Anda di halaman 1dari 83

SKRIPSI

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJANG DEMAM YANG


BERULANG PADA ANAK USIA 0 - 5 TAHUN DI RUANG
PERAWATAN ANAK RS. BHAYANGKARA
MAKASSAR

SYAMRAWATY
3112007

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
GEMA INSAN AKADEMIK
MAKASSAR
2014
SKRIPSI

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJANG DEMAM YANG


BERULANG PADA ANAK USIA 0 - 5 TAHUN DI RUANG
PERAWATAN ANAK RS. BHAYANGKARA
MAKASSAR

Skripsi
untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi
syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana keperawatan

SYAMRAWATY
3112007

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
GEMA INSAN AKADEMIK
MAKASSAR
2014

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJANG DEMAM YANG


BERULANG PADA ANAK USIA 0 - 5 TAHUN DI RUANG
PERAWATAN ANAK RS. BHAYANGKARA
MAKASSAR

Disetujui oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

( Hj. Saenab Dasong, SKM, M. Kep ) ( Sri Ranti, S.Kep, Ns )

Makassar, September 2014

iii
HALAMAN PENGESAHAN

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJANG DEMAM YANG


BERULANG PADA ANAK USIA 0 - 5 TAHUN DI RUANG
PERAWATAN ANAK RS. BHAYANGKARA
MAKASSAR

Telah diseminarkan pada tanggal 16 Juli 2014

Konstributor Seminar :

1. Hj. Saenab Dasong, SKM, M.Kep. ( )

2. Sri Ranti, S.Kep, Ns. ( )

3. Sunni Hariati, S.Kep, Ns, M.Kep. ( )

4. Dr. H. Muh. Ikhsan Madjid, M.S, PKK. ( )

Mengetahui

Ketua STIK GIA MAKASSAR

(Hj. Hasniaty, A.G, S.Kp, M.Kep)

iv
ABSTRAK

SYAMRAWATY. “Faktor yang Berhubungan dengan Kejang Demam


yang Berulang pada Anak Usia 0 - 5 Tahun di Ruang Perawatan Anak RS.
Bhayangkara Makassar”. (dibimbing oleh Saenab Dasong dan Sri Ranti).

Kejadian kejang demam di Indonesia cukup bervariasi, sekitar 2% –


5% per tahunnya dimana kasusnya bervariasi. Kejadian kejang demam di
Sulawesi Selatan khususnya di kota makassar menurut badan pusat
statistik Makassar pada tahun 2011 adalah 4115 kasus, pada tahun 2012
terjadi 3467 kasus, dan terjadi peningkatan kasus pada tahun 2013 adalah
sebanyak 3657 kasus yang tersebar diberbagai rumah sakit dan
puskesmas. Rumah Sakit Bhayangkara Pada tahun 2011 pasien rawat
inap yang mengalami kejang demam berulang sebanyak 123 orang, tahun
2012 yaitu tercatat sebanyak 236 orang dan pada tahun 2013 mulai dari
Januari hingga November yaitu 238 orang yang mengalami kejang demam
berulang. Kejang demam berulang merupakan kejang yang terjadi lebih
dari satu kali akibat terjadinya peningkatan suhu tubuh oleh berbagai
faktor dimana faktor yang mendominasi adalah ekstrakranium. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan
kejang demam yang berulang pada anak usia 0 - 5 tahun di ruang
perawatan anak RS. Bhayangkara Makassar. Jenis penelitian ini
merupakan penelitian observational analitik dengan menggunakan
rancangan penelitian cross sectional study. Populasi sebanyak 126 orang
dan penggunaan sampel menggunakan metode purvosive sampling
dengan sampel sebanyak 56 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan kuesioner. Analisis data mencakup analisis univariat
dengan mencari distribusi frekuensi, analisis bivariat dengan uji Chi
Square (𝛼=0,05). Hasil analisi bivariat didapatkan hubungan usia
(p=0,016), suhu badan (p=0,018) dan faktor hereditas (p=0,027)
Kesimpulan dalam penelitian ini didapatkan adanya hubungan antara usia,
suhu badan dan factor hereditas dengan dengan kejang demam yang
berulang pada anak usia 0 - 5 tahun di ruang perawatan anak RS.
Bhayangkara Makassar.

Kata kunci : Usia, Suhu Badan, Faktor Hereditas, Kejang


Demam Berulang
Kepustakaan : 19 (1998–2013)

v
ABSTRACT

SYAMRAWATY “There is a factor connected with cold temperature in


children aged 0-5 years old in intensive care child Bhayangkara Makasaar
Hospital (guided Saenab Dasong and Sri Ranti)

Incidence of temperature body of Indonesia is quited varied,


approximately 2%-5% each year in which quited varied incidence of
temperatures body in south Sulawesi specially in Makassar City.
According to Makassar agency statistic center in 2001 year there is 4115
cases, in 2012 year accurred 3467 cases increase cases in 2013 year was
3657 cases, which scattered in the others hospital and healthy center. In
2011 year Bhayangkara Hospital patients stay who experience
temperature body happen to 123 peoples, in 2012 year noted there are
about 236 people from 2013 year starting from January until November
there is 236 peoples was accurred temperature body by others factor
because the factor is ekstrakratinium. Destination of this riset is to know a
connected factor with temperature body a child aged 0-5 year in intensive
care room Bhayangkara Makassar Hospital specific of this riset is analytic
observational riset including cross sectional study riset planning, purposed
sampling method until 56 peoples. To fix the data doing with questioner,
data analysis including univariat analysis with looking frekuensi
distribution, bivariat analysis with Chi Square test (α=0,05). Bivariat
analysis total getting connected ages (p=0,016), body temperature
(p=0,018) and Hereditas Factor (p=0,027). The conclusion with this riset
is there is a connected between age, body temperature and hereditas
factor with cold that repeat to child with aged 0-5 years old in this
intensive care child room, Bhayangkara Makassar Hospital.

Keyword : Age, temperature body, hereditas factor, repeat


temperature fever.
Literature : 19 (1998-2013)

vi
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas hikmat

dan berkat-Nya yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi yang mengambil judul “FAKTOR YANG

BERHUBUNGAN DENGAN KEJANG DEMAM YANG BERULANG PADA

ANAK USIA 0 - 5 TAHUN DI RUANG PERAWATAN ANAK RS.

BHAYANGKARA MAKASSAR”, sebagai salah satu syarat memperoleh

gelar Sarjana Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Gema Insan

Akademik Makassar.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, hal ini tidak lain karena penulis merupakan peneliti

pemula dalam kegiatan penelitian. Olehnya itu kritik dan saran yang

membangun sangat penulis harapkan, guna kesempurnaan proposal ini.

Terima kasih saya ucapkan kepada semua pihak yang telah

membantu baik secara langsung maupun tidak langsung. Semoga

bantuan Bapak/Ibu mendapat balasan dari Allah Subhanahu wata’ala.

Ucapan terima kasih khusus saya haturkan kepada :

1. Bapak H. A. Iwan Darmawan Aras, SE selaku Ketua Yayasan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Gema Insan Akademik Makassar.

2. Ibu Hj. Hasniaty AG, S.Kp, M.Kep. selaku Ketua Sekolah Tinggi

Ilmu Kesehatan Gema Insan Akademik Makassar yang merupakan

sosok yang sangat tegas dan berani dalam membimbing dan

vii
mendidik, baik mahasiswa maupun karyawan dilingkungan Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Gema Insan Akademik Makassar.

3. Ibu Hj. Saenab Dasong, SKM, M.Kep sebagai pembimbing I yang

telah banyak membimbing,dan memberikan ilmunya yang sangat

berarti selama saya dalam pendidikan.

4. Ibu Sri Ranti, S. Kep, Ns. sebagai pembimbing II yang telah banyak

membimbing,dan memberikan ilmunya yang sangat berarti selama

saya dalam pendidikan.

5. Bapak kepala RS. Bhayangkara makassar beserta staf yang telah

banyak memberikan informasi selama penelitian.

6. Para responden yang dengan sukarela di tengah kesibukan yang

padat menyempatkan waktunya memberikan jawaban dan

tanggapan mengenai penelitian yang dilakukan.

7. Orang tuaku (Alm. H. Muh, Jafar dan Hj. Asseng), yang dengan

Doa, kasih sayang dan semangatnya, telah menghantarkan saya

pada penghujung terminal pendidikan.

8. Kepada semua saudaraku yang telah banyak membantu dari segi

motivasi, hiburan dan finansial sehingga saya bisa menyelesaikan

studi ini dengan baik.

9. Kepada rekan-rekan program studi S1 keperawatan B Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Gema Insan Akademik Makassar angkatan

2012 yang saling memberi motivasi dan bekerja sama.

10.Kepada rekan-rekan di Ruang Perawatan Anak RS. Bhayangkara

Makassar yang telah memberikan bantuan serta motivasinya.

viii
11.Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu baik yang

sempat disebutkan namanya maupun yang tidak, sekali lagi saya

ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Makassar, Juli 2014

SYAMRAWATY

ix
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ....................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................... ii

ABSTRAK ....................................................................................... iii

ABSTRACT ..................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ....................................................................... v

DAFTAR ISI .................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ............................................................................. xi

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................. 1

B. Rumusan Masalah............................................................. 4

C. Tujuan Penelitian ............................................................... 4

D. Manfaat Penelitian ............................................................. 5

E. Hipotesis Penelitian ........................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Kejang Deman ............................ 7

B. Tinjauan Umum tentang Faktor yang Mempengaruhi Kejang

Demam yang Berulang ...................................................... 18

C. Kerangka Teori .................................................................. 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Kerangka Konseptual ........................................................ 27

B. Definisi Operasional .......................................................... 28

x
C. Desain Penelitian............................................................... 29

D. Populasi dan Sampel......................................................... 30

E. Kritera Sampel ................................................................... 31

F. Waktu dan Tempat Penelitian............................................ 31

G. Instrumen Penelitian .......................................................... 32

H. Teknik Pengumpulan Data ................................................ 32

I. Pengolahan Data ............................................................... 32

J. Analisis Data...................................................................... 34

K. Etika Penelitian .................................................................. 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil penelitian .................................................................. 35

B. Pembahasan ..................................................................... 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ........................................................................ 47

B. Saran ................................................................................. 48

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 49

LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan

Jenis Kelamin Anak di Ruang Perawatan Anak

RS Bhayangkara Makassar ........................................... 35

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan

Usia Anak di Ruang Perawatan Anak RS

Bhayangkara Makassar ................................................. 36

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan

Suhu Badan Anak di Ruang Perawatan Anak

RS Bhayangkara Makassar ........................................... 36

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan

Faktor Hereditas Responden di Ruang

Perawatan Anak RS Bhayangkara Makassar ................ 37

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan

Kejang Demam Berulang di Ruang Perawatan

Anak RS Bhayangkara Makassar .................................. 37

Tabel 4.6 Hubungan antara Usia dengan Kejang Demam

yang Berulang pada Anak Usia 0-5 Tahun di

Ruang Perawatan Anak RS Bhayangkara

Makassar ....................................................................... 38

