TINJAUAN TEORI
1.1.Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya (Bruner & sudarth, 2002). Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas
tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula.
Fraktur terjadi jika tulang dikena stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya. (Brunner & Suddart, 2000)
Fraktur kruris terbuka adalah terputusnya hubungan tulang tibia dan fibula
disertai kerusakan pada jaringan lunak (otot , jaringan saraf , kulit , dan pembuluh
darah) sehingga memungkinkan terjadinya hubungan antara fragmen tulang yang
patah dengan udara luar. Hal ini disebabkan oleh suatu cidera trauma langsung yang
mengenai kaki.
1.2.Etiologi
1. Kekerasan langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
1
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
penekukan , penekukan dan penekanan , kombinasi dari ketiganya dan
penarikan.
1.3.Manifestasi Klinis
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema
2. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
3. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
4. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
1.4.Fisiologi
Sebelah atas dan bawah dari kolumna femoralis terdapat taju yang disebut trokanter
mayor dan trokanter minor. Dibagian ujung berbentuk persendian lutut, terdapat dua
buah tonjolan yang disebut kondilus medialis dan kondilus lateralis. Diantara kedua
kondilus ini terdapat lekukan tempat letaknya tulang tempurung lutut ( patela ) yang
disebut fosa kondilus
Bentuk lebih kecil, pada bagian pangkal melekat pada os fibula, pada bagian ujung
membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang disebut os
maleolus medialis, bagian dari tibia meliputi :
2
1) Prosesus Interkondiloid (tonjolan tulang)
2) Fosa interkondoloid
3) Maleolus medialis
4) Tuberositas tibia fibula ( TI betis )
5) Maleolus lateralis
6) Prosesus stiloid
1) Talus
2) Kalkaneus
3) Navikular
4) Kunaiformi
3
1.5 Patofisiologi
Trauma
Fraktur
4
1.6 Komplikasi
a. Malunion : tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
b. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
c. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali
1.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan ronten : menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma
2. Scan tulang ,tomograf, scan CT/ MRI : memperlihatkan fraktur juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Anteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler di curigai
4. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal
setelah trauma
5. Kretinin : trauma otot meningkatnya beban kratinin untuk klirens ginjal
6. Pofil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah , tranfusi
multiple atau cidera hati.(Doengoes, E.Marilyn )
1.8 Penatalaksanaan
1. Reduksi fraktur terbuka atau tertutup : tindakan manipulasi fragmen-fragmen
tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak semula.
2. Imobilisasi fraktur dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna
3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan
4. Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri
5. Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalakan atrofi
disuse dan meningkatkan peredaran darah
5
BAB II
2.1 Pengkajian
a. aktivitas/istirahat
Keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi
Tachikardi
c. Neurosensori
Kesemutan
kelemahan
d. kenyamanan
6
spasme/ kram otot
e. keamanan
laserasi kulit
perdarahan
perubahan warna
pembengkakan local
2.3 Intervensi
Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, pergeseran fragmen tulang
Tujuan : Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan
tepat, menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik
sesuai indikasi untuk situasi individual.
7
Intervensi Rasional
Pertahankan mobilisasi bagian yang Mengurangi nyeri dan mencegah
sakit dengan tirah baring, gips, bebat malformasi.
dan atau traksi.
Tinggikan posisi ekstremitas yang Meningkatkan aliran balik vena,
terkena. mengurangi edema/nyeri.
Lakukan dan awasi latihan gerak Mempertahankan kekuatan otot dan
aktif/pasif. meningkatkan sirkulasi vaskular.
Lakukan tindakan untuk Meningkatkan sirkulasi umum,
meningkatkan kenyamanan (massase, menurunkan area tekanan lokal dan
perubahan posisi). kelelahan otot.
Ajarkan penggunaan teknik Mengalihkan perhatian terhadap nyeri,
manajemen nyeri (latihan napas meningkatkan kontrol terhadap nyeri
dalam, imajinasi visual, aktivitas yang mungkin berlangsung lama.
dipersional).
