BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia. Jumlah
penderita kurang gizi di dunia mencapai 104 juta anak dan keadaan kurang gizi merupakan
penyebab kematian anak sebesar sepertiga dari seluruh kematian di dunia. Masalah gizi
merupakan salah satu poin penting yang menjadi kesepakatan global dalam Millenium
Development Goals (MDGs). Setiap negara secara bertahap harus mengurangi jumlah balita
yang bergizi buruk atau kurang gizi sehingga mencapai 15,5% pada tahun 2015 (Bappenas,
2012).
Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara
asupan zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan tersebut dapat dilihat dari variabel
pertumbuhan, yaitu berat badan, tinggi badan atau panjang badan, lingkar kepala, lingkar
lengan, dan panjang tungkai. Jika keseimbangan tadi terganggu, dimana keadaan berat badan
lebih rendah daripada berat yang adekuat menurut usianya disebut gizi kurang (Gibney dan
Barrie, 2009).
Status gizi balita memiliki pengaruh yang sangat besar dalam mewujudkan sumber daya
manusia yang berkualitas di masa yang akan datang. Status gizi berhubungan dengan
kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia dini tergantung pada asupan zat
gizi yang diterima. Semakin rendah asupan zat gizi yang diterima, semakin rendah pula status
gizi dan kesehatan anak. Gizi kurang atau buruk pada masa bayi dan anak-anak terutama
pada umur kurang dari lima tahun dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan. jasmani
dan kecerdasan anak. Pertumbuhan sel otak berlangsung sangat cepat dan akan berhenti atau
mencapai taraf sempurna pada usia 4-5 tahun. Perkembangan otak yang cepat hanya dapat
dicapai bila anak berstatus gizi baik (Kemenkes RI, 2012).
Menurut Kementerian Kesehatan RI tahun 2012, pada tahun 2010 terdapat 17,9% balita
kekurangan gizi yang terdiri dari 13,0% balita berstatus gizi kurang dan 4,9% berstatus gizi
buruk. Sebesar 5,8% balita dengan status gizi lebih. Dibandingkan dengan 2007, terjadi
penurunan kekurangan gizi balita pada tahun 2010 dari 18,4% menjadi 17,9%. Penderita gizi
buruk pada umumnya anak-anak dibawah usia lima tahun atau balita.
2
Konsumsi makanan memegang peranan penting dalam pertumbuhan fisik dan kecerdasan
anak sehingga konsumsi makan berpengaruh besar terhadap status gizi anak untuk mencapai
pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak. Timbulnya gizi kurang bukan saja karena makanan
yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik
tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya
anak yang makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah,
sehingga mudah diserang penyakit infeksi, kurang nafsu makan dan akhirnya mudah terkena
gizi kurang (Marmi dan Kukuh, 2012).
Konsumsi makanan yang perlu diperhatikan untuk dihindari agar anak tidak mengalami
gizi kurang yaitu makanan yang tidak sehat (terlalu berminyak, junk food, dan berpengawet),
penggunaan garam bila memang diperlukan sebaiknya dalam jumlah sedikit dan harus
beryodium, aneka jajanan di pinggir jalan yang tidak terjamin kebersihan dan kandungan
gizinya, konsumsi telur dan kerang seringkali menimbulkan alergi bahkan keracunan apabila
salah mengolahnya, konsumsi kacang-kacangan juga dapat menjadi pencetus alergi
(Proverawati dan Erna, 2010).
Akibat yang sering terjadi apabila anak mengalami gizi kurang secara umum akan
mengalami sering terserang penyakit, dan penyakit yang diderita semakin parah,
pertumbuhan anak tidak sempurna, sangat kurus, perkembangan fisik dan mental terhambat,
menyebabkan IQ rendah serta produktivitas belajar berkurang, jika keadaannya parah dapat
menyebabkan kematian (Proverawati dan Erna, 2010).
B. Rumusan Masalah
Bagaimana surveilans status gizi balita di Puskesmas Rawat Inap Kemiling Bandar
Lampung?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui surveilans status gizi balita di Puskesmas Rawat Inap Kemiling
Bandar Lampung
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gizi adalah elemen yang terdapat dalam makanan dan dapat dimanfaatkan secara
langsung oleh tubuh seperti halnya karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air.
