Anda di halaman 1dari 17

Silat Minangkabau

Seni bela diri tradisional yang berasal dari Kepulauan Nusantara(Indonesia)

Baca dalam bahasa lain

Unduh

Pantau halaman ini

Sunting

Silat Minangkabau. Pesilat di sebelah kiri memegang senjata tradisional kerambit (foto koleksi
Tropenmuseum, tanpa tahun).

Silat Minangkabau (bahasa Minangkabau: silek Minangkabau) adalah seni beladiri yang dimiliki oleh
masyarakat Minangkabau, Sumatra Barat, Indonesia yang diwariskan secara turun temurun dari generasi
ke generasi. Masyarakat Minangkabau memiliki tabiat suka merantau semenjak beratus-ratus tahun yang
lampau. Untuk merantau tentu saja mereka harus memiliki bekal yang cukup dalam menjaga diri dari
hal-hal terburuk selama di perjalanan atau di rantau, misalnya diserang atau dirampok orang. Di samping
sebagai bekal untuk merantau, silek penting untuk pertahanan nagari terhadap ancaman dari luar. Silat
Minangkabau juga dapat sebagai sarana hiburan yang dipadukan dengan darama yang dinamakan
Randai. Yang berisikan nashat Dan petuah Dari Nenek Motang yang diturunkan secara turun temurun

Filosofi dan tujuan Sunting

Randai, sebuah tarian Minangkabau yang mengadopsi gerakan silat.

Wilayah Minangkabau di bagian tengah Sumatra sebagaimana daerah di kawasan Nusantara lainnya
adalah daerah yang subur dan produsen rempah-rempah penting sejak abad pertama Masehi. Oleh
sebab itu, tentu saja ancaman-ancaman keamanan bisa saja datang dari pihak pendatang ke kawasan
Nusantara ini. Jadi secara fungsinya silat dapat dibedakan menjadi dua yakni sebagai

panjago diri (pembelaan diri dari serangan musuh), dan

parik paga dalam nagari (sistem pertahanan negeri).

Untuk dua alasan ini, maka masyarakat Minangkabau pada tempo dahulunya perlu memiliki sistem
pertahanan yang baik untuk mempertahankan diri dan negerinya dari ancaman musuh kapan saja. Silek
tidak saja sebagai alat untuk beladiri, tetapi juga mengilhami atau menjadi dasar gerakan berbagai tarian
dan randai (drama Minangkabau) [1]. Emral Djamal Dt Rajo Mudo (2007) pernah menjelaskan bahwa
pengembangan gerakan silat menjadi seni adalah strategi dari nenek moyang Minangkabau agar silat
selalu diulang-ulang di dalam masa damai dan sekaligus untuk penyaluran "energi" silat yang cenderung
panas dan keras agar menjadi lembut dan tenang. Sementara itu, jika dipandang dari sisi istilah, kata
pencak silat di dalam pengertian para tuo silek (guru besar silat) adalah mancak dan silek. Perbedaan
dari kata itu adalah:[2]

Kata mancak atau dikatakan juga sebagai bungo silek (bunga silat) adalah berupa gerakan-gerakan tarian
silat yang dipamerkan di dalam acara-acara adat atau acara-acara seremoni lainnya. Gerakan-gerakan
untuk mancak diupayakan seindah dan sebagus mungkin karena untuk pertunjukan.[3]

Kata silek itu sendiri bukanlah untuk tari-tarian itu lagi, melainkan suatu seni pertempuran yang
dipergunakan untuk mempertahankan diri dari serangan musuh, sehingga gerakan-gerakan diupayakan
sesedikit mungkin, cepat, tepat, dan melumpuhkan lawan.[4]

Para tuo silek juga mengatakan jiko mamancak di galanggang, kalau basilek dimuko musuah (jika
melakukan tarian pencak di gelanggang, sedangkan jika bersilat untuk menghadapi musuh). Oleh sebab
itu para tuo silek (guru besar) jarang ada yang mau mempertontonkan keahlian mereka di depan umum
bagaimana langkah-langkah mereka dalam melumpuhkan musuh. Oleh sebab itu, pada acara festival
silat tradisi Minangkabau, maka penonton akan kecewa jika mengharapkan dua guru besar (tuo silek)
turun ke gelanggang memperlihatkan bagaimana mereka saling serang dan saling mempertahankan diri
dengan gerakan yang mematikan. Kedua tuo silek itu hanya melakukan mancak dan berupaya untuk
tidak saling menyakiti lawan main mereka. Karena menjatuhkan tuo silek lain di dalam acara akan
memiliki dampak kurang bagus bagi tuo silek yang "kalah". Dalam praktik sehari-hari, jika seorang guru
silat ditanya apakah mereka bisa bersilat, mereka biasanya menjawab dengan halus dan mengatakan
bahwa mereka hanya bisa mancak (pencak), padahal sebenarnya mereka itu mengajarkan silek (silat).
Inilah sifat rendah hati ala masyarakat Nusantara, mereka berkata tidak meninggikan diri sendiri, biarlah
kenyataan saja yang bicara. Jadi kata pencak dan silat akhirnya susah dibedakan. Saat ini setelah silek
Minangkabau itu dipelajari oleh orang asing, mereka memperlihatkan kepada kita bagaimana serangan-
serangan mematikan itu mereka lakukan. Keengganan tuo silek ini dapat dipahami karena Indonesia
telah dijajah oleh bangsa Belanda selama ratusan tahun, dan memperlihatkan kemampuan bertempur
tentu saja tidak akan bisa diterima oleh bangsa penjajah pada masa dahulu, jelas ini membahayakan
buat posisi mereka.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa silat itu berasal dari kata silek. Kata silek pun ada yang
menganggap berasal dari siliek, atau si liat, karena demikian hebatnya berkelit dan licin seperti belut. Di
tiap Nagari memiliki tempat belajar silat atau dinamakan juga sasaran silek, dipimpin oleh guru yang
dinamakan Tuo Silek. Tuo silek ini memiliki tangan kanan yang bertugas membantu dia mengajari para
pemula.
Orang yang mahir bermain silat dinamakan pandeka (pendekar). Gelar Pandeka ini pada zaman
dahulunya dilewakan (dikukuhkan) secara adat oleh ninik mamak dari nagari yang bersangkutan. Namun
pada zaman penjajahan gelar dibekukan oleh pemerintah Belanda. Setelah lebih dari seratus tahun
dibekukan, masyarakat adat Koto Tangah, Kota Padang akhirnya mengukuhkan kembali gelar Pandeka
pada tahun 2000-an. Pandeka ini memiliki peranan sebagai parik paga dalam nagari (penjaga keamanan
negeri), sehingga mereka dibutuhkan dalam menciptakan negeri yang aman dan tentram. Pada 7 Januari
2009, Wali kota Padang, H. Fauzi Bahar digelari Pandeka Rajo Nan Sati oleh Niniak Mamak (Pemuka Adat)
Koto Tangah, Kota Padang[5]. Gelar ini diberikan sebagai penghormatan atas upaya dia menggiatkan
kembali aktivitas silek tradisional di kawasan Kota Padang dan memang dia adalah pesilat juga pada
masa mudanya. Sehingga gelar itu layak diberikan[6].

