Anda di halaman 1dari 107

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tetanus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di

seluruh dunia. Diperkirakan angka kejadian pertahunnya sekitar satu juta

kasus dengan tingkat mortalitas yang berkisar dari 6% hingga 60% (WHO,

2011). Selama 30 tahun terakhir, hanya terdapat sembilan penelitian

RCT (randomized controlledtrials) mengenai pencegahan dan tata laksana

tetanus. Pada tahun 2000, hanya 18.833 kasus tetanus yang dilaporkan

ke World Health Organization (WHO, 2011).

Berdasarkan hasil data Amerika Serikat, tetanus sudah jarang

ditemukan. Tetanus neonatorum menyebabkan 50% kematian Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung 87 Medula, Volume 1, Nomor 4, Oktober

2013 perinatal dan menyumbangkan 20% kematian bayi. Angka kejadian 6-

7 kasus/100 kelahiran hidup di perkotaan dan 11-23 kasus/100 kelahiran

hidup di pedesaan. Sedangkan angka kejadian tetanus pada anak di rumah

sakit 7-40 kasus/tahun, 50% terjadi pada kelompok 5-9 tahun, 30%

kelompok 1-4 tahun, 18% kelompok >10 tahun, dan sisanya pada bayi <12

bulan (Kliegman et al., 2011).

Berdasarkan data di Indonesia, tetanus masih menjadi salah satu dari

sepuluh besar penyebab kematian pada anak (Pusponegoro dkk., 2004).

Meskipun insidensi tetanus saat ini sudah menurun, namun kisaran tertinggi

1
angka kematian dapat mencapai angka 60%. Selain itu, meskipun angka

kejadiannya telah menurun setiap tahunnya, namun penyakit ini masih

belum dapat dimusnahkan meskipun pencegahan dengan imunisasi sudah

diterapkan secara luas di seluruh dunia. Oleh karena itu, diperlukan kajian

lebih lanjut mengenai penatalaksanaan serta pencegahan tetanus guna

menurunkan angka kematian penderita tetanus,khususnya pada anak

(Depkes, 2014).

Menurut Data Profil Indodenia angka kejadian tetanus di Indonesia

pada tahun 2017 sebesar 18,2%, untuk dijawa barat sendiri, angka tetanus

termasuk yang terendah sebesar 5,4% dibanding propinsi lainnya,,

Untuk angka kejadian tatanus dikota Bogor pada tahun 2017

Sebanyak 0,8% kasus tatanus.

Berdasarkan data di RS PMI Bogor pada tahun 2017, 7 orang terkena

tetanus dan 3 orang meninggal dunia. Pada tahun 2018 bulan Agustus-

November atau 3 bulan terakhir terdapat 2 orang yang terkena tetanus.

Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko

tinggi dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama kuman

ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit

ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang

tahan kering dapat bertebaran di mana-mana.

Kuman C. tetani tersebar luas ditanah, terutama tanah garapan, dan

dijumpai pula pada tinja manusia dan hewan. Perawatan luka yang kurang

baik di samping penggunaan jarum suntik yang tidak steril (misalnya pada

2
pecandu narkotik).merupakan beberapa faktor yang sering dijumpai sebagai

pencetus timbulnya tetanus. Tetanus dapat menyerang semua golongan

umur, mulai dari bayi (tetanus neonatorum), dewasa muda (biasanya

pecandu narkotik) sampai orang-orang tua. Dari Program Nasional

Surveillance Tetanus di Amerika serikat diketahui rata-rata usia pasien

tetanus dewasa berkisar antara 50-57 tahun (Muttaqin,2008).

Untuk perawatan penyakit tetanus ini yaitu dengan mengubah posisi

pasien setiap 2 jam, lakukan latihan secara teratur dan letakkan telapak kaki

pasien di lantai saat duduk di kursi atau papan penyangga saat tidur di

tempat tidur, lakukan latihan pergerakan sendi (ROM) sebanyak 4x/hari.

Sehingga apabila tidak di tangani akan menyebabkan Kematian (sudden

cardiac death) Kasus fatal sering terjadi terutamanya pada pasien yang

berusia lebih dari 60 tahun (18%) dan pasien yang tidak mendapat vaksinasi

(22%). Kematian sering diakibatkan oleh adanya produksi katekolamin yang

berlebihan dan adanya efek langsung tetanospasmin atau tetanolisin pada

miokardium. Pasien tetanus sering merasa nyeri hebat waktu mengalami

kejang (spasme) hingga terjadinya laringospasme (spasme pita suara)

hingga menyebabkan obstruksi dan gangguan pada jalan napas.

(Hendarwanto, 2004).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut: “Bagaimana Melakukan Asuhan Keperawatan dengan

Gangguan Sistem Persyarafan Pada Kasus Tetanus?”.

3
C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulis menyusun Makalah Tetanus ini adalah:

1. Tujuan Umum

Penulis mampu melakukan asuhan keperawatan dengan gangguan

system persyarafan pada kasus tetanus dengan penerapan langsung

proses keperawatan sebagai suatu metode pemecahan masalah.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penulisan Proposal karya Tulis Ilmiah

diharapkan penulis mampu:

a. Melakukan pengkajian data dengan benar dan tepat pada pasien

dengan gangguan system persyarafan pada kasus tetanus.

b. Merumuskan diagnosa keperawatan dengan benar dan tepat pada

pasien dengan gangguan sistem persyarafan pada kasus tetanus.

c. Menentukan dan menyusun rencana asuhan keperawatan dengan

benar dan tepat pada pasien dengan gangguan sistem persyarafan

pada kasus tetanus.

d. Melaksanakan tindakan keperawatan dengan benar dan tepat pada

pasien dengan gangguan sistem persyarafan pada kasus tetanus.

e. Melakukan evaluasi keperawatan dengan benar dan tepat pada

pasien dengan gangguan sistem persyarafan pada kasus tetanus.

f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan dengan benar dan tepat

pada pasien dengan gangguan sistem persyarafan pada kasus

tetanus.

4
D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah adalah :

1. Bagi Perawat

Dalam penulisan Makalah ini diharapkan dapat memberikan tambahan

pengetahuan dan dapat dijadikan bahan perbandingan dalam

memberikan asuhan keperawatan pada Pasien dengan Gangguan

Sistem Persyarafan Pada Kasus Tetanus.

2. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan pada

Pasien dengan Gangguan Sistem Persyarafan Pada Kasus Tetanus

dengan memberikan perawatan yang baik.

3. Bagi Masyarakat

Dapat meningkatkan derajat kesehatan penderita melalui proses

keperawatan yang dilaksanakan dan dijadikan bahan pertimbangan

bagi masyarakat dalam upaya meningkatkan prilaku hidup sehat.

4. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat memberikan masukan tentang pentingnya perawatan pada

Pasien dengan penyakit tetanus sehingga dapat digunakan sebagai

acuan bagi penelitian selanjutnya, dapat dijadikan sebagai sumber

acuan dalam pembelajaran tentang asuhan keperawatan pada Pasien

dengan Gangguan Sistem Persyarafan Pada Kasus Tetanus.

5
5. Bagi Penulis

Dapat memberikan manfaat dalam menambah wawasan ilmu

pengetahuan pada penulis untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh

selama pendidikan.

6
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Teori Penyakit Tetanus

1. Definisi

Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin

kuman kolostridium tetani, yang bermanifestasi dengan kejang otot secara

paroksismal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini

selalu tampak pada otot maseter dan otot rangka (Muttaqin, 2008).

Kolostridium tetani adalah kuman yang mengeluarkan toksin yang

bersifat neurotoksik (tetanus spasmin), yang mula-mula akan menyebabkan

kejang otot dan saraf perifer setempat. Tetani yang didukung oleh adanya

luka yang dalam dengan perawatan yang salah. Selain di luar tubuh

manusia, tersebar luas di tanah. Juga terdapat ditempat yang kotor, besi

berkarat sampai pada tusuk sate bekas. Jika kondisi basil baik (di dalam

tubuh manusia) akan mengeluarkan toksin. Toksin ini dapat menghancurkan

sel darah merah, merusak leukosit, dan merupakan tetanospasmin, yaitu

toksin yang neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme

otot (Muttaqin, 2008).

Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh toksin

kuman clostridium tetani, dimanifestasikan dengan kejang otot secara

paroksismal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot

ini tampak pada otot maseter dan otot-otot rangka (Batticaca, 2011).

7
Penyakit yang timbul karena sistem saraf pusat terintoksikasi oleh

Clostridium tetani, suatu kuman basil gram positif yang memproduksi

neurotoksin spesifik (Klein, 2007).

Teanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme)

tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman

secara langsung, tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanoplasmin) yang

dihasilkan oleh kuman pada sinaps ganglion sambungan sum-sum tulang

belakang, sambungan neuromuskular (neuro muskular jungtion) dan saraf

autonom (sumarmo, 2002).

Dari uraian di atas kesimpulannya, penyakit tetanus adalahpenyakit

infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman kolostridium

tetani,yang mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik (tetanus

spasmin), yang mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer

setempat. Tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan

perawatan yang salah. Selain di luar tubuh manusia, tersebar luar di tanah.

Juga terdapat ditempat yang kotor, besi berkarat sampai pada tusuk sate

bekas, yang dimanifestasikan dengan kejang otot secara paroksismal dan

diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini tampak pada

otot maseter dan otot-otot rangka.

8
2. Anatomi dan Fisiologi Saraf

a. Anatomi syaraf

Gambar 2.1: Anatomi Saraf

(Muttaqin, 2008).

b. Fisiologi Saraf

1. Jaringan saraf

 Neuron

Susunan saraf manusia mengandung sekitar 100 miliar

neuron. Neuron adalah suatu sel saraf dan merupakan unit

anatomis dan fungsional system persarafan. Biasanya terdiri

atas dendrite sebagai bagian penerima rangsangan dari saraf-

saraf lain; badan sel yang mengandung badan sel; akson yang

menjadi perpanjangan atau serat tempat lewatnya sinyal yang

dicetuskan di dendrite dan badan sel; serta terminal akson yang

menjadi pengirim sinyal listrik untuk disampaikan ke dendrite

9
atau badan sel neuro kedua dan apabila di susunan saraf

perifer, sinyal disampaikan ke sel otot atau kelenjar

Neuron-neuron yang membawa informasi dari susunan

saraf perifer ke sentral disebut neuron sensorik atau aferen.

Neuron-neuron ini memiliki reseptor di dendrite atau badan sel

yang mengindra rangsangan kimiawi atau fisik. Neuron yang

membawa informasi keluar dari susunan saraf pusat ke

berbagai organ sasaran (suatu sel otot atau kelenjar)

disebutneuron motorik dan eferen. Kelompok neuron ketiga,

yang membentuk sebagian besar neuron susunan saraf pusat,

menyampaikan pesan-pesan antara neuron aferen dan eferen.

Neuron-neuron ini disebut interneuron. Hampir 90% dari

semua neuron di tubuh adalah interneuron dan semua

interneuron terletak di susunan saraf pusat (Muttaqin, 2008).

 Otak

Otak mungkin merupakan organ yang paling mengagumkan

dari seluruh organ. Kita mengetahui bahwa seluruh angan-

angan, keinginan dan nafsu, perencanaan, dan memori

merupakan hasil akhir dari aktivitas otak. Otak berisi 10 miliar

neuron menjadi kompleks secara kesatuan fungsional. Otak

lebih kompleks dari pada batang kepala. Berat otak manusia

kira-kira merupakan 2% dari berat badan orang dewasa. Otak

menerima 15% dari curah jantung, memerlukan sekitar 20%

10
pemakaian oksigen tubuh, dan sekitar 400% kilokalori energi

setiap harinya (Muttaqin,2008).

Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai

energi dalam seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari

peroses metabolisme oksidasi glukosa. Jaringan kepala sangat

sangat rentan dan kebutuhan akan oksigen dan glukosa melalui

aliran darah adalah konstan. Metabolisme otak merupakan

proses tetap dan kontinu, tanpa ada rasa istirahat. Bila aliran

darah berhenti selama 10 detik saja, maka kesadaran mungkin

sudah akan hilang, dan penghentian dalam beberapa menit saja

dapat menimbulkan kerusakan yang tidak ireversibel.

Hipoglikemia yang berkepanjangan juga dapat merusakan

jaringan otak. Aktivitas kepala yang tidak pernah berhenti ini

berkaitan dengan fungsinya yang kritis sebagai pusat integrasi

dan koordinasi organ-organ sensorik dan sistem efektor perifer

tubuh, di samping berfungsi sebagai pengatur informasi yang

masuk, simpanan pengalaman, implus yang keluar, dan tingkah

laku (Muttaqin, 2008).

Otak manusia mengandung hampir 98% jaringan saraf

tubuh. Kisaran berat kepala sekitar 1,4 kg dan mempunyai isi

sekitar 1200cc (71 inch3). Terdapat pertimbangan variasi akan

besaran kepala, yaitu otak laki-laki lebih besar 10% dari pada

otak perempuan dan tidak ada korelasi yang berarati antara

11
besar kepala dan tingkat inteligen. Seseorang dengan ukuran

otak kecil (750 cc) dan ukuran otak besar (2100 cc) secara

fungsional sama (Muttaqin, 2008).

2. Jaringan Otak

Jaringan glatinosa otak dan medula spinalis dilindungi oleh

tulang tengkorak dan tulang belakang, dan oleh tiga alapisan

jaringan penyambung yaitu piamater, araknoid, dan

duramater (Muttaqin, 2008)

Piamater langsung berhubungan dengan kepala dan jaringan spinal,

dan mengikuti kontur struktu eksternal kepala dan jaringan spinal.

Piamater merupakan lapisan vaskular yang memliki pembuluh

darah yang berjalan menuju struktur interna SSP untuk memberi

nutrisi pada jaringan saraf (Muttaqin, 2008).

Araknoid merupakan suatu membrane fibrosa yang tipis,

halus, dan tidak mengandung pembuluh darah. Araknoid meliputi

kepala dan medula spinalis, tetapi tidak mengikuti kontur luar

seperti piamater. Darah anatara araknoid dan piamater disebut

ruang subaraknoid, tempat arteri, vena serebral, trabekula

araknoid, dan cairan serebrospinal yang membasahi SSP. Ruang

subaraknoid ini mempunyai pelebaran-plebaran yang disebut

sisterna. Salah satu pelebaran yang terbesar adalah sisterna

lumbalis di daerah lumbal kolumnal vertebralis. Bagian bawah

lumbal (biasanya antara L3 dan L4 atau L4 dan L5) merupakan

12
tempat yang biasanya digunakan untuk mendapatkan cairan

serebrospinal untuk pemeriksaan lumbal pungsi. Duramater

merupakan suatu jaringan liat, tidak elastis, dan mirip kulit sapi

yang terdiri atas dua lapisan, yaitu bagian luar yang disebut

duraendosteal dan bagian dalam yang disebut

durameningeal (Muttaqin,2008).

Kulit kepala merupakan struktur tambahan lain yang juga

harus dipertimbangkan sebagai salah satu penutup SSP. Kulit

kepla yang melapisi tengkorak dan melekat pada tengkorak melalui

otot frontalis dan oksipitalis merupkan jaringan ikat padat fibrosa

yang dapat bergerak dengan bebas, yang disebut galea

aponeurotika (dalam bahasa latin galea berarti “helm”). Galea

membantu meredam kekuatan trauma eksternal, seperti pukulan

(Muttaqin, 2008).

Tanpa lindungan kulit kepala, tengkorak jauh lebih rentan

terhadap fraktur. Di atas galea terdapat lapisan membran yang

mengandung banyak pembuluh darah besar, lapisan lemak, dan

rambut (Muttaqin, 2008).

3. Cairan Serebrospinal

Dalam setiap ventrikel terdapat struktur sekresi khusus

yang disebut pleksus koroideus. Pleksus koroideus inilah yang

menyekresi cairan serebrospinal (cerebrospinal fluid-CSF) yang

jernih dan tidak berwarna, yang merupakan bantal cairan pelindung

13
di sekitar SSP. CSF terdiri dari air, elektrolit, gas, oksigen dan

karbondioksida yang terlarut, glukosa, beberapa leukosit (terutama

limfosit), dan sedikit protein. Cairan ini berbeda dari cairan

ekstraseluler lainnya kerena cairan ini mengandung kadar natrium

dan klorida yang lebih tinggi, sedangkan kadar glukosa dan

kaliumnya lebih rendah. Ini menunjukan pembentukannya bersipat

sekresi bukan hanya filtrasi (Muttaqin, 2008).