Gizi yang seimbang dibutuhkan oleh tubuh, terlebih pada balita yang masih dalam masa
pertumbuhan. Dimasa tumbuh kembang balita yang berlangsung secara cepat dibutuhkan
makanan dengan kualitas dan kuantitas yang tepat dan seimbang. Gizi Balita adalah hal
paling utama yang harus diperhatikan oleh orang tua jika ingin tumbuh kembang putra
putrinya maksimal.
B. Pemenuhan Kebutuhan Gizi pada Balita
Kebutuhan gizi balita adalah jumlah yang diperkirakan cukup untuk memelihara
kesehatan pada umumnya. Secara garis besar, kebutuhan gizi ditentukan oleh usia, jenis
kelamin, aktivitas, berat badan, dan tinggi badan. Antara asupan zat gizi dan pengeluarannya
harus ada keseimbangan sehingga diperoleh status gizi yang baik. Status gizi balita dapat
dipantau dengan menimbang anak setiap bulan dan dicocokkan dengan Kartu Menuju Sehat
(KMS).
1. Kebutuhan Energi
Kebutuhan energi bayi dan balita relatif besar dibandingkan dengan orang dewasa, sebab
pada usia tersebut pertumbuhannya masih sangat pesat. Kecukupannya akan semakin
menurun seiring dengan bertambahnya usia.
2. Kebutuhan zat pembangun
Secara fisiologis, balita sedang dalam masa pertumbuhan sehingga kebutuhannya relatif
lebih besar daripada orang dewasa. Namun, jika dibandingkan dengan bayi yang usianya
kurang dari satu tahun, kebutuhannya relatif lebih kecil.
3. Kebutuhan zat pengatur
Kebutuhan air bayi dan balita dalam sehari berfluktuasi seiring dengan bertambahnya usia.
4. Beberapa Hal Yang Mendorong Terjadinya Gangguan Gizi
Peran Makanan Bagi Balita
Makanan sebagai sumber zat gizi
4
Didalam makanan terdapat enam jenis zat gizi, yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin,
mineral, dan air. Zat gizi ini diperlukan bagi balita sebagai zat tenaga, zat pembangun , dan
zat pengatur.
5. Zat tenaga
Zat gizi yang menghasilkan tenaga atau energi adalah karbohidrat , lemak, dan protein.
Bagi balita, tenaga diperlukan untuk melakukan aktivitasnya serta pertumbuhan dan
perkembangannya. Oleh karena itu, kebutuhan zat gizi sumber tenaga balita relatif lebih besar
daripada orang dewasa.
6. Zat Pembangun
Protein sebagai zat pembangun bukan hanya untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan
organ-organ tubuh balita, tetapi juga menggantikan jaringan yang aus atau rusak.
7. Zat pengatur
Zat pengatur berfungsi agar faal organ-organ dan jaringan tubuh termasuk otak dapat
berjalan seperti yang diharapkan.
C. Prinsip Gizi Seimbang dan Nutrisi yang Penting Bagi Balita
Setelah anak berumur satu tahun menunya harus bervariasi untuk mencegah kebosanan
dan diberi susu, serealia (seperti bubur beras, roti), daging, sup, sayuran dan buah-buahan.
Makanan padat yang diberikan tidak perlu di blender lagi melainkan yang kasar supaya anak
yang sudah mempunyai gigi dapat belajar mengunyah.
Kecukupan gizi:
Golongan umum: 1-3 tahun → BB 12 kg, TB 89 cm, Energi 1220 Kkal, Protein 23
gram
4-6 tahun → BB 18 kg, TB 108 cm, Energi 1720 Kkal, Protein 32 gram
Anak dibawah lima tahun (balita) merupakan kelompok yang menunjukan pertumbuhan
badan yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat
badannya. Anak balita justru merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat
kekurangan gizi. Bila mengalami gizi buruk balita maka perkembangan otaknya pun kurang
dan itu akan berpengaruh kepada kehidupannya di usia sekolah dan pra sekolah.
Melaksanakan pemberian makanan yang sebaik-baiknya kepada bayi dan balita yang
bertujuan sebagai berikut :
Memberikan nutrien yang cukup untuk kebutuhan, memelihara kesehatan dan
memulihkannya jika sakit, melaksanakan berbagai jenis aktivitas, pertumbuhan dan
perkembangan jasmani serta psikomotorik.
