Anda di halaman 1dari 15

DIVERSITY DALAM MASYARAKAT

Pengertian Keberagaman Menurut Para Ahli

Keberagaman atau diversity semula dipergunakan dalam pengertian secara umum sebagai
pernyataan bervariasi (Chris Speechley dan Ruth Weatley, 2001: 4). Namun, keberagaman
kemudain berkembang dan dipergunakan untuk menjelaskan terdapatnya variasi di tempat
pekerjaan, karena dalam suatu organisasi terdapat orang dengan berbagai latar belakang dan
budaya.
Frederick A. Miller dan Judith H. Katz (2002: 198) berpendapat bahwa keberagaman
merupakan tentang identitas sosial kelompok yang meliputi suatu organisasi. Mereka menyatakan
pula bahwa terminologi keberagaman atau diversity sering salah dipergunakan, dengan saling
mempertukarkan dengan pengertian affirmative action, equal employment opportunity, dan
inclusion, karena masing-masing mempunyai makna sendiri yang unik.
James L. Gibson, Jhon M. Ivancevich dan James H. Donnelly, Jr. (2000: 43) berpandangan
bahwa keberagaman adalah pebedaan fisik dan budaya yang sangat luas yang menunjukkan aneka
macam perbedaan manusia. Sama halnya dengan Miller dan Katz, Gibson, Ivancevich, dan
Donnelly menilai bahwa banyak pendapat orang tentang keberagaman yang sangat
membingungkan. Keberagaman bukanlah sinonim untuk equal employment opprtunity atau bukan
pula sebagai assirmative action. Pendapat-pendapat tersebut sejalan dengan analisis Roosevelt
Thomas bahwa istilah keberagaman sering dipergunakan untuk kepentingan politik untuk
menjelaskan tentang human right dan affirmative action.
R. Roosevelt Thomas, Jr. (2006: 93) sendiri mengakui bahwa pandangannya sendiri
tentang definisi keberagaman mengalami evolusi. Pada 1970-an, dia memandang keberagaman
sebagai perbedaan fungsional. Pada 1984-1985 keberagaman diartikan sebagai semua perbedaan
tenaga kerja, ditambah dengan isyarat tentang perbedaan di luar tenaga kerja. Sementara itu, antara
1996-2000, keberagaman menunjukkan setiap bauran semua hal yang ditandai oleh perbedaan dan
kesamaan. Akhirnya pada 2001-2005 dia sampai suatu pandangan bahwa keberagaman
menunjukkan bauran dari perbedaan, kesamaan, dan tegangan yang dapat terjadi di antara elemen
bauran yang bersifat pluralistik.
Dari uraian tersebut di atas, tampak bahwa cara para ahli mengungkapkan pengertian
keberagam sangat bervariasi, namun menunjukkan adanya persamaan. Keberagaman menyangkut
aspek yang sanagt luas, dapat dilihat dari tingkatannya dan faktor yang mempengaruhunya.
Keberagamn dapat terjadi pada tingkat individu, kelompok, organisasi, komunitas, dan
masyarakat. Keberagaman juga sangat dipengaruhi oleh latar belakang demografis dan budaya
sumber daya manusia, kondisi lingkungan internal tempat kerja dan kondisi eksternal masyarakat
yang dihadapi.
Dengan demikian, dapat dirumuskan pengertian keberagaman sebagai variasi dari berbagai
macam kombinasi elemen demokrafis sumber daya manusia, organisasional, komunitas,
masyarakat, dan budaya. Adapun keberagaman budaya adalah merupakan variasi kombinasi
budaya sumber daya manusia di dalam organisasi, komunitas, atau masyarakat.

