Anda di halaman 1dari 15

Status Orang Sakit

Anamnesa Pribadi
Nama : Sucipto
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Kawin : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jln. M.A. Selatan Gg. Hormat No. 401-C Medan
Suku : Jawa

Anamnesa Penyakit
Keluhan Utama : Sesak nafas
Telaah : Hal ini dialami sejak lebih kurang 2 minggu lalu sebelum
masuk rumah sakit, bersifat terus-menerus tanpa dipengaruhi
aktivitas maupun cuaca dan posisi apapun. Dada kanan tersasa
sakit dan berat, nafas berbunyi (-), kaki bengkak (-), batuk
berdahak warna putih kental.

Anamnesa Umum
Sesak (+)
Dada terasa sakit dan berat (+)
Batuk berdahak (+)
Pening (+)
Riwayat TB paru (+)
Traktus Digestivus
A. Lambung : dbn
B. Hati dan Saluran empedu : ttb

Status Presens
Keadaan Umum
- Sensorium : CM
- Tekanan Darah : 140/80 mmHg
- Temperatur : 37,0 º c
- Pernafasan : 38 x/i reguler, vesikuler pada kedua paru , ST (-)
- Nadi : 100 x/i, Tek/vol : Sedang.
Keadaan Penyakit
- Anemia : (-)
- Ikterus : (-)
- Gerakan Aktif : (-)

Pemeriksaan Fisik
- Muka : pucat (+)
- Kuning : (-)
- Mata : Ikterus (-), Anemia (-)

Abdomen
Inspeksi : simetris
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-)
Perkusi : tymphani (+)
Aukultasi : Peristaltik Usus (+) N
Pemeriksaan Laboratorium Rutin
Darah Urine Tinja
Hb : 17,7 gr/dl
Leukosit : 14.000
Plt : 364.000 TDP TDP
MCV : 86,4 fL
MCH : 29,7 pg
MCHC : 34,4 gr/dL
SGOT/SGPT : 39/38 (U/L)
ALP : 112 U/L
KGD adr : 146 mg/dl

Differential Diagnosa (Diagnosa Banding)


1. Susp. Tb Paru relaps dd Susp. Pneumonia
2. Susp. Pneumothoraks Spontan

Follow-Up ( 29 Juni 2016)


Identitas Keluhan Pemeriksaan Diagnosa Terapi
Nama : Sucipto Sesak nafas Sens : CM -Susp. Tb  tirah baring
RM : 01..00.21.22 (+) TD : 100/80 mmHg Paru relaps  O2 2-4 l canul
Bed : 25 HR : 76 x/i dd Susp. nasal
PPDS : dr. Jati RR : 32x/i Pneumonia  IVFD Nacl
Sup : dr.Hariyani Temp : 36,3 ̊C -Susp. 0,9n% 10gtt/i
Adin, Sp.PD Pneumothora  Inj.Ceftriaxon
Pem.fisik ks Spontan 1gr/kgBB
KULIT : turgor (+)  Inj. Ketorolac
N 30 gr/8 jam/ IV
KEPALA DAN  Azythromicin
LEHER 1x500 mg
- mata :conj.palp  Ambroxol tab
anemis (-/-), sclera
3x1
ikterik (-/-)
-T/H/M : dbn
-Leher: TVJ R-2 cm,
pembesaran KGB (-
), trakea medial
THOTAKS
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : simetris
Palpasi : SF ka<ki
Perkusi : sonor
menghilang di lap.
Paru dextra
Auskultasi : SP : -
sinistra: vesikuler
melemah,- dextra :
redup , ST : ronki
di paru sinistra
Jantung
Inspeksi : ictus
cordis tampak (-)
Palpasi : ictus cordis
teraba (-)
Perkusi : redup (+)
Auskultasi : S1 S2
reguler, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen :
Inspekesi : simetris
Palpasi :Soepel,
H/L/R: Ttb, nyeri
tekan (-), Peristaltik
(+) N.
Ektremitas
Superior/inferior
edema (-/-)
Alat kelamin dan
rektum : TDP

