Anda di halaman 1dari 16

JOURNAL ANALISIS

ATRAUMATIC CARE

“Pengaruh Penerapan Atraumatic Care Terhadap Respon Kecemasan

Anak Yang Mengalami Hospitalisasi Di Rsu Pancaran Kasih Gmim

Manado DanRsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado”

MAKALAH

Disusun Oleh :

Faridatul Isniyah (162310101298)

Feronika Kurniawati (162310101398)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (PSIK)

UNIVERSITAS JEMBER

2016
ATRAUMATIC CARE

“Pengaruh Penerapan Atraumatic Care Terhadap Respon Kecemasan

Anak Yang Mengalami Hospitalisasi Di Rsu Pancaran Kasih Gmim

Manado DanRsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado”

Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak di

Program Studi IlmuKeperawatan (PSIK) Universitas Jember

Disusun Oleh :

1. Faridatul Isniyah (162310101298)


2. Feronika (162310101398)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (PSIK)

UNIVERSITAS JEMBER

2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak merupakan anugerah, karunia dan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa,

yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya

(Ramdani,2011). Sehat dan sakit merupakan sebuah rentang yang dapat dialami oleh

semua manusia, tidak terkecuali oleh anak. Suatu keadaan dimana anak mengalami

sakit dan mengharuskan anak tinggal di rumah sakit untuk mendapatkan terapi dan

perawatan hingga pemulangannya kembali ke rumah, merupakan suatu alasan proses

hospitalisasi yang harus dijalani (Supartini, 2004).


Anak-anak yang dirawat di rumah sakit dalam dua dekade terakhir

mengalami peningkatan pesat. Prosentase anak-anak yang dirawat di rumah sakit ini

mengalami masalah yang lebih serius dan kompleks dibandingkan dengan

hospitalisasi tahun-tahun sebelumnya (Wong, 2009). Anak-anak yang menjalani

hospitalisasi di Indonesia diperkirakan 35 per 1000 anak(Sunarko, 2008 dalam

Purwandari, 2009). Anak juga sering kali berhadapan dengan prosedur yang

menimbulkan nyeri, kehilangan kemandirian dan berbagai hal yang tidak diketahui

(Wong, 2009).
Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik yang secara

subyektif dialami dn dikomunikasikan secara interpersonal. Kecemasan timbul

karena adanya reseptor di otak yang menerima neurotransmitter yaitu Gama-

aminobutirik Acid (GABA). Peningkatan GABA akibat stressor tertentu

mengakibatkan neuron tidak mampu untuk menerima pesan yang cukup untuk

berhenti. Hal ini membuat seseorang terus merasa tegang, terlalu cemas dan gelisah,

dan selanjutnya akan memicu peningkatan respon saraf simpatis (Stuart&Sundeen,

1998).
Atraumatic Care adalah bentuk perawatan teraupetik yang diberikan oleh

tenaga kesehatan yaitu perawat, dalam tatanan pelayanan kesehatan anak melalui

penggunaan tindakan yang mengurangi distres fisik maupun distres psikologis yang

dialami anak maupun orang tua (Supartini, 2004). Atraumatic Care difokuskan dalam
pencegahan terhadap trauma yang merupakan bagian dalam keperawatan anak

(Hidayat, AA, 2009).

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui adakah pengaruh penerapan atraumatic care terhadap respon

kecemasan anak yang mengalami hospitalisasi

1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Mahasiswa Keperawatan
Mengetahui lebih jelas tentang teori dan praktik penerapan prinsip

atraumatic care
1.3.2 Bagi Institusi Pendidikan
Menjadikan tambahan ilmu dan bekal bagi mahasiswa keperawatn

tentang prinsip atraumatic care

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Ringkasan Jurnal


a. Pencarian Jurnal
Penelusuran jurnal dilakukan dengan keyword: “ Jurnal penelitian

tentang atraumatic care ” , dengan menggunakan Google scoolar.


b. Resum Jurnal
Judul Jurnal : “Pengaruh Penerapan Atraumatic Care Terhadap Respon

Kecemasan Anak Yang Mengalami Hospitalisasi Di Rsu

Pancaran Kasih Gmim Manado Dan RsupProf. Dr. R. D.