B. Perlunya Memahami Keberagaman


Kondisi lingkungan eksternal dan internal organisasi telah bayak mengalami perubahan.
Perubahan telah terjadi dalam konteks sosial, perubahan di tempat kerja dan perubahan organisasi.
Birokrasi yang telah memberikan sumbangan besar dalam pencapaian tujuan organisasi pada masa
yang lalu, dirasakan tidak lagi mencukupi kebutuhan. Keberagaman diharapkan dapat menjadi
alternatif yang dapat menghapus kekurangan biroksasi dalam menyesuaikan diri dengan
perkembangan yang terjadi.
Namun demikian,dengan penerapan keberagaman tidak berarti bebas dari
masalah.pemahaman tentang makna keberagaman dan kemampuan mengelola keberagaman perlu
ditingkatkan secara berkelanjutan.
a) Warisan Birokrasi
Organisasi terbentuk dari individu-individu yang biasany bekerja pada tingkat yang
berbeda dan memegang tingkat tanggung jawab dan kekuasaan yang bervariasi. Kebanyakan
organisasi terstruktur sebagai suatu hierarki dan menunjukkan adanaya hubungan antara tingkat di
atas dengan dibawahnya.
Birokrasi meruoakan organisasi hierarki yang menjadi semakin jarang, tetatpi kenyataan
menunjukkan bahwa sulit untuk meninggalkan pemikiran dan praktik manajemen berbasis kontrol.
Sulit untuk tidak berpikiran bahwa organisasi sebagai mesin, diarahkan dari tingkat eksekutif
dengan berbagai kendali.
Untuk merespons kelemahan sistem mikanistik dalam menghadapi kebutuhan
perkembangan yanng terjadi, diperlukan perubahan pola pikiar dalam mengelola sumber daya
manusia yang lebih sesuai dengan kepentingan keberagaman. Hanya dengan pola pikir baru yang
lebih adaptif terhadap keberagaman, kinerja organisasi dapat ditingkatkan. Biroksasi yang
cenderung bersifat kaku perlu mengubah dirinya menjadi lebih fleksibel dalam menghadapi
sumber daya manusia dalam organisasi yang semakin beragam.
b) Perubahan Konteks Sosial
Perubahan struktur dalam persebaran kependudukan disatu sisi sangat berpengaruh
terhadap tuntunan kebutukan akan barang dan jasa, disisi lain memengaruhi permintaan terhadap
pasar kerja. Keinginan dan kebutuhan konsumen akan barang dan jasa cenderung semakin
berfareasi dan semakin menghargai kualitas yang lebih tinggi. Tuntutan akan pemenuhan kepuasan
konsumen cenderung semakin meningkat. Dengan demikian, kinerja organisasi harus berorientasi
pada kualitas untuk memberikan tingkat kepuasan pelanggan yang lebih tinggi.
Kondisi seperti tersebut diatas membuat semakin beragamnya tebaga kerja dan proses kerja
organisasi. Interaksi diantara tenaga kerja dan pemimpin organisasi semakin meningkat.
Kenyataan tyersebut mendesak semakin diperlukannya pemahaman tentang kebergaman dan
menunjukkan indikasi semakin perlunya pengelolaaan keberagaman budaya.
Dalam pengembangan keragaman budaya, maka setiap tenaga kerja harus dipandang sebagai
individu. Orang tidak dilihat dari kelompok mana mereka berasal. Sementara itu, keterampilan dan
kemampuan yang dibawa ke dalamorganisasi harus dihargai.
Memotret keberagaman menuurut David Jamieson dan Julie O’Hara (Chris Speechley dan Ruth
Wheatley, 2001: 20) dilakukan dengan melakukan identifikasi umur, gender, etnis, pendidikan,
cacat dan nilai-nilai. Untuk itu perlu ditempuh strategi ”flex-management”, dengan cara
menyesuaikan orang pada pekerjaannya, menjalankan manajemen kinerjaa, memperbaiki
komunikasi dan keterlibatan pekerja, meningkatkan gaya hidup dan dukungan kebutuhan hidup.
c) Keberagaman Tempat Kerja
Pada awalnya, sejumlah organisasi melakukan tindakan diskriminatif terhadap tenaga
kerjanya dengan pertimbangan kepentingan organisasinya. Mereka cenderung membatasi
penggunaan tenaga kerja yang mempunyai kekurangan fisik, tenaga kerja wanita, dan kelompok
minoritas. Kecenderungan sekarang semakin membuka kesempatan bagi tenaga kerja wanita,
kelompok minoritas dan penyandang tuna daksa.
Kita perlu mengembangkan keberagaman di tempat kerja karena masyarakat kita semakin
beragam. Kita perlu berpikir mengelola keberagaman secara konstuktif dan menghindari kerugian
karena disk riminasi. Kegagalan mencegahnya akan menyebabkan merusak kualitas hidup pekerja
individu, mengikis kinerja organisasi, meningkatkan biaya (komonikasi, pergantian pekerja,
masalah kualitas), dan menjurus menjadi puplisitas buruk.
Berhimpunnya orang dengan latar belakang dan budaya berbeda di tempat kerja
menyebabkan semakin perlunya manajemen keberagaman perlu agar keberagaman yang
berpotinsi menimbulkan konflik dapat diubah manjadi kekuatan bagi organisasi, dengan
melakukan integrasi dan sinergi di antara keragaman budaya.

