Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) dan data Biro Pusat Statistik

(BPS), angka kematian ibu dalam kehamilan dan persalinan di seluruh dunia mencapai 515 ribu

jiwa pertahun. Ini berarti ibu meninggal hampir setiap menit karena komplikasi kehamilan dan

persalinan. Angka kematian ibu dan di Indonesia tahun 2008 masih tinggi, 307/1.000.000 KH.

Di Propinsi Sumatera Utara, Angka Kematian Ibu (AKI) lokal lebih tinggi dari Angka Kematian

Ibu (AKI) Nasional. Penyebab kematian adalah perdarahan pasca persalinan (40-60%) ,infeksi,

(20-30%), dan eklamsia (20-30%). Ternyata 80% kematian ibu terjadi diakibatkan

keterlambatan penanganan. (Salimah, 2008,

Kematian ibu disebabkan karena perdarahan akibat dari retensio plasenta. Dari hasil

wawancara peneliti kepada bidan koordinator puskesmas setempat pada bahwa 3 jiwa ibu yang

meninggal melahirkan tersebut meninggal karena disebabkan terlambatnya mendapat

pertolongan untuk mencapai rumah sakit yang memiliki fasilitas yang memadai dan karena

tidak dilakukannya manual plasenta untuk penanggulangan retensio plasenta. Universitas

Sumatera Utara Manual plasenta merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan

retensio plasenta dan plasenta rest.

Perdarahan merupakan penyebab kematian namor satu (40-60%) kematian ibu

melahirkan di Indonesia. Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah melahirkan dan

melebihi 500 ml setelah anak lahir salah satunya adalah retensio plasenta. Retensio plasenta

bisa mengakibatkan syok dan kematian. Untuk itu plasenta harus dikeluarkan secara manual
dan harus mampu melakukan karena pengeluaran plasenta secara manual adalah suatu tindakan

untuk mencegah perdarahan dan mencegah kematian ibu. (Sarwono,2002)

Dalam standar pelayanan kebidanan (SPK) pada standar ke 20 yaitu tentang penanganan

kegawat daruratan retensio plasenta yang menyebabkan perdarahan, maka bidan dapat dengan

segera melakukan manual plasenta untuk melahirkan plasenta. Dan dalam Kompetensi Bidan

Indonesia pada asuhan selama persalinan dan kelahiran yaitu pada kompetensi keempat bidan

memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama

persalinan, memimpin suatu persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawat

daruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir. Dalam

kompetensi bidan Indonesia pada keterampilan dasar, penanggulangan kegawat daruratan salah

satunya nomor 23 tentang melakukan pengeluaran plasenta secara manual.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk meneliti tentang pengetahuan

bidan tentang manual plasenta di Rsud Sultan Sulaiman Kab. Serdang Bedagai.
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Perdarahan postpartum merupakan penyebab utama tingginya angka kematian ibu

(AKI). Kira-kira 14 juta wanita menderita perdarahan postpartum setiap tahunnya. Perdarahan

postpartum menyebabkan kematian sebanyak 25  30% di negara berkembang (Sosa, 2009).

Pada tahun 2013, perdarahan yaitu terutama perdarahan postpartum menyebabkan kematian ibu

sebanyak 30,3% di Indonesia. Selain perdarahan, penyebab kematian ibu tertinggi lainnya

adalah hipertensi dalam kehamilan, infeksi, partus lama dan abortus (Kemenkes RI, 2015).

Di Indonesia angka kematian ibu menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia

(SDKI) pada tahun 1991 dan 2007 adalah sebesar 390 dan 228 per 100.000 kelahiran hidup.

Angka ini telah mengalami penurunan namun belum mencapai target MDGs (Millennium

Development Goals/ Tujuan Pembangunan Milenium) yaitu sebesar 102 per 100.000 kelahiran

hidup (BAPPENAS, 2011). Angka ini meningkat pada SDKI 2012 menjadi 359 per 100.000

kelahiran hidup. Angka kematian ibu di Indonesia ini masih sangat tinggi mengingat target

SDGs (Sustainable Development Goals) pada tahun 2030 mengurangi angka kematian ibu

hingga di bawah 70 per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2015). Sedangkan berdasarkan

RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2

Menengah) 2015  2019, target angka kematian ibu pada tahun 2019 yaitu 306 per 100.000

kelahiran hidup (BAPPENAS, 2014).