Tabel 4.7 Hubungan antara Suhu Badan dengan Kejang

Demam yang Berulang pada Anak Usia 0-5

xii
Tahun di Ruang Perawatan Anak RS

Bhayangkara Makassar ................................................. 39

Tabel 4.8 Hubungan antara Faktor Hereditas dengan

Kejang Demam yang Berulang pada Anak Usia

0-5 Tahun di Ruang Perawatan Anak RS

Bhayangkara Makassar ................................................. 40

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Permohonan Menjadi Responden ............................................. 51

2. Lembar Persetujuan Responden dan Lembar Kueisoner

Penelitian ................................................................................... 52

3. Jadwal Kegiatan Penelitian........................................................ 55

4. Master Data ............................................................................... 56

5. Frequencis ................................................................................. 58

6. Crosstabs .................................................................................. 63

7. Surat Ijin Penelitian dari Badan Koordinasi Penanaman Modal

Daerah

8. Surat Ijin Penelitian dari RS. Bahayangkara Makassar

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan anak termasuk dalam kesehatan terpenting dan tidak

dapat diabaikan dalam tercapainya tujuan pembangunan nasional,

dimana anak sebagai klien tidak lagi dipandang sebagai miniatur orang

dewasa, melainkan sebagai makhluk unik yang memiliki kebutuhan

spesifik dan berbeda dengan orang dewasa. Tindakan yang dilakukan

dalam mengatasi masalah anak apapun bentuknya harus berdasarkan

pada prinsip asuhan terapeutik.

Salah satu masalah yang seringkali terjadi pada anak adalah

kejang demam. Kejang bukan suatu penyakit, tetapi gejala dari suatu

atau beberapa penyakit yang merupakan manifestasi dari lepasnya

muatan listrik yang berlebihan di sel-sel neuron otak oleh karena

terganggu fungsinya. Kejang merupakan suatu perubahan fungsi pada

otak secara mendadak dan sangat singkat atau sementara yang dapat

disebabkan oleh aktivitas otak yang sangat berlebihan.

Kejang Demam merupakan kelainan neurologis yang paling

sering ditemukan pada anak. Kejang demam merupakan gangguan

transien pada anak-anak yang terjadi bersamaan dengan demam.

Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling

sering dijumpai pada masa kanak-kanak dan menyerang sekitar 4 %

anak. Pada setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda-beda,

hal ini tergantung dari tinggi serta rendahnya ambang kejang seorang

anak.

1
2

Hampir 1,5 juta kejadian KD (kejang demam) terjadi tiap

tahunnya di USA, dan sebagian besar terjadi dalam rentang usia

6 hingga 36 bulan, dengan puncak pada usia 18 bulan. Angka

kejadian KD (kejang demam) bervariasi di berbagai negara. Daerah

Eropa Barat dan Amerika tercatat 2-4% angka kejadian kejang

demam per tahunnya. Sedangkan di India sebesar 5-10% dan di

Jepang 8,8%. Hampir 80% kasus adalah kejang demam sederhana

(kejang <15 menit, umum, tonik atau klonik, akan berhenti sendiri,

tanpa gerakan fokal atau berulang dalam waktu 24 jam). Sedangkan

20% kasus merupakan kejang demam komplikasi (kejang >15

menit, fokal atau kejang umum didahului kejang parsial, berulang).

Kejang demam berulang merupakan kejang yang terjadi lebih

dari satu kali. Dampak kejang demam hanya sekali memiliki resiko

lebih minimal untuk terjadi kerusakan otak sedangkan kejang demam

yang terjadi berulang-ulang akan merusak otak melalui mekanisme

eksittotoksik.

Kejadian kejang demam di Indonesia cukup bervariasi, sekitar

2% – 5% per tahunnya dimana kasusnya bervariasi. Kejang demam

sederhana tercatat 60% - 70% dari jumlah kasus kejang secara

keseluruhan ,sedangkan 20% – 30% digolongkan jenis kejang

demam yang khas maupun kompleks.

Kejadian kejang demam di Sulawesi Selatan khususnya di kota

makassar menurut badan pusat statistik Makassar pada tahun 2011

adalah 4115 kasus, pada tahun 2012 terjadi 3467 kasus, dan terjadi

peningkatan kasus pada tahun 2013 adalah sebanyak 3657 kasus

yang tersebar diberbagai rumah sakit dan puskesmas.


3

Menurut penelitian Yanuar Putra Widjaja tentang identifikasi

faktor risiko pada kejang pertama dalam memprediksi timbulnya kejang

berulang pada anak di Universitas Hasanuddin memperlihatkan

frekuensi kejadian kejang berulang pada kelompok umur < 18 bulan

saat kejang pertma kali, dengan rerata suhu 38,5 oC dengan rentang

36,5 – 40,5oC, selain itu dari hasil penelitianya ditemukan pula bahwa

35% mempunyai riwayat kejang dalam keluarga.

Rumah Sakit Bhayangkara Pada tahun 2011 pasien rawat inap

dengan kejang demam di ruang perawatan anak sebanyak 126 orang

dan yang mengalami kejang demam berulang sebanyak 123 orang,

kejadian kejang demam terus mengalami peningkatan pada tahun 2012

yaitu tercatat sebanyak 236 orang, dimana dari 236 orang ini semuanya

kejang demam berulang, sedangkan pada tahun 2013 mulai dari januari

sampai dengan November terdapat 279 orang pasien dengan kejang

demam, dan pasien dengan kejang demam berulang adalah 238 orang.

Berdasarkan gambaran permasalahan diatas maka peneliti

termotivasi untuk melakukan penelitian mengenai “ Faktor apa yang

berhubugan dengan kejadian kejang demam yang berulang pada anak

usia 0 - 5 tahun di ruang perawatan anak RS. Bhayangkara Makassar”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ingin

mengetahui ” Faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian

kejang demam yang berulang pada anak usia 0 - 5 tahun di ruang

perawatan anak RS. Bhayangkara makassar ?


4

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum

Diketahuinya faktor yang berhubungan dengan kejang

demam yang berulang pada anak usia 0 - 5 tahun di ruang

perawatan anak RS. Bhayangkara makassar.

2. Tujuan khusus

a. Diketahuinya hubungan usia dengan kejang demam yang

berulang pada anak usia 0 - 5 tahun di ruang perawatan anak

RS. Bhayangkara makassar.

b. Diketahuinya hubungan suhu badan dengan kejang demam

yang berulang pada anak usia 0 - 5 tahun di ruang perawatan

anak RS. Bhayangkara makassar.

c. Diketahuinya hubungan faktor hereditas dengan kejang demam

yang berulang pada anak usia 0 - 5 tahun di ruang perawatan

anak RS. Bhayangkara makassar.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi

sarana pelayanan kesehatan dan instansi terkait dalam

memberikan pelayanan kesehatan khususnya Faktor yang

berhubungan dengan kejang demam yang berulang pada anak usia

0 - 5 tahun di ruang perawatan anak RS. Bhayangkara makassar.


5

2. Manfaat Ilmiah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan dan merupakan salah satu bahan bacaan dan bahan

kajian bagi peneliti selanjutnya.

3. Bagi Rumah Sakit

Dapat dipakai sebagai masukan untuk meningkatkan pelayanan

keperawatan di rumah sakit khususnya pada anak yang mengalami

kejang demam berulang.

E. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis Nol

a. Tidak ada hubungan usia dengan kejang demam yang

berulang pada anak usia 0 - 5 tahun di ruang perawatan anak

RS. Bhayangkara makassar.

b. Tidak ada hubungan suhu badan dengan kejang demam yang

berulang pada anak usia 0 - 5 tahun di ruang perawatan anak

RS. Bhayangkara makassar.

c. Tidak ada hubungan faktor hereditas dengan kejang demam

yang berulang pada anak usia 0 - 5 tahun di ruang perawatan

anak RS. Bhayangkara makassar.

2. Hipotesis Alternatif

a. Ada hubungan usia dengan kejang demam yang berulang

pada anak usia 0 - 5 tahun di ruang perawatan anak RS.

Bhayangkara makassar.
6

b. Ada hubungan suhu badan dengan kejang demam yang

berulang pada anak usia 0 - 5 tahun di ruang perawatan anak

RS. Bhayangkara makassar.

c. Ada hubungan faktor hereditas dengan kejang demam yang

berulang pada anak usia 0 - 5 tahun di ruang perawatan anak

RS. Bhayangkara makassar.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Kejang Demam

1. Pengertian

Kejang demam atau febrile convulsion adalah bangkitan

kejang yang terjadi pada suhu tubuh (suhu rektal diatas 38oC) yang

disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang demam merupakan

kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak,

terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun.

Hampir 3 % dari anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah

menderita kejang demam. Pada percobaan binatang, suhu yang

tinggi dapat menyebabkan terjadinya bangkitan kejang.

2. Etiologi

Penyebab kejang demam masih belum dapat dipastikan.

Sebagian besar anak , tingginya suhu tubuh tetapi bukan pada

kecepatan kenaikan suhu yang menjadi faktor pencetus serangan

kejang demam. Pada keadaan suhu demam melebihi 38,8 oC dan

terjadi pada saat tubuh naik bukan pada saat setelah terjadinya

kenaikan suhu yang lama.

Seorang anak memiliki risiko kejang demam akan

dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti adanya riwayat kejang

tanpa demam dalam keluarga, kelainan dalam perkembangan atau

kelainan syaraf sebelum anak menderita kejang demam, dan

kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal. Jika seseorang

7
8

anak memiliki dua dari tiga faktor risiko yang ada tersebut maka

dikemudian hari anak akan mengalami kejang tanpa demam

sebesar 13 %. Jika hanya ada satu atau tidak ada faktor risiko

sama sekali, serangan kejang tanpa demam sebesar 2 – 3 %.

Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf

pusat yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang

demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam

adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis media akut (cairan

telinga yang tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di

kepala pada otak akan menyebabkan kejang demam), pneumonia

(setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh

virus). Saat ini makin banyak saja virus yang berhasil diidentifikasi.

Meski virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan

bagian atas terutama pada anak-anak, gangguan ini bisa memicu

pneumonia. Untunglah, sebagian besar pneumonia jenis ini tidak

berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi

bersamaan dengan virus influensa, gangguan bisa berat dan

kadang menyebabkan kematian, Virus yang menginfeksi paru akan

berkembang biak walau tidak terlihat jaringan paru yang dipenuhi

cairan.. Selain itu juga infeksi diluar susunan syaraf pusat seperti

tonsillitis, faringitis, forunkulosis serta pasca imunisasi DPT

(pertusis) dan campak (morbili) dapat menyebabkan kejang

demam.
9

Faktor lain yang mungkin berperan terhadap terjadinya kejang

demam adalah:

a. Produk toksik mikroorganisme terhadap otak (shigellosis,

salmonellosis)

b. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal oleh karena

infeksi.

c. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit.

d. Gabungan dari faktor-faktor diatas. 6

3. Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ

otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku

untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat

proses itu adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru

dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Dari uraian

tersebut diatas dapat diketahui bahwa sumber energi otak adalah

glukosa yang melalui proses oksidasi.