Sejarah Sunting

Kajian sejarah silek memang rumit karena diterima dari mulut ke mulut, pernah seorang guru
diwawancarai bahwa dia sama sekali tidak tahu siapa buyut gurunya. Bukti tertulis kebanyakan tidak ada.
Seorang Tuo Silek dari Pauah, Kota Padang, cuma mengatakan bahwa dahulu silat ini diwariskan dari
seorang kusir bendi (andong) dari Limau Kapeh [2], Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat. Seorang
guru silek dari Sijunjung, Sumatra Barat mengatakan bahwa ilmu silat yang dia dapatkan berasal dari
Lintau [7]. Ada lagi Tuo Silek yang dikenal dengan nama Angku Budua mengatakan bahwa silat ini dia
peroleh dari Koto Anau, Kabupaten Solok[8]. Daerah Koto Anau di Kabupaten Solok, Bayang dan Banda
Sapuluah di Kabupaten Pesisir Selatan, Pauah di Kota Padang atau Lintau di Kabupaten Tanah Datar pada
masa lalunya adalah daerah penting di wilayah Minangkabau. Daerah Solok misalnya adalah daerah
pertahanan kerajaan Minangkabau menghadapi serangan musuh dari darat, sedangkan daerah Pesisir
adalah daerah pertahanan menghadapi serangan musuh dari laut. Tidak terlalu banyak guru-guru silek
yang bisa menyebutkan ranji guru-guru mereka secara lengkap.

Jika dirujuk dari buku berjudul Filsafat dan Silsilah Aliran-Aliran Silat Minangkabau karangan Mid Djamal
(1986), maka dapat diketahui bahwa para pendiri dari Silek (Silat) di Minangkabau adalah

Datuak Suri Dirajo diperkirakan berdiri pada tahun 1119 Masehi di daerah Pariangan, Padangpanjang,
Sumatra Barat.

Kambiang Utan (diperkirakan berasal dari Kamboja[?]),

Harimau Campo (diperkirakan berasal dari daerah Champa),

Kuciang Siam (diperkirakan datang dari Siam atau Thailand) dan


Anjiang Mualim (diperkirakan datang dari Persia[?]).

Pada masa Datuak Suri Dirajo inilah silek Minangkabau pertama kali diramu dan tentu saja gerakan-
gerakan beladiri dari pengawal yang empat orang tersebut turut mewarnai silek itu sendiri[9]. Nama-
nama mereka memang seperti nama hewan (Kambing, Harimau, Kucing dan Anjing), namun tentu saja
mereka adalah manusia, bukan hewan menurut persangkaan beberapa orang. Asal muasal Kambiang
Hutan dan Anjiang Mualim memang sampai sekarang membutuhkan kajian lebih dalam dari mana
sebenarnya mereka berasal karena nama mereka tidak menunjukkan tempat secara khas. Mengingat
hubungan perdagangan yang berumur ratusan sampai ribuan tahun antara pesisir pantai barat kawasan
Minangkabau (Tiku, Pariaman, Air Bangis, Bandar Sepuluh dan Kerajaan Indrapura) dengan Gujarat
(India), Persia (Iran dan sekitarnya), Hadhramaut (Yaman), Mesir, Campa (Vietnam sekarang) dan bahkan
sampai ke Madagaskar pada masa lalu, bukan tidak mungkin silat Minangkabau memiliki pengaruh dari
beladiri yang mereka miliki. Sementara itu, dari pantai timur Sumatra melalui sungai dari Provinsi Riau
yang memiliki hulu ke wilayah Sumatra Barat (Minangkabau) sekarang, maka hubungan beladiri
Minangkabau dengan beladiri dari Cina, Siam dan Champa bisa terjadi karena jalur perdagangan, agama,
ekonomi, dan politik. Beladiri adalah produk budaya yang terus berkembang berdasarkan kebutuhan
pada masa itu. Perpaduan dan pembauran antar beladiri sangat mungkin terjadi. Bagaimana perpaduan
ini terjadi membutuhkan kajian lebih jauh. Awal dari penelitian itu bisa saja diawali dari hubungan
genetik antara masyarakat di Minangkabau dengan bangsa-bangsa yang disebutkan di atas.

Jadi boleh dikatakan bahwa silat di Minangkabau adalah kombinasi dari ilmu beladiri lokal, ditambah
dengan beladiri yang datang dari luar kawasan Nusantara. Jika ditelusuri lebih lanjut, diketahui bahwa
langkah silat di Minangkabau yang khas itu adalah buah karya mereka. Langkah silat Minangkabau
sederhana saja, namun di balik langkah sederhana itu, terkandung kecerdasan yang tinggi dari para
penggagas ratusan tahun yang lampau. Mereka telah membuat langkah itu sedemikian rupa sehingga
silek menjadi plastis untuk dikembangkan menjadi lebih rumit. Guru-guru silek atau pandeka yang lihai
adalah orang yang benar-benar paham rahasia dari langkah silat yang sederhana itu, sehingga mereka
bisa mengolahnya menjadi bentuk-bentuk gerakan silat sampai tidak hingga jumlahnya. Kiat yang
demikian tergambar di dalam pepatah jiko dibalun sagadang bijo labu, jiko dikambang saleba alam (jika
disimpulkan hanya sebesar biji labu, jika diuraikan akan menjadi selebar alam)

