berikut;
1) Pasien dibaringkan miring ke kiri dan anjurkan untuk bernafas
secara teratur. Hal ini dilakukan agar vena cafa inferior tidak
tertekan oleh janin, sehingga pasokan oksigen ke bayi dapat
terpenuhi.
2) Pemberian oksigen 8-12 l/menit. Perubahan posisi dan pemberian
02 8-12 1/menit membantu mengurangi demam pada maternal
dengan hidrasi anti piretik dan tindakan pendinginan.
3) Hentikan infus oksitosin (jika sedang diberikan infus oksitosin).
Pasang infuse menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16
atau 18) dan berikan Ringer Laktat atau garam fisiologis (NS)
dengan tetesan 125 cc/jam.
b. Jika sebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat-obatan) mulailah
penanganan yang sesuai dengan kondisi ibu:
1) Istirahat baring
2) Banyak minum
3) Kompres untuk menurunkan suhu tubuh ibu
4) Ibu dimiringkan kekiri
5) Pemantauan DJJ dengan rutin.
6) Mengantar atau mendampingi pasien untuk mendapatkan
pertolongan lebih lanjut, sehingga dapat memberikan keterangan
atau memberikan keterangan tertulis.
7) Intervensi lainnya tidak perlu dilakukan sebab kemungkinan akan
menambah bahaya ibu maupun janin dalam kandungan.
8) Perubahan posisi lantaran dan pemberian O2 8-12 1/menit
membantu mengurangi demam pada maternal dengan hidrasi anti
piretik dan tindakan pendinginan.
Demikianlah kewenangan bidan dalam menghadapi persalinan dengan
DJJ<100 atau >180 sehingga mata rantai pelayanan dan pengayoman
medis dapat lebih bermutu dan menyeluruh.
c. Jika sebab dari ibu tidak diketahui dan denyut jantung janin tetap
abnormal sepanjang paling sedikit 3 kontraksi, lakukan pemeriksaan
dalam untuk mencari penyebab gawat janin:
1) Jika terdapat perdarahan dengan nyeri yang hilang timbul atau
menetap, pikirkan kemungkinan solusio plasma.
2) Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekret vagina berbau
tajam) berikan anti biotik untuk amniomtis.
3) Jika tali pusat terletak di bawah janin atau dalam vagina lakukan
penanganan prolaps tali pusat.
4) Jika denyut jantung janin tetap abnormal atau jika terdapat tanda-
tanda lain gawat janin (mekonium kental pada cairan amnion,
rencanakan persalinan dengan kolaborasi atau merujuk).
Dalam hal ini bidan harus berkolaborsi atau merujuk, karena upaya
menyelesaikan pertolongan persalinan dengan intervensi kekuatan dan luar bukan
tugas utama bidan, sehingga setiap persalinan yang diduga akan mengalami
kesulitan sudah dirujuk ke pusat dengan fasilitas yang mencukupi. Sehingga
dalam pertolongan pertamanya bidan perlu melakukan tindakan medis.
B. Contoh Salah Satu Kasus dalam Rujukan Kasus Kehamilan
Kehamilan dengan Hipertensi Preeklampsia
1. Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik
atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 4-6 jam pada
wanita yang sebelumnya normotensi. Bila ditemukan tekanan darah
tinggi (≥140/90 mmHg) pada ibu hamil, lakukan pemeriksaan kadar
protein urin dengan tes celup urin atau protein urin 24 jam dan tentukan
diagnosis.
2. Faktor predisposisi
a. Kehamilan kembar
b. Penyakit trofoblas
c. Hidramnion
d. Diabetes melitus
e. Gangguan vaskuler plasenta
f. Faktor herediter
g. Riwayat preeklampsia sebelumnya
h. Obesitas sebelum hamil
3. Tujuan
Tujuan dari manual rujukan khusus penyakit PEB ini adalah sebagai
kendali mutu dan biaya terhadap pengobatan yang diberikan pada pasien
dengan kondisi tersebut, sehingga mendapatkan tatalaksana yang efektif
dan efisien.
4. Kebijakan dan Prinsip Dasar
Kebijakan rujukan kasus pre-eklampsia dari puskesmas ke Rumah Sakit
harus sesuai dengan prinsip rujukan yang diatur dalam PMK no 1 tahun
2012 pasal 9, tentang sistem rujukan. Pasal tersebut mengatakan bahwa
faskes dapat melakukan rujukan vertikal apabila pasien membutuhkan
pelayanan kesehatan spesialistik atau sub spesialistik dan perujuk tidak
dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien
karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan, tidak
berdasarkan indikasi sosial. Rujukan ulangan juga dapat diberikan
kembali apabila terapi oleh dokter spesialis di rumah sakit belum selesai.
5. Kriteria Rujukan
Prinsip dalam pemberian terapi pada pasien pre-eklampsia adalah
pengawasan tekanan darah setiap kali ibu hamil berkunjung untuk
melakukan pemeriksaan antenatal. Berikut adalah guideline pengobatan
Pre-eklamsia sesuai dengan PMK no 5 tahun 2014, mengenai panduan
praktek klinis bagi dokter di puskesmas yang dikombinasikan dengan
indikasi rujukan.