Setelah mencapai ruang subaraknoid,CSF akan bersirkulasi

di sekitar kepala dan medula spinalis, lalu keluar menuju sistem

vaskular (SSP tidak mengandung sistem limfe). Sebagian besar

CSF direabsorpsi ke dalam darah melalui struktur khusus yang

disebut vili araknoidalis atau granulasio araknoidalis, yang

menonjol dari ruang subaraknoid ke sinus sagitlis superior

kepala(Muttaqin, 2008).

CSF diproduksi dan direabsorpsi terus-menerus dalam SSP.

Volume total CSF diseluruh rongga serebrospinal sekitar 125 ml,

sedangkan kecepatan sekresi pleksus koroideus sekitar 500 sampai

700 ml per hari. Adanya tekanan pada cairan serebrospinal akan

memengaruhi kecepatan peroses pembentukan cairan dan resistensi

reabsorpsi oleh vili araknoidalis. Tekanan CSF sering diukur saat

dilakukan lumbal pungsi dan pada posisi terlentang biasanya

sekitar 130 mmH2O atau 13 mmHg (Muttaqin, 2008).

14
4. Ventrikel

Ventrikel merupakan rangkain dari empat rongga dalam

kepala yang saling berhubungan dan di batasi oleh ependima

(semacam sel epitel yang membatasi semua rongga kepala dan

medula spinalis serta mengandung CSF) (Muttaqin, 2008).

Pada setiap hemisfer serebri terdapat satu ventrikel lateral.

Ventrikel ketiga terdapat dalam diensefalon. Ventrikel keempat

dalam pons dan medula oblongata. Ventrikel lateral mempunyai

hubungan dengan ventrikel ketiga melalui sepasang foramen-

interventrikularis (foramen monro). Ventrikel ketiga dan keempat

dihubungkan melalui suatu saluran sempit di dalam kepala tengah

yang disebut akueduktus sylvius. Pada ventrikel keempat terdapat

tiga lubang sepasang foramen luschka di lateral dan satu foramen

magendi di medial, yang berlanjut hingga keruang subaraknoid

kepala dan medula spinalis (Muttaqin, 2008).

5. Suplai Darah

SSP seperti juga jaringan tubuh lainnya sangat bergantung

pada keadekuatan aliran darah untuk nutrisi dan pembuangan sisa

metabolisme. Suplai darah arteria ke kepala merupakan suatu

jalinan pembuluh-pembuluh darah yang bercabang-cabang,

berhubungan erat satu dengan yang lain sehingga dapat menjamin

suplai darah yang adekuat untuk sel. Suplai darah ini dijamin oleh

dua pasang arteria, yaitu arteria vertebralis dan arteria karotis

15
interna, yang memiliki cabang yang beranastomosis membentuk

sirkulus arteriosus serebri Willisi (Muttaqin,2008).

Aliran vena kepala tidak selalu paralel dengan suplai darah

arteria; pembuluh vena meninggalkan kepala melalui sinus dura

yang besar dan kembali ke sirkulasi umum melalui vena jugularis

interna. Letak arteria medula spinalis dan sistem vena paralel satu

dengan yang lain dan mempunyai hubungan percabangan yang luas

untuk mencukupi suplai darah ke jaringan-jaringan

kepala(Muttaqin, 2008).

6. Serebrum

Serebrum merupakan bagian kepala yang paling besar dan

paling menonjol. Di sini terletak pusat-pusat saraf yang mengatur

semua kegiatan sensorik dan motorik, juga melakukan proses

penalaran, memori, dan itelegens. Hemisfer serebri kanan

mengatur bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer serebri kiri

mengatur bagian tubuh kanan. Konsep fungsional ini disebut

pengendalian kontralateral (Muttaqin, 2008).

7. Kontreks Serebri

Korteks serebri atau mentel abu-abu (grey matter) dari

srebrum mempunyai banyak lipatan yang disebut giri (tunggal

girus). Susunan seperti ini memungkinkan permukaan kepala

menjadi luas (diperkirakan seluas 2200 cm2) yang terkandung

dalam rongga tengkorak yang sempit. Korteks serebri adalah

16
bagian kepala yang paling maju dan bertanggung jawab untuk

mengindra lingkungan. Korteks serebri menentukan prilaku yang

bertujuan dan beralasan (Muttaqin, 2008).

Beberapa daerah tertentu dari korteks serebri telah

diketahui memiliki fungsi spesifik. Pada tahun 1909 seorang

neoropsikiater Jerman, Korbinian Brodmann, telah membagi

korteks serebri menjadi 47 area. Kendatipun memiliki

keterbatasan, peta Brodmann tetap merupakan panduan umum

yang sangat berguna bagi pembahasan fungsi-fungsi

korteks (Muttaqin, 2008).

8. Lobus Frontal

Lobus frontalis mencakup bagian dari korteks serebrum

bagian depan yaitu dari sulkus sentralis (suatu fisura atau alur) dan

di dasar sulkus lateralis. Bagian ini memiliki bagian motorik dan

pramotorik. Area Broca terletak di lobus frontalis dan mengontrol

ekspresi bicara. Area asosiasi di lobus frontalis menerima

informasi dari seluruh kepala dan menggabungkan informasi-

informasi menjadi pikiran, rencana, dan prilaku. Lobus frontaliis

bertanggung jawab untuk prilaku bertujuan, penentuan keputusan

moral, dan pemikiran yang kompleks. Lobus frontalis

memodifikasi dorongan-dorongan emosional yang dihasilkan oleh

sistem limbik dan refleks vegetative dari batang

kepala (Muttaqin, 2008).

17
Badan sel di area motorik primer lobus frontalis mengirim

tonjolan-tonjolan akson ke medula spinalis, yang sebagian besar

berjalan dalam jalur yang disebut sebagai sistem primedalis. Pada

sistem primedalis, neuron-neuron motorik menyeberang ke sisi

yang berlawanan. Informasi motorik dari sisi kiri korteks serebrum

berjalan ke bawah sisi kanan modula spinalis dan mengontrol

gerakan motorik sisi kanan tubuh, demikian sebaliknya. Akson-

akson lain dari area motorik berjalan dalam jalur ekstrapiramidalis.

Serat-serat ini mengontrol gerakan motorik halus dan berjalan di

luar piramid ke medula spinalis (Muttaqin, 2008).

9. Lobus Parientalis

Lobus parietalis adalah daerah korteks yang terletak di

belakang sulkus sentralis, di atas fisura lateralis, dan meluas ke

belakang ke fisura parieto-oksipitalis. Lobus ini merupakan area

sensorik primer kepala untuk sensasi raba dan pendengaran. Sel

lobus parietalis bekerja sebagai area asosiasi sekunder untuk

menginterpretasikan rangsangan yang datang. Lobus parientalis

menyampaikan informasi sensorik ke banyak daerah lain di kepala,

termasuk area asosiasi motorik dan visual di

sebelahnya (Muttaqin,2008).

10. Lobus Oksipitalis

Lobus ini terletak di sebelah posterior dari lobus parietalis

dan di atas fisura parieto-oksipitalis, yang memisahkannya dari

18
sereblum. Lobus ini adalah pusat asosiasi visual utama. Lobus ini

menerima informasi yang berasal dari retina

mata (Muttaqin, 2008).

11. Lobus Temporalis

Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang

berjalan ke bawah dari fisura lateralis dan ke sebelah posterior dari

fisura parieto-oksipitalis. Lobus temporalis adalah area asosiasi

primer untuk informasi auditorik dan mencakup area Wernicke

tempat interpretasi bahasa. Lobus ini juga terlibat dalam

interpretasi bau dan penyimpanan memori (Muttaqin, 2008).

12. Sereblum

Sereblum terletak di dalam fosa kranii posterior dan

ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda, yaitu

tentorium, yang memisahkannya dari bagain posterior serebrum.

Serebelum dihubungkan dengan batang kepala oleh tiga berkas

serabut yang disebut pedunkulus. Pedunkuli serebeli superior

berhubungan dengan mesensefalon; pedunkuli serebri media

menghubungkan kedua hemisfer kepala; sedangkan pedunkulus

serebri inferior berisi serabut-serabut traktus spinosereberaris

dorsalis dan berhubungan dengan medula oblongata. Semua

aktivitas serebelum berada dibawah kesadaran(Muttaqin, 2008).

Ada dua fungsi utama serebelum, meliputi:

 Mengatur otot-otot postural tubuh

19
 Melakukan program akan gerakan-gerakan pada keadaan sadar

maupun bawah sadar.

Serebelum mengoordinasi penyesuaian secara cepat dan

otomatis dengan memelihara keseimbangan tubuh. Serebelum

merupakan pusat refleks yang mengoordinasi dan memperhalus

gerakan otot, serta mengubah tonus, dan kekuatan kontraksi untuk

mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh (Muttaqin, 2008).

3. Etiologi

Penyebab tetanus adalah:

Clostridium tetani merupakan basil berbentuk batang yang bersifat

anaerob, membentuk spora (tahan panas), gram positif, mengeluarkan

eksotoksin yang bersifat neurotoksin (yang efeknya mengurangi aktivitas

kendalai SSP), pathogenesis bersimbiosis dengan mikroorganisme piogenik

(pyogenic). Basil ini banyak ditemukan pada kotoran kuda, usus kuda, dan

tanah yang dipupuk kotoran kuda. Penyakit tetanus banyak terdapat pada

luka dalam, luka tusuk, luka dengan jaringan mati (corpus alineum) karena

merupakan kondisi yang baik untuk proliferasi kuman anaerob. Luka

dengan infeksi piogenik di mana bakteri piogenik mengonsumsi eksogen

pada luka sehingga suasana menjadi anaerob yang penting bagi tumbuhnya

basil tetanus (Batticaca, 2011).

20
4. Klasifikasi Tetanus

Berdasarkaan bentuk klinis tetanus dibagi menjadi 4 yaitu :

a. Tetanus general : yang merupakan bentuk paling sering, spasme otot,

kaku kuduk, nyeri tenggorokan, kesulitan membuka mulut, rahang

terkunci (trismus), difagia. Timbul kejang menimbulkan adduksi lengan

dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya, spasme

berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh

periode relaksasi.

b. Tetanus neonatorum : biasa terjadi dalam bentuk general dan fatal

apabila tidak ditangani, terjadi pada anak-anak yang terlahir dari ibu

yang tidak imunisasi secara adekuat, regiditas, sulit menelan asi,

iritabilitas, spasme.

c. Tetanus lokal : biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul

rebiditas dan spasme pada bagian paroksimal luar. Gejala itu dapat

menetap dalam beberapa minggu dan menghilang.

d. Tetanus sefalik : varian tetanus lokal yang jarang terjadi. Masa inkubasi

1-2 hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling

menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX, dan XI tersering saraf

otak VII diikuti tetanus umum.

Kalsifikasi beratnya tetanus oleh albert :

a. Derajat I (ringan) : trismus (kekakuan otot mengunyah) ringan sampai

sedang, sepastisitas general, tanpa gangguan pernapasan, tanpa spasme,

sedikit atau tanpa disfagia.

21
b. Derajat II (sedang) : trismus sedang, regiditas yang nampak jelas,

spasme singkat ringan sampai sedang, gangguan pernapasan sedang,

respirasi kurang lebih 30x/menit, difagia ringan.

c. Dearajat III (berat) : trismus berat, spastisitas generaisata, spasme reflek

berkepanjangan, respirasi kurang lebih 40x/menit serangan apnea,

difagia berat, takikardia kurang lebih 120.

d. Derajat IV (sangat berat) : dearajat tiga dengan gangguan otomik berat

melibatkan sistem kardiovaskuler. Hipotensi berat dan takikardia terjadi

berselingan dengan hipotensi dan bradikardia, salah satunya dapat

menetap (sudoyo aru, dkk, 2009).

5. Manifestasi Klinis

Periode inkubasi (rentang waktu antara trauma dan gejala pertama) rata-rata

7-10 hari dengan rentang 1-60 hari. Onset (rentang waktu antara gejala

pertama dengan spasme pertama) bervariasi antara 1-7 hari. Minggu

pertama : regiditas, spasme otot. Gangguan otot nomik biasanya dimulai

beberapa hari setelah spasme dan bertahan sampai 1-2 minggu tetapi

kekakuan tetap bertahan lebih lama. Pemulihan bisa memerlukan waktu 4

minggu (Sudoyo Aru,dkk, 2009)

Pemeriksaan fisis :

a. Trismus adalah kekakuan otot mengunyah sehingga sukar membuka

mulut.

22
b. Risus sardonicus, terjadi sebagai kekakuan otot mimic, sehingga tampak

dahi mengkerut, mata agak tertutup, dan sudut mulut tertarik keluar ke

bawah.

c. Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti : otot

punggung, otot leher, otot badan, dan trunk muscle. Kekakuan yang

sangat berat dapat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur.

d. Otot didnding perut kaku sehingga dinding perut seperti papan.

e. Bila kekeauan semakin berat, akan timbul kejang umum yang awalnya

hanya terjadi setelah dirangsang misalnya dicubit digerakkan secara

kasar, atau terkena sinar yang kuat.

f. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernapasan akibat kejang

yang terus menerus atau oleh kekakuan otot laring yang dapat

menimbulkan anoksia dan kematian (sumarmo, 2002).

6. Patofisiologi

Penyakit tetanus terjadi karena adanya port dientry ( jalan masuk) berupa

adanya luka pada tubuh, seperti luka tertusuk paku, pecahan kaca, atau

kaleng, luka tembak, luka bakar, luka digigit serangga, infeksi gigi, infesksi

telinga , luka bekas suntikan, luka yang kotor dan pada bayi dapat melalui

tali pusat. Kuman clostridium tetani masuk kedalam tubuh, didalam tubuh

dia membentuk spora, lalu spora tersebut menjadi bentuk vegetatif dan

spora berkembang. Organisme multipel membentuk 2 toksin yaitu

tetanuspasmin dan tetanulisin. Tetanuspasmin yang merupakan toksin kuat

dan atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot,

23
dan mempngaruhi sistem saraf pusat. Eksotoksin yang dihasilkan akan

mencapai pada sistem saraf pusat dengan melewati akson neuron atau

sistem vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau jaringan

saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin

yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh

aritititoksin. Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toksin adalah pertama

toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik

dibawah ke korno anterior susunan saraf pusat. Kedua, toksin diabsorbsi

oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri kemudian

masuk ke dalam susunan saraf pusat. Toksin bereaksi pada myoneural

junction yang menghasilkan otot-otot menjadi kejang dan mudah sekali

terangsang. Kekejangan otot tersebut dapat terjadi di otot punggung

(epistotonus), otot massester (perut menjadi keras seperti papan, perubahan

pola BAB), otot leher kaku ( kaku kuduk dan sulit menelan), otot muka

kaku (sardonic gren), spasme laring dan otot pernapasan ( merangsang

produksi air liur berlebihan dan mulut menjadi kaku serta sulit menelan),

otot uretral kaku (retensi urine). Tetanolisin menyebabkan sel darah merah

lisis sehingga jumlah eritrosit menurun yang mengakibatkan anemia dan

akhirnya penderita menjadi lemah. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan

rata-rata 10 hari (Martinko, 2006).

24
7. Pathway Tetanus

25
8. Komplikasi

a. Kematian (sudden cardiac death)

Kasus fatal sering terjadi terutamanya pada pasien yang berusia lebih

dari 60 tahun (18%) dan pasien yang tidak mendapat vaksinasi (22%).