Penyebaran Sunting

Sifat perantau dari masyarakat Minangkabau telah membuat silek Minangkabau sekarang tersebar ke
mana-mana di seluruh dunia. Pada masa dahulunya, para perantau ini memiliki bekal beladiri yang cukup
dan ke mana pun mereka pergi mereka juga sering membuka sasaran silat (perguruan silat) di daerah
rantau dan mengajarkan penduduk setempat beladiri milik mereka. Mereka biasanya lebur dengan
penduduk sekitar karena ada semacam pepatah di Minangkabau yang mengharuskan mereka berbaur
dengan masyarakat di mana mereka tinggal. Bunyi pepatah itu adalah dima bumi dipijak di situ langik
dijunjuang, dima rantiang dipatah di situ aia disauak (Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung, di
mana rantiang dipatah di situ air disauk). Pepatah ini mengharuskan perantau Minang untuk menghargai
budaya lokal dan membuka peluang silat Minangkabau di perantauan mengalami modifikasi akibat
pengaruh dari beladiri masyarakat setempat dan terbentuklah genre atau aliran baru yang bisa dikatakan
khas untuk daerah tersebut. Silek Minangkabau juga menyebar karena diajarkan kepada pendatang yang
dahulunya berdiam di Ranah Minang. Jadi dapat dikatakan bahwa silek itu menyebar ke luar wilayah
Minangkabau karena sifat perantau dari masyarakat Minangkabau itu sendiri dan karena diajarkan
kepada pendatang.

Penyebaran dan pengaruh silek di dalam negeri Sunting

Silek yang menyebar ke daerah rantau (luar kawasan Minangkabau) ada yang masih mempertahankan
format aslinya ada yang telah menyatu dengan aliran silat lain di kawasan Nusantara. Beberapa
perguruan silat menyatukan unsur-unsur silat di Nusantara dan Silek Minang masuk ke dalam jenis silat
yang memengaruhi gerakan silat mereka. Beberapa contoh yang dapat diberikan adalah:

Silek 21 Hari atau dikenal juga dengan nama Silek Pusako Minang: Silat ini berkembang di wilayah
perbatasan antara Pasaman dan Provinsi Riau. Silat ini masih jarang diungkapkan di dalam kajian Silek
Minangkabau jadi keterangan tentang silat ini masih terbatas dan dalam penelitian. Silat ini lebih
menekankan aspek spiritual dan berasal dari kalangan pengamal tarekat di Minangkabau. Saat ini masih
ada keturunan Pagaruyung Minangkabau yang mengajarkan silat ini di beberapa kawasan di Provinsi
Riau, seperti di Rokan Hulu (Kuntu Darussalam), Mandau Duri, Rokan Hilir, dan Perawang. Silat ini
tergolong jenis yang ditakuti di daerah tersebut dan juga berkembang sampai ke Malaysia[10] .

Silat Sabandar dari Tanah Sunda dikembangkan oleh perantau Minangkabau yang bernama Mohammad
Kosim di Kampung Sabandar, Jawa Barat. Silek ini disegani di Tanah Sunda. Seiring dengan perkembangan
dan pembauran dengan tradisi silat di Tanah Sunda, silat ini telah mengalami variasi sehingga bentuknya
menjadi khas untuk daerah tersebut.

Silat Pangian di Kuantan Singgigi, Provinsi Riau, terdiri dari Silek Pangian Jantan dan Silek Pangian Batino.
Silek Pangian ini asalnya dari daerah Pangian, Lintau, Kabupaten Tanah Datar Sumatra Barat. Silek ini
adalah silek yang legendaris dan disegani dari wilayah Kuantan. Di Kuantan tentu saja silek ini telah
mengalami perkembangan dan menjadi ciri khas dari tradisi wilayah tersebut. Awalnya pendiri dari silek
ini adalah petinggi dari kerajaan Minangkabau yang pergi ke daerah Kuantan.

Silek Minangkabau menyebar ke daerah Deli (sekitar Medan) di Pesisir Timur Provinsi Sumatra Utara
akibat migrasi penduduk Minangkabau pada masa lalu [11]. Saat sekarang tradisi silat itu masih ada.

Perguruan Silat Setia Hati, adalah perguruan besar dari Tanah Jawa. Pada masa dahulunya, pendiri dari
perguruan ini, Ki Ngabei Ageng Soerodiwirdjo banyak belajar dari silek Minangkabau di samping belajar
dari berbagai aliran dari silat di Tanah Sunda, Betawi, Aceh, dan kawasan lain di Nusantara. Silek
Minangkabau telah menjadi unsur penting dalam jurus-jurus Perguruan Setia Hati. Setidaknya hampir
semua aliran silek penting di Minangkabau telah dia pelajari selama di Sumatra Barat pada tahun 1894-
1898.[12] Dia adalah tokoh yang menghargai sumber keilmuannya, sehingga dia memberi nama setiap
jurus yang diajarkannya dengan sumber asal gerakan itu. Dia memiliki watak pendekar yang mulia dan
menghargai guru.

Silat Perisai Diri, yang didirikan oleh RM Soebandiman Dirdjoatmodjo atau dikenal dengan Pak Dirdjo,
memiliki beberapa unsur Minangkabau di dalam gerakannya. Silat Perisai Diri memiliki karakter silat
tersendiri yang merupakan hasil kreativitas gemilang dari pendirinya. Perisai Diri termasuk perguruan
silat terbesar di Indonesia dengan cabang di berbagai negara.[13]

Satria Muda Indonesia, yang pada awalnya berasal dari Perguruan Silat Baringan Sakti yang mengajarkan
silek Minangkabau, kemudian berkembang dengan menarik berbagai aliran silat di Indonesia ke dalam
perguruannya.[14]

Silat Baginda di Sulawesi Utara adalah silat yang berasal dari pengawal Tuanku Iman Bonjol yang
bernama Bagindo Tan Labiah (Tan Lobe) yang dibuang ke Manado pada tahun 1840. Tan Labiah
meninggal dunia pada tahun 1888.[15]

Penyebaran silek di luar negeri Sunting

Singapura: Posisi Singapura atau dahulu disebut Tumasik yang strategis membuat wilayah ini dikunjungi
oleh berbagai bangsa semenjak dahulu kala. Silek Minangkabau telah menyebar ke sana pada tahun
1160 dengan ditandainya gelombang migrasi bangsa Melayu dari Minangkabau [16]