Kondisi dan Gejala Pengobatan Kriteria Rujukan

Hipertensi Obat antihipertensi diberikan RUJUKAN


Gestasional apabila tekanan darah sistolik ≥ Tidak diperlukan sepanjang
160 mmHg atau diastole ≥ pasien tidak memiliki salah
- TD ≥ 140/90 mmHg 110mmHg satu gejala dari Pre-
- tanpa proteinuria Eklampsia Berat

Pre Eklampsia Pantau keadaan klinis ibu tiap RUJUKAN


Ringan kunjungan antenatal, TD, BB, TB, Tidak diperlukan sepanjang
IMT, ukuran uterus dan gerakan pasien tidak memiliki salah
- TD ≥ 140/90 mmHg janin. Banyak istirahat, susu & satu gejala dari Pre-
- Proteinuria ≥ 300 buah Eklampsia Berat
mg/24 jam atau ≥ 1+ - Metildopa 250-500 mg 2 atau 3
dipstik) kali perhari, max 3g/hari
- Nifedipin 10 mg diulang 15-30
menit, max 30 mg
- tidak diperlukan obat-obatan
Pre Eklampsia seperti diuretik
Pemberian MgSO maupun
4
dosissedatif
awal dgn RUJUKAN
4
Berat cara ambil 4 mg MgSO (10 ml Segera, dengan tujuan
- TD > 160/110 MgSO4 40%) dan larutkan dalam rumah sakit yang memiliki
mmHg - Proteinuria 10 ml aquades. Berikan secara dokter spesialis obstetri dan
500 gr/24 jam atau ≥ perlahan IV selama 20 menit. Jika ginekologi setelah
2+ dipstik akses IV sulit berikan masing- dilakukan tatalaksana Pre-
- Edema, pandangan masing eklampsia berat
kabur, nyeri di 5 mg MgSO4 (12,5 ml larutan
epigastrium atau MgSO4 40%) IM di bokong kiri
nyeri pada kuadran dan kanan.
kanan atas abdomen,
sianosis, adanya
pertumbuhan janin
yang terhambat
6. Tata Cara Pelaksanaan Rujukan Kasus PEB
Sebelum dirujuk pada fasilitas kesehatan lain, maka pasien haruslah
memenuhi kriteria untuk dirujuk seperti yang tertera pada halaman
sebelumnya, seperti memiliki salah satu gejala dari pre eklamsia berat,
seperti Tekanan darah yang tinggi, Proteinuria 500 gr/24 jam atau ≥ 2+
dipstik maupun Edema, pandangan kabur, nyeri di epigastrium atau nyeri
pada kuadran kanan atas abdomen, sianosis, adanya pertumbuhan janin
yang terhambat.
Setelah kriteria terpenuhi maka dokter di puskesmas harus mengisi surat
rujukan sebanyak 3 rangkap yang berisi :
a. Identitas jelas pasien beserta jaminan kesehatan yang digunakan
serta tanggal rujukan
b. Mencantumkan Nama Rumah Sakit tujuan dan poliklinik yang
dituju.
Rumah sakit tujuan untuk pasien PEB haruslah RS PONEK yang
memiliki dokter spesialis kandungan dan anak serta memiliki layanan
operasi caessar darurat serta ruang NICU sehingga pasien yang tiba-tiba
membutuhkan pertolongan dapat segera tertangani baik ibu maupun
bayinya.
Apabila kasus PEB ini ditemukan pada saat jam poliklinik (Hari dan pada
Jam kerja) dan stabil maka pasien dirujuk ke poliklinik kebidanan,
namun apabila ditemukan saat diluar jam kerja atau dalam kondisi tidak
stabil maka pasien segera dirujuk ke UGD RS yang bersangkutan.
c. Hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang yang sudah
dilakukan.
d. Mencantumkan tindakan serta terapi sementara yang telah diberikan.
e. Mencantumkan tanda tangan dokter yang merujuk
Pasien tidak perlu didampingi oleh tenaga medis apabila dirujuk ke poliklinik
dengan kondisi stabil, namun kondisi pasien PEB ini tidak stabil, maka pasien
wajib didampingi oleh tenaga medis dengan ambulan transport yang memadai,
setelah sebelumnya dokter menghubungi pihak rumah sakit tujuan, untuk
dipastikan pasien tersebut mendapatkan kamar. Petugas kesehatan
mengaktifkan sistem SPGDT (Pusdaldukes) untuk menghubungi RS dan
mencari ketersediaan kamar.