Kematian sering diakibatkan oleh adanya produksi katekolamin yang

berlebihan dan adanya efek langsung tetanospasmin atau tetanolisin

pada miokardium.

b. Obstruksi jalan napas

Pasien tetanus sering merasa nyeri hebat waktu mengalami kejang

(spasme) hingga terjadinya laringospasme (spasme pita suara) hingga

menyebabkan obstruksi dan gangguan pada jalan napas.

c. Fraktur

Fraktur pada tulang vertebra atau tulang panjang bisa terjadi karena

kontraksi yang berlebih atau kejang yang kuat.

d. Hiperaktifitas sistem saraf otonomik

Efek samping yang terjadi pada keadaan ini adalah dengan

meningkatnya tekanan darah (hipertensi) dan denyut jantung yang tidak

normal.

e. Infeksi nosokomia

Infeksi nosokomial sering terjadi karena perawatan di rumah sakit yang

lama.

f. Infeksi sekunder

26
Infeksi sekunder dapat berupa sepsis akibat pemasangan

kateter,hospital-acquired pneumonias dan ulkus dekubitus.

g. Hypoxic injury, aspirasi pneumonia dan emboli paru

Emboli paru adalah masalah yang sering ditemukan pada pasien lanjut

usia dan pasien dengan penggunaan obat-obatan. Aspirasi pneumonia

adalah komplikasi lanjut pada tetanus dan sering ditemukan pada 50 -

70% pasien yang diotopsi. (Hendarwanto,2004).

9. Pemeriksaan penunjang

a. EKG: interval CT memanjang karena segment ST. Bentuk takikardi

ventrikuler (Torsaderde pointters)

b. Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih

rendah kadar fosfat dalam serum meningkat.

c. Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen pada jaringan

subkutan atau basas ganglia otak menunjukkan klasifikasi

(Muttaqin, 2008).

10. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Medis

Prinsip :

 Mengeliminasi bakteri dalam tubuh untuk mencegah pengeluaran

tetanospasmin lebih lanjut

 Menetralisir tetanospasmin yang beredar bebas dalam sirkulasi

(belum terikat dengan sistem saraf pusat)

27
 Meminimalisasi gejala yang timbul akibat ikatan tetanospasmin

dengan sistem saraf pusat

Terapi umum :

1. Semua pasien disarankan untuk menjalani perawatan di ruang ICU

yang tenang supaya bisa dimonitor terus-menerus fungsi vitalnya.

Pasien dengan tetanus tingkat II, III, IV sebaiknya dirawat di ruang

khusus dengan peralatan intensif yang memadai serta perawat yang

terlatih untuk memantau fungsi vital dan mengenali tanda aritmia.

Hendaknya pasien berada di ruangan yang tenang dengan maksud

untuk meminimalisasi stimulus yang dapat memicu terjadinya

spasme.

2. Netralisasi toksin dengan tetanus antitoksin (TAT)

- hiperimun globulin (paling baik)

Dosis: 3.000-6.000 unit IM

Waktu paruh: 24 hari, jadi dosis ulang tidak diperlukan

Tidak berefek pada toksin yang terikat di jaringan saraf; tidak

dapat menembus barier darah-otak

- Antitoksin serum

Serum anti tetanus (ATS) menetralisir toksin yang masih

beredar.

Dosis: 100.000 unit, dibagi dalam 50.000 unit IM dan 50.000

unit IV, pelan setelah dilakukan skin test

28
3. Perawatan luka

 Bersihkan, kalau perlu didebridemen, buang benda asing,

biarkan terbuka (jaringan nekrosis atau pus membuat kondisis

baik C. Tetani untuk berkembang biak)

 Penicillin G 100.000 U/kg BB/6 jam (atau 2.000.000 U/kg

BB/24 jam IV) selama 10 hari

 Alternatif

 Tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari (max 2 gr) terbagi dalam 3

atau 4 dosis

 Metronidazol yang merupakan agent anti mikribial.

Kuman penyebab tetanus terus memproduksi eksotoksin yang

hanya dapat dihentikan dengan membasmi kuman tersebut

B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Tetanus

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan merupakan langkah pertama dari proses

keperawatan dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari Pasien

sehingga akan deketahui bebagai permasalahan yang ada. Untuk melakukan

langkah pertama ini diperlukan pengetahuan dan kemampuan yang harus

dimiliki oleh perawat diantaranya pengetahuan tentang kebutuhan atau

sistem biopsikososial dan spiritual bagi manusia yang memandang manusia

dari aspek biologis, psikologis, sosial dan tinjauan dari aspek spiritual, juga

pengetahuan akan kebutuhan perkembangan manusia (tumbuh kembang

dari kebutuhan dasarnya), pengetahuan tentang konsep sehat dan sakit,

29
pengetahuan tentang patofisiologi dari penyakit yang dialami, pengetahuan

tentang sistem keluarga dan kultur budaya serta nilai-nilai keyakinan yang

dimiliki Pasien (Hidayat, 2008).

a. Identitas

Identitas pasien mencakup nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa,

agama, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, alamat, tanggal masuk

Rumah Sakit, cara masuk Rumah Sakit, no registrasi, diagnosa masuk

Rumah Sakit.

- Identitas penanggung jawab mencakup nama, hubungan dengan

pasien, pekerjaan dan alamat.

b. Riwayat Kesehatan

- Keluhan utama

Sering menjadi alasan Pasien atau orang tua membawa

anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas

badan tinggi, kejang dan penurunan tingkat

kesadaran (Muttaqin,2008).

- Riwayat penyakit sekarang

Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk

mengetahui predisposisi penyebab sumber luka. Tanyakan dengan

jelas gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh,

bertambah buruk. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk

dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya

kejang, stimulus apa yang sring menimbulkan kejang, dan

30
tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan

keluhan kejang tersebut. Adanya penurunan atau perubahan pada

tingkat kesadaran dihubungkan dengan toksin tetanus yang

menginflamasi jaringan otak. Keluhan perubahan perilaku juga

umum terjadi. Seuai perkembangan penyakit, dapat terjadi

letargik, tidakresponsif, dan koma (Muttaqin, 2008).

c. Riwayat penyakit dahulu

Pengkajian penyakit yang pernah dialami Pasien yang

memungkinkan adanya hubungan atau predisposisi keluhan sekarang

meliputi pernahkah Pasien mengalami luka dan luka tusuk yang dalam

misalnya tertususk paku, pecahan kaca, terkena kaleng, atau luka yang

menjadi kotor; karena terjatuh di tempat yang kotor dan terluka atau

kecelakaan dan timbul luka yang tertutup debu/kotoran. Juga luka bakar

dan patah tulang terbuka. Adakah port d’entrée lainnya seperti luka

gores yang ringan kenudian menjadi bernanah; gigi berlubang dikorek

dengan benda yang kotor (Muttaqin, 2008)

d. Riwayat penyakit keluarga

Yang perlu dikaji adalah apakah dalam keluarga ada yang

menderita penyakit yang sama karena faktor genetik atau keturunan

(Sidarta, 2005).

2. Pengkajian Psikososiospiritual

Pengkajian mekanisme koping yang digunakan Pasien juga penting untuk

menilai respons emosi Pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan

31
perubahan peran Pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau

pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun

dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada Pasien yaitu

timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan

untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya

yang salah (gangguan citra tubuh).

Pada pengkajian pada Pasien anak perlu diperhatikan dampak hospitalisasi

pada anak dan family center. Anak dengan tetanus sangat rentan terhadap

tindakan invasif yang sering dilakukan untuk mengurangi keluhan, hal ini

memberi dampak pada stres anak dan menyebabkan anak kurang kooperatif

terhadap tindakan keperawatan dan medis. Pengkajian psikososial yang

terbaik dilaksanakan saat observasi anak-anak bermain atau selama

berinteraksi dengan orang tua. Anak-anak sering kali tidak mampu untuk

mengekspresikan perasaan mereka dan cenderung untuk memperlihatkan

masalah mereka melalui tingkah laku.

a. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual (Handerson, 2008).

Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, penulis menggunakan

konseptual Virginia Handerson, dimana terdapat 14 komponen

meliputi :

1. Bernapas

Apakah Pasien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan

otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan yang

32
sering didapatkan pada Pasien tetanus yang disertai adanya

ketidak efektifan bersihan jalan nafas.

2. Nutrisi

Yang perlu dikaji adalah bagaimana kebiasaan makanan yang

dikonsumsi dan hal apa saja yang dirasakan dalam memenuhi

kebutuhan nutrisi seperti rasa haus, rasa lapar dan lemah.

Gangguan gastrointesstinal yang sering adalah mual, nyeri

lambung yang mneybabkan klien tidak nafsu makan. Mual

sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam

lambung. Pemenuhan nutrisi pada Pasien tetanus menurun karena

anoreksia dan adanya kejang, kaku dinding perut (perut papan)

merupakan tanda khas dari tetanus. Adanya spasme otot

menyebabkan kesulitan BAB.

3. Eliminasi

Penurunan volume haluaran urin berhubungan dengan penurunan

perpusi dan penurunan curah jantung ke ginjal. Adanya retensi

urin karena kejang umum. Pada Pasien yang sering kejang

sebaiknya pengeluaran urine dengan menggunakan kateter.

4. Aktivitas

Adanya kejang umum sehingga mengganggu mobilitas Pasien

dan menurunkan aktivitas sehari-hari. Perlu dikaji apabila Pasien

mengalami patah tulang terbuka yang memungkinkan por de

entréekuman Clostridium tetani, sehingga memerlukan perawatan

33
luka yang optimal. Adanya kejang memberikan resiko pada

praktur pertebra pada bayi, ketegangan, dan spasme otot pada

abdomen.

5. Istirahat dan tidur

Perlu dikaji kebiasaan tidur dan istirahat klien dan hal-hal yang

dirasakan yang dapat mengganggu istirahat dan tidur pasien.

6. Personal Hygiene

Kebiasaan klien dengan pemeliharaan dan perawatan kesehatan

diri sendiri misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian.

7. Mempertahankan temperatur tubuh dan suhu tubuh

Pada Pasien tetanus biasanya di dapatkan peningkatan suhu tubuh

lebih dari normal 38-40 0C. Keadaan ini biasanya dihubungkan

dengan proses implamasi dan toksin tetanus yang sudah

mengganggu pusat pengatur suhu tubuh.

8. Rasa aman dan nyaman

Masing-masing individu mempunyai pandangan berbeda

mengenai kenyamanan diri, rasa nyaman dan aman dapat

terganggu bila terjadi kejang berulang.

9. Berkomunikasi dengan orang lain / sosialisasi

Dalam hubungan dengan keluarga, teman,

tetangga, pasien dengantetanus dapat menjadi labil karena selalu

memikirkan penyakit yang dideritanya sehingga akan

berpengaruh pada sosialisasi pasien.

34
10. Kebutuhan spiritual / beribadah

Kebiasaan dalam melaksanakan dan menjalankan ibadah sesuai

dengan kepercayaannya.

11. Belajar

Dikaji mengenai pentingnya belajar tentang kesehatan terutama

yang berhubungan dengan pengelolaan penderita tetanus

3. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum : biasanya pasien dengan penyakit tetanus keadaan

umumnya sedang

b. Kesadaran : Kesadaran Pasien biasanya kompos mentis. Pada keadaan

lanjut tingkat kesadaran Pasien tetanus mengalami penurunan pada

tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila Pasien sudah

mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai

tingkat kesadaran Pasien dan bahan evaluasi untuk monitoring

pemberian asuhan.

c. Tanda-tanda vital : Pada Pasien tetanus biasanya di dapatkan

peningkatan suhu tubuh lebih dari normal 38-40 0C. Keadaan ini

biasanya dihubungkan dengan proses implamasi dan toksin tetanus yang

sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi

terjadi berhubungan penurunan perfusi jaringan otak. Apabila disertai

peninhkatan frekuensi pernafasan sering berhubungan dengan

peningkatan laju umum. TD biasanya normal.

35
d. pemeriksaan fisik head to toe

1. Kepala

- Inspeksi :

Biasanya tingkat kesadaran pasien tetanus composmentis, pada

keadaan lanjut kesadaran pasien tetanus mengalami penurunan

pada tingkat letargi, stupor, dan medikamentosa.

- Palpasi :

Biasanya pada pasien tetanus tidak ada kelainan pada kepala,

seperti benjolan, dan massa.

2. Telinga

- Inspeksi :

Biasanya pada pasien tetanus tidak terdapat tuli konduktif dan

tuli persepsi.

- Palpasi :

Biasanya pada pasien tetanus tidak ada nyeri tekan pada

telinga.

3. Mata

- Inspeksi :

Biasanya pada pasien tetanus tes fungsi pengelihatan pada

kondisi normal.

- Palpasi :

Biasanya pada pasien tetanus konjungtiva pucat, tidak ada nyeri

tekan.

36
4. Hidung

- Inspeksi :

Biasanya pada pasien tetanus tidak ada gangguan, tidak ada

gangguan pada fungsi penciuman, sputum hidung utuh.

- Palpasi :

Biasanya tidak ada gangguan dan tidak ada nyeri tekan.

5. Mulut

- Inspeksi :

Biasanya pada pasien tetanus refleks maseter meningkat, mulut

condong ke depan seperti mulut ikan (ini adalah gejala khas

dari tetanus), penurunan kemampuan menelan kurang baik,

kesulitan membuka mulut (trismus), lidah simetris, tidak ada

deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra

pengecapan normal.

- Palpasi :

Biasanya pada pasien tetanus bibirnya teraba kaku karena ada

ketegangan otot rahang.

6. Leher

- Inspeksi :

Biasanya pada pasien tetanus didapatkan kaku kuduk,

ketegangan otot rahang dan leher mendadak.

37
7. Dada/ thoraks

- Inspeksi :

Biasanya pada pasien tetanus adanya batuk, adanya produksi

sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan

peningkatan frekuensi napas, yang sering didapatkan pada

pasien tetanus dan disertai dengan ketidak efektifan bersihan

jalan napas.

- Palpasi :

Biasanya pada pasien tetanus thorax terdapat taktil premitus

seimbang kiri dan kanan.

- Auskultasi :

Biasanya pada pasien tetanus terdapat bunyi tambahan seperti

ronchi, peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk

menurun.

8. Abdomen

- Inspeksi :

Biasanya pada pasien tetanus terdapat mual sampai muntah,

disebabkan peningkatan asam lambung.

- Palpasi :

Biasanya pada pasien tetanus terjadi kaku dinding perut (perut

papan) merupakan tanda khas pada tetanus, dan sapasme otot

menyebabkan kesulitan BAB.

- Auskultasi :

38
Biasanya pada pasien tetanus bising ususnya meningkat di atas

normal 16-20x/menit.

9. Genetalia

- Inspeksi :

Biasanya pada pasien tetanus penurunan volume urin output

berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah

jantung ke ginjal, adanya retensi urine karena kejang umum,

biasanya akan terpasang kateter urin.

10. Ekstremitas

- Inspeksi :

Biasanya pada pasien tetanus adanya kejang umum sehingga

mengganggu mobilitas pasien, tidak ditemukan adanya tremor.

- Palpasi :

Biasanya pada pasien tetanus pemeriksaan refleks profunda,

pengetukan pada tendon, ligamen atau periostium, derajat

refleks pada repons normal.

4. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik dengan respon

individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual

atau potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya,

perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan

intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi,

mencegah dan merubah status kesehatan Pasien (Hidayat, 2008).

39
Diagnosa keperawatan terdiri dari:

a. Analisa Data

Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan

menghubungkan data tersebut dengan konsep teori dan prinsip

relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan

masalah kesehatan dan keperawatan Pasien (Hidayat, 2008).

