ATRAUMATIC CARE
MAKALAH
Disusun Oleh :
UNIVERSITAS JEMBER
2016
ATRAUMATIC CARE
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak di
Disusun Oleh :
UNIVERSITAS JEMBER
2016
BAB I
PENDAHULUAN
yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya
(Ramdani,2011). Sehat dan sakit merupakan sebuah rentang yang dapat dialami oleh
semua manusia, tidak terkecuali oleh anak. Suatu keadaan dimana anak mengalami
sakit dan mengharuskan anak tinggal di rumah sakit untuk mendapatkan terapi dan
mengalami peningkatan pesat. Prosentase anak-anak yang dirawat di rumah sakit ini
Purwandari, 2009). Anak juga sering kali berhadapan dengan prosedur yang
menimbulkan nyeri, kehilangan kemandirian dan berbagai hal yang tidak diketahui
(Wong, 2009).
Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik yang secara
mengakibatkan neuron tidak mampu untuk menerima pesan yang cukup untuk
berhenti. Hal ini membuat seseorang terus merasa tegang, terlalu cemas dan gelisah,
1998).
Atraumatic Care adalah bentuk perawatan teraupetik yang diberikan oleh
tenaga kesehatan yaitu perawat, dalam tatanan pelayanan kesehatan anak melalui
penggunaan tindakan yang mengurangi distres fisik maupun distres psikologis yang
dialami anak maupun orang tua (Supartini, 2004). Atraumatic Care difokuskan dalam
pencegahan terhadap trauma yang merupakan bagian dalam keperawatan anak
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui adakah pengaruh penerapan atraumatic care terhadap respon
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Mahasiswa Keperawatan
Mengetahui lebih jelas tentang teori dan praktik penerapan prinsip
atraumatic care
1.3.2 Bagi Institusi Pendidikan
Menjadikan tambahan ilmu dan bekal bagi mahasiswa keperawatn
BAB II
PEMBAHASAN
Kandou Manado”
Penulis : Ramadini Marniaty de Breving, Amatus Yudi Ismanto,Franly
Onibala
Kandou Manado
c. Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh penerapan
hospitalisasi di Rsu Pancaran Kasih Gmim Manado dan Rsup Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado.
d. Metode penelitian
group.
infus yang terdiri dari 17 anak kelompok intervensi kompres es batu dan
Kriteria inklusi:
1. Anak berusia 1–14 tahun.
2. Anak yang mempunyai indikasi untuk pemasangan infus.
3. Anak yang disetujui menjadi responden oleh orang tua.
Kriteria eksklusi:
1. Anak yang menangis sebelum dilakukan tindakan kompres es batu.
2. Orang tua yang tidak bersedia menjadikan anaknya sebagai responden.
3. Orang tua yang menolak melakukan prosedur pemasangan infus pada
anaknya.
4. Anak yang membutuhkan tindakan kegawatdaruratan.
e. Hasil penelitian
Pada penelitian ini untuk menganalisa data menggunakan paired
Kasih Gmim Manado DanRsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado . Dengan hasil
1. Sampel penelitian adalah 34 anak usia 1-14 tahun di Rsu Pancaran Kasih
responden (8,8%).
3. Berdasarkan frekuensi jenis kelamin didapatkan bahwa responden terbanyak
1 responden (2,9%).
5. Berdasarkan frekuensi pengalaman dirawat yaitu sebanyak 17 responden
kelompok intervensi yaitu 39,82 dan rata-rata sesudah lebih rendah yaitu
kecemasan anak sebelum pada kelompok kontrol yaitu 37,24 dan rata-rata
sesudah lebih tinggi yaitu 39,71 dengan standar deviasi 5,509. Sementara itu
skor kecemasan terendah adalah 31 dan skor kecemasan tertinggi adalah 49.
7. Berdasarkan Uji normalitas pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
dapat dilihat bahwa uji normalitas dari hasil uji skewness dibagi standart
error pada respon kecemasan anak didapatkan hasil data terdistribusi normal
(nilai ≤ 2).
8. Berdasarkan hasil analisis pengaruh pemberian kompres es batu dan
mainan, dengan demikian pada alpha 5%, p Value < α (0,000 < 0,05) terlihat
yang seharusnya dapat dilakukan secara mandiri oleh anak terganggu bahkan
al,2009 dalam Ramadini dkk 2015). Saat anak sakit dan dirawat di sebuah
menjadi momok yang paling menakutkan bagi semua orang tak terkecuali
anak-anak.
Pada jurnal yang berjudul “Pengaruh Penerapan Atraumati Care
(Vakessiver et all., 2003 dalam I Ketut Swarjana, 2010). Salah satu desain
tersebut.
Populasi dalam jurnal penelitian ini adalah keseluruhan anak usia (0-18
tahun) yang dirawat di ruang anak RSU Pancaran Kasih GMIM Manado dan di
2014 yaitu 175 klien anak. Sebayak 34 anak berusia 1-14 tahun menjadi sampel
dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah klien yang
diinginkan terpenuhi (Sastroasmoro&Ismail, 1995:49 dalam Hidayat, AA 2008)
metode ini digunkan dalam penelitian ini yaitu pada prosedur pemasangan
infus yang terdiri dari 17 anak kelompok intervensi kompres es batu dan
usia terbanyak adalah pada usia 7-10 tahun dan dikategorikan dalam anak usia
mempunyai label yang digunakan pada anak usia 7-10 tahun dalam bidang
baik keterampilan kurikuler maupun ekstra kurikuler. Jika anak sakit pada usia
ini dan mengalami proses hospitalisasi maka hal tersebut dapat menghambat
Penelitian yang dilakukan oleh Debbi Mustika Rini (2013) mengatakan bahwa
RORA (retinoic acid related orphn receptor alpha). Menururt Jetten (2004),
masih tidak diketahui pasti, tetapi sangat ada dalam otak dan retina. ROR-γ
berfungsi pada respon imun dan kelangsungan hidup T-helper, RORA α dan γ
lama hari rawat 1 hari. Pada saat anak pertama kali dirawat tentu dapat timbul
perasaan cemas, perasaan ini timbul bukan hanya saat prosedur tindakan
invasif saja melihat bangunan dan atau petugas yang mengenakan pakaian
serba putih dan perasaan ini timbul baik oleh anak maupun orang tua
terutama pada anak yang baru pertama kali mengalami perawatan di rumah
sakit,salah satunya karena adanya interaksi yang tidak baik dengan petugas
kesehatan (Potter&Perry,2005).