Malaysia: Penyebaran Silek Minangkabau di Negeri Malaysia terjadi terutama akibat migrasi penduduk
Minangkabau ke Malaka pada abad ke 16 dan juga karena adanya koloni Minangkabau di Negeri
Sembilan. Silek Pangian, Sitaralak, Silek Luncur juga berkembang di negeri jiran ini. Silat Cekak, salah satu
perguruan silat terbesar di Malaysia juga memiliki unsur-unsur aliran silek Minangkabau, seperti silek
Luncua, Sitaralak, kuncian Kumango dan Lintau di dalam materi pelajarannya.[17] Posisi Malaysia yang
rawan dari serangan berbagai bangsa terutama bangsa Thai membuat mereka perlu merancang sistem
beladiri efektif yang merupakan gabungan antara beladiri Aceh dan Minangkabau.[18] Beberapa
perguruan silat menggunakan nama Minang atau Minangkabau di dalam nama perguruannya

Filipina: Penyebaran Islam ke Mindanao, yang dilakukan oleh Raja Baginda, keturunan Minangkabau dari
Kepulauan Sulu pada tahun 1390.[19] Penyebaran ini mungkin akan mengakibatkan penyebaran budaya
Minangkabau, termasuk silat ke wilayah Mindanao. Bukti-buktinya masih perlu dikaji lebih dalam

Brunei Darussalam: Penyebaran Silek ke Brunei seiring dengan perjalanan bangsawan dan penduduk
Minangkabau ke Negeri Brunei. Seperti yang sudah dijelaskan pada awal tulisan ini, bahwa silek adalah
bagian dari budaya Minangkabau, oleh sebab itu mereka yang pergi merantau akan membawa ilmu
beladiri ini ke mana pun, termasuk ke Brunei Darussalam. Kajian hubungan silek Minangkabau dan
Brunei masih dibutuhkan, namun yang pasti, para pemuka kerajaan Brunei memiliki pertalian ranji
dengan raja-raja di Minangkabau.[20] Ada dugaan bahwa Awang Alak Betatar, pendiri kerajaan Brunei
(1363-1402) yang gagah berani berasal dari Minangkabau karena gelar-gelar dari saudara-saudara dia
mirip dengan gelar-gelar dari Minangkabau, namun catatan tertulis diketahui bahwa migrasi masyarakat
Minangkabau berawal dari pemerintahan Sultan Nasruddin Sultan Brunei ke-15) tahun 1690-1710 yang
ditandai dengan tokoh yang bernama Dato Godam (Datuk Godam) atau Raja Umar dari keturunan
Bandaro Tanjung Sungayang, Pagaruyung [21]

Austria: Perguruan sileknya bernama PMG=Sentak, dikembangkan oleh Pandeka Mihar[22]

Spanyol: Perguruan sileknya bernama Harimau Minangkabau, dikembangkan oleh Guru Hanafi di kota
Basque[23]

Belanda:

Silek Tuo dikembangkan oleh Doeby Usman,[24]

Satria Muda, dikembangkan oleh Cherry dan Nick Smith pada 1971. Mereka adalah murid dari dari Guru
W. Thomson,[25]

Paulu Sembilan, Silat dari Pauh Sembilan Kota Padang,[26]

Hongkong: Perguruannya bernama Black Triangle Silat dikembangkan Pendekar Scott McQuaid.[27]
Pendekar Scott adalah termasuk dalam jalur waris dari guru Hanafi, sama dengan Guru de-Bordes di
Ghana.

Amerika Serikat:

Bapak Waleed adalah salah satu tokoh yang mengembangkan silek Minangkabau di USA,[28]

Baringin Sakti yang dikembangkan oleh Guru Eric Kruk,[29]

Prancis: Perguruannya bernama Saudara Kaum dikembangkan oleh Haji Syofyan Nadar.[30] Perguruan ini
juga memiliki guru mengajarkan silat dari Tanah Sunda seperti Maenpo Cianjur (Sabandar, Cikalong dan
Cikaret)[31] dan Silat Garis Paksi.[32]

Ghana, Afrika: Perguruannya bernama Harimau Minangkabau dikembangkan oleh Guru de-Bordes yang
belajar ke Guru Hanafi[33] dengan permainan silat harimau.[34]

Proses Berguru Sunting

Jika seseorang ingin belajar silek, maka ia bisa datang sendiri atau biasanya diantar oleh teman, bapak
atau mamak (saudara laki-laki dari ibu) kepada seorang guru, jika di kalangan keluarga mereka tidak ada
yang bisa bermain silat dengan baik. Setelah berbasa basi, maka nanti si calon murid datang pada waktu
yang ditentukan dengan membawa benda-benda tertentu.

Syarat-syarat berguru Sunting

Syarat-syarat berguru ini bervariasi pula, namun biasanya terdiri dari pisau, kain putih, lado kutu (cabe
rawit), garam, gula, jarum jahit, cermin, rokok, beras, uang, dan baju silat satu stel (Endong sapatagak).
Jumlah uang biasanya tidak ditentukan. Apa yang dibawa mempunyai arti tersendiri bagi calon murid.
Biasanya diterangkan pada saat prosesi penerimaan murid.

Beberapa contoh dari arti syarat-syarat yang dibawa itu adalah

kain putiah (kain putih): pakaian murid itu adalah pakaian yang bersih, silek ini akan menjadi pakaian
bagi murid, merupakan pakaian yang bersih

pisau: setelah latihan ini, maka si murid tidak akan dilukai oleh pisau, karena memiliki ilmu setajam pisau

lado kutu (cawe rawit), garam dan gulo(gula): ilmu silat ini memakai raso (rasa), karena semakin mahir
orang melakukan sesuatu biasanya mereka tidak berpikir lagi, tetapi menggunakan raso (perasaan).
Contoh, ahli masak terkenal jarang menimbang bahan-bahan yang mereka butuhkan, tetapi tetap juga
menghasilkan masakan yang enak dan khas, seperti itu pulalah silat nantinya pada tingkat mahir.

endong sapatagak (Baju Silat satu Stel): Untuk mengajar silat kepada anak sasiannya (murid) seorang
guru memerlukan pakaian silat yang bagus yang bisa dipakai selama melatih muridnya sampai tamat
(Putuih Kaji), maka sudah sepatutnya dan sepantasnya bagi seorang murid untuk menyediakan seragam
latihan bagi gurunya untuk melatih para muridnya,jangan sampai malah merepotkan guru yang akan
menurunkan ilmunya kepada muridnya.

bareh jo pitih (beras dan uang): belajar silat akan menyita waktu guru, oleh karena itu sudah menjadi
kewajiban bagi murid mempertimbangkan nilai dari waktu yang dihabiskan oleh guru. Di samping itu
beras yang dibawa juga akan dimakan bersama sesama anggota sasaran silek (tempat berlatih silat
dinamai sasaran ada juga yang menyebut laman ). Nilai uang dan beras tidak ditentukan jumlahnya.
Namun setidaknya beras itu dibawa satu atau dua liter, sedangkah untuk uang, itu terpulang kepada
kemampuan ekonomi si murid untuk mempertimbangkannya.

