ANGKATAN LXXIX
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2015
ANGKATAN LXXIX
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2015
ii
Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri, dan
iii
v Universitas Indonesia
6. Dr. Mahdi Jufri, M. Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia dan pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama
menyelesaikan tugas ini.
7. Dr. Hayun, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia.
8. Siti Nurhasanah, S.Si, Apt., selaku Kepala Seksi Alat Kesehatan
Elektromedik Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan atas
pengarahan selama Praktik Kerja Profesi Apoteker dan penyusunan
laporan ini.
9. Lupi Triaksono, SF, MM, Apt., selaku Kepala Seksi Standarisasi dan
Sertifikasi Produksi dan Distribusi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Alat Kesehatan atas pengarahan selama Praktik Kerja Profesi Apoteker.
10. Nurlaili Isnaini, Apt. MKM., selaku Kepala Seksi Alat Kesehatan Non-
Elektromedik Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan atas
pengarahan dalam pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker.
11. Nurhidayat, S.Si., Apt selaku Kepala Seksi Produk PKRT Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan atas pengarahan dan selama
pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker.
12. Seluruh karyawan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang
telah banyak memberikan bantuan selama penulis melaksanakan Praktik
Kerja Profesi Apoteker.
13. Seluruh staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi yang
telah banyak memberikan bekal ilmu, berbagi pengalaman, dan
pengetahuan kepada penulis selama masa studi di Fakultas Farmasi.
14. Keluarga yang telah memberikan bantuan moril dan materil sehingga
pelaksanaan PKPA dan penyelesaian laporan dapat berjalan lancar.
15. Seluruh teman-teman Apoteker Universitas Indonesia angkatan 79 yang
telah mendukung dan bekerja sama selama perkuliahan dan pelaksanaan
PKPA.
Universitas Indonesia
Penulis
Universitas Indonesia
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Nonekslusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih
media/memformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal: 6 Januari 2015
Yang menyatakan
ix Universitas Indonesia
x Universitas Indonesia
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .................. viii
ABSTRAK ..................................................................................................... xi
ABSTRACT ................................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi
xi Universitas Indonesia
LAMPIRAN ................................................................................................... 49
Universitas Indonesia
Halaman
Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementrian Kesehatan RI .......................... 49
Lampiran 2. Struktur Organisasi Sekertariat Direktorat Jenderal ................... 50
Lampiran 3. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan ..................................................................... 51
Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan ................................................................................... 52
Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian .... 53
Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian ................................................................................ 54
Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Alat Kesehatan ............................................................................ 55
Lampiran 8. Struktur Organisasi dan Penanggung Jawab Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ...................................... 56
PENDAHULUAN
1 Universitas Indonesia
Dalam lingkup tugas dan fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, bahwa penyelenggaraan upaya
kesehatan tersebut antara lain dilakukan melalui pembinaan, pengendalian dan
pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan pengamanan
Alkes dibidang informasi, produksi, dan peredaran dalam rangka memenuhi
persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan Alkes.
Dalam pelaksanaan pembinaan, pengendalian dan pengawasan alat
kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alkes berkoordinasi dengan
Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota, instansi terkait serta bermitra
dengan Asosiasi Perusahaan Alat Kesehatan dan lembaga kemasyarakatan lainnya
sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 1189/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Produksi Alat
Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menjadi dasar hukum bagi
pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan di Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan. Pengamanan yang dimaksud dalam peraturan ini
adalah upaya untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh
penggunaan yang tidak tepat, dan atau yang tidak memenuhi persyaratan mutu,
keamanan, dan kemanfaatan.
Dasar keilmuan yang dimiliki oleh seorang apoteker ikut berperan dalam
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Untuk mendapatkan
gambaran mengenai dunia kerja di lingkungan pemerintahan, maka diadakan
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI.
1.2. Tujuan
Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah:
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
TINJAUAN UMUM
2.1.2 Tujuan
Terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil-guna dan
berdaya-guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya (Kementerian Kesehatan, 2010a).
2.1.4 Nilai-nilai
Guna mewujudkan visi dan misi rencana strategis pembangunan
kesehatan, Kementerian Kesehatan menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai
yaitu (Kementerian Kesehatan, 2010a):
a. Pro rakyat
Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan
selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan haruslah menghasilkan yang
terbaik untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
bagi setiap orang adalah satu diantara hak asasi manusia tanpa membedakan
suku, golongan, agama, dan status sosial ekonomi.
b. Inklusif
Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak,
karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh
Kementerian Kesehatan saja. Oleh karena itu, seluruh komponen masyarakat
harus ikut berpartisipasi secara aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi
profesi, organisasi masyarakat, pengusaha, masyarakat madani dan
masyarakat bawah.