No Symptom Etiologi Problem

1 DS : Obstruksi jalan napas Bersihan jalan napas tidak

a. Pasien biasanya akan  efektif

mengeluh sesak Spasme jalan napas

b. Biasanaya pasien akan 

mengeluh Batuk, Adanya jalan napas buatan

adanya penumpukan 
sekret Mokus dalam jumlah
DO : berlebihan
a. Sekresi pada mulut

b. sputum dalam jumlah
Eksudat dalam jalan alveoli
yang berebihan

c. Pernafasan spontan dan
Jalan nafas tidak efektif
ngorok
(aspiksia)
d. Pemeriksaan paruRR

24 x/ menit

40
2 DS: - Trauma Ketidakefektifan

DO:  termoregulasi

a. frekuensi suhu tubuh Penyakit

dia atas normal 38- 

400C Kuman berkembang biak dan

b. Kulit kemerahan memperbanyak diri


c. Akaral hangat 
d. Menggigil dan kejang Menghasilkan toksin tetanus

yang menyebar ke seluruh

tubuh

Ketidakefektifan

termoregulasi

3 DS:- Menghambat penghantaran Gangguan ventilasi spontan

DO: neurotransmiter

a. penurunan kerjasama 

b. Penurunan PO2 Spasme otot

c. Penurunan SaO2 

d. Penurunan volume Timbul gejala kejang

tidal 
e. Dispnea Kehilanagan koordinasi otot
f. Peningkatan frekuensi besar dan kecil paru
jantung

g. Peningkatan gangguan
Keletihan otot pernapasan
otot aksesorius

Gangguan ventilasi spontan

41
4 DS: Spasme otot Intoleransi aktivitas

a. pasien mengatakan 

merasa lemah Timbul gejala kejang

b. Pasien mengatakan 

merasa letih Otot gerak/ekstremitas

c. Pasien mengatakan 
tidak nyaman saat Kekakuan
beraktivitas

DO:
Immobilisasi
a. respon tekanan darah

abnormal terhadap
Intoleransi aktivitas
aktivitas

b. Ketidaknyamanan saat

beraktivitas

c. Tampak letih dan

lemah

5 DS: Spasme otot Nyeri akut

a. pasien melaporkan rasa 

nyeri secara verbal Timbul gejala kejag

b. Pasien mengatakan 

sulit tidur karena nyeri Kekakuan

DO: 
a. pasien tampak Nyeri akut
meringis kesakitan

b. Pasien tampak sulit

tidur karena nyeri

42
6 DS : Indikasi trakheostomi Resiko infeksi

a. Pasien mengatakan 

kaku pada rahang Resiko infeksi

b. Pasien bisanya

mengatakan sulit

berbicara dan

mengeluarkan suara

c. Pasien biasanya

mengeluh sulit menelan

d. Sesak

DO :

a. pasien tampak

rahangnya kaku

b. Pasien tampak sulit

berbicar a dan

mengeluarkan suara

c. Sulit menelan

d. Pasien tampak sesak

b. Diagnosa Keperawatan

1) Bersihan jalan napas tidak efektif

berhubungan dengan obstruksijalan napas,spasme jalan

napas, di tandai dengan, Pasien biasanya akan mengeluh

sesak, Batuk, adanya penumpukan sekret, Sekresi pada

mulut, sputum dalam jumlah yang

43
berebihan, Pernafasan spontan dan ngorok, Pemeriksaan

paru RR 24 x/ menit.

2) Ketidak efektifan termoregulasi berhubungan dengan

trauma, penyaakit, Kuman berkembang biak dan

memperbanyak diri, Menghasilkan toksin tetanus yang

menyebar ke seluruh tubuh di tandai dengan frekuensi

suhu tubuh dia atas normal 38-400C, Kulit kemerahan,

Akaral hangat, Menggigil dan kejang.

3) Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan

Menghambat penghantaran neurotransmiter, Spasme

otot, Timbul gejala kejang, Kehilanagan koordinasi otot

besar dan kecil paru di tandai dengan penurunan

kerjasama, Penurunan PO2, Penurunan SaO2,

Penurunan volume tidal, Dispnea, Peningkatan

frekuensi jantung.

4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Spasme otot,

Timbul gejala kejang, Otot gerak/ekstremitas,

Kekakuan, Immobilisasi di tandai dengan pasien

mengatakan, merasa lemah, Pasien mengatakan merasa

letih, Pasien mengatakan tidak nyaman saat

beraktivitas, respon tekanan darah abnormal terhadap

aktivitas, Ketidaknyamanan saat beraktivitas, Tampak

lrtih dan lemah

44
5) Nyeri akut berhubungan dengan Spasme otot,

Timbul gejala kejag, Kekakuan, ditandai dengan pasien

melaporkan rasa nyeri secara verbal, Pasien mengatakan

sulit tidur karena nyeri, pasien tampak meringis

kesakitan, Pasien tampak sulit tidur karena nyeri.

6) Resiko infeksi berhubungan dengan Indikasi

trakheostomi ditandai dengan pasien mengatakan kaku

pada rahang, Sulit berbicara dan mengeluarkan suara,

Sulit menelan, Sesak, pasien tampak rahangnya kaku,

Pasien tampak sulit berbicar dan mengeluarkan suara,

Sulit menelan, Pasien tampak sesak (Nanda, 2012).

5. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik

yang diharapkan dari pasien dan atau tindakan yang harus dilakukan

oleh perawat. Intervensi keperawatan dipilih untuk membantu pasien

dalam mencapai hasil pasien yang diharapkan dan tujuan

pemulangan. Harapannya adalah bahwa perilaku yang

dipreskripsikan akan menguntungkan pasien dan keluarga dalam

cara yang dapat diprediksi, yang berhubungan dengan masalah yang

diidentifikasikan dan tujuan yang telah dipilih (Hidayat, 2008).

45
Tabel 2.2: Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA KRITERIA INTERVENSI

NOC NIC

1 Ketidakefektifan termoregulasi NOC : NIC :

Definisi : fruktuasi suhu diantara a. Hidration Temperatur regulation

hipotermia dan hipertermia b. Aderense behavior (pengaturan suhu) :

Batasan karakteristik : c. Immune status a. Monitor suhu minimal tiap 2

1. Dasar kuku sianostik. d. Risk kontrol jam

2. Fruktasi suhu tubuh di atas dan die. Risk detektion b. Rencanakan monitoring suhu

bawah kisaran normal Kriteria hasil : secara kontinue

3. Kulit kemerahan a. Keseimbangan antara produksi panas, c. Monitor tanda-tanda vital

4. Hipertensi panas yang diterima, dan kehilangan d. Monitor warna dan suhu kulit

5. Peningkatan suhu tubuh di atas panas. e. Monitor tanda hipertermi dan

kisaran normal b. Keseimbangan antara produksi panas, hipotermi

6. Peningkatan frekuensi panas yang diterima, dan kehilangan f. Tingkatkan intake dan nutrisi

pernapasan panas selama 28 hari pertama g. Ajarkan pada pasien cara

7. Sedikit menggigil, kejang kehidupan. mencegah keletihan akibat

8. Pucat sedang c. Keseimbangan asam basa bayi baru panas

9. Piloereksi lahir. h. Diskusikan tentang

10. Penurunan suhu tubuh dibawah d. Temeperatur stabil : 36,5-37 0C. pentingnya pengaturan suhu

kisaran normal e. Tidak ada kejang dan kemungkinan efek negatip

11. Kulit dingin, kulit hangat f. Tidak ada perubahan warna kulit. dari kedinginan

12. Pengisian ulang kapiler yang g. Glukosa darah stabil. i. Beritahu tentang indikasi

lambat, takikardi h. Pengendalian resiko : hipertermia. terjadinya keletihan dan

Faktor yang berhubungan : i. Pengendalian resiko : hipotermia. penanganan emergensi yang

1. Usia yang ekstrim j. Pengendalian resiko : proses menular. diperlukan

2. Flugtuasi suhu lingkungan k. Pengendalian resiko : paparan sinar j. Ajarkan indikasi dari

46
3. Penyakit matahari. hipotermi dan pemasangan

4. Trauma yang diperlukan

k. Berikan antipiretik jika perlu

2 Resiko Infeksi NOC : NIC :

definisi : mengalami peningkatan a. Immune status

resiko terserang organisme b. Knoweledge : infection control Infection control (kontrol


patogenik c. Risk kontrol infeksi) :
faktor-faktor resiko : Kriteria hasil : 1. Bersihkan lingkungan setelah
1. Penyakit kronis a. Pasien bebas dari tanda dan gejala dipakai pasien lain
a. Diabetes melitus infeksi 2. Pertahankan teknik isolasi
b. Obesitas b. Mendeskripsikan proses penularan 3. Batasi pengunjung bila perlu
2. Pengetahuan yang tidak cukup penyakit, faktor yang mempengaruhi 4. Instruksikan pada pengunjung
untuk menghindaran pemajanan penularan serta penatalaksanaannya untuk mencuci tangan saat
patogen c. Menunnjukkan kemampuan untuk berkunjung dan setelah
3. Pertahan tubuh primer yang tidak mencegah timbulnya infeksi berkunjung meninggalkan
adekuat : d. Jumlah leukosit dalam batas normal pasien
a. Gangguan peritalsis e. Menunjukkan perilaku hidup dehat 5. Gunakan sabun antimikrobia
b. Kerusakan integritas kulit untuk mencuci tangan
(pemasangan kateter intravena, 6. Cuci tangan setiap sebelum
prosudur invasif) dan sesudah tindakan
c. Perubahan sekresi PH keperawatan
d. Penurunan kerja siliarsis 7. Gunakan baju, sarung tangan
e. Pecah ketuban dini sebagai alat pelindung
f. Pecah ketuban lama 8. Pertahankan lingkungan
g. Merokok aseptik selama pemasangan
h. Stasis cairan tubuh alat
i. Trauma jaringan (mis., taruma 9. Ganti letak IV ferifer dan line

47
destruksi jaringan) sentral dan dressing sesuai

4. Ketidak adekuatan pertahanan dengan petunjuk umum

sekunder : 10. Gunaan kateter intermiten

a. Penurunan hemoglobin untuk menurunkan infeksi

b. Imunosupresi (mi., imunitas kandung kemih

didapat tidak adekuat, agen 11. Tingkatkan intake nutrisi

farmasiutikal termasuk 12. Berikan terapi antibiotik bila

imunosupresan, steroid, antibodi perlu

monoglonal, imunomudulator) 13. Monitor tanda dan gejala

c. Supresi respon inflamasi infeksi sistemik dan lokal

5. Vaksinasi tidak adekuat 14. Monitor hitung granulosit,

6. Pemajanan terhadap patogen WBC

lingkungan meningkat 15. Monitor kerentanan terhadap

a. Wabah infeksi

7. Prosedur invasif 16. Batasi pengunjung

8. Malnutrisi. 17. Sering pengunjung terhadap

penyakit menular

18. Pertahankan teknik aspesis

pada pasien yang beresiko

19. Pertahnkan teknik isolasi k/p

20. Berikan perawatan kuliat pada

area epidema

21. Inspeksi kulit dan membran

mukosa terhadap kemerahan,

panas, darinase

22. Inspeksi kondisi luka/insisi

bedah

48
23. Motivasi masukan nutrisi

yang cukup

24. Motivasi masukan cairan

25. Motivasi istirahat

26. Instruksikan pasien minum

antibiotik sesuai resep

27. Ajarkan pasien dan keluarga

tanda dan gejala infeksi

28. Ajarkan cara nmenghindari

infeksi

29. Laporkan kecurigaan infeksi

30. Laporkan kultur positif

3 Ketidakefektifan bersihan jalan NOC : NIC :

napas a. Respiratory status : ventilation Airway suction

Definisi : ketidak mampuan b. Respiratory status : airway patency a. Pastikan kebutuhan

untuk membersihkan sekresi atau Kriteria hasil : oral/tracheal suctioning

obstruksi dari saluran pernapasan a. Mendemonstrasikan batuk efektif b. Auskultasi suara napas

untuk mempertahankan dansuara napas yang bersih, tidak ada sebelum dan sesudah

kebersihan jalan napas sianosis dan dispneu (manpu suctioning

Baatasan karakteristik : mengeluarkan sputum, mampu c. Informasikan pada pasien dan

a. Tidak ada batuk bernapas dengan mudah, tidak ada keluarga tentang suctioning

b. Suara napas tambahan pursed lips) d. Berikan O2 dengan

c. Perubahan prekuensi napas b. Menunjukkan jalan napas yang paten ( menggunakan nasal untuk

d. Perubaha irama napas pasien tidak merasa tercekik, irama memfasilitasi suksion

e. Sianosis napas, perkuensi napas dalam rentang nasotrakeal

f. Kusilitan berbicara atau normal, tidak ada suara napas e. Gunakan alat yang steril

mengeluarkan suara abnormal) setiap melakukan tindakan

49
g. Penuran bunyi napas c. Mampu mengidentifikasikan dan f. Anjurkan pasien untuk

h. Dispeneu mencegah faktor yang dapat istirahat dan napas dalam

i. Seputum dalam jumlah yang menghambat jalan napas. setelah kateter dikeluarkan

berlebihan dari nasotrakeal

j. Batuk yang tidak efektif g. Monitor status O2 pasien

k. Ortohopeneu h. Ajarkan keluarga bagaiman

l. Gelisah cara melakukan suction

m. Mata terbuka lebar i. Hentikan suction dan berian

Paktor-pakttor yang O2 apabila pasien

berhubungan: menunjukkan bradikardi,

1. Lingkungan : peningkatan saturasi O2, dll.

a. Perokok pasif Airway management

b. Mengisap asap a. Buka jalan naps, gunakan

c. Merokok teknik chinlift atau jaw thrust

bila perlu

2. Obstruksi jalan napas : b. Posiskan pasien untuk

a. Spasme jalan napas memaksimalkan ventilasi.

b. Mokus dalam jumlah berlebihan c. Identifikasi pasien perlunya

c. Eksudat dalam jalan alveoli pemasangan alat jalan napas

d. Materi asing dalam jalan napas buatan.

e. Adanya jalan napas buatan d. Pasang mayo bila perlu

f. Sekresi bertahan/sisa sekresi e. Lakukan fisioterapi dada bila

g. Sekresi dalam bronki perlu

3. Fisiolagis : f. Kelurkan sekret dengan batuk

a. Jalan napas alergik atau suction

b. Asma g. Auskultasi suara napas, catat

c. Penyakit paru obstruktif kronik adanya suara tambahan

50
d. Hiper plasi dinding bronkial h. Lakukan suction pada mayo

e. Infeksi i. Berikan bronkodilator bila

f. Dissfungsi neuromuskular perlu

4. Melaporkan gejala disteres j. Berikan pelembab udara kasa

5. Melaporkan rasa lapar basah NaCl lembab

6. Melaporkan gatal k. Atur intake untuk cairan

7. Melaporkan kurang puas dengan mengoptimalkan

keadaan keseimbangan

8. Melaporkan kurang senang l. Monitor respirasi dan status

dengan situasi tersebut O2 terapi

9. Gelsah

10. Berkeluh kesah

Faktor yang berhubungan

1. Gejal terkait penyakit

2. Sumber yang tidak adekuat

3. Kurang pengedalian lingkungan

4. Kurang privasi

5. Kurang kontrrol situasional

6. Stimulasi lingkungan yang

mengganggu

7. Efeks samping terkait terapi

(mis.,edikasi,radiasi)

4 Gangguan ventilasi spontan NOC : NIC :

Definisi : penurunan cadangan a. Respiratory status : airway patency Oxygen Therapy

energy yang mengakibatkan b. Mechanical ventilation weaning a. Bersihkan mulut,hidung dan

ketidakmampuan individu untuk response trakea sekresi

mempertahankan pernafasan yangc. Respiratory status : gas exchange b. Menjaga patensi jalan napas

51
tidak adekuat untuk menyokong d. Breathing pattern, ineffective c. Mengatur peralatan oksigen

kehidupan Kriteria hasil : dan mengelola melalui sistem,

Batasan karakteristik : a. Respon alergik sistemik : tingkat dipanaskan di lembabkan

1. Penurunan kerjasama keparahan respon hipersensitivitas d. Administer oksigen tambahan

2. Penurunan PO2 imun sistemik terhadap antigen seperti yang diperintahkan

3. Penurunan SaO2 lingkungan (eksogen) e. Memeantau posisi perangkat

4. Dispnea b. Respon ventilasi mekanik : pertukaran pengirima oksigen

5. Peningkatan frekuensi jantung alveolar dan perfusi jaringan didukung f. Secara berkala memeriksa

6. Peningkaatan laju metabolisme oleh ventilasi mekanik perangkat pengiriman oksigen

7. Peningkatan PCO2 c. Status pernafasan pertukaran gas : untuk memastikan bahwa

8. Peningkatan gelisah pertukaran CO2 atau O2 di alveolus konsentrasi yang ditentukan

9. Peningkatan otot aksesorius untuk mempertahankan konsentrasi gas sedang disampaikan

10. Ketakutan darah arteri dalam rentang normal g. Mengubah perangkat

d. Status pernafasan ventilasi : pergerakan pengiriman oksigen drai

Faktor yang berhubungan udara keluar-masuk paru adekuat masker untuk hidung Garpu

1. Faktor metabolik e. Tanda vital : tingkat suhu tubuh, nadi, saat makan,sebagai ditoleransi

2. Keletihan otot pernafasan pernafasan, tekanan darah, dalam h. Amati tanda-tanda oksigen

rentang normal diinduksi hipoventilasi

f. Menerima nutrisi adekuat sebelum, i. Memantau tanda-tanda

selama, dan setelah proses penyapihan toksisitas oksigen dan

dari ventilator penyerapan aktelektasis

j. Menyediakan oksigen saat

pasien diangkut

k. Aturlah untuyk pengguanaan

oksigen yang memudahkan

mobilitas.