Lakukan kompres dingin selama fase Menurunkan edema dan mengurangi
akut (24-48 jam pertama) sesuai rasa nyeri.
keperluan.
Kolaborasi pemberian analgetik sesuai Menurunkan nyeri melalui mekanisme
indikasi. penghambatan rangsang nyeri baik
secara sentral maupun perifer.
Evaluasi keluhan nyeri (skala, Menilai perkembangan masalah klien.
petunjuk verbal dan non verbal,
perubahan tanda-tanda vital).
8
meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh
menunjukkan teknik yang memampukan melakukan aktivitas.
Intervensi Rasional
Pertahankan pelaksanaan aktivitas Memfokuskan perhatian,
rekreasi terapeutik (radio, koran, meningkatkan rasa kontrol diri/harga
kunjungan teman/saudara) sesuai diri, membantu menurunkan isolasi
keadaan klien. sosial.
Bantu latihan rentang gerak pasif aktif Meningkatkan sirkulasi darah
pada ekstremitas yang sakit maupun muskuloskeletal, mempertahankan
yang sehat sesuai keadaan klien. tonus otot, mempertahankan gerak
sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan
mencegah reabsorbsi kalsium karena
imobilisasi.
Berikan papan penyangga kaki, Mempertahankan posisi fungsional
gulungan trokanter/tangan sesuai ekstremitas.
indikasi.
Bantu dan dorong perawatan diri Meningkatkan kemandirian klien
(kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan dalam perawatan diri sesuai kondisi
klien. keterbatasan klien.
Ubah posisi secara periodik sesuai Menurunkan insiden komplikasi kulit
keadaan klien. dan pernapasan (dekubitus, atelektasis,
pneumonia).
Dorong/pertahankan asupan cairan Mempertahankan hidrasi adekuat,
2000-3000 ml/hari. mencegah komplikasi urinarius dan
konstipasi.
Berikan diet TKTP. Kalori dan protein yang cukup
diperlukan untuk proses penyembuhan
dan mempertahankan fungsi fisiologis
tubuh.
9
Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi Kerjasama dengan fisioterapis perlu
sesuai indikasi. untuk menyusun program aktivitas
fisik secara individual.
Evaluasi kemampuan mobilisasi klien Menilai perkembangan masalah klien.
dan program imobilisasi.
10
akral hangat, tidak pucat dan sianosis, bisa bergerak secara aktif.
Intervensi Rasional
Dorong klien untuk secara rutin Meningkatkan sirkulasi darah dan
melakukan latihan menggerakkan mencegah kekakuan sendi.
jari/sendi distal cedera.
Hindarkan restriksi sirkulasi akibat Mencegah statis vena dan sebagai
tekanan bebat/spalk yang terlalu ketat. petunjuk perlunya penyesuaian
keketatan bebat/spalk.
Pertahankan letak tinggi ekstremitas Meningkatkan drainase vena dan
yang cedera kecuali ada kontraindikasi menurunkan edema kecuali pada
adanya sindroma kompartemen. adanya keadaan hambatan aliran arteri
yang menyebabkan penurunan perfusi.
Berikan obat antikoagulan (warfarin) Mungkin diberikan sebagai upaya
bila diperlukan. profilaktik untuk menurunkan tombus
vena.
Pantau kualitas nadi perifer, aliran Mengevaluasi perkembangan masalah
kapiler, warna kulit dan kehangatan klien dan perlunya intervensi sesuai
kulit distal cedera, bandingkan dengan keadaan klien.
sisi yang normal.
11
Lakukan dan ajarkan perubahan posisi Reposisi meningkatkan drainase sekret
yang aman sesuai keadaan klien. dan menurunkan kongesti paru.
Kolaborasi pemberian obat Mencegah terjadinya pembekuan
antikoagulan (warvarin, heparin) dan darah pada keadaan trombosemboli.
kortikosteroid sesuai indikasi. Kortikosteroid telah menunjukkan
keberhasilan untuk
mencegah/mengatasi emboli lemak.