Universitas Indonesia
c. Responsif
Program kesehatan haruslah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat,
serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi
setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi dasar
dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda sehingga
diperlukan penanganan yang berbeda pula.
d. Efektif
Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang
telah ditetapkan dan bersifat efisien.
e. Bersih
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi dan
nepotisme (KKN), transparan dan akuntabel.
Universitas Indonesia
2.1.6 Tugas
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1144/Menkes/Per/VIII/2010 pasal 2, Kementerian Kesehatan mempunyai tugas
menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk
membantu Presiden Republik Indonesia dalam menyelenggarakan pemerintahan
negara.
2.1.7 Fungsi
Menurut pasal 3, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1144/Menkes/PER/VIII/2010, Kementerian Kesehatan menyelenggarakan fungsi,
yaitu (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b):
a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan.
b. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan
Kementerian Kesehatan di daerah.
e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
16 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
3.4 Tujuan
Tujuan dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, yaitu:
a. Meningkatkan mutu dan keamanan alat kesehatan dan PKRT;
b. Meningkatkan ketersediaan alat kesehatan dan PKRT dalam jenis yang
lengkap, jumlah cukup, harga yang terjangkau, bermutu, digunakan secara
tepat dan dapat diperoleh saat diperlukan; dan
c. Meningkatkan ketersediaan alat kesehatan dan PKRT melalui optimalisasi
industri nasional dengan memperlihatkan keanekaragaman produk dan
keunggulan daya saing.
3.5 Strategi
Untuk mencapai tujuannya Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan mempunyai strategi, yaitu (Departemen Kesehatan RI, 2005):
a. Penggalangan kemitraan.
b. Peningkatan keterpaduan program.
c. Pengembangan profesionalisme sumber daya manusia.
d. Peningkatan dukungan peraturan dan perundangan.
e. Meningkatkan sosialisasi dan advokasi.
f. Mobilisasi sumber dana dan tenaga.
g. Pemberdayaan daerah.
h. Konsolidasi internal.
i. Melakukan regulasi di bidang alat kesehatan.
j. Mengoptimalkan industri alat kesehatan berbasis keanekaragaman sumber
daya alam dan keunggulan daya asing.
k. Meningkatkan penerapan standar mutu, keamanan dan kemanfaatan alat
kesehatan.
l. Memberdayakan dan meningkatkan pelaksanaan komunikasi, informasi, dan
edukasi.
3.6 Sasaran
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai
sasaran, antara lain (Departemen Kesehatan RI, 2005):
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
alat kesehatan non elektromedik adalah kassa, tensimeter, termometer, kursi roda,
softlens, dan lain-lain.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Pengajuan izin registrasi alat kesehatan dan PKRT harus dilengkapi data-
data yang terdiri dari data administrasi dan data teknis.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Alat ini adalah Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dalam negeri (PKD),
termasuk kelas 2, kategori pembersih, subkategori pembersih kloset, dan
didaftarkan pada tahun 2007.
Pencabutan nomor pendaftaran/izin edar dan memerintahkan penarikan
dari peredaran alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar merupakan
wewenang dari pemerintah, jika terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu,
keamanan, dan kemanfaatan. Pendaftaran/izin edar produk berlaku selama 5
tahun. Jika dalam masa peredarannya terdapat penambahan atau perubahan pada
produk yang telah diizin edar tersebut, seperti: nama, penandaan, kemasan,
penambahan ukuran kemasan, dan lain-lain, maka produk tersebut harus
didaftarkan kembali, produk tidak perlu mengganti nomor izin edar (masih dapat
memakai nomor izin edar yang lama). Namun, jika terjadi perubahan formula
maka produk harus didaftarkan lagi ke Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan) dan nomor
izin edar lama tidak berlaku lagi (diganti dengan nomor izin edar baru).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
PEMBAHASAN
39 Universitas Indonesia
Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, dan Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri dari empat
subdirektorat, yaitu: Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, Subdirektorat
Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
(PKRT), Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT, serta Subdirektorat
Standarisasi dan Sertifikasi. Masing-masing subdirektorat dikepalai oleh satu
orang kepala subdit yang membawahi dua orang kepala seksi. Pembagian
subdirektorat ini berdasarkan tugas pokok dan fungsi yang sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1144/Menkes/Per/VIII/2010. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan terdiri dari
seksi Alat Kesehatan Elektromedik dan seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik.
