Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Ketika kita membicarakan tentang pendidikan, kita merasa bahwa kita sedang
membicarakan permasalahan yang kompleks dan sangat luas. Mulai dari masalah peserta didik,
pendidik/guru, manajemen pendidikan, kurikulum, fasilitas, proses belajar mengajar, dan lain
sebagainya. Salah satu masalah yang banyak dihadapi dalam dunia pendidikan kita adalah
lemahnya kualitas proses pembelajaran yang dilaksanakan guru di sekolah.
Dalam proses pembelajaran di dalam kelas hanya diarahkan kepada kemampuan anak
untuk menghafal informasi, otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi
tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan
kehidupan sehari-hari. Akibatnya banyak peserta didik yang ketika lulus dari sekolah, mereka
pintar secara teoritis, akan tetapi mereka miskin aplikasi.
Dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) ada beberapa hal yang sebenarnya menjadi
substantif dan terkadang menjadi permasalahan yang tidak disadari oleh setiap guru atau pendidik
dalam proses pembelajaran. Seperti halnya, guru yang sedang mengajar, belum tentu diikuti
dengan kegiatan belajar oleh siswanya. Siswa yang belajar terkadang tidak paham meskipun telah
hafal. Begitu juga dengan siswa yang paham, belum tentu dapat mempraktekkan pengetahuan atau
hafalannya tersebut kedalam kehidupan nyata.
Maka dari itu, yang menjadi pokok pembahasan pada makalah ini adalah bagaimana seorang
guru dapat/mampu menerapkan strategi pembelajaran yang dapat menjadi alternatif dari
permasalahan tersebut. Permasalahan terbesar yang dihadapi para peserta didik sekarang (siswa)
adalah mereka belum bisa menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dan bagaimana
pengetahuan itu akan digunakan dalam realita yang ada.
Hal ini dikarenakan cara mereka memperoleh dan mengolah informasi dan motivasi diri
belum tersentuh oleh metode yang betul-betul bisa membantu mereka. Oleh karena itu diperlukan
suatu metode yang benar-benar bisa memberi jawaban dari masalah ini. Salah satu metode yang

1
bisa lebih memberdayakan siswa dalah pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and
Learning/ CTL ) .

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah metode Constextual Teaching and Learning ?


2. Bagaimana pelaksanaan Constextual Teaching and Learning?

1.3 Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui metode Constextual Teaching and Learning


2. Untuk mengetahui pelaksanaan Constextual Teaching and Learning

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pembelajaran Kontekstual(Contextual Teaching and Learning)

Dalam kamus besar bahasa Inggris, kata kontekstual(contextual)Berarti hubungan,


konteks, suasana, dan keadaan.1 Dengan demikian Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat
diartikan sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu. Pembelajaran
kontekstual bukanlah suatu konsep baru dalam dunia pendidikan, penerapan pembelajaran
kontekstual di kelas-kelas Amerika telah dilakukan sejak tahun 1916 oleh John Dewey, yang pada
saat itu mengusulkan suatu kurikulum dan metodologi pengajaran yang dikaitkan dengan
pengembangan minat dan pengalaman siswa.2
Hal ini sejalan dengan pernyataan Blanchard dalam Suryanti, bahwa pembelajaran
kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman siswa
yang sesungguhnya.3 Menurut Depdiknas, Contextual Teaching and Learning adalah konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran yang diajarkan dengan situasi
dunia nyata siswa, dan memotivasi siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.4

Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep


belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata
siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep
itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung
alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari
guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.

US Department of Education, memaparkan pendekatan kontekstual atau Contextual


Teaching and Learning(CTL) sebagai konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara

1. John. M Echolis dan Hassan. S, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia, 2000), h. 481
2.
Suryanti dkk, Model-model Pembelajaran Inovatif (Surabaya: UNESA UniversityPress, 2008) h. 2
3.
Ibid, h.3
4
Dharma Kesuma dkk, Op.cit h. 58

3
materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat. Berdasarkan konsep tersebut terdapat tiga hal yang harus
dipahami tentang CTL, diantaranya:

a. CTL menekankan pada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses
belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung

b. CTL mendorong siswa untuk menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan
situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara
pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini penting agar materi yang
dipelajari tertanam erat dalam memori siswasehingga tidak mudah dilupakan.

c. CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya materi yang
dipelajari tidak hanya sekedar bisa dipahami siswa, akan tetapi bagaimana materi tersebut
dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.