5
Mendidik kebiasaan yang baik tentang memakan, menyukai dan menetukan makanan
yang diperlukan.
D. Pengertian Surveilans Gizi
Surveilans gizi adalah suatu proses pengumpulan, pengolahan dan diseminasi informasi
hasil pengolahan data secara terus menerus dan teratur tentang indikator yang terkait dengan
kinerja pembinaan gizi masyarakat. Pada umumnya prinsip dasar dari surveilans gizi adalah
tersedia data yang akurat dan tepat waktu, ada proses analisis atau kajian data, tersedianya
informasi yang sistematis dan terus menerus, ada proses penyebarluasan informasi, umpan
balik dan pelaporan. Ada tindak lanjut sebagai respon terhadap perkembangan informasi
Prinsip-prinsip Dasar
1. Tersedia data yang akurat dan tepat waktu
2. Ada proses analisis atau kajian data
3. Tersedianya informasi yang sistematis dan terus menerus
4. Ada proses penyebarluasan informasi, umpan balik dan pelaporan
5. Ada tindak lanjut sebagai respon terhadap perkembangan informasi
Manfaat
a) Kegiatan rutin yaitu penimbangan bulanan, pemantauan dan pelaporan kasus gizi buruk,
pendistribuasian tablet Fe ibu hamil, pendistribusian kapsul vitamin A balita, dan pemberian
ASI eksklusif.
b) Kegiatan survei khusus yang dilakukan berdasarkan kebutuhan, seperti komsumsi garam
beriodium, pendistribusian MP-ASI dan PMT, pemantauan status gizi anak dan ibu hamil dan
wanita usia subur (WUS) risiko kurang energi kronis (KEK) atau studi yang berkaitan dengan
masalah Gizi lainnya.
Dalam pelaksanaan pengumpuan data, bila ada puskesmas yang tidak melapor atau
melapor tidak tepat waktu, data laporan tidak lengkap dan atu tidak akurat maka petugas
Dinkes Kabupaten/Kota perlu melakukan pembinaan secara aktifuntuk melengkapi data.
Kegiatan ini dapat dilakukan melalui telepon. SMS atau kunjungan langsung ke puskesmas.
Contoh tindak lanjut atau respon yang perl dilakukan terhadap pencapaian indikator
adalah sebagai berikut. Jika hasil analisis menunjukkan peningkatan kasus gizi buruk, respon
yang perlu dilakukan adalah :
a. Melakukan konfirmasi laporan kasus gizi buruk
b. Menyiapkan puskesmas perawatan dan rumah sakit untuk pelaksanaan tatalaksana gizi
buruk.
c. Meningkatkan kemampuan petugas kesehatan puskesmas dan rumah sakit dalam
melakukan surveilans gizi.
d. Memberikan PMT pemulhan untuk balita gizi buruk rawat jalan dan apska rawat inap.
e. Meakukan pemantauan kasus yang lebih intensif pada daerah dengan resiko tinggi
terjadinya kasus gizi buruk.
f. Melakukan penyelidikan kasus bersama dengan lintas program dan lintas sektor terkait.
Jika hasil analisis menunjukkan cakupan ASI eksklusif 0-6 bulan rendah, respon yang
dilakukan adalah :
a. Meningkatkan promosi dan advokasi tentang peningkatan Pemberian air susu ibu.
b. Meningkatkan kemampuan petugas puskesmas dan rumah sakit dalam melakukan
konseling ASI
c. Membina puskesmas untuk memberdayakan konselor dan motivator ASI yang telah
dilatih.
Jika hasil analisis menunjukkan masih banyak ditemukan rumah tangga yang
belummengomsumsi garam beriodium, respon yang dilakukan adalah:
a. Melakukan kordinasi dengan dinas perindustrian dan perdagangan kabupaten/kota untuk
melakukan operasi pasar garam beriodium
b. Melakukan promosi/kampanye peningkatan penggunaan garam beriodium
Jika hasil analisi menunjukkan cakupan distribusi vitamin A rendah maka respon yang
harus dilakukan adalah :
a. Bila ketersediaan kapsul vitamin A di puskesmas tidak mencukupi maka perlu mengirim
kapsul vitamin A ke puskesmas.
b. Bila kapsul vitamin A, masih tersedia, maka perlu meminta puskesmas untuk
melakukan sweeping
c. Melakukan pembinaan kepada puskesmas dengan cakupan rendah.