Proses Penerimaan Murid Sunting

Ada bermacam cara dalam menerima anak sasian (murid), seperti yang sudah disebutkan di atas, si
murid diminta untuk membawa bahan-bahan tertentu pada hari yang dijanjikan dan juga diminta
membawa seekor ayam jantan untuk satu orang murid. Ayam ini nanti disembelih oleh guru dan
kemudian darahnya dicecerkan mengelilingi sasaran, dalam prosesi pemotongan ayam ini seorang guru
sudah bisa melihat dan membaca maksud dari seorang murid dalam belajar silat baik dari segi niatnya,
karakternya, minat, bakat, dan kemauan dari seorang calon murid ini.

Ada beberapa pertanda yang dilihat guru pada saat prosesi pemotongan ayam ini di antaranya:
Setelah di sembelih ayam tersebut akan di lemparkan ke dalam sasaran,lama atau sebentarnya ayam
tersebut meregang nyawa sampai mati, itu memperlihatkan sebuah pertanda minat,bakat dan kemauan
dari sang calon murid untuk belajar silat.

Dari posisi matinya ayam, seorang guru bisa membaca pertanda dari niat dan karakter seorang murid,
posisi matinya ayam menghadap ke mana dan apakah posisi matinya di luar lingkaran atau di dalam
lingkaran itu adalah sebuah pertanda yang bisa dibaca oleh seorang guru, dan juga apabila pada saat
meregang nyawa ayam tersebut menerjang kearah sang guru, maka itu juga sebuah pertanda bagi sang
guru tentang niat dan karakter calon murid tersebut, sehingga seorang guru silat sudah bisa
memperkirakan apa yang akan terjadi nanti dan seperti apa dan sampai sejauh mana pelajaran silat yang
bisa diberikan sang guru kepada murid tersebut nantinya.

Ayam tersebut kemudian dimasak, biasanya digulai dan dihidangkan dalam acara mandoa (doa) yang
dihadiri oleh guru dan para saudara seperguruan. Untuk acara ini dipanggil pula Urang Siak (sebutan
untuk orang ahli agama) untuk mendoakan si murid agar mendapatkan kebaikan selama mengikuti
latihan. Kemudian, pada saat makan bersama, sang guru akan mengupas kepala ayam tersebut untuk
mengambil tulang rawan yang berada di bawah lidah atau rahang ayam tersebut, dari tulang rawan
tersebut seorang guru juga bisa membaca sebuah pertanda tentang niat dan kemauan sang murid untuk
belajar silat tersebut.

Biasanya di dalam ritual penerimaan seorang murid, si murid ini diambil sumpahnya untuk patuh kepada
guru dan tidak menggunakan ilmu yang mereka dapatkan ini untuk berbuat keonaran. Bahkan bunyi
sumpah itu keras sekali. Inilah potongan bunyi sumpah itu: kaateh indak bapucuak, kabawah indak
baurek, ditangah-tangah digiriak kumbang (ke atas tidak berpucuk, ke bawah tidak berurat dan di
tengah-tengah dimakan kumbang), artinya pelanggar sumpah tidak akan pernah mendapatkan hidup
yang baik selama hidupnya di dunia seperti yang diibaratkan nasib suatu pohon yang merana. Ada juga
prosesi dari perguruan silat tradisi waktu baru masuk perguruan tersebut dianjurkan mandi dengan tujuh
macam limau/jeruk bahkan ada juga dengan 7 macam bunga. waktu mandinya ada yang sore hari dan
ada juga setelah jam 12.00 malam.

Seperti yang berlaku pada perguruan beladiri manapun bahwa semenjak saat itu saudara seperguruan
adalah seperti saudara sendiri. Di dalam istilah Minangkabau dikatakan bahwa saudara seperguruan itu
saasok sakumayan (satu asap satu kemenyan) atau sabatin artinya dia adalah bagian dari diri kita dan
berlaku hukum saling melindungi.

Prosesi ini tidak sama tiap sasaran silek, ada pula guru yang tidak meminta membawa apa-apa, sehingga
tidak ada prosesi penerimaan murid seperti yang diuraikan di atas, tetapi kasus ini jarang terjadi,
umumnya selalu ada prosesi penerimaan murid apakah dalam bentuk sederhana bahkan sampai ada
yang berbentuk upacara adat.
Jadwal Latihan Sunting

Guru menetapkan jadwal latihan silat dan biasanya malam hari. Murid boleh mengajukan waktu
sepanjang guru tidak keberatan. Biasanya jadwal latihan malam hari setelah salat isya. Ada sasaran silek
yang membolehkan latihan sebelum jam 12 malam. Lebih dari itu dilarang oleh gurunya karena sang
guru meyakini lebih dari jam 12 malam adalah waktunya inyiak balang (harimau), sehingga tidak boleh
untuk bersilat lagi. Tapi ada pula yang malah sebaliknya, bersilat itu dimulai dari lewat jam 12 malam
sampai jam 4 pagi. Biasanya dilakukan dua atau tiga kali seminggu.

Pada tingkat lanjutan untuk mengambil gerakan silek harimau (silat harimau), malah sang guru yang
biasanya suka latihan lewat jam 12 malam ini meminta muridnya untuk belajar siang hari. Gerakan dari
silat harimau ini tidak sebanyak gerakan silat yang biasa guru ajarkan.

Ada sasaran silek yang lebih "privat". Guru tidak suka punya murid banyak-banyak, paling-paling
muridnya cuma 4 orang saja atau sepasang. Murid tunggal juga diterima, dan ini langsung bersilat
dengan gurunya. Khusus untuk murid tunggal, guru harus memiliki stamina yang baik, karena harus ikut
bermain dengan murid dari awal sampai akhir.

Para murid biasanya membawa makanan untuk dimakan bersama, juga rokok, kopi atau teh dan gula
saat hari latihan. Ada juga yang menyertakan dengan uang. Nilainya tidak ditentukan, murid sendirilah
yang menentukan berapa nilainya.