Dari beberapa uraian mengenai pengertian pengajaran dan pembelajaran kontekstual di


atas, maka dalam penelitian ini CTL dapat disimpulkan sebagai suatu konsep pembelajaran yang
mengaitkan materi pelajaran dan aktivitas kelas dengan kehidupan dan pengalaman nyata siswa.
Dalam CTL proses belajarnya diarahkan untuk mengasah daya kreativitas siswa, pola berpikir
kritis siswa, dan kemampuan siswa untuk menyelesaikan masalah dengan
mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliknya dalam kehidupan sehari-hari.

2.2 Komponen Pembelajaran Kontekstual

Ada tujuh komponen utama dalam pembelajaran kontekstual, yaitu:


a.Constructivism(Konstruktivisme)
Kontrukstivisme merupakan landasan berpikir pendekatan CTL, yaitu pengetahuan
dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperkuat melalui konteks yang

4
terbatas (sempit) dan tidak tiba-tiba.5 Dalam konteks pembelajaran,konstruktivisme lebih
menekankan pada aktivitas siswa dalam menemukan pemahaman mereka sendiri daripada
kemampuan menghafal teori-teori yang ada dalam buku pelajaran saja. Oleh karena itu
siswa perlu dikondisikan untuk terbiasa memecahkan masalah, menemukan hal-hal yang
berguna dengan gagasan-gagasan atau ide-ide yang inovatif. Siswa harus mengkonstruksi
pengetahuan di benak mereka sendiri, karena guru yang bertugas untuk mentransfer ilmu
tidak akan mungkin mampu memberikan semua pengetahuan pada siswa. Dengan dasar
tersebut,pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” pengetahuan dan
bukan hanya sekedar “menerima” pengetahuan.6

b. Inquiry (Menemukan)

Menemukan merupakan bagian inti dari pembelajaran berbasis CTL, artinya proses
pembelajaran didasarkan padapencapaian dan penemuan melalui proses berpikir secara
sistematis.7 Inkuiri merupakan proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman,
dalam proses ini siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis untuk
memperoleh seperangkat pengetahuan. Untuk merealisasikan komponen inkuiri di kelas,
terutama dalam proses perencanaan guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang
harus dihafal siswa,
akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri
materi yang harus dipahaminya. Siklus inkuiri pada umumnya meliputi: observasi
(observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hypothesis), pengumpulan data
(collecting data), dan penyimpulan (conclusion).

c. Questioning ( bertanya )

5
Suryanti dkk, Op.cit h. 7

6
Mihmidaty Ya’cub,“Penerapan CTL Dalam Pembelajaran Ilmu Agama Dan Umum Di Pesantren
HidayatullahSurabaya” Jurnal dalam majalah NIZAMIA, Volume 8, Nomor 2 (Desember 2005), 178.
7
Dharma Kesuma dkk, Op. cit h. 63

5
Semua ilmu pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya.
Salah satu faktor psikologi yang mendorong seseorang untuk belajar adalah adanya sifat
ingin tahu dan ingin menyelidiki apa yang ada dalam kehidupan di dunia yang lebih luas.
Bertanya merupakan kegiatan yang sangat pokok dan mendasar bagi guru maupun siswa
dalam pembelajaran berbasis CTL. Bertanya merupakan kegiatan utama dari semua
aktivitas belajar, karena dengan kegiatan bertanya guru dapat memotivasi bahkan bisa
menilai sejauh mana keberanian dan kemampuan berpikir seorang siswa dalam
mengkonstruk pengetahuan dan pemahaman yang ingin didapatkannya.8 Jadi, guru yang
hebat adalah guru yang bisa membantu siswanya untuk aktif, mandiri, dan menjadi pelajar
yang sukses.