Perdarahan postpartum merupakan penyebab tersering dari keseluruhan kematian akibat

perdarahan obstetrik. Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah

bayi lahir pada persalinan per vaginam dan melebihi 1000 ml pada seksio sesarea

(Chunningham, 2012), atau perdarahan yang lebih dari normal yang telah menyebabkan
perubahan tanda vital, seperti kesadaran menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak

napas, serta tensi < 90 mmHg dan nadi > 100/menit (Karkata, 2010). Faktor-faktor yang

berhubungan dengan perdarahan postpartum yaitu umur, jumlah paritas, jarak antar kelahiran,

riwayat persalinan sebelumnya, lama partus, lama lepasnya plasenta, anemia, pengetahuan dan

faktor fasilitas pelayanan kesehatan (Pardosi, 2006).

Faktor lain yang berhubungan dengan perdarahan postpartum yaitu pada keadaan

preeklamsia berat dimana bisa ditemukan defek koagulasi dan volume darah ibu yang kecil

yang akan memperberat penyebab perdarahan postpartum (Chunningham, 2012). Berdasarkan

berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, multiparitas merupakan salah satu yang

berperan penting sebagai faktor risiko terjadinya perdarahan postpartum (Sosa, 2009). Menurut

data di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh

perdarahan, proporsinya berkisar antara kurang dari 10 persen sampai hampir 60 persen (PP

dan KPA, 2010). Setiap tahunnya paling sedikit 128.000 perempuan mengalami pendarahan

sampai meninggal. Lebih dari Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 3 separuh jumlah

seluruh kematian ibu terjadi dalam waktu 24 jam setelah melahirkan, sebagian besar karena

terlalu banyak mengeluarkan darah (Faisal, 2008).

Berdasarkan penelitian Miswarti (2007), diketahui bahwa kejadian perdarahan

postpartum di RSUD. Sultan Sulaiman adalah sebanyak 7 orang dari semua persalinan, Melihat

tingginya angka kematian ibu akibat perdarahan, peneliti tertarik untuk meneliti faktor risiko

yang paling dominan berperan dalam terjadinya perdarahan postpartum dalam rangka mencari

upaya untuk menurunkan kematian ibu akibat perdarahan.


BAB 1

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Kesehatan merupakan suatu hal yang paling utama bagi seluruh manusia, dalam

melaksanakan aktivitas sehari-hari setiap manusia akan mengalami kesulitan, termasuk untuk

wanita hamil tanpa adanya kesehatan yang baik. Suatu proses alamiah yang didambakan oleh

setiap wanita dan yang menyenangkan bagi wanita, dengan hamil seorang wanita dapat merasa

sempurna sebagai seorang wanita dan juga bukan hanya semata-mata untuk meneruskan

keturunan disebut dengan kehamilan (Primadewi, 2008).

Suatu kehamilan yang mengakibatkan ibu hamil serta bayi sebelum persalinan

berlangsung mengalami sakit ataupun meninggal disebut dengan kehamilan resiko tinggi.

Kehamilan resiko tinggi merupakan suatu kehamilan yang mempunyai suatu resiko yang dari

biasanya lebih besar (baik bagi ibu hamil tersebut maupun bayinya), bisa mengakibatkan

kecacatan atau penyakit bahkan hingga kematian sebelum maupun sesudah terjadinya

persalinan. Kehamilan dengan resiko tinggi meliputi yaitu : umur (terlalu muda, kurang dari 20

tahun sedangkan terlalu tua, lebih dari 35 tahun, normal kehamilan yaitu antara 20 sampai 35

tahun), jarak kehamilan yang kurang dari 2 tahun, tinggi badan ibu yang kurang dari 145 cm,

lingkar lengan atas ibu yang kurang dari 23,5 cm, hemoglobin yang ada ditubuh ibu yang

kurang dari 11 gr/dl, hamil yang lebih dari 4 kali, riwayat keluarga yang menderita hipertensi,

penyakit kencing manis atau diabetes melitus serta riwayat cacat.

kongenital, kelainan bentuk tubuh, misalnya kelainan panggul atau tulang belakang.

Ada hubungan yang signifikan antara umur ibu dan lama menikah dengan pengetahuan ibu

tentang pengetahuan ibu (Rahayuningsih,F.B. 2013). Resiko dalam persalinan disebabkan oleh

kehamilan dengan resiko tinggi, ibu hamil mengalami masalah kesehatan berkaitan dengan
kehamilannya sekitar 40% dan ibu hamil yang menderita komplikasi jangka panjang dari yang

mengancam jiwa hingga sampai menimbulkan kematian sekitar 15% (Azwar, 2008).