Aliran Sunting

Ada banyak aliran yang berkembang di Ranah Minangkabau. menurut peneliti silat Hiltrud Cordes (1990)
dan Kristin Pauka (1998), setidaknya terdapat sepuluh aliran utama Silek Minangkabau, yaitu:[35][36]

* Silek Tuo (Silat Tua) * Silek Harimau (Silat Harimau) * Silek Lintau (Silat Lintau)

* Silek Sitaralak (Silat Sitaralak) * Silek Pauah (Silat Pauh) * Silek Sungai Patai (Silat Sungai Patai)

* Silek Luncua (Silat Luncur) * Silek Gulo-Gulo Tareh (Silat Gulo-Gulo Tareh) * Silek Baruah (Silat
Baruh)

* Silek Kumango (Silat Kumango) * Silek Ulu Ambek (Silat Ulu Ambek)
Silek Ulu Ambek menurut dia tidak tergolong ke dalam aliran Silek karena lebih menekankan kekuatan
batin daripada kontak fisik. Silek Sitaralak, Lintau, Kumango, Luncua terkenal sampai ke Malaysia. Silek
sitaralak (disebut juga siterlak, terlak[37], sterlak, starlak) merupakan silat yang beraliran keras dan kuat.
Ada beberapa nama aliran silat lain yang punya nama, yakni Silek Tiang Ampek, Silek Balubuih, Silek
Pangian (berkembang di Kabupaten Kuantan Singingi) dan Buah Tarok dari Bayang, Pesisir Selatan. Asal
usul dari aliran silat ini juga rumit dan penuh kontroversi, contoh Silek Tuo dan Sitaralak. Silek Tuo ada
yang menganggap itu adalah versi silek paling tua, namun pendapat lain mengatakan bahwa silat itu
berasal dari Tuanku Nan Tuo dari Kabupaten Agam. Tuanku Nan Tuo adalah anggota dari Harimau Nan
Salapan, sebutan lain dari Kaum Paderi yang berjuang melawan Belanda di Sumatra Barat. Hubungan
sitaralak dan Silek Tuo (silat paling tua) adalah kajian yang menarik untuk dikupas lebih dalam.

Gerakan silek itu diambil dari berbagai macam hewan yang ada di Minangkabau, contohnya Silek
Harimau, Kucing[38] dan Silek Buayo (Buaya), namun di dalam perkembangan silek selanjutnya, ada
sasaran silek, umumnya silek yang berasal dari kalangan tarekat atau ulama agama Islam menghilangkan
unsur-unsur gerakan hewan di dalam gerakan silek mereka karena dianggap bertentangan dengan unsur
agama versi mereka.

Jika dilihat dari beberapa gerakan silat yang berada di Minangkabau, ada pola-pola yang dominan di
dalam permainan mereka, yakni:

bersilat dengan posisi berdiri tegak

bersilat dengan posisi rendah

bersilat dengan posisi merayap di tanah

bersilat dengan posisi duduk (silek duduak)

Posisi permainan silat ini terjadi akibat kondisi lingkungan di mana silat itu berkembang, pada daerah
yang tidak datar dan licin, mereka lebih suka menggunakan posisi rendah, sementara di daerah pantai
yang berpasir, mereka lebih suka bersilat dengan posisi berdiri. Meskipun demikian, bukan berarti di
daerah pesisir tidak mengenal permainan rendah.

Konsep Sunting

Alam takambang jadi guru adalah konsep universal dari budaya alam Minangkabau. Kata "alam",[39]
berasal dari bahasa Sanskerta artinya sama dengan lingkungan kehidupan atau daerah.[40] Konsep ini
juga diterjemahkan oleh para pendiri silat pada masa dahulunya menjadi gerakan-gerakan silat. Antara
silat dan produk budaya lain di Minangkabau adalah satu kesatuan filosofis, jadi untuk menerangkan
silat, pepatah-pepatah yang biasa diucapkan dalam upacara adat bisa digunakan.

Setiap nagari memiliki sasaran silek, ini adalah suatu keharusan, ibarat sebuah negara yang tidak
mungkin tidak memiliki angkatan perang. Konsep nagari itu sama dengan konsep sebuah negara.
Hubungan antara nagari dengan nagari sama halnya dengan hubungan antarnegara. Alam Minangkabau
adalah kesatuan pengikat antar nagari-nagari bahwa mereka merupakan satu konsep budaya. Secara
budaya, yang dinamakan masyarakat Minangkabau mengaku berasal dari Gunung Marapi, tepatnya dari
Nagari Pariangan, Sumatra Barat yakni suatu tempat yang disebut sebagai sawah gadang satampang
baniah (sawah luas, setampang benih). Dari nagari itulah benih kebudayaan yang setampang digagas,
disusun dan kemudian dikembangkan ke wilayah sekitarnya (luhak nan tiga). Oleh karena nagari di
Minangkabau tidak obahnya seperti sebuah republik mini, semuanya lengkap dari wilayah, aparat
pemerintah, pertahanan sampai penduduknya, maka hampir semua nagari memiliki sasaran silek,
sehingga variasi dari gerakan-gerakan silat tidak dapat dihindari sama sekali.

Variasi dari gerakan silek terjadi karena:

Rentang waktu yang sedemikan lama dari awal silek ini dirumuskan

Pancarian surang-surang (penemuan baru oleh guru baik disengaja atau tidak)

Perbedaan minat

Hasil adu pandapek (hasil diskusi sesama pendekar)

Pengaruh dari beladiri lain

Meskipun demikian ada kesamaan konsep dari gerakan silat di Minangkabau. Oleh sebab itu kita dapat
membedakan antara silat dari Minangkabau dan silat dari daerah lain di kawasan Nusantara. Beberapa
konsep dari silek Minangkabau itu adalah

1. Tagak jo Langkah (Berdiri dan Langkah) Sunting

Ciri khas dari permainan silek adalah pola berdiri dan langkah. Tagak artinya tegak atau berdiri, di mana
pesilat berdiri? Dia berdiri di jalan yang benar (tagak di nan bana), dia bukanlah seorang yang suka cari
rusuh dan merusak tatanan alam dan kehidupan bermasyarakat. Di dalam mantera sering juga
diungkapkan sebagai tegak alif, pitunggua adam, langkah muhammad[41]. Di dalam permainan silat,
posisi berdiri adalah pelajaran pertama diberikan, yang dinamakan sebagai bukak langkah (sikap pasang)
seorang pemain silat Minangkabau adalah tagak runciang (berdiri runcing atau berdiri serong) dengan
posisinya selalu melindungi alat vital. Kuda-kuda pemain silat harus kokoh, untuk latihan ini dahulunya
mereka berjalan menentang arus sungai.