Kandou Manado”
Penulis : Ramadini Marniaty de Breving, Amatus Yudi Ismanto,Franly

Onibala

Tempat : Rsu Pancaran Kasih Gmim Manado Dan RsupProf. Dr. R. D.

Kandou Manado

Waktu penelitian:Penelitian dilakukan sejak bulan Oktober-November 2014

c. Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh penerapan

Atraumatic Care terhadap respon kecemasan anak yang mengalami

hospitalisasi di Rsu Pancaran Kasih Gmim Manado dan Rsup Prof. Dr. R. D.

Kandou Manado.
d. Metode penelitian

Pada penelitian ini menggunakan Rancangan Jenis penelitian quasy-

experimental design dengan rancangan penelitian pretest-posttest with control

group.

Populasi dalam penelitian ini adalah anak sebanyak 34 anak berusia 1-

14 tahun menjadi sampel penelitian menggunakan pendekatan sampling non

probabilitas dengan metode consecutive sampling yang dilakukan pemasangan

infus yang terdiri dari 17 anak kelompok intervensi kompres es batu dan

pemberian mainan dan 17 anak kelompok kontrol atau tanpa intervensi.

Kriteria inklusi:
1. Anak berusia 1–14 tahun.
2. Anak yang mempunyai indikasi untuk pemasangan infus.
3. Anak yang disetujui menjadi responden oleh orang tua.
Kriteria eksklusi:
1. Anak yang menangis sebelum dilakukan tindakan kompres es batu.
2. Orang tua yang tidak bersedia menjadikan anaknya sebagai responden.
3. Orang tua yang menolak melakukan prosedur pemasangan infus pada

anaknya.
4. Anak yang membutuhkan tindakan kegawatdaruratan.

Alat ukur yang digunakan berupa kuesioner karakteristik responden

dan kuesioner kecemasan.

e. Hasil penelitian
Pada penelitian ini untuk menganalisa data menggunakan paired

samples t-test (uji t dependen). Sedangkan untuk pengujianya dengan tehnik

independent samples t-test (uji t independen). Dari analisa tersebut didapatkan

hasil bahwa ; Terdapat pengaruh antara penerapan Atraumatic Care Terhadap

Respon Kecemasan Anak Yang Mengalami Hospitalisasi Di Rsu Pancaran

Kasih Gmim Manado DanRsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado . Dengan hasil

analisa sebagai berikut ;

1. Sampel penelitian adalah 34 anak usia 1-14 tahun di Rsu Pancaran Kasih

Gmim Manado DanRsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.


2. Berdasarkan usia responden didapatkan bahwa yang berusia 1-3 tahun

sebanyak 10 responden (29,4%), 4-6 tahun sebanyak 8 responden (38,2%),

7-10 tahun sebanyak 13 responden (38,2%) dan 11-13 tahun sebanyak 3

responden (8,8%).
3. Berdasarkan frekuensi jenis kelamin didapatkan bahwa responden terbanyak

pada jenis kelamin perempuan sebanyak 19 responden (55,9%).


4. Berdasarkan lama hari rawat responden terbanyak adalah 1 hari pada saat

pemasangan infus yaitu sebanyak 15 responden (44,1%), 2 hari sebanyak 6

responden (17,6%), 3 hari sebanyak 4 responden (11,8%), 4 hari sebanyak 2

responden (5,9%), 5 hari sebanyak 2 responden (5,9%),8 hari sebanyak 3

responden (8,8%), 9 hari sebanyak 1 responden (2,9%) dan 18 hari sebanyak

1 responden (2,9%).
5. Berdasarkan frekuensi pengalaman dirawat yaitu sebanyak 17 responden

(50%), 1 kali sebanyak 6 responden (17,6%), 2 kali sebanyak 6 responden

(17,6%), 3 kali sebanyak 3 responden (8,8%), 5 kali sebanyak 1 responden

(2,9%) dan 6 kali sebanyak 2 responden (2,9%).