Analisa pemeriksaan gas darah, Hb, Penurunan PaO2 dan peningkatan
kalsium, LED, lemak dan trombosit. PCO2 menunjukkan gangguan
pertukaran gas, anemia, hipokalsemia,
peningkatan LED dan kadar lipase,
lemak darah dan penurunan trombosit
sering berhubungan dengan emboli
lemak.
Evaluasi frekuensi pernapasan dan Adanya takipnea, dispnea dan
upaya bernapas, perhatikan adanya perubahan mental merupakan tanda
stridor, penggunaan otot aksesori dini insufisiensi pernapasan, mungkin
pernapasan, retraksi sela iga dan menunjukkan terjadinya emboli paru
sianosis sentral. tahap awal.
12
Kolaborasi pemberian antibiotika dan Antibiotika spektrum luas atau
toksoid tetanus sesuai indikasi. spesifik dapat digunakan secara
profilaksis, mencegah atau mengatasi
infeksi. Toksoid tetanus untuk
mencegah infeksi tetanus.
Analisa hasil pemeriksaan Leukositosis biasanya terjadi pada
laboratorium (hitung darah lengkap, proses infeksi, anemia dan
LED, kultur dan sensitivitas peningkatan LED dapat terjadi pada
luka/serum/tulang). osteomielitis. Kultur untuk
mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi.
Observasi tanda-tanda vital dan tanda- Mengevaluasi perkembangan masalah
tanda peradangan lokal pada luka. klien.
13
memerlukan evaluasi medik (nyeri untuk mengenali tanda/gejala dini
berat, demam, perubahan sensasi kulit yang memerlukan intervensi lebih
distal cedera). lanjut.
Persiapkan klien untuk mengikuti Upaya pembedahan mungkin
terapi pembelajaran bila diperlukan. diperlukan untuk mengatasi masalah
sesuai kondisi klien.
2.4 Evaluasi
14
Lampiran 1 : Pencegahan Primer , Sekunder dan Tersier pada Fraktur Kruris Terbuka
Pencegahan Primer :
1. Mengkonsumsi Vit.K
2. Menghindari kekerasan langsung seperti : cedera pada saat beraktivitas
3. Menghindari kekerasan akibat tarikan otot : meregangkan tubuh
Pencegahan sekunder :
1. Meminimalkan mobilisasi
2. Jangan sering duduk atau tidur dengan posisi yang tidak tepat,
3. Mengkonsumsi protein, kalsium dan zat-zat mineral lainnya
4. Berjemur di sinar matahari pagi selama masa pemulihan
15
3) Pencegahan Tersier : Dilakukan setelah sistem ditangani dengan strategi-strategi
pencegahan sekunder. Pencegahan tersier difokuskan pada perbaikan kembali ke
arah stabilitas sistem klien secara optimal. Tujuan utamanya adalah untuk
memperkuat resistansi terhadap stressor untuk mencegah reaksi timbul kembali
atau regresi, sehingga dapat mempertahankan energi. Pencegahan tersier
cenderung untuk kembali pada pencegahan primer.
Pencegahan Tersier :
1. Perbaikan tulang dengan cara memasang pen dan memperbaiki posisi tulang
yang bengkok dengan melakukan operasi pembebasan tulang.
2. Bone graft artinya cangkok tulang yaitu prosedur pembedahan yang
menempatkan tulang baru (tulang dari pendonor/mayat) atau bahan pengganti
(biasanya berupa sumsum dari tulang yang lain dari tubuh kita sendiri) ke
dalam ruang antara patahan tulang atau di sekitar patahan tulang atau di dalam
lubang-lubang pada tulang yang mengalami infeksi (osteomyelitis) atau
kanker tulang untuk merangsang pertumbuhan tulang yang baru.
3. Melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai dengan
kemampuan klien. Latihan isometric dan setting otot. Diusahakan untuk
meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah.
Sumber:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18785/1/mkn-jun2007-
40%20%288%29.pdf diakses tanggal 17 September 2014 pukul 9.40
16
DAFTAR PUSTAKA
Sumber:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18785/1/mkn-jun2007-
40%20%288%29.pdf diakses tanggal 17 September 2014 pukul 9.40
17