Pada struktur organisasi sebelumnya, dua seksi ini terpisah dalam subdirektorat
yang berbeda. Perubahan struktur ini bertujuan untuk lebih mengefisiensikan dan
mengefektifkan kinerja.
Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan atau implan yang
tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan, dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan
kesehatan pada manusia, dan atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi
tubuh. Alat kesehatan elektromedik adalah alat kesehatan yang dalam
penggunaannya menggunakan teknik listrik dan rangkaian elektronika (sirkuit
elektronik) sebagai pengontrol kerja dari alat, baik untuk diagnostik, monitoring
maupun terapi. Satu diantara persyaratan yang harus dipenuhi oleh produsen alat
kesehatan elektromedik adalah mempunyai bengkel untuk reparasi atau workshop
dan mempunyai izin dari BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir) jika alat
yang hendak diedarkan menggunakan radiasi atau x-ray.
Alat kesehatan non elektromedik adalah alat kesehatan yang dalam
penggunaannya tidak menggunakan tenaga listrik. Penggunaan alat kesehatan ini
beberapa ada yang dapat dilakukan oleh orang biasa (bukan tenaga ahli), sehingga
cara penggunaannya harus dicantumkan pada alat kesehatan atau tertera pada
kemasan. Beberapa alat kesehatan non elektromedik juga memerlukan tenaga ahli
seperti penggunaan implan jantung yang sangat beresiko apabila penggunaannya
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
dari luar negeri maupun dalam negeri. Penilaian ini bertujuan untuk dapat
melakukan penilaian apakah produk diagnostik In vitro dan PKRT yang akan
beredar telah memenuhi persyaratan yang berlaku dalam rangka menjamin
keamanan, mutu, dan manfaat produk tersebut. Hal-hal yang dinilai berupa data
administrasi dan data teknis. Data administrasi meliputi formulir pendaftaran,
sertifikat produksi (produksi dalam negeri), IPAK, surat penunjukan sebagai agen
tunggal, surat kuasa untuk mendaftar, Certificate of Free Sale (untuk produk
impor), surat pernyataan kepemilikan merek (produk dalam negeri), sedangkan
data teknis meliputi formula/kompisisi, prosedur pembuatan, spesifikasi produk
jadi, Certificate of Analysis (CoA), kestabilan, uji fungsi alat, penandaan serta
penanganan komplain.
Produk diagnostik In vitro adalah alat kesehatan yang baik digunakan
tunggal maupun dalam kombinasi, ditujukan oleh pabrikannya untuk pemeriksaan
In vitro spesimen yang berasal dari tubuh manusia yang semata-mata atau pada
prinsipnya digunakan untuk memberikan informasi bagi tujuan diagnostik,
pemantauan atau kesesuaian. Produk ini mencakup reagen, kalibrator, wadah
spesimen, piranti lunak, dan instrument atau perlengkapan terkait atau barang
lainnya. Produk diagnostik In vitro dibagi dalam 4 kategori yaitu peralatan kimia
klinik dan toksikologi klinik, peralatan hematologi dan patologi, peralatan
imunologi dan mikrobiologi dan peralatan obstetrik dan ginekologi. Khusus
registrasi alat kesehatan diagnostik In vitro kelas III (misalnya untuk penyakit
HIV atau flu burung) harus menyertakan uji klinis dari Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM). Berbeda dengan jenis alat kesehatan lainnya, produk
diagnostik In vitro memiliki kekhasan tersendiri. Sebagian produk memiliki
persyaratan penyimpanan suhu dan kelembapan bahkan ada produk yang harus
disimpan pada suhu 2o-8oC, dan rentan terhadap perubahan suhu dan kelembapan.