Jika hasil analisis menunjukkan cakupan distribusi TTD (Fe) rendah, respon yang
dilakukan adalah meminta puskesmas agar lebih aktif lagi mendistribusikan TTD pada ibu
hamil, dengan beberapa alternatif.
8
Bila ketersediaan TTD di puskesmas dan bidan di desa tidak mencukupi maka perlu
mengirim TTD ke puskesmas.
Bila TTD masih tersedia, maka perlu meminta puskesmas untuk melakukan
peningkatan integrasi dengan program KIA khususnya kegiatan Ante Natal Care
(ANC)
Melakukan pembinaan kepada puskesmas dengan cakupan rendah.
Jika hasil analisi menunjukkan D/S rendah dan atau cenderung menurun, respon yang
perlu dilakukan adalah pembinaan kepada puskesmas untuk:
a. Melakukan kordinasi dengan camat dan PKK tingkat kecamatan untuk menggerakkan
masyrakat datang ke posyandu.
b. Memanfaatkan kegiatan pada forum – forum yang ada di desa, yang bertujuan untuk
menggerakkan masyarakat datang ke posyandu.
c. Melakukan promosi tentang manfaat kegiatan di posyandu.
G. Kerangka Teori
BAB III
METODE PENELITIAN
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.2 Input
4.2.1 Sumber data
Berdasarkan hasil wawancara dengan pemegang program Surveilanse Epidemiologi,
terlihat bahwa pemegang program surveilans gizi balita mengetahui dan bisa menjelaskan
bahwa sumber data berasal dari puskesmas berdasarkan wilayah kerja posyandu, yang
melakukan pengumpulan data adalah petugas harian gizi, masing-masing orang memegang
satu wilayah.
4.3 Proses
Data ibu hamil dari posyandu dilaporkan langsung dari kader kepada petugas harian
gizi,puskesmas adalah Pembina dan PKK melapor kepada kelurahan dan kelurahan melapor
kepada puskes dan hambatannya adalah tingkat kehadiran
4.4 Ouput
Ada umpan balik yang diterima oleh pihak puskesmas, lama atau bentarnya tergantung
koneksi internetnya.
12
BAB VI
PEMBAHASAN
5.2.1 umur
Informan keduanya berbeda umur. Kepala UPT puskesmas berusia diatas 50 tahun
sedangkan pemegang program surveilans epidemiologi berusia diatas 40 tahun rentang umur
tersebut sekitar 10 tahunan.
5.3 Sistem Pencatatan Dan Pelaporan
Dalam penelitian ini istilah pencatatan dan pelaporan diartikan sebagai suatu kegiatan
dokumntasi laporan Surveilans Gizi Balita dalam cakup sistempelaporan ke instansi lebih
berwenang pelaporan atasanya.
Sistem pencatatan yang di lakukan Puskesmas Rawat Inap Kemiling yaitu dari Puskesmas
Pembantu atau pustu melaporkan ke puskesmas. Selanjutnya puskesmas melaporkan ke dinas
kesehatan untuk selanjutnya di Laporkan Kedinas Kesehatan Provinsi Dan Di Laporkan Ke
13
Dinas Kesehatan Pusat. Dan hasil penelitian, pencatatan dan pelaporan yang mengenai
penyakit Campak di Puskesmas Rawat Inap Kemiling Rutin dilakukan 1 minggu sekal.
Menurut Pemegang Surveilans gizi balita selama laporan tentang campak di lakukan oleh
Pemegang Program Surveilans Epidemiologi secara bersama.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. https://www.sarihusada.co.id/Nutrisi-Untuk-Bangsa/Kesehatan/Umum/gizi-seimbang-
untuk-masa-balita
2. http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/blog/20170216/0519737/status-gizi-balita-
dan-interaksinya/
3. https://www.scribd.com/doc/246744490/Laporan-Praktek-Surveilans-Gizi
4. https://slideplayer.info/slide/2421160/
5. http://apnilasaragih98.blogspot.com/2018/04/makalah-surveilans-gizi-buruk-kel-9-
b.html