DARAH RUTIN
RBC 5,95 +
HGB 17,7+
HCT 51,4 +
MCV 86,4
RDW-CV 14,0 %
RDW-SD 43,5
MPV 9.4

SGOT 39,00 U/L


SGPT 38,00 U/L
Alkaline phospatase
112,00 U/L
Total bilirubin 1,17
mg/dl
Direct bilirubin 0,23
mg/dl +
Ureum 36,00 mg/dl
Creatinin 0,84 mg/dl
+
Uric Acid 5,20
mg/dl
Chlorida 104,00
mmol/L +
Kalium : 3,60
mmol/dl
Natrium : 137
mmol/dl

AGDA
PH 7,43
PCO2 36 mmHg
Base excess -0,3
mmol/L

Follow-Up ( 14 Juli 2016)


Identitas Keluhan Pemeriksaan Diagnosa Terapi
Nama : Sucipto Sesak nafas Sens : CM -Post WSD  tirah baring
RM : 01..00.21.22 (+) TD : 100/80 mmHg ec.  O2 2-4 l canul
Bed : 25 berkurang HR : 68 x/i Pneumothora nasal
PPDS : dr. Jati RR : 20x/i ks dextra  IVFD Nacl
Sup : dr.Hariyani Temp : 35,2 ̊C -Susp.Tb 0,9% 10gtt/i
Adin, Sp.PD relaps  Inj.Ceftriaxon
Paru
Pem.fisik dd Susp. 1gr/12jam/kgB
KULIT : turgor (+) Pneumothora B (H-11)
N ks  Inj. Ketorolac 1
KEPALA DAN mg/8 jam/ IV
LEHER  Azythromicin
- mata : conj.palp 1x500 mg
anemis (-/-), sclera  Ambroxol tab
ikterik (-/-)
3x1
-T/H/M : dbn
 Salbutamol tab
-Leher: TVJ R-2 cm,
3x1
pembesaran KGB (-
 Dexamethason
), trakea medial
tab 3x1
THOTAKS
Paru-paru
Inspeksi : simetris
Palpasi : SF ka=ki
Perkusi : sonor
Auskultasi : SP :
vesikuler, ST :-
Jantung
Inspeksi : ictus
cordis tampak (-)
Palpasi : ictus cordis
teraba (-)
Perkusi : sonor
Auskultasi : S1 S2
reguler, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen :
Inspekesi : simetris
Palpasi :Soepel,
H/L/R: Ttb, nyeri
tekan (-), Peristaltik
(+) N.
Ektremitas
Superior/inferior
edema (-/-)
Alat kelamin dan
rektum : TDP