d. Learning Community/Society (Kelompok/Masyarakat belajar)

Leo Semenovich Vygotsky, seorang psikolog Rusia, menyatakan bahwa


pengetahuan dan pemahaman anak banyak ditopang oleh komunikasi dengan orang lain.
Begitu juga dalam kehidupan, suatu permasalahan tidak mungkin dapat dipecahkan sendiri,
tetapi membutuhkan bantuan dan peran orang lain yakni dalam bentuk kerjasama, saling
memberi dan menerima.9 Learning community/society adalah kelompok manusia yang
terlibat dalam kegiatan pembelajaran, yang membuat mereka bisa saling bertukar ide dan
pengetahuan untuk memperdalam pemahaman terhadap pengetahuan yang mereka
miliki.10 Konsep ini didasarkan pada sebuah gagasan bahwa hasil pembelajaran yang
dicapai dengan kerjasama/teamwork akan jauh lebih baik dibandingkan dengan hasil
pencapaian individu.

e. Modelling(Pemodelan)

Modelling atau pemodelan adalah sebuah pembelajaran keterampilan atau


pengetahuan tertentu, dengan menyediakan model yang bisa diamati dan ditiru oleh setiap
siswa. Misalnya: guru fisika memberikan contoh bagaimana cara mengoperasikan sebuah
alat, guru bahasa mengajarkan bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, guru

8
ibid
9
Ibid
10
Moh. Rudiyanto, Loc. cit

6
olahraga memberikan contoh bagaimana cara melempar bola, dan lain sebagianya. Dalam
kelas CTL, kegiatan modelling tidak menjadikan guru sebagai satu-satunya model dalam
belajar, tetapi dapat juga memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan untuk
memperagakan/mendemonstrasikan sesuatu di depan kelas kepada teman-temannya,
seorang ahli yang didatangkan di kelas,media belajar dan lain-lain.11
f. Reflection(Refleksi)

Refleksi berarti upaya think back(berpikir ke belakang) atau kegiatan flash back,
yakni berpikir tentang apa yang sudah dilakukan di masa lalu, dan berpikir tentang apa
yang baru dipelajari dalam sebuah pembelajaran oleh siswa. Dalam hal ini siswa
mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang
merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. 12 Dengan kata lain,
refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru
diterima. Dalam proses pembelajaran, guru membantu siswa membuat hubungan-
hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru.
Dengan demikian, siswa akan merasa telah memperoleh sesuatu yang bermakna dan
berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya.

g. Authentic Assessment (Penilaian Sebenarnya)

Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan


gambaran pengetahuan perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar
siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses
pembelajaran dengan benar.13 Gambaran kemajuan belajar siswa, diperlukan sepanjang
proses pembelajaran, maka penilaian autentik tidak hanya dilakukan di akhir periode (akhir
semester) tetapi dilakukan secara terintegrasi dan secara terus-menerus selama kegiatan
pembelajaran berlangsung. Penilaian yang dilakukan menekankan pada proses
pembelajaran, maka data yang terkumpul harus diperoleh dari kegiatan nyata yang
dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran. Hal ini memberi isyarat pada

11
Dharma Kesuma dkk, Op. cit h. 67
12
ibid, h. 68
13
Dharma Kesuma dkk, Op. cit h. 69

7
para pendidik agar dapat melaksanakan penilaian dengan didukung data yang valid,
reliable,dan menyeluruh sehingga hasil yang diperoleh dari penilaian kelas CTL dapat
memenuhi sasaran untuk mencapai tujuan pendidikan dengan sebaik-baiknya.14

2.3 Karakteristik Pembelajaran Konstektual


Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah memberikan kemudahan belajar kepada
peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai. Guru
bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hafalan, tetapi mengatur
lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar..15

1. Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating


knowledge) artinya sesuatu yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang
sudah dipelajari. Dengan demikian, pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah
pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama yang lain.

2. Pembelajaran yang dapat menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge).


Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai
dengan cara mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan secara detail.