52
5 Nyeri akut NOC : NIC :

Definisi : pengalaman sensori dan a. Pain level Pain management :

emosional yang tidak b. Pain kontrol a. Lakukan pengkajian nyeri

menyenangkan yang muncul c. Comport level secara komfrehensip termasuk

akibat kerusakan jaringan yang Kriteria hasil : lokasi, karakteristik, durasi,

aktual atau potensial atau a. Mampu mengontrol nyeri (tahu frekuensi, kualitas, dan faktor

digambarkan dalam hal kerusakan penyebab nyeri, mampu menggunakan presipitasi.

sedemikian rupa (internatioal teknik non farmakologi untuk b. Observasi reaksi non verbal

acocition for the study of pain) : mengurangi nyeri, mencari bantuan) dari ketidaknyamanan

awitan yang tiba-tiba atau lambat b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang c. Gunakan teknik komunikasi

dari integritas ringan hingga berat dengan menggunakan management terapeutik untuk mengetahui

dengan akhir yang dapat nyeri pengalaman nyeri pasien

diantisipasi taua diprediksi dan c. Mampu mengenali nyeri (skala, d. Kaji kultur yang

berlansung <6 bulan. intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri) memepengaruhi respon nyeri

d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri e. Evaluasi pengalaman nyeri

Batasan karakteristik : berkurang masa lampau

1. Perubahan selera makan f. Evaluasi bersama pasien dan

2. Perubahan tekanan darah tim kesehatan lain tentang

3. Perubahan prekuensi jantng ketidak efektifan kontrol nyeri

4. Perubahan frekuensi pernapasan masa lampau

5. Laporan isarat g. Bantu pasien dan keluarga

6. Diaporensis untuk mencari dan

7. Prilaku distraksi (mis.,berjalan menemukan dukungan

mondar mandir mencari orang h. Kontrol lingkungan yang

lain dan atau aktivitas lain, dapat memepengaruhi nyeri

aktivitas yang berulang) seperti suhu ruangan,

8. Mengekspresikan perilaku pencahayaan dan kebisingan

53
(mis.,gelisah, merengek, i. Kurangi faktor presipitasi

menangis) j. Pilih dan lakukan penanganan

9. Sikap melindungi area nyeri nyeri (farmakologi, non

10. Fokus menyempit (mis.,gangguan farmakologi, dan

persepsi nyeri, hambatan proses interpersonal)

berfikir, penurunan interaksi k. Kaji tipe dan sumber nyeri

dengan orang lain dan untuk menentukan intervensi

lingkungan) l. Ajarkan tentang teknik non

11. Indikasi nyeri yang dapat diamati farmakologi

12. Perubahan posisi untuk m. Berikan analagetik untuk

menhindari nyeri mengurangi nyeri

13. Sikap tubuh melindungi n. Evaluasi keefektifan kontrol

14. Dilatasi pupil nyeri

15. Meloprkan nyeri secara verbal o. Tingkatkan istirahat

16. Gangguan tidur p. Kolaborasikan dengan dokter

Faktor yang berhubungan : jika ada keluhan dan tindakan

1. Agen cedera (mis.,biologis, zat nyeri tidak berhasil

kimia, fisik, psikologis) q. Monitor penerimaan pasien

tentang management nyeri

Alagesik administration :

a. Menetukan lokasi,

karakteristik, kualitas, dan

derajat nyeri sebelum

pemberian obat

b. Cek instruksi dokter tentang

jenis obat, dosis, dan frekuensi

c. Cek riwayat alergi

54
d. Pilih obat analgesik yang

diperlukan atau kombinasi

dari analgesik ketika

pemberian lebih dari satu

e. Tentukan pemilihan analgesik

tergantung tipe dan beratnya

nyeri

f. Tentukan analgesik pilihaan,

rute pemberian, dan dosis

optimal

g. Pilih rute pemberian secara

IV, IM untuk pengobatan

nyeri secara teratur

h. Monitor vital sign sebelum

dan sesudah pemberian

analgesik pertama kali

i. Berikan analgesik tepat waktu

terutama saat nyeri hebat

j. Evaluasi efektivitas analgesik

tanda dan gejala.

6 Intoleransi aktivitas NOC : NIC :

Definisi : ketidakcukupan energi a. Energi konservation Aktivity therapy

psikologis fisiologis untuk b. Actviti tolerance a. Kolaborasikan dengan tenaga

melanjutkan atau menyelesaikan c. Self care : ADLs rehabilitasi medik dalam

aktivitas kehidupan sehari-hari Kriteria hasil : merencanakan program terapi

yang harus atau yang ingin di a. Berpartispasi dalam aktivitas fisik yang tepat

lakukan. tanpa disertai peningkatan tekanan b. Bantu pasien untuk

55
Batasan karakterstik : darah, nadi, dan RR mengidentifikasi aktivitas

1. Respon tekanan darah abnormal b. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari yang mampu di lakukan

terhadap aktivitas (ADLs) secara mandiri c. Bantu untuk memilih aktivitas

2. Respon frekuensi jantung c. Tanda-tanda vital normal konsisten yang sesuai dengan

aabnormal terhadap aktivitas d. Energi psikomotor kemampuan fisi.

3. Perubahan EKG yang e. Level kelemahan Bantu untuk

mencerminkan aritmia f. Mampu berpindah : dengan atau tanpa mengidentifikasi dan

4. Ketidaknyamanan setelah bantuan alat mendapatkan sumber yang

beraktivitas g. Status kardiopulmonary adekuat diperlukan untuk beraktivitas

5. Dispnea setelah beraktivitas h. Sirkulasi status baik yang diperlukan

6. Menyatakan merasa letih i. Ststus respirasi : pertukaran gas dan e. Bantu untuk mendapatkan alat

7. Menyatakan merasa lemah ventilasi adekuat bantuan aktivitas seperti kursi

Faktor yang berhubungan : roda, krek

1. Tirah baring atau imobilisasi f. Bantu untuk mengidentifikasi

2. Kelemahan umum aktivitas yang disukai

3. Ketidakseimbangan antara suplai g. Bantu pasien untuk membuat

dan kebutuhan oksigen jadwal latihan diwaktu luang

4. Imobilitas h. Bantu pasien atau keruarga

5. Gaya hidup monoton untuk mengidentifikasi

kekurangan dalam beraktivitas

i. Sediakan penguatan positif

bagi yang aktif beraktivitas

j. Bantu pasien untuk

mengembangkan motivasi diri

k. Monitor respon fisik, emosi,

sosial, dan spiritual

56
6. Implementasi Keperawatan

Merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan dimana

rencana perawatan telah ditentukan dan dilaksanakan. Selama

pelaksanaan /implementasi, perawat melaksanakan asuhan

keperawatan. Instruksi keperawatan di implementasikan

/dilaksanakan untuk membantu Pasien memenuhi kriteria hasil

(Hidayat, 2008).

Komponen tahap pelaksanaan/implementasi meliputi; pertama

tindakan perawatan mandiri (dilakukan tanpa pesan dokter), kedua

tindakan perawatan kolaboratif yaitu tindakan keperawatan yang

yang diimplementasikan bila perawat bekerja dengan anggota tim

perawat kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama

yang bertujuan untuk mengatasi masalah Pasien, ketiga dokumentasi

tindakan dan respon Pasien terhadap asuhan keperawatan (Hidayat,

2008).

7. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan

dengan cara menilai sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan

tercapai atau tidak. Evaluasi keperawatan dicatat disesuaikan dengan

setiap diagnosa keperawatan. Evaluasi untuk setiap dokumentasi

keperawatan meliputi data subjektif (S), data objektif (O), analisa

permasalahan (A) berdasarkan S dan O serta perencanaan ulang (P)

berdasarkan hasil analisa data diatas. Evaluasi mengharuskan

57
perawat melakukan pemeriksaan secara kritikal dan menyatakan

respon pasien terhadap intervensi (Hidayat, 2008).

Jenis Evaluasi (Hidayat, 2008).

a. Evaluasi Formatif

Evaluasi Formatif atau bisa juga dikenal sebagai evaluasi

proses yaitu evaluasi terhadap respon yang segera timbul setelah

intervensi keperawatan dilakukan. Respon yang dimaksud adalah

bagaimana pasien bereaksi secara fisik, sosial dan spiritual

terhadap intervensi yang baru saja diterima.

b. Evaluasi Sumatif

Evaluasi Sumatif atau evaluasi hasil adalah evaluasi respon

(jangka panjang) terhadap tujuan dengan kata lain bagaimana

penilaian terhadap perkembangan kemajuan ke arah tujuan atau

hasil akhir yang inginkan.

58
BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.I DENGAN SISTEM

NEUROMUSKULAR DI RUANG SERUNI RUMAH SAKIT PMI BOGOR

A. IDENTITAS KLIEN

Nama : Ny. I

Umur : 78 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Sindang Barang, Sela Kopi, Bogor

Status : Menikah

Agama : Islam

Suku : Sunda

Pendidikan : SLTP

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Tanggal masuk RS : 22 Oktober 2018 Jam 22.06 WIB

Tanggal pengkajian : 23 Oktober 2018 Jam 15.00 WIB

DX Medis : Tetanus

B. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB

Nama : Ny. D Y

Umur : 38 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Sindang Barang, Sela Kopi, Bogor

59
Pendidikan : SLTA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

C. PENGKAJIAN

1. Keluhan utama : sesak nafas

2. Riwayat penyakit sekarang : Sejak dua hari yang lalu mulut sulit

dibuka, kejang –kejang, leher kaku, sulit bicara, perut kaku dan keras,

banyak air liur yang keluar dari mulut, klien sering mengerang

kesakitan setelah kejang, nyeri diseluruh tubuh, menurut klien nyeri d

skala 4 (0-10), sesak nafas, sudah di bawa ke puskesmas, setelah

mendapat penjelasan dari petugas, akhirnya klien dan keluarga

bersedia untuk di rujuk ke RS

3. Riwayat Penyakit dahulu : keluarga mengatakan : Klien punya gigi

yang bolong, bila tidak nyaman, sering dicolok-colok dengan

menggunakan peniti, beberapa peniti diketahui karatan, tidak ada

riwayat penyakit kencing manis, hipertensi ataupun penyakit lainnya

4. Riwayat penyakit keluarga : dikeluarga tidak ada yang punya

penyakit menular maupun penyakit keturunan

5. Genogram

60
Keterangan Laki-laki =

Perempuan =

Pasien / klien =

6. Riwayat pekerjaan/ kebiasaan :

Klien seorang ibu rumah tangga, sehari-hari berkegiatan pengajian dan

banyak diam dirumah. Semenjak dua hari terakhir , klien hanya

mampu berbaring saja di tempat tidur, sekali-kali turun untuk ke kamar

mandi dengan penuh kesulitan saat berjalan nya.

7. Riwayat Alergi : Tidak ada riwayat alergi terhadap obat, makanan

maupun cuaca

8. Pengkajian Sistem Tubuh

a. Sistem Pernapasan

Inspeksi : bentuk dada normal chest, klien tampak agak sulit

bernafas,sering tampak kesulitan saat menelan ludah,

tidak terdapat cuping hidung, tidak terdapat retraksi dada

, tidak ada cyanosis, saat ini terpasang oksigen lembab

menggunakan nasal kanula dengan oksigen 4 liter/

menit, saturasi oksigen : 98 % RR: 30x/menit

Palpasi : tidak terdapat benjolan, vocal premitus sama pada kedua

paru

Perkusi : sonor

Auskultasi : terdapat ronchi , tidak terdapat wheezing.

61
b. Sistem Kardiovaskuler

Auskultasi : bunyi jantung 1 dan 2 tunggal, Tekanan Darah =

120/80 mmhg

Inspeksi : ictus kordis tidak terlihat, tidak ada peningkatan JVP

Palpasi : ictus cordis teraba, , Nadi 108x/menit

Perkusi : pekak.

c. Sistem Persyarafan

Nervus I : klien dapat membaui minyak kayu putih pada kedua

hidungnya.

Nervus III,IV,VI : bola mata dapat berputar, tidak terdapat

nistagmus maupun ptosis.

Nervus V : sensasi rasa pada kedua wajah sama, kekuatan otot

massester sama, teraba kaku.

Nervus VII :wajah tampak simetris saat tersenyum, klien dapat

merasakan manis obat lambung dan terasa pahit obat paracetamol.

Nervus VIII :klien bisa mendengar bunyi detak jam pada telinga

kiri dan kanan.

Nervus IX : klien sulit menelan ludah maupun cairan yang lain

Nervus X : klien mengalami kesulitan dalam menelan

Nervus XI : kaku leher dan kaku kuduk

Nervus XII : klien kesulitan saat membuka mulut/menjulurkan

lidah

62
d. Sistem Perkemihan

Inspeksi : Tidak ada penggembungan pada area supra pubik, klien

menggunakan folley catheter, produksi urine 200 cc/ 4

jam, warna urine jernih.

Palpasi : tidak teraba benjolan pada area supra pubik

e. Sistem Pencernaan

Inspeksi : perut tampak sedikit distensi

Palpasi : perut teraba keras seperti papan, tidak terdapat benjolan

pada perut

Perkusi : tidak ada kembung, suara tymphani

Auskultasi : bising usus 12x/menit

f. Sistem Muskuloskeletal

Inspeksi : mulut sulit dibuka, tidak ada oedema

Palpasi : tidak terdapat benjolan maupun deformitas

g. Sistim Endokrin

Inspeksi : tidak ada pembengkakan kelenjar thyroid

h. Sistim sensori persepsi/Pengideraan

Palpasi : klien dapat membedakan sentuhan benda dingin atau

panas.

i. Sistim integument

Inspeksi : kulit terlihat bersih, tidak ada lesi maupun jamur

Palpasi : teraba hangat, lembab dan berkeringat, tidak terdapat

benjolan, turgor kulit baik

63
j. Sistim imun dan hematologi

Inspeksi : tidak terdapat pruritis, rash pada wajah, sariawan

maupun jamur

Palpasi : tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening, tidak

terdapat perdarahan

k. Sistem Reproduksi

Inspeksi : organ genitalia bersih, tidak ada fluor albus maupun

perdarahan,tidak terdapat varices maupun prolaps uteri

Palpasi : tidak teraba benjolan pada area genetalia.

Klien seorang ibu yang melahirkan empat orang anak,

saat ini klien sudah menopause.

9. Pengkajian Fungsional

Pengkajian Di rumah Di rumah sakit

Fungsional

Oksigenasi Dua hari terakhir, klien sering merasa agak Merasa agak sesak, terpasang oksigen

sulit /sesak bernafas, tidak ada batuk, lembab melalui kanula sebanyak 4 liter/

lendir/air liur lebih banyak tapi agak sulit menit, saturasi oksigen : 98%

untuk ditelan/dikendalikan

Cairan dan Sulit membuka mulut, beberapa kali dicoba Masih tampak kesulitan membuka

Elektrolit minum/makanan cair, hanya habis 5 mulut, diberikan diet cair 6x 200 cc

sendok makan,itupun dilakukan dengan Tiap penyajian hanya habis 50 cc

susah payah, Saat ini terpasang cairan dekstrose 5%

Klien merasa banyak berkeringat 1500cc/hari

64
Nutrisi Sulit membuka mulut, beberapa kali dicoba diberikan diet cair 6x 200 cc

minum/makanan cair, hanya habis 5 Tiap penyajian hanya habis 50 cc

sendok makan,itupun dilakukan dengan

susah payah,

Aman dan Klien dan keluarga merasa tidak nyaman Klien dan keluarga masih merasa

Nyaman dengan sakitnya, setelah berunding, khawatir dengan sakit yang di derita

akhirnya klien dibawa ke rumah sakit saat ini, klien ingin segera sembuh.