C. Keberagaman Dalam Organisasi


Keberagaman dalam budaya organisasi ditunjukkan oleh adanya ciri-ciri tertentu. Dalam
suatu organisasi yang dapat menerima keberagaman akan menunjukkan terdapatnya ciri-ciri
sebagai berikut (Chris speechley dan Ruth Wheatley, 2001:9).
1. Keterbukaan, sebagai suatu cara pengelolaan yang bersifat menolak sikap berahasia dalam
menjalankan pekerjaan.
2. Pemahaman, merupakan kesediaan untuk bertanya sebelum memberikan pertimbangan atau
melakukan evaluasi.
3. Kejujuran, merupakan kesediaan untuk menerima kebenaran walaupun mungkin tidak
menyenangkan.
4. Ketidaktakutan, menunjukkan lingkungan aman dimana orang menpunyai kepercayaan diri
untuk mengatakan apa yang benar-benar dirasakan.
5. Pembelajaran, merupakan suatu penerimaan akan perlunya bagi setiap orang untuk bergerak
ke depan dan berkembang melalui pengalaman, eksplorasi, dan pembelajaran
6. Tanggung jawab, merupakan suatu keinginan pada setiap orang untuk tanggung jawab atas
cara yang dilakukan organisasi, dari pada menyalahkan orang lain atas masalah rantai budaya.
7. Komunikasi sangat berkembang, menunjukkan kesiapan berkerja dengan membagi informasi
secara berkelanjutan dan interaksi berkualitas tinggi.
8. Kekurangan sentakan kesalahan, merupakan kemauan untuk menggali alasan atas kesalahan
atau kegagalan dan belajar dari kesalahan.
Budaya seperti diuraikan diatas dapat menjadi landasan untuk keberagaman, dengan
pendekatan tentang pentingnya core value dan way of life, dari pada hanya dilihat sebagai tujuan.
Namun demikian, dalam suatu organisasi terdapat kelompok-kelompok yang dapat terpengaruh
oleh diskriminasi dan sikap stereotipe dan dari kelompok tertentu. Kelompok dalam organisasi
terdapat berupa minoritas etnik, wanita, tuna daksa, dan kelompok umur.
a. Minoritas Etnik
Pengertian menoritas diantara berbagai negara dapat berbeda. Di amerika serikat kelompok
minoritas dapat diartikan penduduk pendatang yang jumlahnya kecil, seperti kaum kulit hitam atau
negro, kaum kulit kuning dari china dan vietnam, kaum kulit merah suku indian yang merupakan
penduduk asli amerika, kaum pendatang dari amerika latin dan seterusnya.
Di inggris kaum minoritas umumnya dari india, pakistan, bangladesh, srilangka dan china.
Di australia sebagai minoritas antara lain adalah kaum aborigin dan imigran pendatang dari china,
vietnam dan beberapa negara timur tengah. Adapun untuk kondisi indonesia, minoritas terbesar
adalah dari etnik china, kemudian menyusun arab, india, pakistan dan mungkin sekarang ini
muncul pula mereka yang berasal dari beberapa negara afrika.
Kaum minoritas pada umumnya mempunyai ikatan budaya yang kuat dalam upaya
mempertahankan diri untuk bertahan. Mereka menjadi pesaing karena pada umumnya lebih ulet
dan bersedia diberi upah lebih rendah. Perbedaan ini mencerminkan terjadinya diskriminasi dan di
beberapa negara mereka mendapatkan perlindungan hukum terhadap perlakuan diskriminatif
tersebut.
b. Glass Ceiling
Dalam bernagai organisasi yang menjalankan diskriminasi sering terjadi yang dinamakan
Glass Ceiling Effect. Kaum minoritas sering tidak atau sedikit sekali terwakili dalam posisi penting
organisasi. Dengan demikian, tenaga kerja berasal dari kelompok minoritas, walaupun mempunyai
kelebihan sering tidak mendapatkan posisi penting. Hal yang sama dapat terjadi pada tenaga kerja
wanita. Sebenarnya hal tersebut bersifat merugikan dilihat dari segi kinerja organisasi.
Wujud glass ceiling disamping dalam bentuk ksempatan jabatan, juga dapat berupa
perbedaan kompensasi. Kelompok minoritas wanita dan tuna daksa sering mendapatkan
kompensasi lebih rendah di bandingkan mayoritas dan tenaga kerja pria.
c. Pekerja Wanita
Tenaga kerja wanita pada dasarnya sudah mendapatkan kesempatan yang sama dengan
tenaga kerja pria. Perkembangan tenaga kerja wanita di indonesia telah tumbuh dengan cepat.
Namun, masih terdapat kenyataan tentang perbedaan masalah dan hambatan yang dihadapi tenaga
kerja wanita dibandingkan pria.
Kesulit lain yang sering dihadapi tenaga kerja wanita adalah harus menyeimbangkan
tanggung jawab terhadap urusan rumah dan pekerjaan. Karenanya tenaga kerja wanita cenderung
bekerja dalam profesi tertentu seperti perawat atau guru, pekerjaan kebersihan atau administrasi,
cenderung mencari pekerjaan paruh waktu dari padi penuh waktu, atau bekerja secara bebas
dirumah.
Kondisi biologis alamiah wanita yang sering menjadi hambatan dalam mempertimbangkan
untuk mempekerjakan tenaga kerja wanita sehingga merugikan posisi wanita.
d. Kelompok Tuna Daksa
Manajemen keberagaman yang menyangkut kelompok tuna daksa dapat besifat tuna daksa
sebagai pekerja atau sebagai pelanggan. Secara teoretik kesempatan dapat diberikan sama kepada
kelompok ini. Namjun, secara operasional terdapat pekerjaan tertentu yang tidak mungkin
dilakukan oleh mereka atas dasar kelemahan fisiknya. Disamping itu, dirasakan masih adanya
faktor psikologis yang dapat menghambat penggunaan tenaga kerja yang menyandang kekurangan
fisik tersebut. Namun arah yang harus ditempuh adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya
sepanjang memiliki kemampuan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan.
Kelompok tuna daksa sebagai pelanggan atas pemenuhan kebutuhan fisik relatif sudah
tersedia. Barang kali yang menjadi faktor pembatas lebih kepada keterbatasan kemampuan
ekonominya. Namun untuk bidang pelayanan masih dirasakan banyak kekurangan perhatian.
Meskipun beberapa telah menyediakan fasilitas khusus bagi kelompok tuna daksa, namun secara
keseluruhan belum memadai.
e. Kelompok Umur
Kebajakan terhadap kelompok umur dapat berbeda di antara negara tergantung struktus
kependudukannya. Negara dengan penduduk muda dalam jumlah besar mungkin menempuh
memberikan pensiun lebih cepat bagi kelompok tau, sehingga kelompok kerjanya segera bisa diisi
oleh kelompok muda. Namun, apabila struktur kependudukan muda lebih rendah, mungkin dapat
memberikan masa kerja lebih panjang bagi kelompok tua.
Satu hal yang perlu menjadi perhatian adalah penggunaan tenaga kerja di bawah umur yang
sebenarnya dilarang oleh undang-undang. Sebagian di antara mereka terpaksa bekerja karena
desakan ekonomi keluarga. Namun, sebagian lain dimanfaatkan oleh pengusaha karena bersedia
dibayar dengan upah murah.
Persoalan keberagaman pada dasarnya adalah bagaimana memberikan pelakuan secara adil
kepada orang atau kelompok yang berbeda. Untuk mengelola orang dengan cara yang adil sangat
tergantung pada masalah sebagai berikut ( Chris Speechley dan Ruth Weatley, 2001: 11).
1. Pemikiran staf, yang dinyatakan praktis sebagai memberikan manfaat penting berupa
rendahnya biaya rekrutmen dan pelatihan.
2. Memperluas basis pelanggan, dengan memperluas spektrum orang sebagai pekerja, dan dapat
ditarik pelanggan lebih luas.
3. Pemahaman lebih luas tentang kebutuhan pelanggan, sehingga pekerja dari berbagai latar
belakang dapat membantu organisasi untuk lebih baik menyediakan kebutuhan masyarakat.
4. Budaya trbuka dan lebih adaptif, dengan memfokus pada kinerja dan pengembangan orang
berbasis pada kompetensi dari pada dalam keanggotaan kelompok, sehingga suatu organisasi akan
menjadi lebih bersemangan dan kompetitif.
5. Inovasi makin besar, sehingga pengetahuan dan gagasan lebih mudah dikembangkan karena
orang lebih berkomunikasi. Hal ini terutama penting untuk tim multikultural dan multifungsional.
6. Tenaga kerja lebih berkomitmen, karena orang yang dihargai dan di dengarkan biasanya akan
lebih berkomitmen kepada atasannya, dan banyak kenyataan menunjukkan terdapat hubungan
dengan kinerja yang lebih baik.