6. Berdasarkan hasil uji statistik dapat disimpulkan yaitu rata-rata respon

kecemasan anak sebelum pemberian kompres es batu dan mainan pada

kelompok intervensi yaitu 39,82 dan rata-rata sesudah lebih rendah yaitu

29,59 dengan standar deviasi 3,639. Dibandingkan dengan rata-rata respon

kecemasan anak sebelum pada kelompok kontrol yaitu 37,24 dan rata-rata
sesudah lebih tinggi yaitu 39,71 dengan standar deviasi 5,509. Sementara itu

skor kecemasan terendah adalah 31 dan skor kecemasan tertinggi adalah 49.
7. Berdasarkan Uji normalitas pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol

dapat dilihat bahwa uji normalitas dari hasil uji skewness dibagi standart

error pada respon kecemasan anak didapatkan hasil data terdistribusi normal

(nilai ≤ 2).
8. Berdasarkan hasil analisis pengaruh pemberian kompres es batu dan

pemberian mainan menggunakan paired samples t-test (uji t dependen)

menunjukkan nilai p adalah 0,000 pada kompres es batu dan pemberian

mainan, dengan demikian pada alpha 5%, p Value < α (0,000 < 0,05) terlihat

pengaruh penerapan atraumatic care dalam pemasangan infus terhadap

respon kecemasan anak yang mengalami hospitalisasi menunjukkan adanya

penurunan skor kecemasan


9. Berdasarkan hasil analisis perbedaan rata-rata respon kecemasan anak pada

kelompok intervensi dan kelompok kontrol menggunakan independent

samples t-test (uji t independen) terlihat adanya perbedaan yang signifikan

menunjukkan skor kecemasan sesudah antara rata-rata respon kecemasan

anak pada kelompok intervensi kompres es batu dan pemberian mainan..

2.2 Pembahasan Isi Artikel


Bermain merupakan suatu aktivitas di mana anak dapat melakukan

atau mempraktikkan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran,

menjadi kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan berperilaku dewasa

(Hidayat.A.A,.2009). Namun ketika anak sakit bisa saja beberapa aktivitas

yang seharusnya dapat dilakukan secara mandiri oleh anak terganggu bahkan

membutuhkan bantuan orang lain salah satunya bermain. Penyakit dan

hospitalisasi menjadi krisis pertama yang harus dihadapi anak (Wong et

al,2009 dalam Ramadini dkk 2015). Saat anak sakit dan dirawat di sebuah

pelayanan kesehatan tidak dapat dipungkiri bahwa akan terjadi atau

mendapatkan prosedur tindakan invasif . American Heart Association (AHA)

tahun 2003, menyatakan anak-anak sangat rentan terhadap stress yang


berhubungan dengan prosedur invasif. Dari berbagai tindakan invasif yang

akan atau dilakukan di pelayanan kesehatan proses pemangan infus bisa

menjadi momok yang paling menakutkan bagi semua orang tak terkecuali

anak-anak.
Pada jurnal yang berjudul “Pengaruh Penerapan Atraumati Care

Terhadap Respon Kecemasan Anak Yang Mengalami Hospitalisasi di RSU

PANCARAN KASIS GMIM MANADO dan RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU

MANADO” membahas tentang adanya pengaruh penerapan atraumatic care

terhdap respon kecemasan anak yang mengalami hospitalisasi.


Dalam jurnal tersebut menggunakan desain penelitian quasy-

experimental desgin dengan rancangan penelitian pretest-posttest with control

group. Quasy-Experimental design merupakan penelitian eksperimentl yang

memberikan manipulasi terhadap independent variable, tetapi adanya

randominasi dalam pemilihan antar kelompok perlakuan dan kelompok kontrol

(Vakessiver et all., 2003 dalam I Ketut Swarjana, 2010). Salah satu desain

penelitian quasy experimentl adalah nonequivalent control-group before-after

design (Carmen G Losille et all., 2010). Desain ini menggunakan kelompok

control group tanpa randominasi. Kelompok perlakuan maupun kelompok

kontrol dipilih secara non random (NR),selanjutnya sebelum dan sesudah

perlakuan dilakukan pengukuran atau observasi terhadap kedua kelompok

tersebut.
Populasi dalam jurnal penelitian ini adalah keseluruhan anak usia (0-18

tahun) yang dirawat di ruang anak RSU Pancaran Kasih GMIM Manado dan di

RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado mulai dari bulan Oktober-November