Apabila rumah sakit tujuan penuh dan tidak memiliki ruang, maka dokter harus
mencarikan rumah sakit alternatif lain yang mampu menangani kasus tersebut,
tanpa memandang jaminan kesehatan yang digunakan.

Apabila setelah diusahakan dan tetap tidak mendapatkan ruang di 3 rumah


sakit tujuan, maka dokter harus menjelaskan kepada seluruh keluarga yang
datang untuk menandatangani surat pernyataan untuk dititipkan sementara di
puskesmas (yang memiliki ruang rawat inap) tersebut meskipun fasilitas dan
tenaga untuk melakukan pengawasan terbatas, sehingga saat terjadi kegawatan
tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Apabila puskesmas yang merujuk tidak
memiliki rawat inap maka pasien dititipkan sementara di puskesmas yang
memiliki ranap. Setelah ditandatangani, Dokter dapat melanjutkan penanganan
pada pasien lain yang mungkin sudah menunggu sembari sesekali mengecek
kondisi pasien. Penting untuk diketahui adalah tidak boleh merujuk tanpa
adanya konfirmasi ke rumah sakit tujuan.
C. Contoh Salah Satu Kasus dalam Rujukan Kasus Nifas
1. Definisi
Perdarahan pascasalin primer terjadi dalam 24 jam pertama setelah
persalinan, sementara perdarahan pascasalin sekunder adalah perdarahan
pervaginam yang lebih banyak dari normal antara 24 jam hingga 12
minggu setelah persalinan.
2. Diagnosis
Perdarahan pascasalin adalah perdarahan >500 ml setelah bayi lahir atau
yang berpotensi mempengaruhi hemodinamik ibu.
3. Faktor Predisposisi
a. Kelainan implantasi dan pembentukan plasenta: plasenta previa,
solutio plasenta, plasenta akreta/inkreta/perkreta, kehamilan ektopik,
mola hidatidosa.
b. Trauma saat kehamilan dan persalinan: episiotomi, persalinan per
vaginam dengan instrumen (forsep di dasar panggul atau bagian
tengah panggul), bekas SC atau histerektomi.
c. Volume darah ibu yang minimal, terutama pada ibu berat badan
kurang, preeklamsia berat/eklamsia, sepsis, atau gagal ginjal
d. Gangguan koagulasi
e. Pada atonia uteri, penyebabnya antara lain uterus overdistensi
(makrosomia, kehamilan kembar, hidramnion atau bekuan darah),
induksi persalinan, penggunaan agen anestetik (agen halogen atau
anastesia dengan hipotensi), persalinan lama, korioamnionitis,
persalinan terlalu cepat dan riwayat atonia uteri sebelumnya.
4. Tatalaksana Awal
a. Tatalaksana Umum
1) Panggil bantuan tim untuk tatalaksana secara simultan.
2) Nilai sirkulasi, jalan napas, dan pernapasan pasien.
3) Bila menemukan tanda-tanda syok, lakukan penatalaksanaan
syok.
4) Berikan oksigen.
5) Pasang infus intravena dengan kanul berukuran besar (16 atau 18)
dan mulai pemberian cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau Ringer
Laktat atau Ringer Asetat) sesuai dengan kondisi ibu. Pada saat
memasang infus, lakukan juga pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan.
6) Jika fasilitas tersedia, ambil sampel darah dan lakukan
pemeriksaan:
a) Kadar hemoglobin (pemeriksaan hematologi rutin)
b) Penggolongan ABO dan tipe Rh serta sampel untuk
pencocokan silang
c) Profil Hemostasis
1.) Waktu perdarahan (Bleeding Time/BT)
2.) Waktu pembekuan (Clotting Time/CT)
3.) Prothrombin time (PT)
4.) Activated partial thromboplastin time (APTT)
5.) Hitung trombosit
6.) Fibrinogen
7) Lakukan pengawasan tekanan darah, nadi, dan pernapasan ibu.
8) Periksa kondisi abdomen: kontraksi uterus, nyeri tekan, parut
luka, dan tinggi fundus uteri.
9) Periksa jalan lahir dan area perineum untuk melihat perdarahan
dan laserasi (jika ada, misal: robekan serviks atau robekan
vagina).
10) Periksa kelengkapan plasenta dan selaput ketuban.
11) Pasang kateter Folley untuk memantau volume urin dibandingkan
dengan jumlah cairan yang masuk. (CATATAN: produksi urin
normal 0.5-1 ml/kgBB/jam atau sekitar 30 ml/jam)
12) Siapkan transfusi darah jika kadar Hb < 8 g/dL atau secara klinis
ditemukan keadaan anemia berat
BAGAN 5. Tatalaksana awal perdarahan pascasalin dengan pendekatan tim