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 10 oC akan

menyebabkan kenaikan metabolisme basal (jumlah minimal energi

yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi vital tubuh)

sebanyak 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Pada

anak balita aliran darah ke otak mencapai 65% dari aliran darah ke

seluruh tubuh, sedangkan pada orang dewasa aliran darah ke otak

hanya 15%. Jadi, pada balita dengan kenaikan suhu tubuh tertentu

dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron


10

dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun

natrium melalui membran sel neuron tadi, sehingga mengakibatkan

terjadinya pelepasan muatan listrik.

Besarnya muatan listrik yang terlepas sehingga dapat

meluas/menyebar ke seluruh sel maupun ke membran sel lainnya

dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter. Akibatnya

terjadi kekakuan otot sehingga terjadi kejang.Tiap anak mempunyai

ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya

ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang kejangnya

rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 oC, sedangkan pada

anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu

40 oC.

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya

tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa, tetapi kejang

yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit ) biasanya disertai

apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energy untuk

kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia,

asidosis laktat, dll. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis

setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat

menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan

epilepsy yang spontan. Olehkarena itu kejang demam yang

berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak

hingga terjadi epilepsy.


11

Terjadinya kejang demam yang dipengaruhi oleh faktor

genetik diturunkan secara doamain dengan peneterasi yang

berkurang dan ekspresi yang bervariasi atau melalui modus

poligenik (gen resiko).

4. Klasifikasi

Pada umumnya kejang demam dibagi menjadi 2 golongan

yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.

Dalam hal ini terdapat beberapa pendapat mengenai penggolongan

tersebut :

a. Menurut Prichard dan Mc Greal

Kejang demam sederhana memiliki ciri bersifat simetris, usia 4 –

6 bulan, suhu 100 oF, lamanya kejang berlangsung kurang dari

30 menit, fungsi saraf normal dan setelah kejang juga normal,

EEG setelah kejang normal. Sedangkan KD yang tidak khas

adalah KD yang diluar ciri KD sederhana.

b. Menurut Livingston

Kejang demam sedehana adalah kejang yang bersifat umum,

lamanya kejang berlangsung singkat kurang dari 15 menit, usia

waktu kejang demam pertama muncul kurang dari 6 tahun,

frekuensi serangan 1-4 kali satu tahun, EEG normal. Kejang

demam yang tidak sesuai dengan ciri kejang demam sederhana

maka digolongkan sebagai epilepsi yang dicetuskan oleh

demam.
12

c. Menurut Fukuyama

Kejang demam sederhana tidak memiliki riwayat epilepsi,

sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak, serangan pertama

kali KD yang pertama terjadi antara 6 bulan – 6 tahun, lamanya

kejang berlangsung tidak lebih dari 20 menit, kejang tidak

besifat fokal, tidak ada abnormalitas pasca kejang, kejang tidak

berulang dalam waktu singkat, Jika kejang demam tidak

memenuhi kriteria tersebut maka digolongkan sebagai kejang

demam jenis kompleks.

5. Manifestasi klinis

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak

kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi

dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf

pusat, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain.

Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu

demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat

berbentuk :

a. Tonik-klonik yaitu perpaduan kontraksi tonik klonik

b. Tonik yaitu kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang

biasanya berlangsung selama 10-20 detik

c. Klonik yaitu kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama,

biasanya berlangsung selama 1-2 menit

d. Fokal yaitu kejang yang berlangsung lama


13

e. Akinetik biasanya melibatkan satu kelompok otot yang dikaitkan

dengan hilangnya tonis postural tubuh secara mendadak.

Umumnya kejang berhenti sendiri, namun anak akan

terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit

tanpa adanya kelainan neurologik.

Gejala yang mungkin timbul saat anak mengalami Kejang

Demam antara lain : Anak mengalami demam (terutama demam

tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba),

kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung

selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang

mengalami kejang demam).

Postur tonik , gerakan klonik, lidah atau pipinya tergigit, gigi

atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air

kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan,

apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan. Saat kejang, anak akan

mengalami berbagai macam gejala seperti:

a. Anak hilang kesadaran

b. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak

c. Sulit bernapas

d. Busa di mulut

e. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan

f. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.10


14

6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan laboratorium

Perlu diadakan pemeriksaan laboratorium segera, berupa

pemeriksaan gula dan fungsi lumbal. Hal ini berguna untuk

menentukan sikap terhadap pengobatan hipoglikemia dan

meningitis bakterilisasi. Selain itu pemeriksaan laboratorium

lainnya yaitu:

1) Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit.

Pemeriksaan darah rutin secara berkala penting untuk

memantau pendarahan intraventikuler.

2) Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea,

nitrogen, amonia dan analisis gas darah.

3) Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan,

pemeriksaan kimia. Bila cairan serebro spinal berdarah,

sebagian cairan harus diputar, dan bila cairan supranatan

berwarna kuning menandakan adanya xantrokromia. Untuk

mengatasi terjadinya trauma pada fungsi lumbal dapat di

kerjakan hitung butir darah merah pada ketiga tabung yang

diisi cairan serebro spinal

4) Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia.

5) Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa

kejang. EEG juga diperlukan untuk menentukan pragnosis

pada bayi cukup bulan. Bayi yang menunjukkan EEG latar

belakang abnormal dan terdapat gelombang tajam multifokal


15

atau dengan brust supresion atau bentuk isoelektrik.

Mempunyai prognosis yang tidak baik dan hanya 12 %

diantaranya mempunyai / menunjukkan perkembangan

normal. Pemeriksaan EEG dapat juga digunakan untuk

menentukan lamanya pengobatan. EEG pada bayi prematur

dengan kejang tidak dapat meramalkan prognosis.

6) Bila terdapat indikasi, pemeriksaan lab, dilanjutkan untuk

mendapatkan diagnosis yang pasti.

7. Penatalaksanaan

Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang perlu

dikerjakan, yaitu :

a. Mengatasi kejang secepat mungkin

b. Pengobatan penunjang

c. Memberikan pengobatan rutin

d. Mencari dan mengobati penyebab

e. Mencegah terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai

panas

f. Pengobatan akut

Sebagai orang tua jika mengetahui seorang kejang

demam, tindakan yang perlu kita lakukan secepat mungkin

adalah semua pakaian yang ketat dibuka. Kepala sebaiknya

miring untuk mencegah aspirasi isi lambung. Penting sekali

mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi

terjamin. Dan bisa juga diberikan sesuatu benda yang bisa


16

digigit seperti kain, sendok balut kain yang berguna mencegah

tergigitnya lidah atau tertutupnya jalan nafas. Bila suhu

penderita meninggi, dapat dilakukan kompres dengan es/alkohol

atau dapat juga diberi obat penurun panas/antipiretik.

Penatalaksanaan kejang demam dibagi menjadi dua yaitu :

a. Manajemen Awal Kejang

1) Pasang jalur infuse IV dan beri cairan

2) Bila kadar glukosa darah kurang dari 45 mg tangani

hypoglikemia.

3) Bila bayi dalam keadaan kejang atau bayi kejang dalam

beberapa jam terakhir beri injeksi fenobarbital 20 mg/kg

BB secara IV diberikan pelan-pelan dalam waktu 5 menit

4) Bila kejang tidak berhenti dalam waktu 30 menit beri

ulang fenobarbital 10 mg per IV atau IM

5) Bila kejang masih berlangsung beri injeksii fenitoin 20 mg/kg

6) Lanjutkan pemberian O2 bila bayi mengalami gangguan

nafas. Kurangi pemberian O2 secara bertahap untuk

memperbaiki gangguan nafas sampai batas terendah

yang tidak menyebabkan sianosis sentral.

b. Perawatan Lanjut Kejang

1) Amati bayi untuk melihat kemungkinan kejang berulang.

2) Bila kejang berulang dalam waktu 2 hari, beri fenobarbital

5 mg/kg/hari per oral sampai batas kejang selama 7 hari.

3) Lanjutkan pemberian cairan IV


17

4) Berikan perawatan umum untuk bayi

5) Bila bayi sudah 3 jam tidak kejang, dianjurkan bayi untuk

menyusui ASI.

6) Jelaskan pada ibu bahwa bila kejang sudah berhenti dan

bayi dapat minum sampai dengan umur 7 hari,

kemungkinan bayi akan sembuh sempurna.

7) Anjurkan ibu untuk memegang dan mengelus bayinya

untuk mengurangi iritabel.

Prinsip manajemen penatalaksanaan dari kejang demam

terdiri dari memberantas kejang sesegera mungkin, pengobatan

penunjang, pengobatan rutin, serta mencari dan mengobati

faktor penyebab.

8. Dampak Kejang Demam

Sudah lebih dari 100 tahun masalah akibat buruk dari kejang

demam diperbincangkan, menurut Westerlain dan Shirasaka pada

tahun 1994, bangkitan kejang demam dapat merusak otak.

Kerusakan ini terjadi antara lain melalui mekanisme eksitotoksik.

Sel – sel neuron yang aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat

yang mengikat reseptor NMDA (N-methyl–D-aspartate)

mengakibatkan ion kalsium yang bergantung kalsium dan merusak

sel neuron secara irreversibel.

Kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan

kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi. Epilepsi

merupakan suatu gangguan syaraf otak manusia yang disebabkan


18

karena terjadinya aktivitas yang berlebihan dari sekelompok sel

neuron pada otak sehingga menyebabkan berbagai reaksi pada

tubuh manusia.Kejadian epilepsi pada penderita kejang kira-kira 2

– 3x lebih banyak dari populasi umum, dan pada kejang demam

yang berulang dua kali di banding kejang demam tidak

berulang.Faktor risiko terjadinya epilepsi sebagai berikut :

1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan

neurologis atau perkembangan.

2. Adanya riwayat kejang tanpa demam (epilepsi) pada orang tua

atau saudara kandung.

3. Kejang berlangsung lebih lama dari 15 menit, multiple atau

kejang fokal (kejang demam kompleks).

B. Tinjauan Umum Tentang Faktor Yang Mempengaruhi Kejang

Demam Yang Berulang

Kejang demam berulang merupakan kejang yang terjadi lebih

dari satu kali akibat terjadinya peningkatan suhu tubuh oleh berbagai

faktor dimana faktor yang mendominasi adalah ekstrakranium.

Dampak kejang demam hanya sekali memiliki resiko lebih minimal

untuk terjadi kerusakan otak sedangkan kejang demam yang terjadi

berulang-ulang akan merusak otak melalui mekanisme eksittotoksik.