Langkah dalam permainan silek Minangkabau mirip dengan langkah berjalan, namun posisinya pada
umumnya merendah. Posisi melangkah melingkar yang terdiri dari gelek, balabek, simpia dan baliak
(Lihat penjelasan istilah ini pada Kurikulum.

Adapun pola langkah yang dipergunakan ada yang dinamakan[42]

langkah tigo (langkah tiga, pola langkah yang membentuk segitiga). Silek yang dimainkan oleh Mak Danin
Capek di Cupak Solok, Sumatra Barat, misalnya lebih menekankan penggunaan langkah tiga, sehingga dia
menyebutnya sebagai Silek Langkah Tigo (silat langkah tiga).[43]

langkah ampek (langkah empat, pola langkah yang membentuk segiempat)

langkah sambilan (langkah sembilan): untuk mancak (pencak)

2. Garak jo Garik (Gerak dan Gerik) Sunting

Di dalam bersilat perlu sekali memahami garak dan garik. Garak artinya insting, kemampuan membaca
sesuatu akan terjadi, contoh seorang pesilat bisa merasakan ada sesuatu yang akan membahayakan
dirinya. Garik adalah gerakan yang dihasilkan oleh pesilat itu sebagai antisipasi dari serangan yang
datang. Jika kata ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, ia menjadi kurang pas, karena di dalam
bahasa Indonesia, gerak itu adalah gerakan dan gerik adalah kata pelengkap dari gerakan itu. Sedangkan
di dalam bahasa Minangkabau garak (gerak) itu adalah kemampuan mencium bahaya (insting) dan garik
(gerik) adalah gerakan yang dihasilkan (tindakan).

3. Raso jo Pareso (Rasa dan Periksa) Sunting

Raso (Rasa)

Raso atau rasa diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan sesuatu gerakan yang tepat tanpa harus
dipikirkan dulu, seperti seorang yang mahir membawakan kendaraaan, dia pasti tidak berpikir berapa
centimeter harus memijak rem supaya berhenti dengan tepat tanpa goncangan, tetapi dengan
merasakan pijakan rem itu dia dapat berhenti dengan mulus.

Pareso (Periksa)

Pareso adalah kemampuan analisis dalam waktu yang singkat atau nalar. Di dalam pertempuran
ungkapan pareso ini adalah kemampuan memanfaatkan sesuatu di dalam berbagai situasi pertempuran
dalam upaya untuk memperoleh kemenangan. Misalkan, jika kita bertempur waktu sore, upayakan posisi
jangan menghadap ke barat, karena akan silau oleh cahaya matahari.

Jadi antara raso dan pareso itu jalannya berpasangan, tidak boleh jalan sendiri-sendiri. Kita tidak boleh
terlalu mengandalkan perasaan tanpa menggunakan pikiran, namun tidak boleh pula berpikir tanpa
menggunakan perasaan. Ada pepatah yang mengatakan raso dibao naiak, pareso dibao turun (Rasa di
baik naik ke alam pikiran, periksa dibawa turun ke alam rasa). Demikianlah kira-kira maksud dari raso jo
pareso yang diungkapkan oleh para guru silek.

4. Kato Bajawek, Gayuang Basambuik (Kata Berjawab, Gayung Bersambut) Sunting

Alam fikiran Minangkabau memiliki konsep berpasangan, ini dapat dibuktikan dengan banyaknya
pepatah yang memiliki isi kalimat berpasangan, contohnya: mancari nan baik manulak nan buruak
(mencari hal-hal yang baik dan menolak hal-hal yang buruk), manitiak dari ateh, mambasuik dari bumi
(menitik dari atas, membersit dari bumi), tiok kunci ado pambukaknyo (tiap kunci ada pembukanya) dan
tiok kabek bisa diungkai (tiap ikatan bisa dilepas). Hal yang sama berlaku pada silek, setiap gerakan silat
ada pemusnahnya, setiap kuncian ada teknik untuk melepaskannya, oleh sebab itu sepasang pemain
silat yang mahir mampu bersilat terus menerus tanpa putus dengan mengalir begitu saja.[44] Mereka
baru berhenti kalau sudah letih atau capek. Hal yang sama juga terjadi pada peniup saluang, mereka bisa
meniup alat musik itu tanpa putus-putus sampai lagu selesai.

5. Tagang Bajelo, Kandua Badantiang (Tegang mengalun, Kendor Berdenting) Sunting

Guru silek mengatakan, jika tagang badantiang, maka ia akan putus atau rusak, dan jika kandua manjelo
(mengalun) itu artinya lemah. Adapun silek Minangkabau tidaklah demikian, silat itu adalah kombinasi
pas antara kelembutan dan kekuatan, dia lembut tetapi keras, dia keras tetapi lembut. Mungkin istilah
lentur atau plastis bisa disamakan dengan pengertian ungkapan di atas. Di dalam permainan silek,
serangan lawan itu tidak ditangkis atau dihadang, namun dipapah atau dibelokkan ke arah lain.
Menangkis serangan lawan, seperti sepak atau tinju akan membawa risiko memar atau cedera, namun
jika serangan itu dibelokkan, risiko cedera bisa dihindari dan lawan akan terdorong ke arah lain. Prinsip
ini mirip dengan prinsip yang digunakan oleh beladiri tai chi chuan dari China. Teknik ini juga digunakan
pada olahraga seperti memantulkan atau "dribble"[45] bola basket atau teknik "setting"[46] permainan
bola voli.