Sehingga kondisi penyimpanan dan distribusi sangat mempengaruhi kualitas
produk. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu penilaian produk diagnostic sebelum
diberikan izin edar.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
1.1 Kesimpulan
a. Kementerian Kesehatan sudah melaksanakan setiap pekerjaan sesuai dengan
Visi dan Misi Kementerian Kesehatan periode 2010-2014, dimana Visi
Kementrian Kesehatan adalah “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan
Berkeadilan”. Misi Kementerian Kesehatan adalah meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta
dan masyarakat madani; melindungi kesehatan masyarakat dan menjamin
tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan
berkeadilan; menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan;
dan menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
b. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan bagian
dari Kementerian Kesehatan RI yang bertanggung jawab dalam merumuskan
serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan
kefarmasian dan alat kesehatan. Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri
dari Sekretariat Direktorat Jenderal dan empat direktorat, yaitu Direktorat
Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, dan
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Setiap Direktorat pada
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan sudah melakasakan
kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing direktorat.
c. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan membawahi
Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan; Subdirektorat Penilaian Produk
Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; Subdirektorat
Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;
Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi; Subbagian Tata Usaha; dan
Kelompok Jabatan Fungsional. Direktorat ini berperan dalam
menyelenggarakan upaya kesehatan melalui penilaian, pembinaan,
pengendalian, dan pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan
46 Universitas Indonesia
1.2 Saran
a. Agar dilakukan penambahan jumlah tenaga kerja dan memperluas ruangan
kerja untuk meningkatkan kinerja dan kecepatan pelayanan terhadap
pemohon serta memperluas ruang tunggu untuk tamu sehingga dapat
melayani tamu/pendaftar dengan baik.
b. Agar meningkatkan penggunaan sistem online untuk mempermudah dan
mempercepat pelayanan sertifikat produksi, izin penyalur alat kesehatan, dan
izin edar alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga disertai
pembayaran pendaftaran perizinan secara online sehingga memudahka
pendaftar di seluruh indonesia.
c. Agar meningkatkan program pengawasan mengenai periklanan dan sampling,
untuk menjaga konsumen atau masyarakat dari produk yang tidak memenuhi
syarat mutu, efikasi, dan manfaat.
Universitas Indonesia
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2013a. Pedoman Sistem e-Monitoring Post
Market & Surveillance Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga. Jakarta: Kemenkes RI.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2010-2014. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Kesehatan. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010c). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1189/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang
Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No.
36 tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Republik
Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2005). Rencana Strategis Direktorat
Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Depkes RI tahun 2005-2009.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
48 Universitas Indonesia
49
50
51
52
53
54
55
56
ANGKATAN LXXIX
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2015
ii Universitas Indonesia
iv Universitas Indonesia
1 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
1.2 Tujuan
a. Mengetahui bentuk pengawasan post marketing alat kesehatan, yang
dilakukan oleh Dirjen Binfar Kemenkes RI Divisi Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan.
b. Mengetahui fungsi dari pengawasan post marketing alat kesehatan yang
beredar.
c. Mengetahui contoh kasus pelaporan vigillans yang ada di Dirjen Binfar
Kemenkes RI Divisi Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.
d. Mempelajari tindak lanjut atas satu diantara laporan kasus kejadian tidak
diinginkan (KTD), yang dilaporkan melalui sistem e-watching Kemenkes RI.
Universitas Indonesia
4 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Pada umumnya post market surveillance oleh produsen telah ada sebagai
bagian dari “quality system” internal. Walaupun sertifikat quality system tidak
dipersyaratkan untuk produsen alkes dan PKRT kelas I (paling tidak beresiko)
atau non alkes yang berfungsi sebagai pengukuran, namun produsen masih perlu
melaporkan hasil post market surveillance yang telah dilaksanakan pada waktu
melakukan pendaftaran izin edar.
Penarikan produk dari peredaran adalah tanggung jawab produsen atau
penyalur, namun Kementrian Kesehatan melakukan pengawasan apakah
pelaksanaan post market surveillance telah dilaksanakan sesuai prosedur dan
meminta hasilnya apabila diperlukan.
2.2.2 Vigilans
Merupakan tindakan yang dilakukan sebagai reaksi terhdap adanya kasus,
kejadian yang terjadi akibat penggunaan alkes yang menyebabkan cedera atau
kematian terhadap pasien. Vigilans dilakukan berdasarkan laporan KTD yang
terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan dan di masyarakat akibat pengunaan alkes
dan PKRT.
Tindakan reaktif harus dilakukan terhadap laporan KTD dalam tenggat
waktu sesuai ketentuan pemerintah untuk mencegah terulangnya kejadian yang
sama dan dilakukan Corrective Action and Preventive Action (CAPA).