Terdapat beberapa faktor risiko berulangnya kejang demam :


19

1. Usia

Umur atau usia adalah suatu waktu yang mangukur waktu

keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun

yang mati. Umur adalah rentang kehidupan yang diukur dengan

tahun atau lamanya hidup dalam tahun yang dihitung sejak lahir.

Kejang demam umumnya dijumpai pada bayi dan anak. Hal

ini belum dapat diterapkan dengan baik. Mungkin hal ini ada

kaitannya dengan kematangan otak, bidang anatomi, fisiologi dan

biokimia otak sendiri. Hirtz dan Nelson Mengemukakan bahwa usia

rata-rata mulainya kejang demam berkisar antara 18 – 22 bulan.

Sedangkan aicardi melaporkan usia rata- rata penderita kejang

demam berkisar antara 17 – 23 bulan. Sesekali Kejang demam

dijumpai pada usia yang lebih tua yaitu setelah usia 5 – 6 tahun.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Lumbantobing

memperlihatkan bahwa usia waktu terjadinya kejang demam yang

pertama kali pada 297 penderita bervariasi dimana usia kejang

demam yang pertama kali pada usia 0 – 1 bulan dengan jumlah

penderita 5 orang (1,7%), usia 1 – 6 bulan jumlah penderita 74

orang (25%), 6 – 12 bulan dengan jumlah penderita 89 orang

(30%), 1 – 2 tahun dengan jumlah penderita 85 orang (28,6%),

sedangkan pada usia 2 - 9 tahun jumlah penderita 44 orang

(15,4%).

Pada penelitian tersebut penulis dapatkan bahwa sebagian

besar kejang demam pertama dialami pada kurun waktu 1 bulan


20

sampai dengan 2 tahun yaitu sebanyak 83,6%. Pada penelitian

Lennox Buchtal juga mengemukakan bahwa usia pertama kali

kejang paling banyak ditemukan pada usia 0 sampai 2 tahun.

Dimana penelitiannya dengan menggunakan sampel sebanyak 200

orang, dikemukakan bahwa usia pertama kali kejang pada usia 0 –

11 bulan sebanyak 26 % pada pria dan 22% pada wanita, usia 12 –

23 orang sebanyak 43 % pada pria dan 44 % pada wanita.

Pada beberapa penelitian sebagian besar kejang demam

pertama terjadi pada kurun usia 1 bulan sampai 1 tahun. Serangan

kejang dapat terjadi satu kali, dua kali, tiga kali atau lebih selama

satu episode demam. Selama anak masih demam kemungkinan

untuk kambuhnya kejang demam ada dan cukup tinggi.

Menurut penelitian Yanuar Putra Widjaja tentang

identification of risk faktors at first seizure in predicting recurrent

seizure in children pada tahun 2013 di Universitas Hasanuddin

memperlihatkan karakteristik sampel penelitian frekuensi

kejadian kejang berulang pada kelompok umur <18 bln saat

kejang pertama kali (100%) lebih tinggi daripada frekuensi

kejadian kejang berulang pada kelompok umur ≥18 bln

(34,5%). Analisis statistik memperlihatkan terdapat perbedaan yang

sangat bermakna umur saat kejang pertama antara kejang

berulang dan kejang tidak berulang, dengan nilai p=0,000

(p<0,01). Nilai crude odds ratio (COR) = 2,905 dengan

interval kepercayaan 95% (2,05 – 4,10) yang berarti bahwa

kejadian kejang berulang pada kelompok umur muda lebih tinggi

2,9 kali dibandingkan dengan yang lebih tua.


21

Menurut Darto Saharso tahun 2011 yaitu faktor resiko

berdasarkan usia pertama kali kejang ditemukan bahwa usia kejang

yang pertama kali pada usia <12 bulan sebanyak 77,5% yang

mengalami kejang berulang dan 22,5 % yang tidak mengalami

kejang berulang. Sedangkan yang lebih dari 12 bulan sebanyak

56,7 % dengan kejang demam berulang, 43,4% kejang demam

yang tidak berulang.

2. Suhu

Suhu tubuh/badan merupakan keseimbangan antara

produksi dan pengeluaran panas dari tubuh, yang diukur dalam unit

panas yang disebut derajat. Suhu yang dimaksud adalah panas

atau dingin atau substansi. Suhu tubuh adalah perbedaan antara

jumlah panas dan produksi oleh proses tubuh dan jumlah panas

yang hilang kelingkungan luar.

Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan

yang tinggi atau demam. Pada kebanyakan penelitian klinis

digunakan batas suhu 38oC yang diambil per rektum. Pada

dasarnya suhu yang berperan atau suhu yang dapat mencetuskan

serangan kejang adalah suhu sebelum terjadinya serangan kejang.

Umumnya orang tua membawa anaknya ke rumah sakit

setelah anak megalami serangan kejang. Jarang ada orang tua di

rumah mempunyai perhatian untuk mengambil suhu badan

anaknya yang sedang kejang atau segera setelah kejang. Suhu

rata-rata yang diambil melalui rektal adalah 39oC dengan rentangan

37,8oC sampai 41,5 oC.


22

Menurut penelitian Lumbantobing pada 201 penderita kejang

demam. Suhu rata – rata yang ia peroleh yang diambil secara rektal

39oC dengan rentang 37,8 oC sampai 41,5 oC. Suhu 37, 8 – 38 oC

dengan jumlah penderita 22 orang (11%), suhu 38,1 – 38,5 oC

dengan jumlah penderita 58 orang (29 %), suhu 38,6 – 39,0 oC

dengan jumlah penderita 40 orang (20%), suhu 39,1 – 39,5 oC

dengan jumlah penderita 27 orang (13,5%), suhu 39,6 – 40, 0 oC

dengan jumlah penderita 36 orang (18%), suhu >40 oC dengan

jumlah penderita 18 orang (9%).

Prichard dan Mc Greal mengemukakan pendapat bahwa

anoksia relatif (keadaan kekurangan oksigen) yang terjadi sewaktu

demam merupakan penyebab dari kejang disebabkan

meningkatnya suhu badan sebesar 1 fahrenheit akan

meningkatkan metabolisme basal sekitar 7 %. Rasio sirkulasi

serebral terhadap sirkulasi tubuh seluruhnya jauh lebih tinggi pada

anak ketimbang orang dewasa.

Pada orang dewasa kira-kira 18% dari sirkulasi total tubuh

pergi ke otak. Pada anak yang berusia 3 tahun angka ini jauh lebih

tinggi, yaitu sekitar 65%. Pada anak yang lebih muda mungkin lebih

tinggi lagi. Bila suhu meningkat beberapa derajat, aliran darah

harus pula ditingkatkan untuk menjaga agar pasokan oksigen dan

glukosa ke otak cukup. Bila peningkatan aliran darah tidak

mancukupi, maka terdapatlah anoksia relatif yang mungkin memicu

kejang.
23

Hipotesis anoksia relatif di otak ini juga untuk menerangkan

kenapa kejang yang lama dapat mengakibatkan kerusakan

permanen di otak. Bila terjadi serangan kejang, kebutuhan akan

oksigen dan glukosa lebih meningkat.

Friederichsen dan Melchior dalam penelitiannya membagi

anak yang demam dalam 2 kelompok, yaitu yang mempunyai suhu

dibawah 39oC dan yang diatasnya. Didapatkannya bahwa insiden

KD pada kelompok anak demam yang bersuhu dibawah 39 oC ialah

6,3 % dan yang diatasnya ialah 19%.

Kowlessar dan Forbes mengamati anak yang menderita

enteritis oleh Shigella dan berusia dibawah 6 tahun. Didapatkannya

bahwa insiden KD berkaitan dengan tingginya suhu. Pada

penderita yang bersuhu 37 – 38 oC tidak ada yang mengalami

kejang (0 dari 6 penderita); pada penderita yang bersuhu 38,1 – 39


o C 11% (2 dari 18 penderita); yang bersuhu 39,1 – 40 oC (9 dari 30

penderita) dan yang bersuhu 40,1 oC keatas 42% (18 dari 43

penderita).

Dari beberapa penelitian didapatkan beberapa kesan yaitu:

a. Cepatnya suhu meningkat memainkan peranan dalam timbulnya

kejang demam

b. Tingginya suhu merupakan faktor penentu dalam terjadinya

kejang demam.

c. Kejang demam berasal dari bangunan sub korteks yang peka

terhadap perubahan metabolisme, termasuk perubahan oleh

demam.
24

Menurut penelitian Yanuar Putra Widjaja tentang

identification of risk faktors at first seizure in predicting recurrent

seizure in children pada tahun 2013 di Universitas Hasanuddin

memperlihatkan karakteristik sampel penelitian. Dari seluruh

sampel yaitu 80 anak, Rerata suhu pada kejang berulang 38,5 oC

dengan rentangan 36,5-40,5oC.

Menurut Darto Saharso tahun 2011 yaitu faktor resiko

berdasarkan Suhu saat kejang ≤38,5 oC sebanyak 42,1% yang

mengalami kejang berulang dan 57,9% yang mengalami kejang

demam tidak berulang. Pada suhu >38,5 oC sebanyak 70,4 %

yang mengalami kejang demam berulang dan 29,6% yang tidak

mengalami kejang demam berulang.

3. Faktor Hereditas

Faktor hereditas adalah faktor yang dapat diturunkan adalah

jenis kelamin, ras dan kebangsaan. Faktor hereditas merupakan

warisan atau turunan dari orang tua baik fisik maupun psikis yang

diwariskan melalui gen.

Dua puluh sampai dengan 25% penderita kejang demam

mempunyai keluarga dekat( orang tua dan saudara kandung) yang

juga pernah menderita kejang demam.Kejang demam diturunkan

secara dominan dengan penetrasi yang mengurang dan ekspresi

yang bervariasi atau melalui modus poligenik.

Pada penderita kejang demam risiko saudara kandung

berikutnya mendapat kejang demam adalah 10%. Namun bila salah


25

satu dari orang tuanya dan satu saudara pernah pula mengalami

kejang demam kemungkinan akan meningkat menjadi 50%.

Penelitian lumbantobing memperoleh data riwayat keluarga

pada 281 penderita kejang demam. Dari mereka ini 60 penderita

merupakan anak tunggal waktu diperiksa sedangkan 221 penderita

lainnya yang mempunyai satu atau lebih saudara kandung 79

penderita (36%) mempunyai satu atau lebih saudara kandung yang

pernah mengalami kejang yang disertai demam. Jumlah seluruh

saudara kandung dari 221 penderita ini 812 orang, dan 119 (14,7)

diantaranya pernah mengalami kejang yang disertai demam.