D. Asas Manajemen Keberagaman


Terdapat lima asas untuk memahami dan mempromusikan efektifitas untuk menguasai
keberagaman yang secara bersama-sama mendasari kerangka kerja pengambilan keputusan.
Kelima asas tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut ( R. Roosevelt Thomas, Jr., 2006: 119) .

1. Harus dibangun pemahaman bersama tentang konsep inti


Sebelum membuat keputusan, harus terdapat pemahan bersama tentang konsep inti
keberagaman. Di banyak organisasi, eksekutif dan pemimpin keberagaman internal, secara sendiri-
sendiri atau bersama-sama merasakan kebingungan konseptual, kecuali bahwa kebingungannya
yang bersangkutan dengan keberagaman. Beberapa melangkah dengan versinya sendiri tentang
keberagaman dengan tanpa kecenderungan menguji efektivitasnya. Adapun lainnya tidak dapat
menyebut definisi dan dasar-dasar yang menjelaskan usaha mereka sehingga kembali pada
rasionalitas bahwa “keberagaman berarti hal yang berbeda bagi orang yang berbeda”.
2. Konteks adalah kunci
Semua keputusan harus sesuai dengan lingkungan internal dan eksternal di mana keputusan
dibuat. Usaha keberagaman tidak dilakukan dalam keadaan hampa, tetapi dibentuk dan
dipengaruhi oleh lingkungan eksternal dan misi, visi,dan strategi organisasi.