Tujuan dari vigilans alkes adalah untuk meningkatkan kesehatan dan
keamanan pasien, pengguna dan lainnya dalam meminimalisir KTD yang sejenis
sehingga tidak berulang
Pelaksanaan viglans meliputi:
a. Evaluasi KTD
b. Diseminasi informasi yang dapat digunakan untuk mencegah atau
meminimalisir konsekuensi dari KTD, bila diperlukan
c. Modifikasi alkes
d. Penarikan kembali alkes dari pasaran (recall)
Produsen dan penyalur alkes harus menginformasikan ke Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan setiap KTD sesuai dengan tenggat waktu
yang ditentukan. Alur pelaporan KTD dapat dilihat di lampiran 2.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Sistem pelaporan e-Report dapat alat kesehatan diakses melalui situs resmi
kementrian kesehatan http://e-report.alkes.kemkes.go.id seperti pada lampiran 6.
Sistem elektronik ini dapat menjadi referensi bagi end user dalam pengadaan alat
kesehatan, yang mana dapat juga menjadi acuan bagi BPJS untuk melakukan
pembiayaan atau pembayaran klaim alat kesehatan, terutama implan (cardiologi
dan orthopedic) dimana dokter harus melaporkan nomor batch/serial implan yang
digunakan sehingga dapat mencegah penggunaan alat kesehatan secara ilegal.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.5.3.2 Pemusnahan
Pemusnahan untuk masing-masing jenis alkes harus mengikuti ketentuan
yang ketat dan spesifik. Sebagai contoh alkes yang terkontaminasi setelah
penggunaan (contohnya disposible syringe) atau alkes yang mengandung kimia
yang beracun dapat, berakibat bahaya pada masyarakat atau lingkungan harus
dimusnahkan secara layak.
Harus ada petugas yang menangani di setiap tahapan dari tiap rentang life
cycle alkes, termasuk pada saat pemusnahan. Petugas yang bersangkutan harus
dapat mengidentifikasikan dan mengikutsertakan langkah-langkah keselamatan
pada alkes yang bersangkutan.
Universitas Indonesia
3.1.2 Waktu
Penelitian ini dilakukan pada periode 6-17 Oktober 2014
17 Universitas Indonesia
4.1 Hasil
Data Produk
Kelompok Produk Elektromedik Non Radiasi
Nomor Izin Edar N/A
Merk/Nama Dagang Versamed
Jenis Produk Ventilator
Tipe/Model Ivent 201
Ukuran N/A
Kemasan N/A
Kode Produk N/A
Nomor Seri/Batch/Lot IV 50131
Tanggal Pembuatan -
Tanggal Pembelian 2009/04/01
Tanggal Kadaluarsa -
Data Produsen
Nama Produsen PT. Utama Sarana Medika
Alamat Tebet Raya Jakarta Selatan
Negara Indonesia
Provinsi DKI Jakarta
Kabupaten / Kota Jakarta Selatan
Telepon -
Tanggal Lapor Produsen -
Nama Penyalur PT. Utama Sarana Medika
Alamat Jl. Tebet Jakarta Selatan
Provinsi DKI Jakarta
Kabupaten / Kota Jakarta Selatan
Kontak Person Hamid
Telepon -
18 Univeritas Indonesia
4.2 Pembahasan
PT. Sarana Utama Medika merupakan produsen sekaligus penyalur alat
kesehatan yang bertempat di Tebet Raya Jakarta Selatan. Alat kesehatan yang
diproduksi dan disalurkan antara lain mesin anestesi, perinatologi, alat monitor
pasien dan ventilator. Ventilator adalah alat yang digunakan membantu pasien
yang mengalami gagal napas. Pada prinsipnya ventilator adalah suatu alat yang
bisa menghembuskan gas (dalam hal ini oksigen) ke dalam paru-paru pasien. Saat
menghembuskan gas, ventilator bisa tidak tergantung otot pernapasan (ventilator
menggantikan sepenuhnya kerja otot pernapasan), atau ventilator bersifat
membantu otot pernapasan sehingga kerja otot pernapasan diperkuat. Jumlah gas
yang ditiupkan tergantung pengaturan yang kita kehendaki (Rupi’i, 2012).