DARAH RUTIN
(12 Juli 2016)
RBC 5,31
HGB 17,7+
HCT 45,6
MCV 85,9
RDW-CV 13,7 %
RDW-SD 43,3
MPV 9.5
LED : 52 mm/jam

14 Juli 2016
Ureum 14,90 mg/dl
Creatinin 0,49 mg/dl
+
Uric Acid 4,9 mg/dl
Chlorida 106,00
mmol/L +
Kalium : 3,50
mmol/dl
Natrium : 140
mmol/dl
BTA : Negatif
Jamur : Negatif
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Analisis gas darah arteri memberikan gambaran hipoksemia meskipun kebanyakan
pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien PPOK lebih mudah terjadi pneumotoraks
spontan. Pneumotoraks primer paru kiri sering menimbulkan perubahan aksis QRS dan
gelombang T prekordial pada rekaman elektrokardiografi (EKG) dan dapat ditafsirkan
sebagai infark miokard akut (IMA). Pemeriksaan foto dada garis pleura viseralis tampak
putih, lurus atau cembung terhadap dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis.
Celah antara kedua garis pleura tersebut tampak lusen karena berisi kumpulan udara dan
tidak didapatkan corakan vaskular pada daerah tersebut. Pada tension pneumotoraks
gambaran foto dadanya tampak jumlah udara pada hemitoraks yang cukup besar dan susunan
mediastinum yang bergeser ke arah kontralateral.
Pemeriksaan CT-scan mungkin diperlukan apabila dengan pemeriksaan foto dada
diagnosis belum dapat ditegakkan. Pemeriksaan ini lebih spesifik untuk membedakan antara
emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner serta untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer atau sekunder.
Sensitivitas pemeriksaan CT-scan untuk mendignosis emfisema subpleura yang bisa
menimbulkan pneumotoraks spontan primer antara 80-90%.
Pemeriksaan endoskopi (torakoskopi) merupakan pemeriksaan invasive, tetapi memiliki
sensitivitas yang lebih besar dibandingkan pemeriksaan CT-scan. Menurut Swierenga dan
Vanderschueren, berdasarkan analisa dari 126 kasus pada tahun 1990, hasil pemeriksaan
endoskopi dapat dibagi menjadi 4 derajat yaitu :
 Derajat I : pneumotoraks dengan gambaran paru yang mendekati normal
(40%)
 Derajat II : pneumotoraks dengan perlengketan disertai hemotoraks (12%)
 Derajat III : pneumotoraks dengan diameter bulla atau bleb <2 cm (31%)
 Derajat IV : pneumotoraks dengan banyak bulla yang besar, diameter >2 cm
(17%).

CARA MENENTUKAN UKURAN (PERSENTASE) PNEUMOTORAKS


Volume paru dan hemitoraks dihitung sebagai diameter kubus. Jumlah (isi) paru yang kolaps
ditentukan dengan rata-rata diameter kubus paru dan toraks sebagai nilai perbandingan
(rasio). Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks 10 cm dan diameter kubus rata-rata
paru yang kolaps 8 cm, maka rasio diameter kubus dalah 83/103 = 512/1000, sehingga
diperkiran ukuran pneumotoraksnya 50%.
Cara lain menentukan luas atau persentase pneumotoraks adalah dengan menjumlahkan jarak
terjauh antara celah pleura pada garis vertikal ditambah dengan jarak terjauh celah pleura
pada garis horizontal ditambah dengan jarak terdekat celah pleura pada garis horizontal,
kemudian dibagi 3 dan dikalikan 10.

PENATALAKSANAAN
Tindakan pengobatan pneumotoraks tergantung dari luasnya pneumotoraks. Tujuan dari
penatalaksanaan tersebut yaitu untuk mengeluarkn udara dari rongga pleura dan menurunkan
kecenderungan untuk kambuh lagi. British Thoracic Society dan American College of Chest
Physicians telah memberikan rekomendasi untuk penanganan pneumotoraks. Prinsip-prinsip
penanganan pneumotoraks adalah :
 Observasi dan pemberian tambahan oksigen
 Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube torakostomi dengan atau
tanpa pleurodesis
 Torakoskopi dengan pleurodesis dan penanganan terhadap adanya bleb atau bulla
 Torakotomi