2014 yaitu 175 klien anak. Sebayak 34 anak berusia 1-14 tahun menjadi sampel

penelitian menggunakan pendekatan sampling non probabilitas dengan metode

consecutive sampling. Consecutive sampling adalah pemilihan sampel sampai

dengan menetapkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan

dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah klien yang
diinginkan terpenuhi (Sastroasmoro&Ismail, 1995:49 dalam Hidayat, AA 2008)

metode ini digunkan dalam penelitian ini yaitu pada prosedur pemasangan

infus yang terdiri dari 17 anak kelompok intervensi kompres es batu dan

pemberian mainan dan 17 anak kelompok kontrol atau tanpa intervensi.


Dari 34 responden yang menjadi sample penelitian berdasarkan kategori

usia terbanyak adalah pada usia 7-10 tahun dan dikategorikan dalam anak usia

sekolah. Menurut Soetjiningsih (2012) mengatakan anak yang umumnya

mengalami sakit tidak hanya terganggu tumbuh kembagnya tetapi juga

pendidikan anak tersebut. Hurlock (2002) menyebutkan bahwa pendidik

mempunyai label yang digunakan pada anak usia 7-10 tahun dalam bidang

pendidikan dimana pada usia tersebut anak diharapkan memperoleh dasar-dasar

pengetahuan yang dianggap penting untuk keberhasilan penyesuaian diri pada

kehidupan dewasa, dan mempelajari berbagai keterampilan penting tertentu,

baik keterampilan kurikuler maupun ekstra kurikuler. Jika anak sakit pada usia

ini dan mengalami proses hospitalisasi maka hal tersebut dapat menghambat

pendidikan anak tersebut.


Berdasarkan jenis kelamin terbanyak pada jenis kelamin perempuan.

Penelitian yang dilakukan oleh Debbi Mustika Rini (2013) mengatakan bahwa

dapatpat berhubungan dengan kadar hormonal yang dimiliki, anak perempuan

memiliki hormon estrogen dimana akan berdampak pada peningkatan kerja

RORA (retinoic acid related orphn receptor alpha). Menururt Jetten (2004),

ROR-α berfungsi sebagai perkembangan otak dan kelenjar getah bening,

metabolisme lipid,respon imun, serta pemeliharaan tulang. ROR-β perannya

masih tidak diketahui pasti, tetapi sangat ada dalam otak dan retina. ROR-γ

berfungsi pada respon imun dan kelangsungan hidup T-helper, RORA α dan γ

turut mempengaruhi respon imun dan perkembangan nodus limfoid.

Berdasarkan kajian Grossman (1985), menemukan bahwa sistem imun juga

diregulasi oleh estrogen steroid gonad, androgen dan progesteron. Sedangkan


pada anak laki-laki memiliki hormon testosteron yang mempunyai efek

bertolak belakang dengan hormon anak perempuan.


Berdasarkan hasil penelitian frekuensi lamanya hari rawat terbanyak

lama hari rawat 1 hari. Pada saat anak pertama kali dirawat tentu dapat timbul

perasaan cemas, perasaan ini timbul bukan hanya saat prosedur tindakan

invasif saja melihat bangunan dan atau petugas yang mengenakan pakaian

serba putih dan perasaan ini timbul baik oleh anak maupun orang tua

(Supartini, 2004). Berbagai kejadian dapat menimbulkan dampak atraumatik

terutama pada anak yang baru pertama kali mengalami perawatan di rumah

sakit,salah satunya karena adanya interaksi yang tidak baik dengan petugas

kesehatan (Potter&Perry,2005).
Berdasarkan hasil uji statistik pada penelitian terhadap respon kecemasan

sebelum diberikan terapi pemberian kompres es batu dan pemberian mainan

menunjukkan terjadi penurunan dengan perolehan 39,82 sebelum dilakukan

terapi dan 29,52 setelah dilakukan terapi pada kelompok intervensi. Sementara

skor kecemasan terendah pada kelompok intervensi 20 dan tetrtinggi adalah 38.