3. Usaha keberagaman harus “requirements driven”


Sejak quality decision harus sering dibuat di antara tegangan keberagaman dan sejak kita
semua adalah deversity challenged, memiliki kelemahan dalam keberagaman, paling tidak pada
tingkat tertentu, menjadi kritis untuk memfokus pada hal-hal yang esensial. Hal tersebut
memungkinkan kita kembali pada apa yang penting dan membuat quality decision dari pada
tegangan dan tantangan.
Quality decision (R. Roosevelt Thomas, Jr., 2006: 103) adalah suatu keputusan yang
membantu orang dan organisasi menyelesaikan tiga tujuan penting, yaitu misi (apa yang kita cari
untuk lakukan), visi (seperti apa wujud keberhasilan secara ideal), dan strategi (bagaiman kita akan
memperoleh kedudukan kompetitif maksimum).
Oleh karena itu, usaha keberagaman harus requirement driven atau di dorong oleh
kebutuhan. Karenanya harus memfokus pada apa yang benar-benar perlu untuk menyelesaikan
misi, visi, dan strategi individu atau organisasi. Requirement berbedda dari tradisi (cara sesuatu
selalu dilakukan), preferensi personal (cara saya menyukai sesuatu seperti apa), dan konvensi (cara
yang paling mudah bagi saya). Namun, requirement adalah “the way things absolutely must be”
atau cara sesuatu sesungguhnya harus dilakukan.
4. Aspirasi keberagaman individu dan perusahaan harus dipertimbangkan
Ketika kita berbicara tentang keberagaman, kita berbicara keberagaman dari perspektif
perusahaan atau manajer sebagai perwakilannya. Jarang kita berpikir aspirasi personal dari
individu pemimpin atau kontributor. Aspirasi dari individual ini mungkin berbeda dari aspirasi
perusahaan. Sama jelasnya bahwa aspirasi individual dapat memengaruhi efektivitas usaha
keberagaman perusahaan.
5. Perusahaan dan individu harus menerapakan “strstegic driversity management” secara universal
Untuk mengelola keberagaman secara efektif, perusahaan dan individual harus
menerapkan the craft atau keahlian manajemen keberagaman strategis pada bauran yang kritis.
The craft mengandung dua elemen, yaitu art and skill atau seni dan keterampilan (R.
Roosevelt Thomas, Jr., 2006: 15). Untuk bakat alamiah, the craft kebanyakan diartikan sebagai
seni. Sering mereka tidak dapat dengan mudah mengungkapkan mengapa dan bagaimana mereka
begitu efektif dengan manajemen keberagaman. Di sisi lain, mayoritas the craft adalah
kketerampilan yang dipelajari.

E. Mengelola Keberagaman
Keberagaman bukanlah konsep abstrak, dapat terlihat setiap hari, di setiap organisasi, di
mana dua orang atau lebih terikat dalam aktivitas bersama. R. Roosevelt Thomas, Jr. (2006: 101)
mengemukakan adanya lima konsep dasar manajemen keberagaman; manajemen keberagaman
strategis adalah keahlian yang dapat dipelajari; tegangan keberagaman adalah wajar; menjadi “
diversity challenged” tidak menjadi orang buruk; dan menjadi diversity capable adalah menjadi
tujuan.
1. Pemahaman penegrtian keberagaman
Keberagaman adalah percampuran dari perbedaan, persamaan, dan tegangan yang dapat
terjadi di antara elemen colletive mixture atau bauran kolektif. Untuk mengetahui suatu bauran
merupakan keberagaman dapat dilakukan dengan memerhatikan elemen, seperti ras, gender, etnis,
umur, asal daerah, afiliasi politik, kelas sosial ekonomi, orientasi seksual, masa jabatan dalam
organisasi, latar belakang pendidikan, atau kombinasi diantaranya.
2. Manajemen keberagaman strategi adalah keahlian yang dapat dipelajari
Manajemen keberagaman strategi adalah keahlian untuk meningkatkan cara orang
membuat quality decision dalam situasi dimana terdapat perbedaan, persamaan dan tegangan
kritis. Karena merupakan keahlian kognitif, maka setiap orang dapat belajar untuk
menggunakannya. Creft adalah konsep dan keterampilan fundamental yang di himpun untuk
sukses dibidang prestasi tertentu, yang terdiri dari elemen seni dan keterampilan. Quality
decision adalah keputusan yang membantu orang dan organisasi menyelesaikan tiga tujuan
penting, yaitu misi, visi, dan strategi.
3. Tegangan keberagaman adalah wajar
Tegangan keberagaman adalah stres, ketegangan, dan ketertarikan cenderung mengalir dari
interaksi perbedaan dan persamaan. Hal ini tidak otomatis terjadi konflik atau permusuhan.
Kenyataannya adalah merupakan teman alami keberagaman. Sering kali, tegangan keberagaman
dilihat sebagai tanda kekurangan kemajuan, namun sebenarnya tidak perlu demikian.
4. Menjadi “diversity challanged” tidak berarti menjad orang buruk
Menjadi diversity challanged atau memiliki kelemahan dan keberagaman adalah
mempunyai kesulitan membuat quality decision ketika nperbedaan, kesamaan, dan tegangan
terjadi. Tidak terjadi bahwa pelu mempunyai kecenderungan menangani kecenderungan dengan
buruk. Sekedar berarti tidak dapat membuat keputusan baik ditengah keberagaman.