Eliminasi Sudah tiga hari belum bab. Sejak datang belum bab, perut terasa tidak

Bak 4-5x sehari, di kamar mandi,klien nyaman.

jalan dengan dipapah ke kamar mandi Klien menggunakan selang kencing, urine

jernih, 400cc/6jam

Aktivitas dan Selama 3 hari terakhir, praktis klien hanya Semenjak d rumah sakit, klien lemah dan

Istirahat dapat berbaring dan sesekali duduk d kursi. lebih banyak tertidur, saat bangun masih

Klien kesulitan dalam istirahat dan tidur sering terjadi kejang . kebutuhan sehari-

karena semakin seringnya terjadi kejang hari klien dibantu keluarga dan petugas

yang tiba-tiba

Psikososial keseharian klien adalah seorang yang rajin Klien kooperatif terhadap keluarga dan

unyuk pergi mengaji bersama para tetangga petugas, saat jam besuk ada beberapa

di dekat rumah keluarga maupun tetangga yang dating

menengok klien.

Komunikasi Klien menggunakan komunikasi verbal, Klien menggunakan komunikasi verbal,

bahasa yang digunakan adalah bahasa bahasa yang digunakan adalah bahasa

Indonesia dan bahasa sunda, namun saat Indonesia dan bahasa sunda, namun saat

65
semakin sulit membuka mulut, kadang semakin sulit membuka mulut, kadang

klien menggunakan bahasa isyarat saat klien menggunakan bahasa isyarat saat

berkomunikasi berkomunikasi

Seksual Klien seorang ibu yang melahirkan empat Klien seorang ibu yang melahirkan empat

orang anak, saat ini klien sudah orang anak, saat ini klien sudah

menopause. menopause.

Tidak ada kelainan orientasi seksual Tidak ada kelainan orientasi seksual

Nilai dan Klien dan keluarga menganut agama islam, Klien muslimah, melakukan ritual

Keyakinan melakukan ritual keagamaan dengan keagamaan dengan berbaring, klien dan

berbaring, klien dan keluarga yakin bahwa keluarga yakin bahwa ini adalah ujian dan

ini adalah ujian dan yakin dengan berdoa yakin dengan berdoa dapat segera

dapat segera menyembuhkan penyakit ini menyembuhkan penyakit ini

Belajar Klien dan keluarga dapat memahami Klien dan keluarga dapat memahami

tentang penyakit yang sedang dialami oleh tentang penyakit yang sedang dialami oleh

klien klien

10. Pemeriksaan Penunjang

a. Hasil Laboratorium

Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi

22 oktober Haemoglobin 12,4 12-14

2018 Leukosit 10.700 4-10

Trombosit 220 150-450

Hematocrit 36 37-43

66
Eritrosit 3,5 4-5

b. Pemeriksaan Diagnostik

Tidak ada

11. Progam Terapi

Tetagam 3x 250 ui IV

Diazepam 3x5mg IV

Ceftriaxone 1x2 gr IV

Metronidazole 3x1

IVFD Dekstrose 5% 1500cc/hari

D. ANALISA DATA

Hari/Tgl/ Data Fokus Etiologi Problem

Jam

23/10/18 DS : Clostridium tetani Bersihan jalan nafas

klien mengatakan “ sering merasa tidak efektif

sesak dan banyak keluar air liur” Eksotoxin

DO : Hilangnya

k/u lemah,CM keseimbangan otot

Banyak secret/mucus untuk menelan

Klien terlihat sesak

RR : 32x/menit, Ada ronchi Air liur tidak tertelan

N : 108x/menit, TD : 120/80 mmhg

67
terpasang oksigen lembab melalui Akumulasi secret

kanula sebanyak 4 liter/ menit,

saturasi oksigen : 98% Bersihan jalan nafas

tidak efektif

23/10/18 DS : Clostridium tetani Risti cedera

keluarga mengatakan “ ibu saya

sering kejang” Eksotoxin

DO : Tetanoplasma

k/u lemah,CM

RR : 32x/menit, Ada ronchi Masuk SSP

N : 108x/menit, TD : 120/80 mmhg

Kejang rangsang (+) Neurotoksin

Mulut sulit dibuka

Kejang yang periodik

Risti cedera

68
23/10/18 DS : klien mengatakan “sulit menelan Clostridium tetani Resiko ketidak

ludah maupun cairan yang lain” seimbangan nutrisi

DO : Eksotoxin kurang dari

klien tampak kesulitan dalam kebutuhan tubuh

menelan Hilangnya

-diberikan diet cair 6x 200 cc, keseimbangan otot

namun tiap penyajian hanya habis untuk menelan

50 cc saja

IMT 24 Kesulitan menelan

Makanan dan minuman

Intake makanan kurang

nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

23/10/18 DS : Clostridium tetani Nyeri akut

klien sering mengerang kesakitan

setelah kejang, nyeri diseluruh tubuh, Eksotoxin

menurut klien nyeri d skala 4 (0-10)

Tetanoplasma

DO :

k/u lemah,CM Masuk SSP

Klien meringis kesakitan

69
Nyeri diskala 4 (0-10) Neurotoksin

Klien sering kejang

RR : 32x/menit, Ada ronchi Spasme otot

N : 108x/menit, TD : 120/80 mmhg

Kejang rangsang (+) Nyeri akut

23/11/18 DS : Clostridium tetani Hambatan mobilitas

Klien mengatakan “ badan terasa fisik

kaku” Eksotoxin

DO : Tetanoplasma

k/u lemah,CM

sering kejang, kaku kuduk, punggung Masuk SSP

Semenjak di rumah sakit, klien lemah

dan lebih banyak tertidur, kebutuhan Neurotoksin

sehari-hari klien dibantu keluarga dan

petugas Spasme otot

Hambatan mobilitas

fisik

70
23/11/18 DS : Clostridium tetani konstipasi

Klien mengatakan “ sejak 3 hari

sebelum masuk RS, saya blm BAB, Eksotoxin

perut terasa tidak nyaman”

DO : Tetanoplasma

perut tampak sedikit distensi

perut teraba keras seperti papan Masuk SSP

BU (+) 16x/ menit

Neurotoksin

Spasme otot perut

konstipasi

DIAGNOSE KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan Akumulasi secret .

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.

3. Konstipasi berhubungan dengan gangguan neurologis

4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan gangguan neuromuscular

5. Risti nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang.

6. Risti cedera berhubungan dengan gangguan fungsi psikomotor

71
Nama : Ny I Umur : 78 tahun No. Dokumen RM :0908960
Ruang : Seruni Kelas : tiga isolasi Tanggal : 23/11/2018

INTERVENSI
Hari Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi TTD
/Tgl/ Keperawatan
Jam
23/ Bersihan jalan nafas NOC : NIC :
10/ tidak efektifa. Respiratory status : ventilation Airway suction
18 berhubungan denganb. Respiratory status : airway patency  Informasikan pada pasien dan keluarga tentang kemungkinan
Jam Akumulasi secret Setelah dilakukan askep 3x24 jam, penggunaan suctioning
16. diharapkan Status respirasi: terjadi  Monitor status O2 pasien
00 DS : kepatenan jalan nafas dg Kriteria Hasil: Airway management
klien mengatakan “ o Buka jalan napas, gunakan teknik chinlift atau jaw thrust bila
sering merasa sesak Indicator Kaji Targ perlu
dan banyak keluar air et o Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
liur” Pasien tidak sesak nafas 3 5 o Pasang mayo bila perlu
 Kelurkan sekret dengan batuk atau suction bila perlu
auskultasi suara paru 3 5
DO :  Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan
k/u lemah,CM bersih RR
 Berikan bronkodilator bila perlu
Banyak secret/mucus tanda vital dbn 3 5  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
Klien terlihat sesak
Mampu mengidentifikasi 2 5  Monitor respirasi dan status O2 terapi
RR : 32x/menit, Ada
kan dan mencegah faktor
ronchi
yang dapat menghambat
N : 108x/menit, TD :
jalan napas
120/80 mmhg
terpasang oksigen
lembab melalui kanula
sebanyak 4 liter/ 1= Deviasi berat dari kisaran normal
menit, saturasi 2= Deviasi yg cukup2 berat dari kisaran
oksigen : 98% normal

72
3= Deviasi sedang dari kisaran normal

4= Deviasi ringan dari kisaran normal

5= Tidak ada deviasi dari kisaran normal

23/ Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :


10/ dengan agen cedera o Pain Level, Manajement nyeri
18 fisik o pain control,  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
Jam o comfort level termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
16 DS : Setelah dilakukan tindakan keperawatan dan faktor presipitasi
.00 klien sering mengerang selama 3x24 jam Pasien tidak mengalami  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
kesakitan setelah nyeri, dengan kriteria hasil:  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
kejang, nyeri diseluruh menemukan dukungan
tubuh, menurut klien Indicator Kaji Tar  Kurangi faktor presipitasi nyeri
nyeri d skala 4 (0-10), get  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
nyeri seperti ditarik-  Ajarkan tentang teknik non farmakologi: RR
Mampu mengontrol 2 5
tarik pada seluruh otot napas dala, relaksasi, distraksi, kompres
nyeri(tahu penyebab
nyeri) hangat/ dingin
DO :  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
k/u lemah,CM Manajemen lingkungan
mampu menggunakan 1 5
Klien meringis  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
tehnik nonfarmakologi
kesakitan seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
untuk mengurangi nyeri,
Nyeri diskala 4 (0-10)  Tingkatkan istirahat
mencari bantuan)
Klien sering kejang  Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri,
Melaporkan bahwa nyeri 2 5
RR : 32x/menit, Ada berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
berkurang dengan
ronchi

73
N : 108x/menit, TD : menggunakan ketidaknyamanan dari prosedur
120/80 mmhg manajemen nyeri  Monitor vital sign sebelum dan sesudah
Kejang rangsang (+) Mampu mengenali nyeri 3 5 pemberian analgesik pertama kali
(skala, intensitas,
frekuensi dan tanda RR
nyeri)

Menyatakan rasa nyaman 3 5


setelah nyeri berkurang

Tanda vital dalam 3 5


rentang
normal

Tidak mengalami 3 5
gangguan tidur

1= berat
2=cukup berat
3=sedang
4=ringan
5=tidak ada

74
23/ Konstipasi berhubungan NOC Konstipation atau impaction management
10/ dengan gangguan
18 neurologis Eliminasi usus - Monitor tanda dan gejala konstipasi
Jam DS : - Monitor pergerakan usus, frekuensi, konsistensi
16. Klien mengatakan “ Setelah dilakukan askep 3 x 24 jam pasien - Identifikasi diet penyebab konstipasi
00 sejak 3 hari sebelum tdk mengalami konstipasi dg kriteria : - Anjurkan pada pasien untuk makan buah-buahan dan
masuk RS, saya blm
Indikator Kaji Target makanan berserat tinggi
BAB, perut terasa tidak
nyaman” Pola 2 5 - Mobilisasi bertahap RR
DO : eliminasi - Anjurkan pasien u/ meningkatkan intake makanan dan cairan
perut tampak sedikit Kemudahan 3 5 - Evaluasi intake makanan dan minuman
distensi BAB Kolaborasi medis u/ pemberian laksan kalau perlu
perut teraba keras Pengeluaran 3 5
seperti papan feces tanpa
BU (+) 16x/ menit bantuan

1= Sangat terganggu

2= Banyak terganggu

3= Cukup terganggu

4= Sedikit terganggu

5= Tidak terganggu

75
23/ Hambatan mobilitas NOC : NIC :
10/ fisik berhubungan
18 gangguan Tingkat mobilitas Exercise therapy : ambulation
Jam neuromuscular Perawatan diri sehari - hari
16. DS : 1. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon RR
00 Klien mengatakan “ Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien saat latihan
badan terasa kaku” selama 3x24 jam, diharapkan klien dapat 2. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
melakukan pergerakan fisik dengan kriteria 3. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara
DO : mandiri sesuai kemampuan
hasil :
k/u lemah,CM
4. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
sering kejang, kaku Indicator Kaji Tar
kuduk, punggung kebutuhan ADLs ps.
get
Semenjak di rumah 5. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan
Klien meningkat dalam 2 5
sakit, klien lemah dan bantuan jika diperlukan
aktivitas fisik
lebih banyak tertidur,
kebutuhan sehari-hari Mengerti tujuan dari 2 5
klien dibantu keluarga peningkatan mobilitas
dan petugas
Memverbalisasikan 2 5
perasaan dalam
meningkatkan kekuatan
dan kemampuan
berpindah

76
1 = Sangat terganggu

2 = banyak terganggu

3 = cukup terganggu

4 = sedikit terganggu

5 = tidak terganggu
RR
NIC :
23/ Risti nutrisi kurang dari
10/ kebutuhan tubuh NOC : Nutrition Management
18 berhubungan dengan
Jam Nutritional Status : food and Fluid Intake  Kaji adanya alergi makanan
intake yang kurang
16.  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
Kriteria Hasil :
00 DS : klien mengatakan dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
“sulit menelan ludah Indicator Kaji Targ  Anjurkan os untuk meningkatkan intake Fe
maupun cairan yang et
lain”  Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
Mampu mengidentifikasi 2 5
DO :  Berikan substansi gula
kebutuhan nutrisi
klien tampak kesulitan  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
dalam menelan Tidak ada tanda tanda 4 5 mencegah konstipasi
-diberikan diet cair malnutrisi  Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan
6x 200 cc, namun dengan ahli gizi)
tiap penyajian hanya 1= sangat menyimpang dari rentang normal  Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
habis 50 cc saja
IMT 24 2=banyak menyimpang dari rentang normal  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
 Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

77
3= cukup menyimpang dari rentang normal  Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
4= sedikit menyimpang dari rentang normal
5= tidak menyimpang dari rentang normal Nutrition Monitoring
RR
 Monitor adanya penurunan berat badan
 Monitor lingkungan selama makan
 Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam
makan
 Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
 Monitor mual dan muntah
 Monitor makanan kesukaan
 Monitor pertumbuhan dan perkembangan
 Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor kalori dan intake nuntrisi

78
23/ Risti cedera NOC : NIC :
10/ berhubungan dengan Kontrol resiko Manajemen lingkungan
18 gangguan fungsi Setelah dilakukan askep 3x24 jam,  sediakan lingkungan yang aman untuk pasien RR
Jam psikomotor diharapkan cedera tidak terjadi, terjadi dg  Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan
16. DS : Kriteria Hasil: kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien
00 keluarga mengatakan  hindarkan lingkungan yang berbahaya
“ ibu saya sering Indicator Kaji Targ  pasang sidereal tempat tidur
kejang” et  anjurkan keluarga untuk menemani pasien
Pasien terbebas dari 2 5  berikan penjelasan pada pasien dan keluarga/peengunjung
DO : cedera adanya perubahan status kesehatan
k/u lemah,CM Klien mampu menjelas 2 5  batasi pengunjung
RR : 32x/menit, Ada kan metode/cara untuk
 kontrol lingkungan dari kebisingan
ronchi mencegah injuri/cedera
N : 108x/menit, TD : Mampu memodifikasi 2 5
120/80 mmhg gaya hidup untuk
Kejang rangsang (+) mencegah injuri
Mulut sulit dibuka Menggunakan fasilitas 2 5
kesehatan yang ada

Mampu mengenali 2 5
perubahan status
kesehatan

1= tidak pernah menunjukan


2= jarang menunjukan
3= kadang-kadang menunjukan
4= sering menunjukan
5= secara konsisten menunjukan

79
Nama : Ny I Umur : 78 tahun. No. Dokumen RM :0908960
Ruang : Seruni Kelas : tiga isolasi Tanggal : 23/11/2018

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Hari/ Diagnosa Jam Implementasi Respon TTD


Tgl/ Keperawatan
Seni Bersihan jalan  Melakukan pengkajian  k/u lemah,CM. Banyak
n nafas tidak efektif Memonitor keadaan umum dan tanda-tanda secret/mucus
23/11 berhubungan vital Klien terlihat sesak, RR :
/2018 dengan Akumulasi 32x/menit, Ada ronchi, N :
secret 108x/menit, TD : 120/80 mmhg,
terpasang oksigen lembab melalui RR
kanula sebanyak 4 liter/ menit,
saturasi oksigen : 98%
 Mengatur posisi tidur untuk memaksimalkan  Klien posisi tidur terlentang,
ventilasi. dengan satu bantal , miring kiri dan
kanan, RR : 32x/menit, Saturasi
Oksigen : 99%
 Memonitor status O2 pasien  Oksigen lembab terpasang 4
liter/menit,melalui nasal kanula
 Menganjurkan klien untuk mengeluarkan  Klien dapat mengeluarkan ludah
sekret dengan batuk lalu dibersihkan oleh keluarga
/petugas