Sedangkan hasil uji statistik pada kelompok kontrol didapatkan hasil 37,24 dan

setelahnya lebih tinggi yaitu 39,71 dan skor kecemasan pada kelompok ini

terendah adalah 31 dan tertinggi adalah 49.


Berdasarkan hasil uji normalitas kelompok intervensi pemberian kompres

es batu dan mainan dengan kelompok kontrol dengan hasil uji skewness dibagi

standart error pada respon kecemasan anak didapatkan hasil data terdistribusi

normal.
Berdasarkan hasil analisis pengaruh (Uji T Dependen) pemberian

kompres es batu dan pemberian mainan didapatkan adanya pengaruh penerapan

atraumatic care dalam pemasangan infus terhdap kecemasan anak yang

mengalami hospitalisasi mengalami penurunan skor kecemasan.


Terapi yang diberikan dalam penelitian jurnal tersebut adalah kompres es

batu dan pemberian mainan sebelum dilakukan tindakan invasif pemasangan

infus, dilakukan pada 17 responden pada kelompok intervensi. Terapi


dilakukan 1-3 menit untuk mengurangi kecemasan anak pada saat pemasangan

infus. Hal ini ditunjang dengan penelitian yang dilakukan oleh Movahedi,

Rostami, Salsali, Keikhaee dan Moradi (2006) dalam Ramadhanie (2013)

menunjukkan terdapat perbedan yang signifikan yang diberikan kompres

dingin pada anak dengan prosedur pungsi vena, dengan respon perilaku dan

respon subjektif selama dn setelah pada kelompok intervensi lebih rendah dari

pada kelompok kontrol, penelitian ini juga menyimpulkan bahwa aplikasi

pendinginan lokal menggunakan es terhadap kulit sebelum pungsi vena adalah

metoda aman dan mudah untuk mengurangi respon nyeri pada anak. Penelitian

yang dilakukan Sulistiyani (2009), menyebutkan kompres es batu mampu

menurunkan nyeri pada prosedur pemasangan infus pada anak pra sekolah.

Kompres es batu diketahui efektif dn efisien digunakan sebagai stimulasi kulit.


Efek dari pemberian kompres es batu ini maka kulit akan menurunkan

respon nyeri oleh karena adanya pelepasan endorphin, sehingga memblok

transmisi serabut syaraf sensori A-beta yang lebih besar dan lebih cepat. Proses

ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan delta-A berdiameter

kecil. Gerbang sinaps menutup transmisi impuls nyeri (Sulistiyani, 2009). Lyn

(1984) dalam Niven (2012), menunjukkan sejumlah struktur dalam sistem saraf

yang menyebabkan nyeri serabut saraf yang terlibat yaitu: serabut A-delta

bermielin; dan serabut C tidak bermielin. Dipercaya bahwa serabut A-delta

bermielin meneruskan nyeri yang mendadak atau tajam, sedangkan serabut C

tidak bermielin meneruskan nyeri yang tumpul.