5. Menjadi “ deversity capable” adalah tujuan


Tujuan akhir adalah belajar menjadi deversity capable atau memiliki kemampuan
keberagaman, yang berarti menguasia keahlian utuk membuat quality decision dalam kondisi
perbedaan, kesamaan, dan tegangan yang bersangkutan. Berarti bahwa kita harus belajar keluar
darimcara kita sendiri dan membuat keputusan yang memungkinkan membantun tujuan sendiri
dan organisasi. Hal tersebut berarti bahwa kita belajar membuat quality decision meskipun tidak
nyaman dengan komponen campuran keberagaman tertentu yang terdapat dalam lingkungan kita.

F. Perspektif Keberagaman
Perspektif keberagaman ditandai oleh meningkatnya minat orang terhadap manajemen
keberagaman, dan meningkatnya keberagaman tentang pentingnya budaya terbuka. Untuk itu di
perlukan belajar mengenai keberagaman dari pengalaman sebelumnya, baik dalam kebaikan
maupun kekurangannya. Pengelolaan keberagamn budaya diperlukan untuk mempertahankan
kerja yang telah ada meupun dalam mendapatkan pekerja baru.

G. Minat Terhadap Keberagaman


Manajemen keberagaman secara komparatif merupakan bidang baru dengan keahlian
perkembangan secara gradual melalui pengalaman. Banyak alasan orang untuk menaruh minat
dalam masalah keberagaman, tetapi terutama difokuskan pada masalah sebagai berikut (Chris
Speechley dan Ruth Wheatley, 2001: 17).
1. Bottom line, atau juga dinamakan pengaruh pada kinerja finansial, terutama penting dalam
organisasi bisnis. Keberhasilan manajemen keberagaman ditunjukkan oleh penurunan biaya,
terutama dalam bentuk pengeluaran lebih rendah untuk rekrutmen dan pelatihan.
2. Performance, tehadap kenyataan perbaikan kinerja dan peningkatan pelibatan pekerja dalam
organisasi dimana keberagaman meningkat. Keberagaman dapat meningkatkan kinerja organisasi.
3. Legislation, terdapat tekanan alasan legal untukrekrumen yang jujur dan kebijak sanaan
kesempatan kerja. Kelompok-kelompok sekarang ini dilindingi oleh legislasi terhadap
diskriminasi kesempatan kerja termasuk wanita, ras minoritas terhadap dan kaum tuna daksa.
4. Morality, masalah sosial dan moral terjadi dalam organisasi apabila terjadi diskriminasi pada
angkatan kerja, atau terhadap posisi jabatan penting.
5. Public relations, tidak ada organisasi mau dikenal secara publik bersifat diskriminatif dalam
rekrutmen maupun kesempatan kerja. Public relations yang baik akan meningkatkan citra
organisasi.
6. Learning and creativity, semakin dipahami bahwa pembelajaran dan kreativitas organisasional
memerlukan budaya terbuka di manaterdapat ruang untuk tantangan dan diskusi betapa pun tidak
nyamannya.
Manajemen keberagaman dapat mengandung pengertian bahwa hal yang berbeda untuk
orang yang berbeda. Perbedaan dapat dilihat dari pendekatan peluang yang sama, memfokus pada
kinerja individual dan nilai perbedaan serta perbedaan kontribusi.
Biasanya terdapat tiga hal yang perlu dibedakan yang menyangkut keberagaman budaya organisasi
karena masing-masing mempunyai kepentingan yang berbeda.
1. Affirmatif action, memberi preferensi dalam rekrutmen dan promosi kepada mereka yang
kurang terwakili dalam pekerjaan atau dalam posisi senior manajemen.
2. Equal opportunities, memberi peluang yang sama pada kelompok yang kurang terwakili dan
orang dalam kelompok ini diperlakukan berbeda dari lainnya, terutama dalam bentuk dalam
pelatihan yang diberikan.
3. Difersity management, merupakan pendekatan yang dimaksud menciptakan integrasi, tenaga
kerja yang terlibat dari banyak budaya yang berbeda, di mana setiap orang di dorong
mengembangkan dan melakukan kinerja sampai pada batas potinsinya.