Lengan
• Periksa nadi dan tekanan darah
• Pasang akses intravena/infus
Kepala • Ambil darah untuk pemeriksaan
• Cek kesadaran laboratorium (terutama hematologi
• Pastikan jalan napas bebas rutin), golongan darah dan uji
• Cek pernapasan dan beri O2 pencocokan silang
• Lakukan pencatatan urutan • Lakukan resusitasi cairan
kejadian/kronologi • Berikan obat-obat uterotonika

Uterus
Mulai dari sini! Panggil bantuan!
• Masase uterus
• Lahirkan plasenta dengan lengkap
• Koordinasi dengan penolong lain pada
posisi “kepala” dan “lengan”
• Kosongkan kandung kemih
• Jika atonia uteri, lakukan kompresi
bimanual
• Tentukan penyebab perdarahan
• Rujuk bila perdarahan berlanjut
D. Contoh Salah Satu Kasus dalam Rujukan Kasus Bayi Lahir dari Ibu dengan
HIV
1. Manajemen Umum
a. Hormati kerahasiaan ibu dan keluarga
b. Bila mampu melakukan konseling dan pernah mendapatkan pelatihan,
lakukan konseling pada keluarga
c. Perawatan bayi seperti bayi yang lain dan berikan perhatian khusus
pada pencegahan infeksi
d. Imunisasi sesuai dengan pedoman imunisasi pada anak yang lahir dari
ibu dengan HIV positif. Sebelum menunjukkan gejala berikan semua
imunisasi yang diperlukan termasuk BCG. Apabila sudah
menunjukkan gejala infeksi HIV, jangan berikan vaksin BCG.
e. Beri dukungan mental
2. Terapi Anti Retroviral
Pastikan ibu dan bayi mendapatkan obat seperti yang telah ditentukan
oleh dokter.
3. Pemberian Nutrisi
Lakukan konseling pada ibu tentang pemilihan pemberian nutrisi pada
bayinya. Ibu hamil HIV positif perlu mendapatkan konseling sehubungan
dengan keputusannya untuk menggunakan susu formula ataupun ASI
eksklusif :
a. ASI adalah makanan terbaik untuk bayi. Risiko penularan HIV
melalui ASI sekitar 15-20 %, risiko penularan HIV diperbesar dengan
adanya lecet pada payudara ibu dengan HIV (menjadi 65 %).
b. Apabila ibu memilih untuk memberikan ASI, dianjurkan untuk ASI
Eksklusif selama 6 bulan. Setelah 6 bulan, bayi diberi susu formula,
dan ASI dihentikan. Ibu perlu diberi informasi mengenai manajemen
laktasi (cara menyusui yang baik dan benar).
c. Sangat tidak dianjurkan untuk menyusui campur (mixed feeding)
karena akan meningkatkan kemungkinan bayi terinfeksi HIV. Bila
menyusui campur, perlindungan ASI terhadap bayi dari penyakit
infeksi menjadi tidak maksimal, sementara virus HIV ditransmisikan
melalui ASI ditambah dengan kemungkinan infeksi lain yang dibawa
oleh susu formula. Bila ASI saja, perlindungan akan optimal untuk
infeksi yang dibawa oleh ASI. Bila susu formula saja, bayi tidak
memiliki risiko menerima infeksi yang dibawa oleh ASI.
4. Persyaratan AFASS (Acceptable = mudah diterima, Feasible = mudah
dilakukan, Affordable = harga terjangkau, Sustainable = berkelanjutan,
Safe = aman penggunaannya) harus dipenuhi apabila ibu ingin memilih
memberikan Susu Formula Eksklusif.
a. Dapat dijamin ketersediaan air bersih dan sanitasi yang baik di tingkat
keluarga dan masyarakat
b. Ibu atau pengasuh bayi yang lain mampu menyediakan susu formula
dalam jumlah yang cukup untuk mendukung tumbuh kembang yang
optimal
c. Ibu atau pengasuh bayi yang lain mampu menyediakan susu formula