Annegers mendapatkan bahwa resiko saudara kandung

penderita kejang demam untuk mengalami kejang demam adalah 2

– 3 kali lebih besar daripada populasi umum. Aicardi dan chevria

mendapatkan bahwa anak dengan kejang demam mempunyai

riwayat keluarga dengan kejang demam yang lebih rendah

daripada mereka dengan kejang demam yang singkat dan

bilateral.

Menurut penelitian Yanuar Putra Widjaja tentang

identification of risk faktors at first seizure in predicting recurrent

seizure in children pada tahun 2013 di Universitas Hasanuddin.

Pada kelompok kejang berulang terdapat 14 (35%) yang

mempunyai riwayat kejang dalam keluarga dan 26 (65%) tidak

ada riwayat kejang, sedangkan pada kelompok kejang tidak


26

berulang terdapat 17 (42,5%) yang mempunyai riwayat kejang

dalam keluarga dan 23 (57,5%) tidak ada riwayat kejang.

Menurut penelitian Darto Saharso tahun 2011 yaitu faktor

resiko berdasarkan faktor hereditas yaitu yang memiliki riwayat

kejang dalam keluarga sebanyak 64,9% yang mengalami kejang

berulang dan 35,1% yang tidak mengalami kejang berulang.


27

C. Kerangka Teori

Kejang Demam

Usia Suhu Badan Faktor Hereditas

Suhu
Usia < 2 Usia ≥2 38°C - Suhu
Tahun: Tahun: 39°C: >39°C : Ada Tidak Ada
Beresiko Kurang Kurang Beresiko Riwayat Riwatat
Beresiko Beresiko

Kejang Demam
Berulang
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Kerangka Konseptual

Dalam penelitian ini diteliti tentang Faktor yang berhubungan

dengan kejang demam yang berulang pada anak usia 0 - 5 tahun di

ruang perawatan anak RS. Bhayangkara Makassar. Variabel

dependen dalam penelitian ini adalah kejang demam berulang

sedangkan variabel independent adalah usia suhu badan dan faktor

hereditas.

Variabel independent Variabel dependen

Usia

Kejang Demam
Suhu Badan yang berulang

Faktor Hereditas

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

28
29

B. Definisi Operasional

No Variabel Defenisi Kriteria objektif Skala


Dependen :
Kejang Suatu keadaan Ya : jika pasien Ordinal
1 Demam dimana pasien telah mengalami
Berulang mengalami kejang demam
kejang lebih dari lebih dari satu
satu kali
Tidak : jika
pasien baru
pertama kali
mengalami
kejang demam.
Independen :
2 Usia Usia anak Beresiko : jika Ordinal
ketika usia anak < 2
mengalami tahun
kejang pada
saat serangan Kurang beresiko :
kejang untu jika usia anak ≥
pertama 2 tahun
kalinya.

3 Suhu Badan Suhu badan Kurang beresiko : Ordinal


anak yang di jika suhu badan
ukur dengan anak 38-39 oC
menggunakan Beresiko : jika
termometer suhu badan anak
pada saat > 39 oC
pasien kejang.

4 Faktor Faktor Ada riwayat : jika Nominal


Hereditas terjadinya ada salah satu
kejang demam keluarga dekat
yang terdapat pasien
dari dalam diri mempunyai
seseorang yang riwayat kejang
merupakan demam
warisan atau Tidak ada riwayat
turunan dari : jika tidak ada
orang tuanya, salah satu
baik fisik keluarga dekat
maupun psikis pasien
yang diwariskan mempunyai
melalui gen. riwayat kejang
demam
30

C. Desain penelitian

Penelitian ini menggunakan desain observasional analitik

dengan jenis penelitian cross sectional dimana penelitian melakukan

pengukuran variabel independen dan dependen hanya satu kali pada

suatu saat penelitian menilai variabel dependen dan independent dan

secara simultan pada suatu saat tidak ada follow up. Dalam hal ini

dimaksudkan untuk mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan

kejang demam yang berulang pada anak usia 0 - 5 tahun di ruang

perawatan anak RS. Bhayangkara makassar.

D. Populasi dan sample

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas

objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti. Populasi yang dianggap subjek pada

penelitian ini adalah semua pasien kejang demam yang dirawat di

RS. Bhayangkara Makassar selama 3 bulan terakhir sebanyak 126

orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti

dan dianggap mewakili seluruh populasi. Teknik penarikan sampel

dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan tekhnik non

probability sampling dengan purposive sampling yaitu tekhnik yang

tidak memberikan kesempatan yang sama bagi anggota populasi

untuk dipilih menjadi sampel.14 Sampel yang digunakan pada


31

penelitian ini adalah sebanyak 56 orang. Rumus penarikan sampel

yang digunakan adalah rumus slovin.

N
𝑛=
1 + N (e)2

126
𝑛=
1 + 126 (0,1)2

126
𝑛=
1 + 126 (0,01)

126
𝑛=
1 + 1,26

126
𝑛=
2,26

𝑛 = 55,75

𝑛 = 56

Keterangan:

n : Ukuran sampel

N : Ukuran populasi

e : Persen kelonggaran ketidak telitian karena kesalahan

pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir

E. Kriteria Sampel

1. Kriteria inklusi

a. Pasien anak dengan kejang demam usia 0 – 5 tahun yang

dirawat di Ruang Perawatan Anak RS. Bhayangkara Makassar

b. Orang tua yang bersedia menjadi responden.

2. Kriteria eksklusi

Pasien anak yang mengalami kejang demam dengan komplikasi

penyakit lain(epilepsi, tetanus).


32

F. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu

Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 25 Maret sampai

25 April tahun 2014.

2. Tempat

Penelitian ini telah dilaksanakan di ruangan Perawatan anak

RS. Bhayangkara Makassar.

G. Instrumen Penelitian

Alat pegumpulan data dirancang oleh peneliti sesuai dengan

kerangka konsep yang telah dibuat. Instrumen yang digunakan adalah

dengan mengunakan format observasi berupa kuesioner dan

menggunakan alat ukur ( thermometer)

H. Teknik pengumpulan Data

1. Data primer

Dilakukan dengan cara wawancara berstruktur dan observasi

langsung kepada anak yang dijadikan sampel. Adapun alat ukur

yang digunakan dalam penelitian ini adalah thermometer dan

kuesioner. Untuk mendapat informasi yang diinginkan, peneliti

menggunakan kuesioner sebagai pengumpulan data yang

dihubungkan berdasarkan literatur, dimana untuk menilai usia, suhu

badan, dan faktor hereditas digunakan skala Ordinal dan

nominal.Untuk mengobservasi suhu badan dengan menggunakan

alat ukur termemoter selama 5 – 10 menit.

2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari Rumah Sakit Bhayangkara

Makassar
33

I. Pengolahan Data

1. Editing

Proses editing dilakukan setelah data terkumpul dan

dilakukan dengan memeriksa kelengkapan data, memeriksa

kesinambungan data dan memeriksa keseragaman data.

2. Koding

Dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan data,

semua jawaban atau data perlu disederhanakan, yaitu memberi

simbol-simbol tertentu untuk setiap jawaban (pengkodean).

Pengkodean dilakukan dengan memberi nomor halaman daftar

pertanyaan, nomor pertanyaan, nomor variabel dan kode.

3. Tabulasi Data

Dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan data

kedalam suatu tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki sesuai dengan

tujuan penelitian, tabel mudah untuk dianalisa. Tabel tersebut dapat

berupa tabel sederhana maupun tabel silang.

J. Analisa Data

Setelah data tersebut dilakukan editing, koding dan tabulasi

maka selanjutnya dilakukan analisis sebagai berikut :

1. Analisis Univariat

Dilakukan terhadap tiap-tiap variabel dari hasil penelitian.

Analisis ini menghasilkan distribusi dan presentasi dari tiap-tiap

variabel yang diteliti


34

2. Analisis Bivariat

Analisa data ditujukan untuk menjawab tujuan penelitian dan

menguji hipotesis penelitian untuk mengetahui adanya pengaruh

variabel independen terhadap variabel dependen dengan

menggunakan uji statistik dengan tingkat kemaknaan (α) : 0,05. Uji

statistik yang digunakan adalah Fisher, dengan menggunakan

program SPSS.

K. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya

rekomendasi dari pihak lain dengan mengajukan permohonan izin

kepada instansi tempat penelitian dalam hal ini Rumah Sakit

Bhayangkara Makassar. Setelah mendapatan persetujuan barulah

dilakukan penelitian dengan menekankan masalah etika penelitian

yang meliputi:

1. Informed consent

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang

akan diteliti yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul

penelitian dan manfaat penelitian. Bila subjek menolak maka

peneliti tidak akan memaksakan kehendak dan tetap menghormati

hak-hak subjek.

2. Anonimity (tanpa nama)

Untuk manjaga kerahasian, peneliti tidak akan

mencantumkan nama responden tetapi lembar tersebut diberikan

kode.

3. Confidentiality

Kerahasian informasi dijamin oleh peneliti dan hanya

kelompok yang dilaporkan sebagai hasil penelitian.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 25 Maret sampai 25 April

tahun 2014 di RS. Bhayangkara Makassar. Responden dalam

penelitian ini sebanyak 56 orang yaitu pasien anak yang mengalami

kejang demam yang di rawat di ruang perawatan anak RS.

Bhayangkara yang memenuhi kriteria inklusi dan disajikan dalam

bentuk analisis univariat dan bivariat sebagai berikut:

1. Karakteristik Responden

a. Jenis kelamin

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Anak
di Ruang Perawatan Anak RS. Bhayangkara Makassar

Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)


Laki-laki 34 60,7
Perempuan 22 39,3
Jumlah 56 100,0
Sumber : Data Primer, 2014

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan jenis kelamin laki-laki

lebih banyak (60,7%) dibandingkan dengan jenis kelamin

perempuan (39,3 %).

35
36

2. Analisis Univariat

a. Jenis Usia Anak

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Anak di
Ruang Perawatan Anak RS. Bhayangkara Makassar

Usia Frekuensi (n) Persentase (%)


Beresiko 29 51,8
Kurang beresiko 27 48,2
Jumlah 56 100,0
Sumber : Data Primer, 2014

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan lebih banyak

responden yang beresiko mengalami kejang demam (51,8 %)

disbanding dengan yang kurang beresiko (35,7 %).

b. Suhu Badan Anak

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Suhu Badan Anak
di Ruang Perawatan Anak RS. Bhayangkara Makassar

Suhu Frekuensi (n) Persentase (%)


Kurang beresiko 20 35,7
Beresiko 36 64,3
Jumlah 56 100,0
Sumber : Data Primer, 2014

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan lebih banyak responden

yang beresioko mengalami kejang demam (64,3 %) disbanding

dengan yang kurang beresiko (35,7 %).