Kondisi emosi seseorang dapat berpengaruh dalam tindakan kita untuk

menghindari kondisi nyeri, entah menjauhkan penyebab nyeri ataukah kita

yang menjauhi penyebab nyeri. Saat menghadapi keadaan nyeri terkadang akan

muncul perasaan cemas dan setip individu mengekspresikan kecemasan mereka

dengan cara berbeda-beda, yang paling sering terjadi adalah dengan menangis

atau meronta terlebih jika itu adalah anak-anak. Dengan tingkat usia yang

berbeda maka akan berbeda pula cara pengekspresian kecemasan yang


dirasakan. Semakin muda usia anak, maka akan semakin sulit bagi anak untuk

menyesuaikan diri dengan lingkungan. Hal ini juga berhubungan dengan sistem

anak akan terus berkembang seiring dengan bertambahnya usia anak

(Sacharin,1996).
Dalam praktiknya dalam kehidupan sehari-hari untuk menghadapi

kecemasan anak-anak saat akan dilakukan pemasangan tindakan infus bukanlah

perkara yang mudah sekalipun dilakukan oleh tenaga kesehatan yang

berpengalaman, karena ketik anak datang ke tempat pelayanan kesehatan

dengan kondisi fisik dan mental yang berbeda-beda. Berbagai cara dilakukan

para petugas kesehatan untuk mengurangi efek dari tindakan invasif yang

dilakukan mulai dengan mengganti warna seragam, mendekorasi ruangan anak

dan meminimalkan atau mengganti alat medis yang akan digunakan dengan

bentuk yang sesuai dengan karakter tokoh kartun atau animasi yang disukai

anak tetapi dengan fungsi yang sama. Salah satu yang sedang terus dilakukan

adalah penerapan prinsip Atraumatic Care.


Atraumatic Care yang dimaksud di sini adalah perawatan yang tidak

menimbulkan adanya trauma pada anak dan keluarga (Hidayat.A.A,.2009).


Tindakan Atraumatic Care dalam hal ini dengn stimulasi kulit (kompres es

batu) dan pemberian mainan. Bermain bagi anak merupakan suatu kebutuhan

bagi dirinya sebagaimana kebutuhan lainnya seperti kebutuhan makan,

kebutuhan rasa aman, kebutuhan kasih sayang dan lain-lain. Sebagai kebutuhan

sebaiknya juga perlu diperhatikan secara cermat bukan hanya dijadikan

mengisi kesibukan namun perlu peran orang tua untuk membimbing selama

proses bermain dan pemberian mainan pada anak (Hidayat.A.A,.2009).


Permainan saat anak sakit merupakan satu dari serangkaian upaya yang

disediakan orang tua untuk menghindari kondisi rewel pada anak. Permainan

teraupetik dapat memperbaiki gangguan emosional dan penurunan kondisi

selama di rumah sakit, tetapi tidak semua permainan memiliki sifat teraupetik

(Mahon, 2009 dalam Solikhah, 2011).


2.3 Implikasi Keperawatan
Dari jurnal yang didapatkan penerapan prinsip atraumatic care dalam

meminimalisir kecemasan pada saat tindakan teraupetik padaanak dapat

dijadikan acuan bagi para perawat atau praktisi kesehatan dalam melakukan

perawatan pada anak. perawatan tersebut difokuskan dalam penceghan

terhadap trauma yang merupakan bagian dalam keperawatan anak. perhatian

khusus kepada anak sebagai individu yang masih dalam usia tumbuh kembang

sangat penting karena masa anak merupakan proses menuju kematangan.


Untuk mencapai perawatan tersebut beberpa prinsip yang dapat

dilakukan oleh perawata antara lain menurunkan atau mencegah dampak

perpisahan dari keluarga, meningkatkan kemampuan orang tua dalam

mengontrol perawatan pada anak, mencegah atau mengurangi cedera (injury)

dan nyeri (dampak psikologis), tidak melakukan kekerasan pada anak dan

memodifikasi lingkungan fisik (Hidayat.A.A,.2009). Tindakan invasif yang

dilakukan pada anak sakit mungkin berbagai macam namun pemasangan infus

menjadi pilihan utama yang membuat anak merasa takut.