6. Adaik manuruik alua, alua manuruik patuik jo mungkin (Alami, logis dan efektif) Sunting
Tubuh manusia memiliki alur dan pola, gerakan silek harus mengikuti alur tubuh manusia, jangan
menentangnya. Konsep ini adalah konsep flow (mengalir) di dalam permainan silat. Jika konsep ini
dipakai, maka permainan silek akan terlihat indah dan mengalir, serta aman. Sekali alur itu dilanggar,
maka akan terjadi apa yang disebut sungsang (terbalik arah) yang dapat berakibat cedera mulai dari
ringan sampai patah. Silek disusun sedemikian rupa dengan mempertimbangan kaidah hukum alam
sehingga menghasilkan gerakan yang LOGIS dan EFEKTIF untuk beladiri. Bagaimana mengikuti alur tubuh
yang baik dapat dilihat pada gerakan silat yang dimainkan dan dijelaskan oleh David Benitez.[44]. Prinsip
umum silat juga dijelaskan oleh Luke Holloway yang menyatakan bahwa gerakan memukul yang diawali
dengan ancang-ancang rileks, santai atau tanpa tegangan akan menghasilkan efek pukulan lebih keras
daripada pukulan yang diawali dengan ancang-ancang yang kaku [47]. Efek ini terjadi karena alur dari
gerakan alamiah tubuh sendiri

Perlengkapan Sunting

1. Sasaran Silek (Tempat berlatih silat) Sunting

Sasaran Silek adalah tempat latihan silat di Minangkabau, sasaran ini mungkin bisa disamakan artinya
dengan padepokan atau gelanggang. Tempat latihan ini ada yang sengaja dibuat oleh guru dan para
muridnya atau disediakan oleh nagari atau suku atau kadangkala sasaran ini di mana saja, seperti di
dapur, di bilik, di gudang dan di tempat yang sepi yang jarang dilewati orang seperti di dangau, di ladang
dan di hutan.

2. Minyak Silek (Minyak silat) Sunting

Biasanya di suatu perguruan silek memiliki minyak yang digunakan untuk keperluan pengobatan pada
kasus terkilir selama latihan dan juga sekaligus simbol dari warisan sah suatu perguruan. Minyak itu
diwarisi secara turun temurun dari generasi dahulu kepada generasi penerus. Minyak itu dinamakan
minyak silek. Perguruan Silek Salimbado Buah Tarok, salah satu sasaran penerus dari silek asal Bayang,
Kabupaten Pesisir Selatan masih memelihara tradisi Minyak Silek yang diwariskan semenjak ratusan
tahun yang lalu dan minyak ini merupakan simbol dari perguruan tersebut. Anak sasian (murid) yang
baru masuk akan mengikuti tradisi mandi minyak tersebut. Tradisi yang sama terdapat di Malaysia dan
sepertinya mandi minyak ini masih terpelihara dengan baik.[48] Penggunaan minyak di dalam silat atau
maenpo juga lazim terjadi di kalangan Silat Cimande, Jawa Barat yang minyaknya dikenal dengan nama
Minyak Cimande.[49] Saat ini tidak semua sasaran silek di Minangkabau masih memelihara atau memiliki
tradisi mandi minyak.

3. Pakaian Sunting

Pakaian yang digunakan untuk silek adalah pakaian berwarna hitam yang lebih terkenal dengan sebutan
endong atau galembong. Hitam ini sendiri memiliki makna tahan tapo (tahan terpaan) dan tentu saja
pakaian hitam ini lebih baik digunakan untuk silat dibandingkan dengan pakaian putih yang terlihat cepat
kotor. Pakaian silek tradisional pisak-nya sangat rendah sehingga tidak memungkin pelaku silek
menyepak terlalu tinggi, tinggi sepakan paling sampai alat vital lawan saja.

Tidak semua perguruan yang menuntut anak sasian atau murid mengenakan pakaian silek. Seorang tuo
silek dari Pauh, Kota Padang malah tidak sependapat, dalam hal ini dia mengatakan bahwa silek yang
akan dipelajari bukan untuk tarian, melainkan buat membela diri jika diserang musuh, jadi pakaian yang
paling bagus dikenakan adalah pakaian yang biasa dipakai sehari-hari. Dan ada satu atribut silek Minang
yang tidak boleh ketinggalan, yaitu kabek kapalo atau ikat kepala,menurut tuo-tuo silek Minang kalau
basilek tidak memakai ikat kepala maka pada saat berlatih akan diganggu oleh inyiak balang
(Harimau),dan memang sering kejadian dalam berlatih silat tidak menggunakan ikat kepala, suka ada
kejadian-kejadian aneh dari lingkungan sekitar sasaran silek tersebut seperti atap yang dilempari batu
atau pasir, jendela yang dibanting-bantingkan walaupun tidak ada angin, dan hal-hal aneh lainnya. Secara
harfiah mungkin memakai ikat kepala sebagai bentuk penghormatan seorang anak sasian kepada yang
menciptakan silat itu sendiri, kepada sang guru dan kepada partner latihannya.

4. Senjata dan Pusaka Sasaran Sunting

Sasaran silek yang baik dan bagus biasanya memiliki senjata yang lengkap serta memiliki benda-benda
pusaka yang diwariskan secara turun-temurun. Senjata-senjata yang biasanya ada adalah Karih (Keris),
tumbak lado (tombak cabe), kurambik (kerambit), tumbak (tombak), ladiang (lading, golok), sabik (sabit),
tungkek (tongkat), dan pisau. Tumbak lado (tombak lada) merupakan senjata asli Minangkabau menurut
Draeger[50]. Wilayah Minangkabau pada kurun waktu 1600-an sangat terkenal dengan pembuatan keris
serta perlengkapan perang yang berkualitas bagus[51]. Keris misalnya yang umumnya kita tahu berasal
dari Jawa, ternyata juga di produksi di Minangkabau, yang dikatakan sebagai crizes atau keris yang
berasal dari Menancabo (Minangkabau) [52].

5. Alat Musik serta Perlengkapan Adat Sunting

Pemain Silek pada masa dahulunya juga adalah seniman. Randai dan berbagai tari-tarian adalah turunan
dari silek yang merupakan kegiatan seni. Oleh sebab itu sasaran silek juga memiliki perlengkapan musik
yang mereka miliki adalah beraneka ragam gandang (gendang), talempong, alat-alat musik tiup seperti
saluang, bansi, sarunai, pupuik batang padi, dan tangkolong, malahan juga ada alat musik gesek yang
dinamakan rabab (rebab). Di samping alat musik, sebagai komponen dari nagari, mereka juga memiliki
perlengkapan untuk upacara adat, seperti pakaian adat dan carano. Tidak semua sasaran silek memiliki
inventaris berharga ini sekarang.

Saat sekarang, setelah mendapat pembinaan dari IPSI, tiap sasaran telah memiliki nama sendiri-sendiri,
dan memiliki logo sasaran sendiri, namun itu tidak semua, ada juga sasaran yang tidak memiliki nama
dan atribut khusus.

Anda mungkin juga menyukai