Pada kasus pelaporan terhadap ventilator Versamed Ivent 201 yang
diproduksi dan didistribusi oleh PT. Sarana Utama Medika yang terjadi di ruang
ICU RSUP Fatmawati ini, disebutkan pada kronologis Kejadian Tidak Diinginkan
bahwa terjadi kegagalan solenoid. Solenoid merupakan salah satu jenis kumparan
yang terbuat dari kabel panjang dililitkan secara rapat dan dapat diamsusikan
bahwa panjangnya jauh lebih besar dari diameternya. Kegagalan solenoid dapat
mengakibatkan kegagalan penghantaran arus listrik sehingga tidak terjadi sinyal
umpan balik yang menghasilkan variabel tertentu sehingga kerja napas tidak pada
posisi optimal bahkan dapat menyebabkan kegagalan pernapasan. Seperti yang
diketahui dari laporan bahwa volume pada ventilator tidak sesuai settingan, hanya
Universitas Indonesia
bisa disetting untuk respirasi tidak untuk lainnya, perlu 2 kali pengaturan (setting),
dan tidak bisa diperbaiki oleh teknisi elektromedik. Dampak yang ditimbulkan
oleh kerusakan tersebut menyebabkan kegagalan pernapasan, sianosis, barotrauma
thorax dan hipoksia yang akhirnya menimbulkan akibat fatal yaitu kematian
karena kegagalan pernapasan.
Kerusakan alat ventilator di ruang ICU RSUP Fatmawati ini dapat
disebabkan oleh beberapa hal, satu diantaranya adalah perawatan alat ventilator
yang kurang tepat, sebab pada kasus ini diketahui bahwa alat ventilator sudah
digunakan sejak 1 april 2009 atau lebih dari 5 tahun penggunaan dan tentunya
memerlukan perawatan agar penggunaan alat tersebut tetap optimal. Ventilator
Versamed Ivent 201 yang dilaporkan dalam kasus ini memiliki interval waktu
tertentu untuk dilakukan perawatan pencegahan kerusakan, yaitu; 6 bulan
(verifikasi inspeksi dan performa), 12 bulan (penggantian PM kit dan batere), 625
hari (servis keseluruhan ventilator), serta 2 tahun (penggantian sensor oksigen)
(Suite, 2006).
Pada kasus kerusakan alat kesehatan terutama alat kesehatan life saving
seperti ventilator, seharusnya pihak rumah sakit harus segera menghubungi pihak
produsen untuk melakukan perbaikan pada alat tersebut, jika pihak teknisi pihak
rumah sakit tidak dapat menangani kerusakan. Sehingga produsen dapat
melalukan perawatan dan perbaikan pada alat ventilator tersebut sesuai dengan
spesifikasi alat dan tentunya akan mengurangi risiko kegagalan perbaikan alat
kesehatan. Pada saat alat diperbaiki pihak Produsen sebaiknya meminjamkan alat
pengganti sementara ke pihak Rumah Sakit, sehingga selama proses perbaikan
alat pihak RSUP Fatmawati tetap bisa melakukan perwatan terhadap pasien.
Selain itu, ada baiknya jika pihak RSUP Fatmawati juga memiliki ventilator
cadangan untuk berjaga-jaga apabila terjadi hal yang tidak diinginkan pada
ventilator utama, untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan, dan berujung fatal
seperti kematian pada kasus ini.
Kerusakan alat kesehatan apalagi berujung pada kematian pasien menjadi
tanggung jawab semua pihak terkait, termasuk didalamnya pihak RSUP
Fatmawati selaku pemberi pelayanan kesehatan, pihak PT. Sarana Utama Medika
selaku distributor dan pemberi jaminan (asuransi) terhadapa lat tersebut, dan juga
Universitas Indonesia
Pemerintah dalam hal ini Kementrian Kesehatan Republik Indonesia yakni Dirjen
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang memiliki tanggung jawab untuk
menjamin kualitas, keamanan, kemanfaatan alat kesehatan, serta melindungi
masyarakat terhadap penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan
atau mutu persyaratan.
Sedangkan untuk penanganan tindak lanjut yang paling tepat terhadap
pelaporan KTD pada sistem e-watch Alat Kesehatan yang dilaporkan oleh pihak
RSUP Fatmawati adalah recall atau penarikan kembali. Recall adalah proses yang
dilakukan terhadap alat kesehatan bermasalah seperti cacat, berisiko terhadap
pelayanan kesehatan, maupun keduanya dan melanggar peraturan perundang-
undangan alat kesehatan. Proses recall dapat berupa tindakan perbaikan atau
penghapusan. Dengan demikian, recall tidak selalu berupa penghentian
pemakaian atau pengembalian ke perusahaan, tetapi dapat berupa pengecekan,
penyeseuaian, atau perbaikan produk.