Berdasarkan hasil uji statistik pada penelitian terhadap respon kecemasan
terapi dan 29,52 setelah dilakukan terapi pada kelompok intervensi. Sementara
skor kecemasan terendah pada kelompok intervensi 20 dan tetrtinggi adalah 38.
Sedangkan hasil uji statistik pada kelompok kontrol didapatkan hasil 37,24 dan
setelahnya lebih tinggi yaitu 39,71 dan skor kecemasan pada kelompok ini
es batu dan mainan dengan kelompok kontrol dengan hasil uji skewness dibagi
standart error pada respon kecemasan anak didapatkan hasil data terdistribusi
normal.
Berdasarkan hasil analisis pengaruh (Uji T Dependen) pemberian
infus. Hal ini ditunjang dengan penelitian yang dilakukan oleh Movahedi,
dingin pada anak dengan prosedur pungsi vena, dengan respon perilaku dan
respon subjektif selama dn setelah pada kelompok intervensi lebih rendah dari
metoda aman dan mudah untuk mengurangi respon nyeri pada anak. Penelitian
menurunkan nyeri pada prosedur pemasangan infus pada anak pra sekolah.
transmisi serabut syaraf sensori A-beta yang lebih besar dan lebih cepat. Proses
kecil. Gerbang sinaps menutup transmisi impuls nyeri (Sulistiyani, 2009). Lyn
(1984) dalam Niven (2012), menunjukkan sejumlah struktur dalam sistem saraf
yang menyebabkan nyeri serabut saraf yang terlibat yaitu: serabut A-delta
yang menjauhi penyebab nyeri. Saat menghadapi keadaan nyeri terkadang akan
dengan cara berbeda-beda, yang paling sering terjadi adalah dengan menangis
atau meronta terlebih jika itu adalah anak-anak. Dengan tingkat usia yang
menyesuaikan diri dengan lingkungan. Hal ini juga berhubungan dengan sistem
(Sacharin,1996).
Dalam praktiknya dalam kehidupan sehari-hari untuk menghadapi
dengan kondisi fisik dan mental yang berbeda-beda. Berbagai cara dilakukan
para petugas kesehatan untuk mengurangi efek dari tindakan invasif yang
dan meminimalkan atau mengganti alat medis yang akan digunakan dengan
bentuk yang sesuai dengan karakter tokoh kartun atau animasi yang disukai
anak tetapi dengan fungsi yang sama. Salah satu yang sedang terus dilakukan
batu) dan pemberian mainan. Bermain bagi anak merupakan suatu kebutuhan
kebutuhan rasa aman, kebutuhan kasih sayang dan lain-lain. Sebagai kebutuhan
mengisi kesibukan namun perlu peran orang tua untuk membimbing selama
disediakan orang tua untuk menghindari kondisi rewel pada anak. Permainan
selama di rumah sakit, tetapi tidak semua permainan memiliki sifat teraupetik
dijadikan acuan bagi para perawat atau praktisi kesehatan dalam melakukan
khusus kepada anak sebagai individu yang masih dalam usia tumbuh kembang
dan nyeri (dampak psikologis), tidak melakukan kekerasan pada anak dan
dilakukan pada anak sakit mungkin berbagai macam namun pemasangan infus
kompres es batu selama 1-3 menit dan pemberian mainan pada anak. Kompres
es batu ini memberikan efek penurunan rasa nyeri pada kulit sehingga pada saat
dilakukan tindakan pemasangan infus anak tidak lagi merasakan sakit yang
berlebihan.
Selain pemberian kompres es batu dapat juga diberikan mainan pada
mampu mengurangi rasa takut atau cemas saat sebelum dan selama prosedur
digunakan untuk mengurangi kecemasan anak dan tentu yang disukai oleh
anak-anak, namun tidak semua jenis permainan anak bahkan yang disenangi
binatang, alat permainan yang dapat digoyang dan menimbulkan suara, alat
manik ukuran besar, serta berbagai benda yang memiliki permukaan dan
alat gambar, kertas untuk belajar melipat, gunting dan air (Hidayat, AA
2008).
3.1 Kesimpulan
Atraumatic Care merupakan salah alternatif yang dapat digunakan
atraumatic care ini perawat dapat bekerjasama dengan keluarga atau orang
terdekat anak, karena walaupun anak berada dengan orang tua mereka namun
belum tentu mereka bisa merasakan kenyamanan. Bila rasa nyaman itu tidak ada
hasil bahwa adanya pengaruh penerapan prinsip atraumatic care melalui proses
terapi kompres es batu dan pemberian mainan pada anak. diketahui skor rata-rata
tinggi 39,82 dari kelompok kontrol 37,24 sedangkan skor rata-rata kecemasan
DAFTAR PUSTAKA
06 September 2016
Offset
Hidayat, A.A.A.2008.Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Untuk
Kebidanan.Jakarta:Salemba Medika
Medika