Dalam prinsip penerpan atraumatic care dalam penelitian ini dilakukan

kompres es batu selama 1-3 menit dan pemberian mainan pada anak. Kompres

es batu ini memberikan efek penurunan rasa nyeri pada kulit sehingga pada saat

dilakukan tindakan pemasangan infus anak tidak lagi merasakan sakit yang

berlebihan.
Selain pemberian kompres es batu dapat juga diberikan mainan pada

anak saat dilakukan prosedur invasif. Permainan yang diberikan diharapkan

mampu mengurangi rasa takut atau cemas saat sebelum dan selama prosedur

invasif tersebut berlangsung. Terdapat berbagai macam permainan yang dapat

digunakan untuk mengurangi kecemasan anak dan tentu yang disukai oleh

anak-anak, namun tidak semua jenis permainan anak bahkan yang disenangi

anak sekalipun mampu mengurangi rasa cemas tersebut. Menurut Subardiah

(2009) dalam Solikhah (2011) hanya permainan teraupetik yang berpengaruh


pada penurunan kecemasan, kehilangan kontrol dan ketakutan pada anak yang

dirawat di rumah sakit.


Jenis permainan yang dapat digunakan sebagai alat permainan yang

teraupetik dapat dibagi sesuai kelompok umur diantaranya:


1. Usia 0-1 tahun dengan menggambar bentuk muka, bentuk orang dan

binatang, alat permainan yang dapat digoyang dan menimbulkan suara, alat

permainan yang berupa selimut, boneka dan lain-lain.


2. Usia 1-2 tahun dengan alat permainan yang dapat didorong atau ditarik

misalkan alat rumah tangga, balok-balok, buku bergambar, kertas, pensil

berwarna dan lain-lain.


3. Usia 2-3 tahun dengan peralatan menggambar, puzzle sederhana, manik-

manik ukuran besar, serta berbagai benda yang memiliki permukaan dan

warna yang berbeda.


4. Usia 3-6 tahun dengan benda-benda disekitar rumah, majalah anak-anak,

alat gambar, kertas untuk belajar melipat, gunting dan air (Hidayat, AA

2008).

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Atraumatic Care merupakan salah alternatif yang dapat digunakan

perawat dalam memberikan perawtan pada anak, khususmya pada tindakan


invasif yang dapat membuat anak cemas dan takut. Dalam pelakasanaan

atraumatic care ini perawat dapat bekerjasama dengan keluarga atau orang

terdekat anak, karena walaupun anak berada dengan orang tua mereka namun

belum tentu mereka bisa merasakan kenyamanan. Bila rasa nyaman itu tidak ada

penerapan prinsip atraumtic care juga tidak dapat berjalan sepenuhnya.


Dari hasil penelitian yang dilakukan dalam jurnal tersebut didapatkan

hasil bahwa adanya pengaruh penerapan prinsip atraumatic care melalui proses

terapi kompres es batu dan pemberian mainan pada anak. diketahui skor rata-rata

kecemasan sebelum penerapan atraumatic care pada kelompok intervensi lebih

tinggi 39,82 dari kelompok kontrol 37,24 sedangkan skor rata-rata kecemasan

sesudah penerapan prinsip atraumatic care pada kelompok intervensi lebih

rendah 29,59 dari kelompok kontrol 39,71.


3.2 Saran
3.2.1 Petugas Kesehatan
Diharapkan mampu menerapkan prinsip atraumatic care dengan baik

sehingga mampu meningkatkan kualitas pelayanan pada anak


3.2.2 Orang Tua
Diharpkan mampu mendampingi anak saat dalam masa perawatan dan

diharapkan mampu bersikap tenang sehingga anak tidak cemas dan

takut saat menjalani perawatan

DAFTAR PUSTAKA

 Pengaruh Penerapan Atraumatic Care Terhadap Respon Kecemasan Anak

Yang Mengalami Hospitalisasi Di Rsu Pancaran Kasih Gmim Manado Rsup

Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Diakses pada 07 September 2016

 Hubungan Penerapan Atraumatic Care Dengan Kecemasan Anak Pra Sekolah

Saat Proses Hospitalisasi Di RSU Dr. H. Koesnadi Bondowoso. Diakses pada

06 September 2016

 Swarjana, Ketut I. 2012.Metodologi Ilmu Kesehatan.Yogykarta:CV. Andi

Offset
 Hidayat, A.A.A.2008.Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Untuk

Kebidanan.Jakarta:Salemba Medika

 Hidayat, A.A.A.2009.Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I.Jakarta:Salemba

Medika

Anda mungkin juga menyukai