Pelaksanaan recall menjadi tanggung jawab dari perusahaan. Tindakan
yang dilakukan oleh perusahaan terkait kecacatan produk dan atau ancaman
terhadap kesehatan yaitu me-recall alat kesehatan (perbaikan atau penghapusan)
dan wajib melaporkan kepada pemerintah, dalam hal ini Kemenkes RI. Menurut
klasifikasi recall alat kesehatan berdasarkan dampak yang ditimbulkan, kerusakan
ventilator ini termasuk dalam kelas 1, karena kecacatan produk secara potensial
membahayakan nyawa atau dapat menyebabkan kecacatan permanen, sehingga
penanganan tindak lanjut terbaik dalam kasus ini ada recall atau penarikan
kembali.
Berdasarkan studi kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan data
yang cukup, sistem pelaporan seperti e-watch ini dapat berkembang menjadi
informasi yang berharga mengenai risiko penggunaan alat kesehatan dan dampak
yang ditimbulkan. Dengan banyaknya laporan yang masuk, dapat dilakukan
analisis risiko untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya pengulangan
Kejadian Tidak Diinginkan tipe spesifik. Sehingga kesalahan yang mungkin
terjadi dapat dihitung dan diminimalisir. Hal ini dapat meningkatkan keamanan
dari penggunaan alat kesehatan yang beredar.
Universitas Indonesia
5.1 Kesimpulan
a. Bentuk pengawasan post marketing alat kesehatan, yang dilakukan oleh
Dirjen Binfar Kemenkes RI Divisi Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan ada 4 macam yaitu; monitoring & evaluasi, surveilans, vigilans
dan pengawasan iklan.
b. Fungsi pengawasan post marketing alat kesehatan adalah untuk melakukan
pengecekan kesesuaian terhadap mutu, keamanan dan kinerja alat mulai dari
monitoring dan evaluasi cara produksi dan distribusi alat kesehatan yang baik,
sampai pengawasan peredaran dan penilaian kesesuaian alat kesehatan
terhadap data awal yang dimasukkan pada saat registrasi
c. Contoh kasus pelaporan vigilans yang ada di Dirjen Binfar Kemenkes RI
Divisi Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan adalah pelaporan terhadap
Ventilator Versamed Ivent 201 yang diproduksi dan didistribusikan oleh PT.
Sarana Utama Medika dan digunakan di ruang ICU RSUP Fatmawati
d. Penanganan tindak lanjut yang dilakukan terhadap pelaporan adalah recall
atau penarikan kembali alat oleh perusahaan produsen dan penyalur dan
dilaporkan kepada pemerintah
5.2 Saran
a. Pemerintah, dalam hal ini Dirjen Binfar Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan Kemenkes RI melakukan sosialisasi lebih luas kepada pengguna
alat kesehatan, yang paling utama adalah masyarakat luas mengenai system e-
watch ini sehingga mereka dapat segera melaporkan apabila mengalami atau
mengetahui terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap alat kesehatan
yang digunakan.
b. Pemerintah sebaiknya segera melakukan penangan terhadap laporan yang
masuk, agar dapat meminimalisir risiko lebih lanjut yang mungkin terjadi.
c. Produsen dan distributor melakukan analisis terhadap alat yang dilaporkan,
untuk mengetahui letak kesalahan, dan apabila kerusakan alat terjadi karena
22 Universitas Indonesia
kurangnya perawatan oleh pengguna, dalam hal ini RSUP Fatmawati, maka
untuk kerjasama berikutnya mereka harus mengingatkan pengguna untuk rutin
melakukan perawatan.
d. Pihak pengguna harus rutin melakukan perawatan terhadap alat yang
digunakan, dan harus menyediakan cadangan alat khususnya alat kesehatan
vital seperti ventilator ini agar apabila sewaktu-waktu terjadi hal seperti ini
lagi, tidak akan menimbulkan dampak vital seperti kematian.
Universitas Indonesia
Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2013c. Pedoman Toko Alat
Kesehatan. Jakarta: Kemenkes RI.
TM
GE healthcare/VersaMed iVent 201. Diakses melalui www.gehealthcare.com
danwww.versamed.net
24 Universitas Indonesia
Sumber Lainnya:
Perusahaan Produsen
Regulator Asing
Laporan
26
27
28
29
30
31
32
33
34