3. Memahami pengetahuan (understanding knowledge). Artinya pengetahuan yang


diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini kemudian dikaitkan
dengan realitas kehidupan sehari-hari agar dapat dipraktikkan dan menjadi kebiasaan.

4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge). Artinya


pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh harus dapat diimplementasikan dalam
kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.

5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan


pengetahuan. Hal ini sebagai umpan balik (feedback) untuk proses perbaikan dan
penyempurnaan strategi.16

14
Mihmidaty Ya’cub, Op. cit h. 180
15
Mulyono, Strategi Pembelajaran Menuju Efektivitas Pembelajaran di Abad Global (Malang: UIN-Maliki Press, 2012), 42.
16
Hamruni, Strategi, 137-138.

8
SD Negeri Margoagung merupakan salah satu SD yang terdapat di wilayah kecamatan
seyegan kabupaten Sleman. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru kelas VI
SD Margoagung serta diperkuat dengan dokumentasi hasil belajar siswa pada semester satu. Dari
rata- rata nilai ualangan harian menunjukkan bahwa hasil belajar siswa terutama pada mata
pelajaran IPS tergolong masih rendah yaitu 60 , nilai tersebut masih dibawah KKM. Pada masalah
lain yang ditimbulkan adalah ketika guru menggunakan metode ceramah dalam penyampaian
materi , karena guru menganggap metode ceramah adalah metode yang paling mudah dilaksanakan
oleh guru yang mengakibatkan siswa kurang semangat dan terlihat jenuh dalam mengikuti proses
belajar mengajar. Guru menggunakan sumber berupa buku teks saja. Dalam pembelajaran terlihat
masih rendahnya perhatian dan aktifitas positif siswa. Siswa hanya mendengarkan penjelasan guru
saja , bahkan mereka ada yang terlihat sibuk dengan aktifitas masing-masing. Oleh karena itu ,
dalam proses pembelajaran IPS, diharapkan dengan menggunakan pembelajaran kontekstual guna
meningkatkan minat belajar siswa untuk aktif mengikuti kegiatan belajar sehingga meningkatkan
hasil belajar siswa.

2.4 Penerapan pembelajaran kontekstual di sekolah

Persiapan sebelum mengajar adalah faktor penting untuk guru dalam melaksanakan suatu
pembelajaran di kelas. Guru harus mempersiapkan apa saja yang ingin diajarkan kepada siswa ,
dengan menggunakan metode pembelajaran yang menunjang , bahan ajar atau sumber belajar yang
baik. Setelah semua persiapan mengajar sudah dilakukan , maka guru dapat melaksanakan
kegiatan belajar mengajar dengan maksimal.

Pembelajaran kontesktual terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang sedang di
ajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan
tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, warga Negara, siswa dan tenaga kerja.
Pemebelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan
pengalaman sesungguhnya. Seperti hal nya dalam mata pelajaran IPS , pendekatan pembelajaran
kontekstual ini dipilih karena siswa dapat menghubungkan kemampuan yang diharapkan pada
suatu mata pelajaran dengan pekerjaan atau kehidupan sehari – hari mereka akan semakin akrab
dengan lingkungannya. Selain itu , siswa akan memiliki kemampuan untuk selalu berusaha

9
mencari dan menemukan sendiri serta membuktikannya. Manfaat yang lain adalah siswa akan
mampu untuk menguasai konsep yang abstrak melalui pengalaman belajar yang konkrit.

2.5 Langkah -langkah harus dilakukan dalam pembelajaran kontekstual

Pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan
kelas bagaimanapun keadaannya.17 Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan
kontekstual, tentu saja terlebih dahulu mempersiapkan desain pembelajarannya, sebagai pedoman
umum dan sekaligus alat kontrol dalam pelaksanaanya.18 Secara garis besar, langkah-langkah yang
harus ditempuh dalam kontekstual adalah sebagai berikut:

1. Kembangkan Pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja
sendiri, menemukan sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan
barunya.19

2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik yang diajarkan.

3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui sebuah pertanyaan-pertanyaan.

4. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok diskusi dan Tanya
jawab.20

5. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran.

6. Melakukan refleksi di akhir pertemuan dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah
dilakukan.

7. Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.21

Keberhasilan pembelajaran kontekstual, baik proses maupun hasil belajarnya dapat diketahui
melalui beberapa indikator, antara lain:

17
Abdul Majid, Pembelajaran Tematik Terpadu (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), 181
18
Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), 192.
19
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011), 106.
20
Abdul, Strategi, 229.
21
Mulyono, Strategi, 42

10
1. Pemilihan materi atau informasi berdasarkan kebutuhan siswa dan dikaitkan dengan
konteks kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan.
2. Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
3. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting.
4. Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran.
5. Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi dan saling mengoreksi.
6. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan atau masalah yang disimulasikan.
7. Prilaku dibangun atas kesadaran diri.
8. Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman.
9. Hadiah untuk prilaku baik adalah kepuasan diri.
10. Siswa menggunakan kemampuan berpikir kritis, terlibat penuh dalam mengupayakan
terjadinya proses pembelajaran efektif, ikut bertanggung jawab atas terjadinya
pembelajaran yang efektif, dan membawa schemata masing-masing dalam proses
pembelajaran.
11. Siswa dapat menguasai materi atau kompetensi secara mendalam dan bermakna serta
dapat menerapkannya dalam kehidupan nyata.

Setelah diterapkan metode pembelajaran kontekstual , terdapat perubahan terhadap proses


belajar mengajar oleh guru dan siswa antara lain, siswa menjadi lebih aktif ketika berada didalam
kelas ,pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa
karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa
dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme
siswa

diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”. Penerapan pembelajaran


kontekstual dapat menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna.

11
BAB III

KESIMPULAN

Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning/CTL) merupakan suatu konsep


belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah memberikan kemudahan belajar
kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai.
Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan, tetapi mengatur
lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar.

SARAN

Guru harus dapat menyajikan dunia nyata atau benda-benda konkret saat pembelajaran
sehingga siswa dapat membuat hubungan antara pengetahuan yang diperolehnya dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, agar tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat
tercapai.

12
DAFTAR PUSTAKA

Al-Tabany, Trianto Ibnu Badar. 2014. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan
Kontekstual. Jakarta: Prenada Media Group.
Amri, Sofan. 2010. Kontruksi Pengembangan Pembelajaran. Jakarta: PT Prestasi Pustakaraya.
Hamruni. 2012. Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madani.
Johnson, Elaine B. 2010. Contextual Teaching and Learning, Terj. Ibnu Setiawan. Bandung: Kaifa.
Komalasari, Kokom. 2013. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT Refika
Aditama.
Majid, Abdul. 2014. Pembelajaran Tematik Terpadu. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
. 2014. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
. 2014. Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mulyono. 2012. Strategi Pembelajaran Menuju Efektivitas Pembelajaran di Abad Global. Malang: UIN-
Maliki Press.

13
REFERENSI

John. M Echolis dan Hassan. S, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia, 2000), h. 481

Suryanti dkk, Model-model Pembelajaran Inovatif (Surabaya: UNESA UniversityPress, 2008) h.


2

Ibid, h.3

Dharma Kesuma dkk, Op.cit h. 58

Suryanti dkk, Op.cit h. 7

Mihmidaty Ya’cub,“Penerapan CTL Dalam Pembelajaran Ilmu Agama Dan Umum Di Pesantren
HidayatullahSurabaya” Jurnal dalam majalah NIZAMIA, Volume 8, Nomor 2 (Desember
2005), 178.
Dharma Kesuma dkk, Op. cit h. 63

Moh. Rudiyanto, Loc. cit

Dharma Kesuma dkk, Op. cit h. 67

ibid, h. 68

Dharma Kesuma dkk, Op. cit h. 69

Mihmidaty Ya’cub, Op. cit h. 180

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik (Jakarta: Prestasi


Pustaka, 2011), 106.

14
Abdul, Strategi, 229.

Mulyono, Strategi, 42

15

Anda mungkin juga menyukai