37

c. Faktor Hereditas Anak

Tabel 4. 4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Hereditas
Responden di Ruang Perawatan Anak RS. Bhayangkara
Makassar

Faktor hereditas Frekuensi (n) Persentase (%)


Tidak Ada Riwayat 14 25,0
Ada Riwayat 42 75,0
Jumlah 56 100,0
Sumber : Data Primer, 2014

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan lebih banyak responden

yang memiliki faktor hereditas (75 %) dibandingkan dengan

yang tidak memiliki faktor hereditas (25 %).

d. Kejang Demam Berulang Pada Anak

Tabel 4. 5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejang Demam
Berulang di Ruang Perawatan Anak RS. Bhayangkara
Makassar

Kejang demam berulang Frekuensi Persentase


(n) (%)
Tidak Berulang 22 39,3
Berulang 34 60,7
Jumlah 56 100,0
Sumber : Data Primer, 2014

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan lebih banyak responden

yang mengalami kejang demam berulang (60,7 %)

dibandingkan dengan yang tidak mengalami kejang demam

berulang (39,3 %).


38

3. Hasil Analisis Bivariat

a. Hubungan antara Usia dengan Kejadian Kejang Demam yang

Berulang

Tabel 4.6
Hubungan antara Usia dengan Kejadian Kejang Demam yang
Berulang pada Anak Usia 0 – 5 Tahun di Ruang Perawatan
Anak RS. Bhayangkara Makassar

Usia Kejadian kejang demam berulang Total P


Tidak Berulang Berulang value
n % n % n %
Beresiko 7 24,1 22 75,9 29 100,0 0.016
Kurang beresiko 15 55,6 12 44,4 27 100,0
Total 22 39,3 34 60,7 56 100,0
Sumber : Data Primer, 2014

Pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 29 responden


(100 %) yang beresiko 7 responden (24,1 %) yang tidak
mengalami kejang demam berulang dan 22 responden (75,9 %)
yang mengalami kejang demam berulang.
Dari 27 responden (100 %) yang kurang beresiko terdapat

12 responden (44,4 %) yang mengalami kejang demam

berulang dan 15 responden (55,6 %) yang tidak mengalami

kejang demam berulang.

Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square memperoleh nilai

p= 0,016 dengan tingkat kemaknaan α= 0,05. Hal ini

menunjukkan bahwa nilai p < α, ini berarti H0 ditolak atau ada

hubungan antara usia dengan kejang demam yang berulang

pada anak usi 0-5 Tahun di Ruang Perawatan Anak RS.

Bhayangkara Makassar.
39

b. Hubungan antara Suhu Badan dengan Kejadian Kejang Demam

yang Berulang

Tabel 4.7
Hubungan antara Suhu Badan dengan Kejadian Kejang
Demam yang Berulang pada Anak Usia 0 – 5 Tahun di Ruang
Perawatan Anak RS. Bhayangkara Makassar

Kejadian kejang demam berulang Total P


Suhu badan Tidak Berulang Berulang value
n % n % n %
Kurang beresiko 12 60,0 8 40,0 20 100,0 0.018
Beresiko 10 27,8 26 72,2 36 100,0
Total 22 39,3 34 60,7 56 100,0
Sumber : Data Primer, 2014

Pada tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 20 responden

(100 %) yang kurang beresiko mengalami kejang demam

berulang terdapat 12 responden (60,0 %) yang tidak mengalami

kejang demam berulang dan terdapat 8 responden (40,0 %)

yang mengalami kejang demam berulang.

Dari 36 responden (100 %) yang beresiko mengalami

kejang demam berulang terdapat 10 responden (27,8 %) yang

tidak mengalami kejang demam berulang dan 26 responden

(72,2 %)yang mengalami kejang demam berulang.

Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square memperoleh nilai

p= 0,018 dengan tingkat kemaknaan α= 0,05. Hal ini

menunjukkan bahwa nilai p < α, ini berarti H0 ditolak atau ada

hubungan antara suhu badan dengan kejang demam yang

berulang pada anak usi 0-5 Tahun di Ruang Perawatan Anak

RS. Bhayangkara Makassar.


40

c. Hubungan antara Faktor Hereditas dengan Kejadian Kejang

Demam yang Berulang

Tabel 4.8
Hubungan antara Faktor Hereditas dengan Kejadian Kejang
Demam yang Berulang pada Anak Usia 0 – 5 Tahun di Ruang
Perawatan Anak RS. Bhayangkara Makassar

Faktor hereditas Kejadian kejang demam berulang Total P


Tidak Berulang Berulang value
n % n % n %
Tidak Ada Riwayat 9 64,3 5 35,7 14 100,0 0.027
Ada Riwayat 13 31,0 29 69,0 42 100,0
Total 22 39,3 34 60,7 56 100,0
Sumber : Data Primer, 2014

Pada tabel 4.8 menunjukkan bahwa dari 14 responden

(100 %) yang tidak memiliki faktor hereditas terdapat 9

responden (64,3 %) yang tidak mengalami kejang demam

berulang dan terdapat 5 responden (35,7 %) yang tidak memiliki

faktor hereditas yang mengalami kejang demam berulang.

Dari 42 responden (100 %) yang memiliki faktor hereditas

terdapat 13 responden (31,0 %) yang tidak mengalami kejang

demam berulang dan terdapat 29 responden (69,0 %) pyang

memiliki faktor hereditas yang mengalami kejang demam

berulang.

Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square memperoleh nilai

p= 0,027 dengan tingkat kemaknaan α= 0,05. Hal ini

menunjukkan bahwa nilai p < α, ini berarti H0 ditolak atau ada

hubungan faktor hereditas badan dengan kejang demam yang

berulang pada anak usi 0-5 Tahun di Ruang Perawatan Anak

RS. Bhayangkara Makassar.


41

B. Pembahasan

1. Hubungan antara Usia dengan Kejang Demam yang Berulang

pada Anak Usia 0 – 5 Tahun di Ruang Perawatan Anak RS.

Bhayangkara Makassar

Umur atau usia adalah suatu waktu yang mangukur waktu

keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun

yang mati. Umur adalah rentang kehidupan yang diukur dengan

tahun atau lamanya hidup dalam tahun yang dihitung sejak lahir.

Kejang demam umumnya dijumpai pada bayi dan anak

Berdasarkan tabel 4.6 dengans hasil uji statistic Fisher

memperoleh nilai p = 0,016 dengan tingkat kemaknaan α = 0,05.

Hal ini menunjukkan bahwa nilai p < α, ini berarti Ho ditolak atau

ada hubungan antara usia dengan kejang demam yang berulang

pada anak usia 0 – 5 Tahun di Ruang Perawatan Anak RS.

Bhayangkara Makassar.

Distribusi responden berdasarkan usia yang beresiko

mengalami kejang demam berulang sebanyak 29 responden (100

%) yang mana hal ini menunjukkan bahwa yang beresiko

mengalami kejang demam berulang sebanyak 22 responden (75,9

%) sesuai dengan penelitian Yanuar Putra Widjaja (2013) yang

mengatakan bahwa kejadian kejang demam berulang pada

kelompok umur muda lebih tinggi 2,9 kali dibandingkan dengan

yang lebih tua.


42

Adapun anak beresiko yang tidak mengalami kejang demam

berulang sebanyak 7 responden (24,1 %), dalam penelitian ini

disebabkan karena anak tersebut pada umumnya berusia 1-5 bulan

dan mengalami kejang demam pertama kali di rumah sakit sesuai

dengan teori yang dikemukakan oleh Sudarti (2010) sebagian

besar kejang demam pertama terjadi pada kurun waktu 1 bulan

sampai 1 tahun.

Dari hasil penelitian ini didapatkan usia yang kurang beresiko

mengalami kejang demam berulang sebanyak 27 responden (100

%) yang kurang beresiko terdapat 12 responden (44,4 %) yang

mengalami kejang demam berulang dan 15 responden (55,6 %)

yang tidak mengalami kejang demam berulang, sesuai dengan teori

yang dikemukakan oleh Lumbangtobing (2005) diamana kejang

demam umumnya dijumpai pada bayi dan anak, hal ini belum dapat

diterapkan dengan baik. Mungkin hal ini ada kaitannya dengan

kematangan otak, bidang anatomi, fisiologi dan biokimia otak itu

sendiri.

2. Hubungan antara Suhu Badan dengan Kejang Demam yang

Berulang pada Anak Usia 0 - 5 Tahun di Ruang Perawatan Anak

RS. Bhayangkara Makassar.

Suhu yang dimaksud adalah panas atau dingin atau substansi.

Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas dan produksi

oleh proses tubuh dan jumlah panas yang hilang kelingkungan luar.

Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang

tinggi atau demam.


43

Berdasarkan tabrl 4.7 dengan hasil uji statistic Fisher

memperoleh nilai p = 0,018 dengan tingkat kemaknaan α = 0,05.

Hal ini menunjukkan bahwa nilai p < α, ini berarti Ho ditolak atau

ada hubungan antara suhu badan dengan kejang demam yang

berulang pada anak usia 0 - 5 Tahun di Ruang Perawatan Anak

RS. Bhayangkara Makassar.

Distribusi responden berdasarkan suhu yang kurang

beresiko mengalami kejang demam berulang sebanyak 20

responden (100 %) yang kurang beresiko mengalami kejang

demam berulang terdapat 12 responden (60,0 %) yang tidak

mengalami kejang demam berulang dan terdapat 8 responden

(40,0 %) yang mengalami kejang demam berulang, hal ini sejalan

dengan pernyataan Yupi Supartini (2009) bahwa setiap anak

mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari

tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang

ambang kejangnya rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38°C,

sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru

terjadi pada suhu 40°C.

Dari penelitian ini didapatkan yang beresiko mengalami

kejang demam berulang sebanyak 36 responden (100%). Dimana

terdapat 10 responden (27,8 %), dalam penelitian ini yang tidak

mengalami kejang demam berulang disebabkan karena orang tua

membawa anak ke rumah sakit setelah mengalami kejang dirumah,

sesuai dengan pernyataan Lumbangtobing (2005) pada umumnya


44

orang tua membawa anaknya kerumah sakit setelah anak

mengalami serangan kejang dan penatalaksanaan kejang demam

segera dilaksanakan dirumah sakit, ini juga sesuai dengan

pendapat Ngastiah (2009) bahwa prinsip menejemen

penatalaksanaan dari kejang demam terdiri dari memberantas

kejang sesegara mungkin, pengobatan penunjang, pengobatan

rutin, serta mencari dan mengobati faktor penyebab.

Adapun anak yang beresiko mengalami kejang demam

berulang sebanyak 26 responden (72,2 %) sesuai dengan teori

yang dikemukakan oleh Sudarti (2010) serangan kejang demam

dapat terjadi satu kali, dua kali, tiga kali atau lebih selama satu

episode demam. Selama anak masih demam kemungkinan untuk

kambuhnya kejang demam ada dan cukup tinggi.