secara bersih dan cukup sering sehingga aman dan risikonya rendah
untuk terjadi diare dan malnutrisi
d. Ibu atau pengasuh bayi yang lain mampu memberikan susu formula
secara eksklusif sampai 6 bulan
e. Keluarga mendukung
f. Ibu atau pengasuh bayi yang lain dapat mengakses pelayanan
kesehatan anak yang komprehensif.
g. Apabila persyaratan AFASS terpenuhi sebelum 6 bulan, bagi ibu yang
memberikan ASI dapat memilih antara meneruskan ASI eksklusif
sampai 6 bulan atau beralih ke Susu Formula Eksklusif.
h. Sangat tidak direkomendasikan pemberian makanan campuran (mixed
feeding) untuk bayi dari ibu HIV positif, yaitu ASI bersamaan dengan
susu formula dan makanan minuman lainnya (lihat butir ke-4 diatas).
i. Apapun pilihan ibu tentang pemberian makanan bayi, perlu diberikan
dukungan.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Salah satu bentuk pelaksanaan dan pengembangan upaya kesehatan dalam
Sistem kesehatan Nasional (SKN) adalah rujukan upaya kesehatan. Untuk
mendapatkan mutu pelayanan yang lebih terjamin, berhasil guna (efektif)
dan berdaya guna (efesien), perlu adanya jenjang pembagian tugas
diantara unit-unit pelayanan kesehatan melalui suatu tatanan sistem
rujukan. Dalam pengertiannya, sistem rujukan upaya kesehatan adalah
suatu tatanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan
tanggung jawab secara timbal balik atas timbulnya masalah dari suatu
kasus atau masalah kesehatan masyarakat, baik secara vertikal maupun
horizontal, kepada yang berwenang dan dilakukan secara rasional.

B. Saran
Dengan makalah ini diharapkan berguna dan bermanfaat adapun makalah
lain yang mendukung dan melengkapi makalah kami.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. (2007). Pedoman Sistem Rujukan Maternal dan Neonatal di
Tingkat Kabupaten/Kota. Jakarta: Depkes RI

Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI. (2007).


Pedoman Pelayanan Antenatal. Jakarta: Depkes RI

Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI. (2008). Pedoman


Penyelenggaraan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif
(PONEK) 24 jam di Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI

Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI. (2008).


Pedoman Pengembangan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar
(PONED) di Puskesmas. Jakarta: Depkes RI

Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI. (2010).


Pedoman Audit Maternal Perinatal (AMP). Jakarta: Kemenkes RI

Penyusun Kerangka Manual Rujukan Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta. (2012).


Manual Rujukan Kehamilan, Persalinan, dan Bayi Baru lahir. Diakses di
www.kebijakankesehatanindonesia.net (Maret 2015)

Trisnantoro, L. (2011). Strategi Luar Biasa Untuk menurunkan Kematian Ibu dan Bayi.
Editorial Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Vol. 14 Edisi Desember 2011

Tisnantoro, L. & Zaenab, S.N. (2013). Penggunaan Data Kematian “Absolut” untuk
Memicu Penurunan kematian Ibu dan Bayi di Kabupaten/Kota. Diakses di
www.kesehatan-ibuanak.net (Maret 2015)

Anda mungkin juga menyukai