H. Manfaat budaya terbuka


Keterbukaan merupakan kunci bagi budaya keberagaman. Organisasi dengan budaya
terbuka menciptakan iklim yang lebih hidup, bersahabat, spontan dan kegembiraan. Orang lebih
banyak tertawa dan lebih siap untuk mengajukan pertanyaan, lebih siap untuk menyampaikan
masalah. Dalam budaya keberagaman, orang merasa dapat berbicara dengan jujur, mengharapkan
untuk di dengar dan melakukan tindakan berkaitan dengan masalah di pekerjaan.
Penciptaan budaya semacam ini sangat menantang bagi manajer baik sebagai individu atau
pada tingkat organisasi. Mendengarkan pada orang yang terlibat dengan masalah, akan
memerlukan waktu, usaha dan keterampilan dari seorang pemimpin. Pemimpin hanya dapat
menciptakan suasana budaya terbuka apabila dia bersedia melakukan hal yang sama seperti apa
yang dia minta kepada bawahannya untuk melakukan. Dalam budaya terbuka terdapat kejujuran
dan saling mempercayai antara atasan dan bawahan.
Budaya terbuka cenderung sudah mulai dijalankan pada beberapa organisasi yang
menerapkan manajemen yang lebih demokratis, terutama beberapa organisasi yang bekerja sama
dengan organisasi asing.

I. Masalah Keberagaman
Pendekatan tradisional keberagaman penting memerhatikan, menciptakan siklus krisis,
pengenalan masalah, tindakan, harapan besar, kekecewaan, istirahat, dan memperbarui krisis.
Kebanyakan manajer merasa bahwa mereka berputar dalam siklus.
Sekarang, dengan perubahan besar, tanpa harapan berlebihan, tetapi mereka masih
menghadapi kebuntuan, tetap berputar dalam siklus. R. Roosevelt Thomas, Jr. (2006: 70)
memaknai organisasi yang mengalami stuck atau kebuntuan masih dapat memperoleh kemajuan,
namun tidak dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Terdapat beberapa faktor yang membuat manajer keberagaman mengalami kebuntuan,
antara lain disebabkan oleh (R. Roosevelt Thomas, Jr., 2006: 75-80):
1. Inisiatif keberagaman tenaga kerja telah dipolitisasi dari sejak awalnya. Secara historis,
pemikir masalah keberagaman memandang masalah ini sebagai perluasan dari gerakan hak sipil.
2. Manajer keberagamn tidak nyaman dengan tegangan keberagaman. Dalam kenyataan, dengan
keberagaman, maka tegangan pasti terjadi. Diperlukan kemauan untuk menerima realitas adanya
tegangan dan kemampuan membuat quality decision.
3. Advokasi keberagaman sering percaya bahwa progres dengan hanya menghapuskan peredaan
saja tidak cukup. Fokus pada ketidaknyamanan teganagan keberagamn bukan satu-satunya aspek
yang membuat orang tetap berputar.
4. Bahkan stuck corporation dapat melakukan pekerjaan berkualitas di bidang keberagaman.
Mereka dapat menjalankan berkualitas yang memfokus pada angka-angka dan hubungan kerja,
tetapi mengalami kebuntuan.
5. Usaha memberi penghargaan masyarakat dengan keberagaman, justru mendorong sinisme.
Masyarakat tidak membedakan antara usaha dan prestasi perusahaan.
6. Korporasi menandingi perusahaan yang menghadapi kebuntuan melalui benchmarking.
Sebagai benchmark adalah perusahaan yang menjalankan praktik keberagaman terbaik.
7. Banyak pimpinan percaya bahwa tidak ada solusi baru yang diperlukan. Mereka berpikir
bahwa yang perlu adalah keinginan untuk bertindak.
8. Sejumlah eksekutif senior berfikir bahwa menghadapi kebutuhan adalah state of the art.
Mereka tah bahwa mereka menghadapi kebuntuan, tetapi mereka percaya bahwa setiap perusahaan
yang terikat serius dengan keberagaman akan tetapi menghadapi kebuntuan sampai state of the art
membantu.
9. Banyak pemimpin segan mengakui bahwa mereka perlu bantuan. Beberapa pemimpin
mengetahui bahwa mereka mengalami kebuntuan, tetapi berpikir mereka dapat menemukan jalan
keluar yang cocok sendiri apabila mereka berusaha cukup keras.
10. Ketidak jelasan meluas. Pemimpin berbicara tentang pentingnya dan manfaat potensial
keberagaman, tetapi beberapa bersifat spesifik tentang tahapan yang diharapkan dan tantangan
implisit dalam mencapai tujuan.
11. Kebingungan konseptal dan proses mendominsi. Alasan lain sasaran keberagaman tidak
jelas karena variasi konsep dipandang sinonim.
12. Manajer mempunyai kesulitan menyambung secara simultan pada dua pendekatan atau
lebih.