3. Hubungan antara Faktor Hereditas dengan Kejang Demam yang

Berulang pada Anak Usia 0 – 5 Tahun di Ruang Perawatan Anak

RS. Bhayangkara Makassar

Faktor hereditas merupakan warisan atau turunan dari orang

tua baik fisik maupun psikis yang diwariskan melalui gen. Kejang

demam diturunkan secara dominan dengan penetrasi yang

mengurang dan ekspresi yang bervariasi atau melalui modus

poligenik.

Berdasarkan tabel 4.8 dengan hasil uji statistic Fisher

memperoleh nilai p = 0,027 dengan tingkat kemaknaan α = 0,05.

Hal ini menunjukkan bahwa nilai p < α, ini berarti H0 ditolak atau
45

ada hubungan antara faktor hereditas dengan kejang demam yang

berulang pada anak usia 0 - 5 Tahun di Ruang Perawatan Anak

RS. Bhayangkara Makassar.

Distribusi responden berdasarkan faktor hereditas

menunjukkan bahwa dari 14 responden (100 %) yang tidak memiliki

faktor hereditas terdapat 9 responden (64,3 %), dalam penelitian ini

yang tidak mengalami kejang demam berulang ini sebabkan karena

kejang demam berulang bukan hanya disebabkan oleh faktor

hereditas saja tetapi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya

seperti usia dan peningkatan suhu badan. Sejalan dengan

pendapat yang dikemukakan oleh Sudarti (2010) bahwa seorang

anak memiliki resiko kejang demam akan dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti produk toksik mikroorganisme terhadap

otak, respon alergi atau keadaan imun yang abnormal oleh karena

infeksi dan perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit.

Dari penelitian ini didapatkan 5 responden (35,7 %) yang

tidak memiliki faktor hereditas yang mengalami kejang demam,

sesuai dengan penelitian Darto Saharso (2011) bahwa faktor resiko

berdasarkan faktor hereditas yaitu yang memiliki riwayat kejang

dalam keluarga sebannyak 64, 9% yang mengalami kejang demam

berulang dan 35, 1% yang tidak mengalami kejang demam

berulang.17
46

Adapun anak yang memiliki faktor hereditas yang mengalami

kejang demam terdapat 42 responden (100 %) terdiri dari 13

responden (31,0 %) yang tidak mengalami kejang demam berulang,

sesuai dengan pernyataan Lumbangtobing (2005) bahwa pada

penderita kejang demam resiko saudara kandung berikutnya

mendapat kejang demam adalah 10%. Namun bila salah satu dari

orang tuanya dan satu saudara pernah pula mengalami kejang

demam kemungkinan akan meningkat menjadi 50%.

Terdapat 29 responden (69,0 %) memiliki faktor hereditas

yang mengalami kejang demam berulang, sesuai dengan

pernyataan Lumbangtobing (2005) bahwa 20%-25% penderita

kejang demam mempunyai keluarga dekat (orang tua dan saudara

kandung) yang juga pernah menderita kejang demam. Kejang

demam diturunkan secara dominan dengan penetrasi yang

mengurang dan ekspresi yang bervariasi atau melalui poligenik.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian tentang faktor yang berhubungan dengan

kejadian kejang demam yang berulang pada anak usia 0 – 5 tahun di

ruang perawatan anak RS Bhayangkara Makassar yang dilaksanakan

pada bulan tanggal 25 Maret – 25 April 2014 dengan jumlah sampel

sebanyak 56 orang, sehingga dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Ada hubungan antara usia dengan kejang demam yang berulang

pada anak usia 0 – 5 tahun di ruang perawatan anak RS

Bhayangkara Makassar.

2. Ada hubungan antara suhu badan dengan kejang demam yang

berulang pada anak usia 0 – 5 tahun di ruang perawatan anak RS

Bhayangkara Makassar.

3. Ada hubungan faktor hereditas dengan kejang demam yang

berulang pada anak usia 0 – 5 tahun di ruang perawatan anak RS

Bhayangkara Makassar.

B. Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan tentang faktor yang

berhubungan dengan kejang demam yang berulang pada anak usia 0

– 5 tahun di ruang perawatan anak RS Bhayangkara Makassar, maka

peneliti memberi saran sebagai berikut:

47
48

1. Bagi Institusi

Instansi pendidikan sekiranya dapat memberikan pengetahuan

yang lebih terhadap mahasiswa yang berkaitan dengan penelitian

faktor yang berhubungan dengan kejang demam yang berulang

pada anak usia 0 – 5 tahun di ruang perawatan anak RS

Bhayangkara Makassar.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Perlu dilakukan penelitian lebih mendalam mengenai faktor

yang berhubungan dengan kejang demam yang berulang seperti

faktor tiksik mikroorganisme terhadap otak, respon alergi dan

perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit pada anak usia 0 –

5 tahun di ruang perawatan anak RS Bhayangkara Makassar pada

responden yang memiliki karakteristik yang berbeda.

3. Bagi Rumah Sakit

Petugas kesehatan yang bertugas di bagian perawatan anak

dalam pelaksanaan tindakan keperawatan penanganan kejang

demam dan hendaknya memperhatikan aspek faktor yang ikut

serta dalam penyebab terjadinya kejang demam berulang.


DAFTAR PUSTAKA

1. Alimul aziz., (2006), Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Edisi 2,


Salemba Medika : Jakarta

2. Ngastiyah., (2009), Perawatan anak sakit, EGC : Jakarta

3. Sodikin., (2012), Prinsip Perawatan demam pada anak, Pustaka


Pelajar : Yogyakarta

4. Prastiya Indra Gunawan., (2012), Faktor resiko Kejang Demam


Berulang pada Anak (Online),
http://ejournal.udip.ac.d/index.php/mmi/article/view/4226, diakses 22
oktober 2013

5. Yanuar Putra Widjaja., (2013), Identifikasi Faktor-Faktor Risiko Pada


Kejang Pertama Dalam Memprediksi Timbulnya Kejang Berulang
Pada Anak, Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin : Makassar.

6. Sudarti., (2010), Kelainan Empat Penyakit Pada Bayi Dan Anak, Nuha
Medika : Yogyakarta

7. Lumbantobing., (2005), Kejang Demam, Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia : Jakarta

8. Yupi Supartini., (2009), Konsep Dasar Keperawatan Anak, Penerbit


Buku Kedokteran EGC : Jakarta

9. Sujono Riyadi., (2009), Asuhan Keperawatan Pada Anak, Graha Ilmu


: Yogyakarta

10. Harold S Korlewich., (2005), Penyakit Anak, Diagnosa dan


Penanganannya, Prestasi pustaka : Jakarta

11. Wong., (2008), Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Penerbit Buku


Kedokteran EGC : Jakarta

12. Sudarti., (2010), Kelainan dan Penyakit Pada Bayi dan Anak, Nuha
Medika : Yogyakarta

13. Afroh Fauzia., (2012), Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Anak dan
Balita, Nuha Medika : Yogyakarta

14. Iskandar, Syarif., (1998), Kejang Demam Majalah Kedokteran Andalas


Vol.22. No 2, http://fk.unand.ac.id/in/riset-a-publikasi/pediatric,
diakses tanggal 18 November 2013

49
50

15. Alimul Aziz., (2008), Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk


Pendidikan Kebidanan, Salemba Medika : Jakarta

16. Setadi., (2012), Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan


Edisi 2 , Graha Ilmu :Yogyakarta

17. Darto Saharso., (2012), Faktor Resiko Kejang Demam Berulang Pada
Anak, Media MedikaIndonesiana : Jawa Timur

18. Supartini, Yupi., (2009), Konsep Dasar Keperawatan Anak, EGC :


Jakarta

19. Hidayat, A. aziz Alimul., (2008), Pengantar Kebutuhan Dasar


Manusia, Salemba Medika: Jakarta
51

Lampiran 1

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth.
Bpk/Ibu/Saudara(i)
Di Tempat

Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : SYAMRAWATY
Nim : 3112007

Adalah mahasiswa program studi Ilmu Keperawatan STIK GIA Makassar

yang mengadakan penelitian tentang “FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

DENGAN KEJANG DEMAM YANG BERULANG PADA ANAK USIA 0 – 5

TAHUN DI RUANG PERAWATAN ANAK RS. BHAYANGKARA

MAKASSAR

” dengan tujuan untuk melihat sejauh mana hubungan usia, suhu badan dan

factor hereditas dengan kejang demam berulang. Kegiatan yang diharapkan

dari Bapak/Ibu/Saudara(i) adalah mengisi lembar kuesioner yang diberikan

oleh peneliti dan menjawab pertanyaan yang diberikan, akan saya jaga

kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian saja

serta bila tidak digunakan lagi akan dimusnahkan.

Apabila Bapak/Ibu/Saudara(i) bersedia, mohon tanda tangan di lembar

persetujuan yang terlampir. Demikian atas perhatian dan kesediaan

Bapak/Ibu/Saudara(i) diucapkan banyak terima kasih.

Peneliti

SYAMRAWATY
52

Lampiran 2
LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ……………………………………………

Alamat : ……………………………………………

Dengan ini menyatakan bersedia dan tidak keberatan menjadi responden

di dalam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa program studi Ilmu

Keperawatan STIK GIA Makassar atas nama SYAMRAWATY.

Denga judul : FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJANG

DEMAM YANG BERULANG PADA ANAK USIA 0 – 5 TAHUN

DI RUANG PERAWATAN ANAK RS. BHAYANGKARA MAKASSAR.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sukarela tanpa paksaan dari

pihak manapun dan kiranya dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Makassar, / /2014

Responden

( ………………………… )
53

KUESIONER PENELITIAN

A. Identitas responden

1. Nama AnaK :

2. Umur :

3. Jenis kelamin : ( ) pria ( ) wanita

B. Identitas Orang Tua

1. Nama :

2. Umur :

3. Pekerjaan :

4. Alamat :

C. Usia Pertama kali kejang.

Pada umur berapa klien mengalami kejang untuk yang pertama

kalinya?

Bulan/ tahun

D. Suhu Badan

Suhu badan klien pada saat terjadi kejang demam berulang?


oC

E. Pertanyaan tentang faktor hereditas

1. Apakah ada riwayat dalam keluarga mengalami kejang demam?

Ya Tidak

2. Bila ya anggota keluarga siapa yang pernah mengalami kejang

…………………..

F. Pertanyaan Kejang Berulang

1. Apakah pasien sudah pernah mengalami kejang sebelumnya?

Ya Tidak
54

2. Bila ya, kapan terakhir kali pasien mengalami kejang?

………………………..