OBSERVASI DAN PEMBERIAN TAMBAHAN OKSIGEN


Tindakan ini dilakukan apabila luas pneumotoraks < 15% dari hemitoraks. Apabila fistula
dari alveoli ke rongga pleura telah menutup, udara dalam rongga pleura perlahan-lahan akan
diresorbsi. Laju resorbsinya diperkirakan 1,25% dari sisi pneumotoraks per hari. Laju
resorbsi tersebut akan meningkat jika diberikan tambahan oksigen. Pemberian oksigen 100%
pada kelinci percobaan yang mengalami pneumotoraks ternyata meningkatkan laju resorbsi
enam kali lipat. Observasi dilakukan dalam beberapa hari (minggu) dengan foto dada serial
tiap 12-24 jam selama 2 hari bisa dilakukan dengan atau tanpa harus dirawat di rumah sakit.
Jika pasien dirawat di rumah sakit dianjurkan untuk memberikan tambahan oksigen. Pasien
dengan luas pneumotoraks kecil unilateral dan stabil, tanpa gejala diperbolehkan berobat
jalan dan dalam 2-3 hari pasien harus kontrol lagi.
ASPIRASI DENGAN JARUM DAN TUBE TORAKOSTOMI
Tindakan ini dilakukan seawal mungkin pada pasien pneumotoraks yang luasnya >15%.
Tindakan ini bertujuan mengeluarkan udara dari rongga pleura (dekompresi). Tindakan
dekompresi dapat dilakukan dengan cara : 1). Menusukkan jarum melalui dinding dada
sampai masuk rongga pleura, sehingga tekanan udara positif akan keluar melalui jarum
tersebut. 2). Membuat hubungan dengan udara luar melalui saluran kontra ventil, yaitu
dengan :
a. Jarum infus set ditusukkan ke dinding dada sampai masuk rongga pleura, kemudian
ujung pipa plastik di pangkal saringan tetesan dipotong dan dimasukkan ke dalam
botol berisi air kemudian klem dibuka, maka akan timbul gelembung-gelembung
udara di dalam botol.
b. Jarum abocath nomor 14 ditusukkan ke rongga pleura dan setelah mandrin dicabut,
dihubungkan dengan infus set, selanjutnya dikerjakan seperti (a).
c. Water sealed drainage (WSD) : pipa khusus (kateter urine) yang steril dimasukkan ke
rongga pleura dengan perantaraan trokar atau klem penjepit. Sebelum trokar
dimasukkan ke rongga pleura, terlebih dahulu dilakukan insisi kulit pada ruang antar
iga ke enam pada linea aksilaris media. Insisi kulit juga bisa dilakukan pada ruang
antar iga kedua pada linea midklavikula. Sebelum melakukan insisi kulit, daerah
tersebut harus diberikan cairan disinfektan dan dilakukan injeksi anestesi lokal
dengan xilokain atau prokain 2% dan kemudian ditutup dengan kain duk steril.
Setelah trokar masuk ke dalam rongga pleura, pipa khusus (kateter urine) segera
dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian trokar dicabut sehingga hanya pipa
khusus tersebut yang masih tertinggal di ruang pleura. Pemasukan pipa khusus
tersebut dirahkan ke atas apabila lubang insisi kulit di ruang antar iga keenam dan
diarahkan ke bawah jika lubang insisi kulitnya ada di ruang antar iga kedua. Pipa
khusus atau kateter tersebut kemudian dihubungkan dengan pipa yang lebih panjang
dan terakhir dengan pipa kaca yang dimasukkan ke dalam air di dalam botol.
Masuknya pipa kaca ke dalam air sebaiknya 2 cm dari permukaan air, supaya
gelembung udara mudah keluar. Apabila tekanan rongga pleura masih tetap positif,
perlu dilakukan pengisapan udara secara aktif, dengan memberikan tekanan -10 cm
sampai 20 cm H2O agar supaya paru cepat mengembang. Apabila paru sudah
mengembang penuh dan tekanan rongga pleura sudah negatif, maka sebelum dicabut
dilakukan uji coba dengan menjepit pipa tersebut selama 24 jam. Tindakan
selanjutnya adalah melakukan evaluasi dengan foto dada, apakah paru mengembang
dan tidak mengempis lagi atau tekanan rongga pleura menjadi positif lagi. Apabila
tekanan di dalam rongga pleura menjadi positif lagi, maka pipa tersebut belum dapat
dicabut. Pancabutan WSD dilakukan apabila paru sudah mengembang, dilakukan
waktu pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal.