 Melakukan auskultasi suara nafas  Suara nafas ada ronchi


Memonitor respirasi dan status O2 terapi

80
 Memberikan Informasikan pada pasien dan  Keluarga memahami
keluarga tentang kemungkinan penggunaan
suctioning
 Memberikan injeksi ceftriaxone 1 gr/IV  Tidak ada reaksi alergi terhadap
Metronidazole I fl obat injeksi tersebut

Se Nyeri akut  Melakukan pengkajian nyeri secara  Nyeri bila selesai kejang, diseluruh
nin berhubungan komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, tubuh, klien sering mengerang
23/11 dengan: Agen durasi, frekuensi, kualitas dan faktor kesakitan setelah kejang, nyeri
/2018 injuri fisik, presipitasi diseluruh tubuh, menurut klien nyeri
d skala 4 (0-10), RR
nyeri seperti ditarik-tarik pada
seluruh otot
 Melakuakn Observasi reaksi nonverbal dari  Klien tampak meringis
ketidaknyamanan  Tidak ada reaksi alergi terhadap obat
 Memberi injeksi diazepam 5 mg dioplos injeksi tersebut
dalam dextrose 5% 100 cc diberikan via infus
Tetagam 1 ampul/IM  Klien dan keluarga memahami
 Mengajarkan tentang teknik non farmakologi: Dapat melakukan teknik relaksasi
napas dala, relaksasi, distraksi.
 Kondisi ruangan nyaman,
 Melakukan kontrol terhadap lingkungan yang
pencahayaan minimal, tidak bising
dapat mempengaruhi nyeri

81
Se Konstipasi  Memoonitor tanda dan gejala konstipasi  Klien mengatakan belum bab 3 hari
nin berhubungan  Memonitor pergerakan usus, frekuensi,  Bising usus 16x/m
23/11 dengan gangguan konsistensi
/2018 neurologis  Klien minum jus pepaya setiap jam
 menganjurkan pada pasien untuk makan RR
10.00
buah-buahan dan makanan berserat tinggi
 Klien tampak bergerak miring
 Menganjuran mobilisasi bertahap kanan/kiri
 menganjurkan pasien u/ meningkatkan intake  Klien tampak bnyak makan sayur
makanan dan cairan dan minum air hanat

 Mengajarkan pasien dan keluarga tentang  Klien dan keluarga di ajarkan tehnik
Se Hambatan miring kanan-kiri secara perlahan-
nin mobilitas fisik teknik ambulasi pasien dan bagaimana
lahan dan saat klien tidak sedang
23/11 berhubungan merubah posisi dan berikan bantuan jika dalam periode kejang/yang aman
/2018 gangguan diperlukan
neuromuscular.  Memonitor vital sign sebelm/sesudah latihan  Vital sign sebelum dan sesudah, ada
dan lihat respon pasien saat latihan peningkatan jumlah nadi
Sebelum latihan nadi=80x/menit,
setelah latihan nadi=100x/menit
 Klien mampu miring kanan-kiri. RR
 Mengkaji kemampuan pasien dalam
Bisa juga tempat tidur dinaikan
mobilisasi sampai 45 derajat
klien tidak bisa duduk tanpa
bantuan
 Mendampingi keluarga dan Bantu pasien saat  Keluarga kooperatif saat
mendampingi petugas membantu

82
mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ADL klien
pasien

 Mengkaji adanya alergi makanan  Klien tidak ada alergi makanan


Seni Risti nutrisi  Diet cair 6x200 cc tinggi kalori
n kurang dari  Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk
protein
23/11 kebutuhan tubuh menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
/2018 dibutuhkan pasien.  Makanan cair yang disajikan
 Meyakinkan diet yang dimakan mengandung habis satu porsi dan jus diberikan
tinggi serat untuk mencegah konstipasi dengan cara perlahan via NGT
 Memberikan informasi tentang kebutuhan  klien dan keluarga memahami
nutrisi pentingnya kebutuhan nutrisi RR
untuk pasien
 klien masih tampak kesulitan saat
 Mengkaji kemampuan pasien untuk
membuka mulut dan menelan
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan  kulit lembab, turgor sedang
 Memonitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi,turgor kulit, kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah  Tidak ada mual dan muntah
 Memonitor mual dan muntah
 Memonitor kalori dan intake nuntrisi  Asupan nutrisi kurang dari 50%

83
Seni Risti cedera
n berhubungan
23/11 dengan factor  Menyediakan lingkungan yang aman untuk  Ruangan isolasi,lampu di redupkan,
/2018 fisik : periode pasien pengunjung dan penunggu dibatasi
kejang.
DS:klien mengata  Memasang sidereal tempat tidur  Side rel tempat tidur selalu
Kan “sering terpasang
merasa sesak dan  Menganjurkan keluarga untuk menemani  Klien selalu ditemani oleh keluarga
banyak keluar air pasien  Keluarga dan pengunjung mengerti,
liur”  Mengontrol lingkungan dari kebisingan mereka minimal mendatangi klien, RR
DO :k/u kecuali yang bagian berjaga
lemah,CM Ruangan hampir selalu tertutup
Banyak secret atau
mucus  Memberi injeksi diazepam 5 mg dioplos  Tidak ada reaksi alergi terhadap
Klien terlihat dalam dextrose 5% 100 cc diberikan via obat injeksi tersebut
sesak infus
RR : 32x/menit, Tetagam 1 ampul/IM
Ada ronchi
N : 108x/menit,
TD : 120/80 mmhg
terpasang oksigen
lembab melalui
kanula sebanyak 4
liter/ menit,
saturasi oksigen :
98%

84
Nama : Ny I Umur : 78 tahun. No. Dokumen RM :0908960
Ruang : Seruni Kelas : tiga isolasi Tanggal : 23/11/2018

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Hari/ Diagnosa jam Implementasi Respon TTD


Tgl/ Keperawatan
Selas Bersihan jalan  Melakukan pengkajian  k/u lemah,CM. Banyak
a nafas tidak efektif Memonitor keadaan umum dan tanda-tanda secret/mucus
24/11 berhubungan vital Klien terlihat sesak, RR :
/2018 dengan Akumulasi 32x/menit, Ada ronchi, N :
secret 108x/menit, TD : 120/80 mmhg,
terpasang oksigen lembab melalui RR
kanula sebanyak 4 liter/ menit,
saturasi oksigen : 98%
 Mengatur posisi tidur untuk memaksimalkan  Klien posisi tidur terlentang,
ventilasi. dengan satu bantal , miring kiri dan
kanan, RR : 32x/menit, Saturasi
Oksigen : 99%
 Memonitor status O2 pasien  Oksigen lembab terpasang 4
liter/menit,melalui nasal kanula
 Menganjurkan klien untuk mengeluarkan  Klien dapat mengeluarkan ludah
sekret dengan batuk lalu dibersihkan oleh keluarga
/petugas

85
 Melakukan auskultasi suara nafas  Suara nafas ada ronchi
Memonitor respirasi dan status O2 terapi
 Memberikan Informasikan pada pasien dan  Keluarga memahami
keluarga tentang kemungkinan penggunaan
suctioning
 Memberikan injeksi ceftriaxone 1 gr/IV  Tidak ada reaksi alergi terhadap
Metronidazole I fl obat injeksi tersebut

Selas Nyeri akut  Melakukan pengkajian nyeri secara  Nyeri bila selesai kejang, diseluruh
a berhubungan komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, tubuh, klien sering mengerang
24/11 dengan: Agen durasi, frekuensi, kualitas dan faktor kesakitan setelah kejang, nyeri
/2018 injuri fisik, presipitasi diseluruh tubuh, menurut klien nyeri
d skala 4 (0-10), RR
nyeri seperti ditarik-tarik pada
seluruh otot
 Melakuakn Observasi reaksi nonverbal dari  Klien tampak meringis
ketidaknyamanan
 Memberi injeksi diazepam 5 mg dioplos  Tidak ada reaksi alergi terhadap obat
dalam dextrose 5% 100 cc diberikan via infus injeksi tersebut
Tetagam 1 ampul/IM
 Mengajarkan tentang teknik non farmakologi:  Klien dan keluarga memahami
napas dala, relaksasi, distraksi. Dapat melakukan teknik relaksasi
 Melakukan kontrol terhadap lingkungan yang
 Kondisi ruangan nyaman,
dapat mempengaruhi nyeri
pencahayaan minimal, tidak bising

86
Selas Konstipasi  Memoonitor tanda dan gejala konstipasi  Klien mengatakan belum bab 3 hari
a berhubungan  Memonitor pergerakan usus, frekuensi,  Bising usus 16x/m
24/11 dengan gangguan konsistensi
/2018 neurologis  Klien minum jus pepaya setiap jam
 menganjurkan pada pasien untuk makan
10.00
buah-buahan dan makanan berserat tinggi
 Klien tampak bergerak miring
 Menganjuran mobilisasi bertahap kanan/kiri
 menganjurkan pasien u/ meningkatkan intake  Klen tampak bnyak makan sayur
makanan dan cairan dan minum air hanat

 Mengajarkan pasien dan keluarga tentang  Klien dan keluarga di ajarkan tehnik
Selas Hambatan miring kanan-kiri secara perlahan-
a mobilitas fisik teknik ambulasi pasien dan bagaimana
lahan dan saat klien tidak sedang
24/11 berhubungan merubah posisi dan berikan bantuan jika
dalam periode kejang/yang aman
/2018 gangguan diperlukan
neuromuscular.  Memonitor vital sign sebelm/sesudah latihan  Vital sign sebelum dan sesudah, ada
dan lihat respon pasien saat latihan peningkatan jumlah nadi
Sebelum latihan nadi=80x/menit, RR
setelah latihan nadi=100x/menit
 Mengkaji kemampuan pasien dalam  Klien mampu miring kanan-kiri.
Bisa juga tempat tidur dinaikan
mobilisasi sampai 45 derajat
klien tidak bisa duduk tanpa
bantuan
 Keluarga kooperatif saat

87
 Mendampingi keluarga dan Bantu pasien saat mendampingi petugas membantu
mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ADL klien
Selas Risti nutrisi  Mengkaji adanya alergi makanan  Klien tidak ada alergi makanan
a kurang dari
 Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk  Diet cair 6x200 cc tinggi kalori
24/11 kebutuhan tubuh protein
/2018 menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.  Makanan cair yang disajikan
 Meyakinkan diet yang dimakan mengandung habis satu porsi dan jus diberikan
tinggi serat untuk mencegah konstipasi dengan cara perlahan via NGT
 Memberikan informasi tentang kebutuhan  klien dan keluarga memahami
nutrisi pentingnya kebutuhan nutrisi RR
untuk pasien
 Mengkaji kemampuan pasien untuk  klien masih tampak kesulitan saat
membuka mulut dan menelan
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
 kulit lembab, turgor sedang
 Memonitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi,turgor kulit, kekeringan, rambut  Tidak ada mual dan muntah
kusam, dan mudah patah
 Memonitor mual dan muntah  Asupan nutrisi kurang dari 50%
 Memonitor kalori dan intake nuntrisi

 Ruangan isolasi,lampu di redupkan,


Selas Risti cedera  Menyediakan lingkungan yang aman untuk pengunjung dan penunggu dibatasi
a berhubungan pasien
24/11 dengan factor
/2018 fisik : periode  Side rel tempat tidur selalu RR
 Memasang sidereal tempat tidur terpasang
kejang.

88
DS:klien mengata  Menganjurkan keluarga untuk menemani  Klien selalu ditemani oleh keluarga
Kan “sering pasien
merasa sesak dan  Mengontrol lingkungan dari kebisingan  Keluarga dan pengunjung mengerti,
banyak keluar air mereka minimal mendatangi klien,
liur” kecuali yang bagian berjaga
DO :k/u Ruangan hampir selalu tertutup
lemah,CM  Memberi injeksi diazepam 5 mg dioplos  Tidak ada reaksi alergi terhadap
Banyak secret atau dalam dextrose 5% 100 cc diberikan via obat injeksi tersebut
mucus infus
Klien terlihat Tetagam 1 ampul/IM
sesak
RR : 32x/menit,
Ada ronchi
N : 108x/menit,
TD : 120/80 mmhg
terpasang oksigen
lembab melalui
kanula sebanyak 4
liter/ menit,
saturasi oksigen :
98%

89
Nama : Ny I Umur : 78 tahun. No. Dokumen RM :0908960
Ruang : Seruni Kelas : tiga isolasi Tanggal : 23/11/2018

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Hari/ Diagnosa jam Implementasi Respon TTD


Tgl/ Keperawatan
Rab Bersihan jalan  Melakukan pengkajian  k/u lemah,CM. Banyak
u nafas tidak efektif Memonitor keadaan umum dan tanda-tanda secret/mucus
25/11 berhubungan vital Klien terlihat sesak, RR :
/2018 dengan Akumulasi 32x/menit, Ada ronchi, N :
secret 108x/menit, TD : 120/80 mmhg,
terpasang oksigen lembab melalui RR
kanula sebanyak 4 liter/ menit,
saturasi oksigen : 98%
 Mengatur posisi tidur untuk memaksimalkan  Klien posisi tidur terlentang,
ventilasi. dengan satu bantal , miring kiri dan
kanan, RR : 32x/menit, Saturasi
Oksigen : 99%
 Memonitor status O2 pasien  Oksigen lembab terpasang 4
liter/menit,melalui nasal kanula
 Menganjurkan klien untuk mengeluarkan  Klien dapat mengeluarkan ludah
sekret dengan batuk lalu dibersihkan oleh keluarga
/petugas

90
 Melakukan auskultasi suara nafas  Suara nafas ada ronchi
Memonitor respirasi dan status O2 terapi
 Memberikan Informasikan pada pasien dan  Keluarga memahami
keluarga tentang kemungkinan penggunaan
suctioning
 Memberikan injeksi ceftriaxone 1 gr/IV  Tidak ada reaksi alergi terhadap
Metronidazole I fl obat injeksi tersebut

Rab Nyeri akut  Melakukan pengkajian nyeri secara  Nyeri bila selesai kejang, diseluruh
u berhubungan komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, tubuh, klien sering mengerang
25/11 dengan: Agen durasi, frekuensi, kualitas dan faktor kesakitan setelah kejang, nyeri
/2018 injuri fisik, presipitasi diseluruh tubuh, menurut klien nyeri
d skala 4 (0-10),
nyeri seperti ditarik-tarik pada RR
seluruh otot
 Melakuakn Observasi reaksi nonverbal dari  Klien tampak meringis
ketidaknyamanan  Tidak ada reaksi alergi terhadap obat
 Memberi injeksi diazepam 5 mg dioplos injeksi tersebut
dalam dextrose 5% 100 cc diberikan via infus
Tetagam 1 ampul/IM  Klien dan keluarga memahami
 Mengajarkan tentang teknik non farmakologi: Dapat melakukan teknik relaksasi
napas dala, relaksasi, distraksi.
 Kondisi ruangan nyaman,
 Melakukan kontrol terhadap lingkungan yang
pencahayaan minimal, tidak bising
dapat mempengaruhi nyeri

91
Rab Konstipasi  Memoonitor tanda dan gejala konstipasi  Klien mengatakan belum bab 3 hari
u berhubungan  Memonitor pergerakan usus, frekuensi,  Bising usus 16x/m
25/11 dengan gangguan konsistensi
/2018 neurologis  Klien minum jus pepaya setiap jam
 menganjurkan pada pasien untuk makan
10.00
buah-buahan dan makanan berserat tinggi
 Klien tampak bergerak miring RR
 Menganjuran mobilisasi bertahap kanan/kiri
 menganjurkan pasien u/ meningkatkan intake  Klen tampak bnyak makan sayur
makanan dan cairan dan minum air hanat