3. Berapa kali jumlah kejang yang pernah dialami anak sebelumnya?

……………………….
55

Lampiran 3

JADWAL PENELITIAN

JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI


NO URAIAN KEGIATAN
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3
1 Pengambilan Data
Awal
2 Penyusunan dan
Konsul Proposal
3 Seminar Proposal
4 Perbaikan Proposal
5 Pengumpulan Data
6 Pengolahan dan
Aanalisis Data
7 Konsul Hasil
8 Seminar Hasil
56

Lampiran 44
Lampiran
MASTER DATA
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJANG DEMAM YANG
BERULANG PADA ANAK USIA 0 - 5 TAHUN DI RUANG
PERAWATAN ANAK RS. BHAYANGKARA
MAKASSAR

Nama Jenis Usia Suhu Faktor Hereditas Kejang


Responden Kelamin Badan Demam
(°C) Berulang
An. S Perempuan 1 Th 2 Bln 40 Ada riwayat Berulang
An. Z Perempuan 1 Th 39,3 Ada riwayat Berulang
An. A Laki-laki 1 Th 9 Bln 40,1 Ada riwayat Berulang
An. S Laki-laki 3 Th 41 Ada riwayat Berulang
An. A Perempuan 2 Th 39,5 Ada riwayat Berulang
An. D Perempuan 9 Bln 39,4 Ada riwayat Berulang
An. L Laki-laki 1 Th 1 Bln 39 Ada riwayat Berulang
An. G Perempuan 1 Th 5 Hr 40 Tidak ada riwayat Tidak berulang
An. D Perempuan 2 Th 2 Bln 40,5 Tidak ada riwayat Tidak berulang
An. N Perempuan 7 Bln 38,9 Ada riwayat Berulang
An. Y Laki-laki 2 Th 5 Bln 39 Ada riwayat Tidak berulang
An. I Laki-laki 1 Th 39,6 Ada riwayat Berulang
An. P Laki-laki 3 Th 5 Bln 39,8 Ada riwayat Tidak berulang
An. C Laki-laki 2 Th 39 Tidak ada riwayat Tidak berulang
An. N Laki-laki 6 Bln 41 Ada riwayat Berulang
An. D Perempuan 1 Th 8 Bln 40,8 Ada riwayat Berulang
An. C Perempuan 1 Th 20 Hr 42 Tidak ada riwayat Berulang
An. T Laki-laki 3 Th 6 Bln 41,2 Ada riwayat Tidak berulang
An. P Laki-laki 10 Bln 40,5 Ada riwayat Berulang
An. J Laki-laki 2 Th 1 Bln 39 Ada riwayat Tidak berulang
An. D Laki-laki 2 Th 39,6 Tidak ada riwayat Berulang
An. S Perempuan 1 Th 3 Bln 38,9 Ada riwayat Berulang
An. T Perempuan 2 Th 5 Bln 39 Ada riwayat Tidak berulang
An. S Perempuan 3 Th 39,9 Tidak ada riwayat Tidak berulang
An. R Laki-laki 8 Bln 40 Ada riwayat Tidak berulang
An. H Laki-laki 1 Th 3 Bln 39 Tidak ada riwayat Tidak berulang
An. A Perempuan 1 Th 8 Bln 39,5 Ada riwayat Berulang
An. S Laki-laki 4 Th 39,8 Ada riwayat Berulang
An. D Laki-laki 10 Bln 38 Ada riwayat Berulang
An. K Laki-laki 2 Th 40 Tidak ada riwayat Tidak berulang
An. T Laki-laki 2 Th 11 Bln 39 Ada riwayat Tidak berulang
An. T Laki-laki 3 Th 5 Bln 39 Tidak ada riwayat Tidak berulang
An. A Laki-laki 6 Bln 39,8 Ada riwayat Berulang
An. L Laki-laki 2 Th 3 Bln 39,8 Ada riwayat Berulang
An. R Laki-laki 1 Th 38,8 Tidak ada riwayat Tidak berulang
57

An. D Perempuan 1 Th 11 Bln 39,9 Ada riwayat Tidak berulang


An. E Perempuan 4 Th 40 Ada riwayat Berulang
An. A Perempuan 2 Th 7 Bln 40,5 Tidak ada riwayat Tidak berulang
An. I Laki-laki 1 Th 41 Ada riwayat Berulang
An. D Perempuan 2 Th 5 Bln 39 Tidak ada riwayat Berulang
An. R Laki-laki 3 Th 39,8 Ada riwayat Berulang
An. S Laki-laki 2 Th 1 Bln 39 Ada riwayat Tidak berulang
An. M Laki-laki 3 Th 41 Tidak ada riwayat Berulang
An. Z Laki-laki 7 Bln 42 Ada riwayat Berulang
An. H Perempuan 6 Bln 39,9 Ada riwayat Berulang
An. C Perempuan 1 Th 40 Ada riwayat Berulang
An. T Laki-laki 2 Th 2 Bln 39 Ada riwayat Berulang
An. T Laki-laki 3 Th 38,9 Tidak ada riwayat Berulang
An. S Perempuan 7 Bln 39 Ada riwayat Tidak berulang
An. I Perempuan 1 Th 4 Bln 39,9 Ada riwayat Tidak berulang
An. P Laki-laki 1 Th 39,9 Ada riwayat Berulang
An. P Laki-laki 11 Bln 39 Ada riwayat Berulang
An. N Laki-laki 2 Th 7 Bln 40 Ada riwayat Berulang
An. C Laki-laki 4 Th 5 Bln 38,9 Ada riwayat Tidak berulang
An. D Perempuan 6 Bln 41 Ada riwayat Berulang
An. A Laki-laki 2 Th 3 Bln 39 Ada riwayat Tidak berulang
58

Lampiran 5

Frequencies

[DataSet1] D:\STIK GIA\SYAMRA\FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJANG DEMAM

YANG BERULANG PADA ANAK USIA 0 -

5 TAHUN DI RUANG PERAWATAN ANAK RS BHAYANGKARA MAKASSAR\SPSS Syamrah.sav

Statistics

Kejang Demam
Jenis Kelamin Usia Suhu Badan Faktor Hereditas Berulang

N Valid 56 56 56 56 56

Missing 0 0 0 0 0

Frequency Table
Jenis Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid laki-laki 34 60.7 60.7 60.7

Perempuan 22 39.3 39.3 100.0

Total 56 100.0 100.0


59

Usia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Beresiko 29 51.8 51.8 51.8

Kurang beresiko 27 48.2 48.2 100.0

Total 56 100.0 100.0


60

Suhu Badan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Kurang beresiko 20 35.7 35.7 35.7

Beresiko 36 64.3 64.3 100.0

Total 56 100.0 100.0


61

Faktor Hereditas

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak ada riwayat 14 25.0 25.0 25.0

Ada riwayat 42 75.0 75.0 100.0

Total 56 100.0 100.0


62

Kejang Demam Berulang

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak berulang 22 39.3 39.3 39.3

Berulang 34 60.7 60.7 100.0

Total 56 100.0 100.0


63

Lampiran 6
CROSSTABS

Crosstabs

[DataSet1] D:\STIK GIA\SYAMRA\FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJANG DEMAM

YANG BERULANG PADA ANAK USIA 0 -

5 TAHUN DI RUANG PERAWATAN ANAK RS BHAYANGKARA MAKASSAR\SPSS Syamrah.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Usia * Kejang Demam


56 100.0% 0 .0% 56 100.0%
Berulang

Suhu Badan * Kejang


56 100.0% 0 .0% 56 100.0%
Demam Berulang

Faktor Hereditas * Kejang


56 100.0% 0 .0% 56 100.0%
Demam Berulang
64

Usia * Kejang Demam Berulang

Crosstab

Kejang Demam Berulang

Tidak Ya Total

Usia Beresiko Count 7 22 29

Expected Count 11.4 17.6 29.0

% within Usia 24.1% 75.9% 100.0%

% within Kejang Demam


31.8% 64.7% 51.8%
Berulang

% of Total 12.5% 39.3% 51.8%

Kurang beresiko Count 15 12 27

Expected Count 10.6 16.4 27.0

% within Usia 55.6% 44.4% 100.0%

% within Kejang Demam


68.2% 35.3% 48.2%
Berulang

% of Total 26.8% 21.4% 48.2%

Total Count 22 34 56

Expected Count 22.0 34.0 56.0

% within Usia 39.3% 60.7% 100.0%

% within Kejang Demam


100.0% 100.0% 100.0%
Berulang

% of Total 39.3% 60.7% 100.0%


65

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value Df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 5.786a 1 .016

Continuity Correctionb 4.544 1 .033

Likelihood Ratio 5.891 1 .015

Fisher's Exact Test .028 .016

Linear-by-Linear Association 5.683 1 .017

N of Valid Casesb 56

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.61.

b. Computed only for a 2x2 table


66

Suhu Badan * Kejang Demam Berulang

Crosstab

Kejang Demam Berulang

Tidak Ya Total

Suhu Badan Kurang beresiko Count 12 8 20

Expected Count 7.9 12.1 20.0

% within Suhu Badan 60.0% 40.0% 100.0%

% within Kejang Demam


54.5% 23.5% 35.7%
Berulang

% of Total 21.4% 14.3% 35.7%

Beresiko Count 10 26 36

Expected Count 14.1 21.9 36.0

% within Suhu Badan 27.8% 72.2% 100.0%

% within Kejang Demam


45.5% 76.5% 64.3%
Berulang

% of Total 17.9% 46.4% 64.3%

Total Count 22 34 56

Expected Count 22.0 34.0 56.0

% within Suhu Badan 39.3% 60.7% 100.0%

% within Kejang Demam


100.0% 100.0% 100.0%
Berulang

% of Total 39.3% 60.7% 100.0%


67

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value Df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 5.597a 1 .018

Continuity Correctionb 4.327 1 .038

Likelihood Ratio 5.580 1 .018

Fisher's Exact Test .024 .019

Linear-by-Linear Association 5.497 1 .019

N of Valid Casesb 56

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.86.

b. Computed only for a 2x2 table


68

Faktor Hereditas * Kejang Demam Berulang

Crosstab

Kejang Demam Berulang

Tidak berulang Berulang Total

Faktor Hereditas Tidak ada riwayat Count 9 5 14

Expected Count 5.5 8.5 14.0

% within Faktor Hereditas 64.3% 35.7% 100.0%

% within Kejang Demam


40.9% 14.7% 25.0%
Berulang

% of Total 16.1% 8.9% 25.0%

Ada riwayat Count 13 29 42

Expected Count 16.5 25.5 42.0

% within Faktor Hereditas 31.0% 69.0% 100.0%

% within Kejang Demam


59.1% 85.3% 75.0%
Berulang

% of Total 23.2% 51.8% 75.0%

Total Count 22 34 56

Expected Count 22.0 34.0 56.0

% within Faktor Hereditas 39.3% 60.7% 100.0%

% within Kejang Demam


100.0% 100.0% 100.0%
Berulang

% of Total 39.3% 60.7% 100.0%


69

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value Df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 4.891a 1 .027

Continuity Correctionb 3.594 1 .058

Likelihood Ratio 4.819 1 .028

Fisher's Exact Test .055 .030

Linear-by-Linear Association 4.804 1 .028

N of Valid Casesb 56

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.50.

b. Computed only for a 2x2 table

Anda mungkin juga menyukai