Kesakitan dan kematian ibu adalah suatu masalah kesehatan yang sangat serius yang

terjadi di negara-negara berkembang. Laporan World Health Organization (WHO) pada tahun

2014 yaitu Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia adalah sebanyak 289.000 jiwa. AKI cukup yang

tinggi dimiliki oleh negara yaitu negara-negara Afrika Sub-Saharan dengan 179.000 jiwa,

negara-negara Asia Selatan dengan 69.000 jiwa, serta negara-negara Asia Tenggara dengan

16.000 jiwa. AKI yang terjadi di negara-negara Asia Tenggara yaitu negara Indonesia dengan

190 per 100.000 kelahiran hidup, negara Vietnam dengan 49 per 100.000 kelahiran hidup,

negara Thailand dengan 26 per 100.000 kelahiran hidup, negara Brunei dengan 27 per 100.000

kelahiran hidup, dan di negara Malaysia dengan 29 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2014).

Jumlah kematian ibu selama masa kehamilan, persalinan dan nifas yang disebabkan

oleh ketiga hal tersebut (kehamilan, persalinan dan nifas) atau pengelolaannya, bukan karena

sebab-sebab lain seperti kecelakaan atau pun terjatuh di setiap 100.000 kelahiran hidup.

Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan bahwa AKI

yaitu 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. AKI menunjukkan penurunan menjadi 305

kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus

(SUPAS) 2015 (Kemenkes RI, 2016).

Kepala Dinas Kesehatan menjelaskan sepanjang tahun 2019 capaian indikator

kesehatan di Sumut mulai membaik. Hal ini dapat dilihat dari Angka Kematian Ibu (AKI) yang

terus menurun. Tahun 2019, AKI sebanyak 179 dari 302.555 kelahiran hidup atau 59,16 per

100.000 kelahiran hidup. Angka ini menurun dibanding AKI tahun 2018 yaitu sebanyak 186

dari 305.935 kelahiran hidup atau 60,79 per 100.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Ibu di

Sumut sepanjang tahun 2019 menurun dibanding tahun 2018. Angkanya juga jauh bisa kita

tekan dari target kinerja AKI tahun 2019 pada RJPMD Provinsi Sumut yang ditetapkan sebesar
80,1 per 100.000 kelahiran hidup. Begitu juga dengan jumlah kematian bayi neonatus (bayi

dengan usia kelahiran 0-28 hari) juga menurun. Tahun 2019, jumlah kematian neonatus (angka

kematian neonatus (AKN)) ditemukan sebanyak 611 kematian atau 2,02 per 1.000 kelahiran

hidup, menurun dibanding jumlah kematian neonatus tahun 2018 yaitu sebanyak 722 kematian

atau 2,35 per 1.000 kelahiran hidup. Sementara tahun 2019, jumlah kematian bayi sebanyak

730 kematian atau 2,41 per 1.000 kelahiran hidup, menurun dibanding jumlah kematian bayi

tahun 2018 sebanyak 869 atau 2,84 per 1.000 kelahiran hidup.

Angka kematian ibu berguna untuk menggambarkan tingkat kesadaran perilaku hidup

sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan

terutama untuk ibu hamil, pelayanan kesehatan waktu melahirkan dan masa nifas. Berdasarkan

target MDG’s 2015 ditetapkan Angka Kesehatan Ibu Hamil sebesar 102 per 100.000 kelahiran

hidup. Kematian ibu yang melahirkan masih merupakan indikator keberhasilan pembangunan

kesehatan di Kab. Serdang Bedagai maupun secara nasional. Jumlah kematian ibu pada tahun

2016 sebanyak 7 kasus. Jumlah kematian ibu menurun sebanyak 8 kasus dari tahun 2015.

Angka Kematian Ibu Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2014 sebesar 61 per 100.000 kelahiran

hidup. Angka ini memang jauh dari angka kematian ibu nasional tetapi jika dibandingkan

dengan target MDG’s sudah melampaui target.

Menurut survey, data ibu hamil yang melahirkan di RSUD Sultan Sulaiman Kab.

Serdang Bedagai dalam kurun waktu bulan januari 2019 sampai dengan desember 2019

sebanyak 65 ibu hamil. Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan diatas, peneliti tertarik

melakukan penelitian tentang “Gambaran Kehamilan Resiko Tinggi dengan Status Kelahiran

Bayi Di RSUD Sultan Sulaiman Kab. Serdang Bedagai”.

Anda mungkin juga menyukai