J. Terobosan Implementasi Keberagaman


Pemahaman dan kebijaksanaan tentang keberagaman menjadi kurang berarti apabila tidak
dapat diimplementasikan. Implementasi keberagaman memerlukan lebih dari sekedar
menggunakan tenaga kerja yang beragam. Perubahan radikal juga diperlukan dalam struktur dan
budaya, baik dalam kebijaksanaan dan peraktik, keterampilan dan gaya para pemimpinya, dan
interaksi sehari-hari diantara pekerjanya (frederick A. Miller dan judith H. Katz, 2002: 1).
Banyak organisasi gagal membuat perubahan karena perubahan tampak terlalu radikal.
Organisasi nsemacam ini tidak akan dapat bertahan. Bagi banyak orang dan kebanyakan
organisasi, keberagaman tampak seperti suatu persoalan dan buku merupakan solusi. Hal tersebut
terjadi karena perbedaan dihindari, tetapi tidak dirangkul dan dimanfaatkan. Hirarki lama, tradisi
dan biasa seharusnya jangan dipertanyakan atau diuji. Untuk membuat perubahan dirangkul dan
mengkapitalisasi keberagaman akan memerlukan terobosan yang benar, yang dinamakan inclusion
breakthrough (frederick A. Miller dan judith H. Katz, 2002: 1).
Frederick A. Miller dan judith H. Katz, (2002: 199) memberikan pengertian inclusion
sebagai “mengikutsertakan sepenuhnya dan dengan penuh penghargaan semua anggota, tanpa
memandang gender, agama, ras, warna kulit, orientasi seksual, asal negara, umur, atau kemampuan
fisik, dalam aktivitas dan kehidupan organisasi.
Adapun inclusion dipergunakan dalam konteks divercity (keberagaman) oleh Miller dan
Katz, untuk menjelaskan bahwa manajemen keberagaman harus dilakukan dengan melibatkan
seluruh anggota organisasi, maka keberagaman dapat menjadi sebuah kekuatan.
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan memastikan bahwa keberagaman
harus dilihat sebagai suatu misi kritis. Apabila keberhasilan organisasi sekarang dan yang akan
datang dikatkan secara langsung pada perlunya keberagaman, maka akan menjadi alat yang sangat
kuat untuk perubahan organisasi dan mencapai kinerja tinggi. Membuat misi kritis keberagaman
menunjukkan sifat mendesaknya pada setiap orang dalam organisasi dan memosisikan organisasi
memosisikan organisasi mendapatkan manfaat dari meningkatkan keberagaman tersebut. Fondasi
Keberhasilan

K. Keterampilan manajemen keberagaman


Ada tiga macam keterampilan manajemen keberagaman yang diperlukan untuk menguasai
keahlian manajeman keberagaman strategis (R. Roosevelt Thomas, Jr., 2006: 154), yaitu:
a. Mampu mengenal diversity mixture. Apabila tidak dapat melihat situasi sebagai bauran
keragaman atau diversity mixture, maka tidak dapat mennjukkan keterampilan manajemen.
Namun ada beberapa faktor yang dapat membuat sulit, yaitu: (a) kerangka kerja alternatif, (b)
kurangnya kepedulian, (c) politisasi definisa keberasgaman (d) emosionalisme, (e) tegangan, dan
(f) kebanggaan eksekutif.
b. Mempertimbangkan apakah diperlukan tindakan. Tidak semua bauran keberagaman atau
diversity mixtre harus dikerjakan.sebelum melakukan tindakan perlu dipertimbangkan keuntungan
yang didapat dicapai atau kerugian yang dapat dicegah cukup signifikan.
c. Memilih dan menggunakan tindakan yang sesuai. Apabila memang perlu melakukan
sesuatu, maka harus memilih kemunkinan respons atau opsi tindakan.

L. Kedewasaan keberagaman
Keterampilan keberagaman hanya akan efektif apabila disertai dengan kedewasaan
keberagaman. Orang memiliki kedewasaan keberagaman mudah dikenal dengan beberapa
keragaman karakteristik unit sebagai berikut. (R. Roosevelt Thomas, Jr., 2006: 159).
a. Mereka mengakui menjadi divrsity challenged. Eksektif tidak mendapat kondisi ini sampai
mereka memahami apa arti sebenarnya menjadi diversity challengad. Sepanjang mereka
melanjutkan beroperasi dari sdut pandang keberagaman yang secara politis benar, mereka tidak
mungkin melihat dirinya diversity challegad sama sekali.
b. Merekan mengenal kerugian menjadi diversity challengad. Kerugian adalah ekstrem, baik
secara profesional maupun personal. Apabila dapat menyataka dirinya diversity challengad, maka
relatif akan mudah bagi mereka untuk melihat kerugian dari kegagalan mencapai integrasi
fungsional, dan tantangan bagi kesehatan, persahabatan dan keluarga mereka.

Anda mungkin juga menyukai