 Mengajarkan pasien dan keluarga tentang  Klien dan keluarga di ajarkan tehnik
Rab Hambatan miring kanan-kiri secara perlahan-
u mobilitas fisik teknik ambulasi pasien dan bagaimana
lahan dan saat klien tidak sedang
25/11 berhubungan merubah posisi dan berikan bantuan jika
dalam periode kejang/yang aman
/2018 gangguan diperlukan
neuromuscular.  Memonitor vital sign sebelm/sesudah latihan  Vital sign sebelum dan sesudah, ada
dan lihat respon pasien saat latihan peningkatan jumlah nadi
Sebelum latihan nadi=80x/menit,
setelah latihan nadi=100x/menit
RR
 Klien mampu miring kanan-kiri.
 Mengkaji kemampuan pasien dalam
Bisa juga tempat tidur dinaikan
mobilisasi sampai 45 derajat
klien tidak bisa duduk tanpa

92
bantuan
 Mendampingi keluarga dan Bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs  Keluarga kooperatif saat
mendampingi petugas membantu
pasien
ADL klien

Rab Risti nutrisi  Mengkaji adanya alergi makanan  Klien tidak ada alergi makanan
u kurang dari  Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk  Diet cair 6x200 cc tinggi kalori
25/11 kebutuhan tubuh menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang protein
/2018 dibutuhkan pasien.
 Meyakinkan diet yang dimakan mengandung  Makanan cair yang disajikan RR
tinggi serat untuk mencegah konstipasi habis satu porsi dan jus diberikan
dengan cara perlahan via NGT
 Memberikan informasi tentang kebutuhan
 klien dan keluarga memahami
nutrisi
pentingnya kebutuhan nutrisi
untuk pasien
 Mengkaji kemampuan pasien untuk  klien masih tampak kesulitan saat
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan membuka mulut dan menelan
 Memonitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi,turgor kulit, kekeringan, rambut  kulit lembab, turgor sedang
kusam, dan mudah patah
 Tidak ada mual dan muntah
 Memonitor mual dan muntah
 Memonitor kalori dan intake nuntrisi  Asupan nutrisi kurang dari 50%

93
 Menyediakan lingkungan yang aman untuk
Rab Risti cedera pasien  Ruangan isolasi,lampu di redupkan,
u berhubungan pengunjung dan penunggu dibatasi
25/11 dengan factor  Memasang sidereal tempat tidur
/2018 fisik : periode  Side rel tempat tidur selalu
kejang.  Menganjurkan keluarga untuk menemani terpasang
DS:klien mengata pasien  Klien selalu ditemani oleh keluarga
Kan “sering  Mengontrol lingkungan dari kebisingan
merasa sesak dan
banyak keluar air  Keluarga dan pengunjung mengerti,
liur” mereka minimal mendatangi klien,
DO :k/u  Memberi injeksi diazepam 5 mg dioplos kecuali yang bagian berjaga RR
lemah,CM dalam dextrose 5% 100 cc diberikan via Ruangan hampir selalu tertutup
Banyak secret atau infus  Tidak ada reaksi alergi terhadap
mucus Tetagam 1 ampul/IM obat injeksi tersebut
Klien terlihat
sesak
RR : 32x/menit,
Ada ronchi
N : 108x/menit,
TD : 120/80 mmhg
terpasang oksigen
lembab melalui
kanula sebanyak 4
liter/ menit,
saturasi oksigen :
98%

94
Nama : Ny I Umur : 78 tahun No. Dokumen RM : 0908960
Ruang : Seruni Kelas : tiga isolasi Tanggal : 25/11/2018

LEMBAR EVALUASI

Hari/Tgl/Jam Diagnosa Keperawatan Evaluasi TTD


Rabu, 25/11/ Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, maka didapatkan :
2018 efektif S : klien mengatakan “ sesak berkurang dan keluar air liur masih banyak”
Jam 20.00 O : k/u lemah,CM, Banyak secret/mucus, Klien terlihat agak sesak
RR : 30x/menit, ronchi masih ada, N : 90x/menit, TD : 120/80 mmhg,
terpasang oksigen lembab melalui kanula sebanyak 5 liter/ menit, saturasi
oksigen : 98%
A : Bersihan jalan nafas belum efektif, dengan kriteria RR
Indicator Kaji Target Saat
ini
Pasien tidak sesak nafas 3 5 4
auskultasi suara paru bersih 3 5 4

tanda vital dbn 3 5 4


Mampu mengidentifikasi 2 5 4
kan dan mencegah faktor yang dapat menghambat
jalan napas
= Deviasi berat dari kisaran normal
2= Deviasi yg cukup2 berat dari kisaran normal
3= Deviasi sedang dari kisaran normal
4= Deviasi ringan dari kisaran normal
5= Tidak ada deviasi dari kisaran normal

95
P : Intervensi dilanjutkan, lakukan pemasangan gudel dan suction kalau perlu
Rabu, 25/11/ Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, maka didapatkan :
2018 S : klien sering mengerang kesakitan setelah kejang, nyeri diseluruh tubuh,
Jam 20.00 menurut klien nyeri d skala 4 (0-10), seperti ditusuk-tusuk.
O : k/u lemah,CM, Klien meringis kesakitan, Nyeri diskala 3 (0-10)
Klien sering kejang ,RR : 32x/menit, Ada ronchi, N : 108x/menit, TD :
120/80 mmhg, Kejang rangsang (+)
A: Nyeri belum teratasi, dengan kriteria RR

Indicator Kaji Tar Saat


get ini

Mampu mengontrol nyeri(tahu penyebab nyeri, 2 5 3

mampu menggunakantehnik nonfarmakologi 3 5 3


untuk mengurangi nyeri,mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeriberkurang dengan 3 5 3
menggunakanmanajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri(skala, intensitas, 3 5 3
frekuensi dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang 3 5 3
Tanda vital dalam rentang Normal 3 5 4

Tidak mengalami gangguan tidur 1 5 3


1= berat
2=cukup berat
3=sedang

96
4=ringan
5=tidak ada
P : intervensi dilanjutkan, kolaborai untuk pemberian analgetik

Rabu, 25/11/ Konstipasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, maka didapatkan :
2018 S : Klien mengatakan “ sejak 3 hari sebelum masuk RS, saya blm BAB, perut
Jam 20.00 terasa tidak nyaman”
O : perut tampak sedikit distensi, perut teraba keras seperti papan,BU (+) 16x/
menit
A : Konstipasi belum teratasi, dengan kriteria :

Indikator Kaji Target Saat ini


Pola eliminasi 2 5 2
Kemudahan BAB 3 5 3
Pengeluaran feces tanpa bantuan 3 5 3 RR

1= Sangat terganggu
2= Banyak terganggu
3= Cukup terganggu
4= Sedikit terganggu
5= Tidak terganggu
P : Intervensi dilanjutkan, kolaborasi untuk pemberian obat pencahar

97
Rabu, 25/11/ Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, maka didapatkan :
2018 berhubungan gangguan S : Klien mengatakan “ badan masih terasa kaku”
Jam 20.00 neuromuscular. O : k/u lemah,CM, kejang berkurang, kaku kuduk dan punggung. Ssemenjak
di rumah sakit, klien lemah dan lebih banyak tertidur, kebutuhan
sehari-hari klien masih dibantu keluarga dan petugas
A : Hambatan mobilitas fisik masih terjadi, dengan kriteria

Indicator Kaji Tar


get Saat ini
Klien meningkat dalam aktivitas fisik 2 5 4

Mengerti tujuan dari peningkatan 2 5 4


mobilitas RR

Memverbalisasikan perasaan dalam 2 5 4


meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah

1= Sangat terganggu
2= Banyak terganggu
3= Cukup terganggu
4= Sedikit tergnggu
5= Tidak terganggu
P : Intervensi keperawatan dilanjutkan, bantu klien meningkatkan aktifitas
fisik

98
Rabu, 25/11/ Risti ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, maka didapatkan :
2018 kurang dari kebutuhan tubuh S : klien mengatakan “sulit menelan ludah maupun cairan yang lain”
Jam 20.00 O : klien menghabiskan nutrisi cair yang diberikan via NGT
A : Risti ketidakseimbangan nutrisi tidak terjadi,namun dalam observasi,
dengan kriteria
Indicator Kaji Target Saat ini
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 1 5 5

Tidak ada tanda tanda malnutrisi 1 5 5

RR
1= sangat menyimpang dari rentang normal
2=banyak menyimpang dari rentang normal
3= cukup menyimpang dari rentang normal
4= sedikit menyimpang dari rentang normal
5= tidak menyimpang dari rentang normal
P : Intervensi dilanjutkan, beri makan sesuai diitnya melalui NGT

Rabu, 25/11/ Risti cedera Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, maka didapatkan :
2018 S : klien mengatakan “ sesak berkurang dan keluar air liur masih banyak”
Jam 20.00 O : k/u lemah,CM, secret/mucus berkurang, Klien terlihat agak sesak
RR : 30x/menit, ronchi masih ada, N : 90x/menit, TD : 120/80 mmhg, RR
terpasang oksigen lembab melalui kanula sebanyak 5 liter/ menit, saturasi

99
oksigen : 98%, klien masih sering kejang secara periodik
A : cedera tidak terjadi, dengan indikator
Indicator Kaji Target Saat
ini
Pasien terbebas dari cedera 2 5 5
Klien mampu menjelas 2 5 5
kan metode/cara untuk mencegah injuri/cedera
Mampu memodifikasi gaya hidup untuk 2 5 5
mencegah injuri
Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada 2 5 5
RR

Mampu mengenali perubahan status kesehatan 2 5 5

1= tidak pernah menunjukan


2= jarang menunjukan
3= kadang-kadang menunjukan
4= sering menunjukan
5= secara konsisten menunjukan
P : intervensi dihentikan

100
BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini akan membahas keterkaitan dan kesenjangan

antara teori dan kasus yang ada dilapangan dalam pelaksanaan asuhan

keperawatan pada klien dengan gangguan sistem neuromuskular. Pembahasan ini

meliputi : patofiologi terjadinya proses penyakit sampai menimbulkan tanda

gejala, data fokus pengkajian yang ditemukan, diagnosa keperawatan, intervensi,

implementasi dan evaluasi.

A. Patofisiologi terjadinya penyakit sampai menimbulkan tanda dan gejala

Pada patofisiologi yang ada diteori sama seperti yang ditemukan

dikasus, sehingga pada etiologi tergambar bagaimana proses terjadinya

penyakit sampai menimbulkan masalah keperawatan. Adapun patofisiologi

yang ada diteori dan sama ditemukan dikasus adalah dimulai dari lubang

digigi yang sering korek dengan peniti karatan, menyebabkan infeksi gigi dan

kuman clostridium tetani masuk kedalam tubuh, membentuk spora dan spora

menjadi bentuk vegetatif, kemudian spora berkembang, lalu spora

membentuk eksotoksin tetanospasmin yang pada akhirnya menyebabkan

klien menderita tetanus. Untuk sel darah merah yang lisis pada teori karena

disebabkan oleh eksotoksin tetanolisin, sedangkan pada kasus tidak dilakukan

pemeriksaan eritrosit.

101
B. Data fokus pengkajian keperawatan

Pada data fokus pengkajian keperawatan pada teori dan kasus

perbeaannya adalah pertama yaitu keluhan utama yang sering menjadi alasan

pasien atau orang tua membawa anaknya untuk meminta pertolongan

kesehatan adalah panas badan tinggi, kejang dan penurunan tingkat

kesadaran (Muttaqin,2008), sedangkan pada kasus keluhan utamanya adalah

sesak nafas. Ini dimungkinkan karena sebenarnya klien sudah sakit sejak dua

hari yang lalu, dibuktikan dengan pernyataan keluarga bahwa klien sejak dua

hari yang lalu mulut sulit dibuka, kejang –kejang, leher kaku, sulit bicara,

perut kaku dan keras, banyak air liur yang keluar dari mulut klien, hal ini

membuat airway klien terganggu sehingga menjadi sesak. Perbedaan yang

kedua pada pemeriksaan tanda vital diteori terdapat suhu tubuh meningkat 38

C – 40 C, sedangkan dikasus didapatkan suhu tubuh yang normal.

Persamaan teori dan kasus adalah :

 Pada riwayat penyakit dahulu didapatkan adanya por,t de entrée kuman

clostridium tetani, dalam kasus ini gigi berlubang yang sering dikorek

dengan peniti yang sudah karatan.

 Pada pengkajian kebutuhan dasar sehari – hari terdapat kesamaaan antara

teori dan kasus, yaitu terganggunya pernafasan, nutrisi, eliminasi dan

aktifitas.

 Pada pemeriksaan fisik mulai dari mulut, leher, ada, abdomen dan

ekstremitas sama antara teori dan kasus.

102
C. Diagnosa keperawatan

Pada diagosa keperawatan yang sama antara teori dan kasus adalah :

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan Akumulasi secret,

Hambatan mobilitas fisik berhubungan gangguan neuromuscular dan Nyeri

akut berhubungan dengan agen cedera fisik, sementara yang berbeda pada

teori ada diagnosa keperawatan ketidakefektifan termoregulasi dan

ganggguan ventilasi spontan, dan resiko infeksi, sedangkan pada kasus

ditemukan diagnosa konstipasi berhubungan dengan gangguan neurologis,

Risti cedera berhubungan dengan gangguan fungsi psikomotor dan risti

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang.

D. Intervensi keperawatan

Pada intervensi keperawatan didapatkan bahwa teori dan kasus pada

dasarnya sama, karena intervensi yang dibuat mengacu pada teori yang ada.

E. Implementasi keperawatan

Pada implementasi keperawatan pada kasus dilakukan selama 3

hari, implementasi menyesuaikan dengan kebutuhan pasien, dan melihat dari

intervensi yang sudah dirancang, yang memungkinkan dilakukan pada pasien.

Pada masalah konstipasi belum dilakukan kolaborasi dengan dokter

penanggung jawab pasien karena pengobatan masih berorientasi pada

masalah kegawatan pasien.

103
F. Evaluasi keperawatan

Pada evaluasi keperawatan didapatkan masalah keperawatan

sebagian telah teratasi, dan masih ada intervensi yang harus dilanjutkan agar

sesuai target pada kriteria hasil, bahwa masalah teratasi.

104
BAB V

PEMBAHASAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan seperti yang telah diuraikan sebelumnya,

maka dapat diambil kesimpulan dari makalah ini adalah hasil dari

Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intervensi Keperawatan,

Implemenstasi Keperawatan dan Evaluasi Keperawatan ada sedikit

kesenjangan antara teori dan praktek.

B. SARAN

a. Bagi Perawat

Dalam penulisan Makalah ini diharapkan dapat memberikatambahan

pengetahuan dan dapat dijadikan bahan perbandingan dalam

memberikan asuhan keperawatan pada Pasien dengan Gangguan

Sistem Persyarafan Pada Kasus Tetanus.

b. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan pada

Pasien dengan Gangguan Sistem Persyarafan Pada Kasus Tetanus

dengan memberikan perawatan yang baik.

c. Bagi Masyarakat

Dapat meningkatkan derajat kesehatan penderita melalui proses

keperawatan yang dilaksanakan dan dijadikan bahan pertimbangan

bagi masyarakat dalam upaya meningkatkan prilaku hidup sehat.

105
d. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat memberikan masukan tentang pentingnya perawatan pada

Pasien dengan penyakit tetanus sehingga dapat digunakan sebagai

acuan bagi penelitian selanjutnya, dapat dijadikan sebagai sumber

acuan dalam pembelajaran tentang asuhan keperawatan pada Pasien

dengan Gangguan Sistem Persyarafan Pada Kasus Tetanus.

e. Bagi Penulis

Dapat memberikan manfaat dalam menambah wawasan ilmu

pengetahuan pada penulis untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh

selama pendidikan.

106
DAFTAR PUSTAKA

Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.

Rampengan, T.H. 2017. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta : EGC.

Suriadi. 2016. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta : Sagung Seto.

Widoyono. 2011. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &


Pemberantasannya. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Herdman, T. Heather, 2015. Nanda International Inc. Diagnosisi keperawatan :


definisi & klasifikasi 2015-2017 Ed 10. Jakarta : EGC.

Bulechek G, dkk, 2016. Nursing Interventions Clarification (NIC). Edisi 5.


Mosby : Lowa city

Moorhead S, dkk, 2016. Nursing Outcames Clarification (NIC). Edisi 5. Mosby :


Lowa city

Muttaqin, Arif. (2011). Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal: Aplikasi Pada


Klinik Keperawatan: Penerbit Buku Kedokteran EGC

107

Anda mungkin juga menyukai