Penatalaksanaan pneumotoraks spontan dibagi dalam :


1. PSP, yang terjadi pada usia muda dengan fungsi paru normal, maka akan sembuh
sendiri. Evaluasi selanjutnya perlu berhati-hati sampai pengembangan paru
sempurna. PSP ukuran besar, bila pada aspirasi pipa kecil tidak mengembang dalam
24-48 jam, perlu dipasang pipa interkostal besar, dengan Water Sealed Drainage
(WSD) atau pengisapan secara perlahan-lahan memakai katup flutter (continuous
suction). Bila paru sudah mengembang, biarkan pipa rongga pleura di tempatnya
dengan diklem alirannya dan dievaluasi selama 24 jam. Apabila udara masih menetap
dalam rongga pleura selama 1 minggu, perlu dilakukan torakotomi.
2. PSS, sebelum melakukan pemasangan pipa rongga pleura, perlu diyakini lagi adanya
pneumotoraks pada pasien-pasien emfisema, karena tindakan tersebut dapat berakibat
fatal. Pengeluaran udara biasanya secara terus-menerus sampai beberapa hari hingga
fistula bronkopleura (Broncho Pleural Fistel = BPF) menghilang. Bila gagal
mengembang sempurna, dapat dipasang pipa rongga pleura kedua dan bila gagal juga
mengembang setelah 1 minggu, perlu operasi torakotomi. Untuk mengetahui adanya
BPF dapat dilakukan cara sebagai berikut :
 Mengukur PO2 dan PCO2 gas yang berpindah. Bila PO2 >50 torr dan PCO2
<40 torr, tersangka ada BPF persisten. Bila PO2 <40 torr dan PCO2 >45 torr,
BPF menghilang.
 Mengukur tekanan udara intrapleura. Pada keadaaan normal tekanan udara
pada rongga pleura adalah negatif dan pada akhir ekspirasi tekanan udaranya
masih di bawah atmosfir. Bila ada BPF artinya tekanan intrapleura pada akhir
ekspirasi sama dengan tekanan dalam alveolar yang berarti sama dengan
tekanan atmosfir.
 Mengukur jumlah udara yang dikeluarkan selama aspirasi. Pada keadaan
normal BPF negatif artinya udara yang keluar jumlahnya terbatas. BPF positif
artinya udara yang keluar jumlahnya tidak terbatas.
DIAGNOSIS BANDING
Pneumotoraks dapat memberikan gejala seperti infark miokard, emboli paru dan pneumonia.
Pada pasien muda, pria, dan perokok jika setelh difoto diketahui ada pneumotoraks,
umumnya diagnosis kita menjurus ke pneumotoraks spontan primer. Pneumotoraks spontan
sekunder kadang-kadang sulit dibedakan dengan pneumotoraks yang terlokalisasi dari suatu
bleb atau bulla subpleura.

KOMPLIKASI
Pneumotoraks tension (terjadi pada 3-5% pasien pneumotoraks), dapat mengakibatkan
kegagalan respirasi akut. Pio-pneumotoraks, hidro-pneumotoraks ataupun hemo-
pneumotoraks, henti jantung paru dan kematian sangat jarang terjadi. Emfisema subkutan
sebagai akibat komplikasi pneumotoraks spontan, biasanya karena pecahnya esophagus atau
bronkus, sehingga kelainan tersebut harus ditegakkan (insidennya sekitar 1%), pneumotoraks
kronik bila tetap ada selama waktu lebih dari 3 bulan, insidensinya sekitar 5%.

PROGNOSIS
Pasien dengan pneumotoraks spontan hampir separuhnya akan mengalami kekambuhan,
setelah sembuh dari observasi maupun setelah pemasangan tube thoracostomy. Kekambuhan
jarang terjadi pada pasien-pasien pneumotoraks yang dilakukan torakotomi terbuka. Pasien-
pasien yang penatalaksanaannya cukup baik, umumnya tidak dijumpai komplikasi. Pasien
pneumotoraks spontan sekunder tergantung penyakit paru yang mendasarinya, misalnya pada
pasien PSS dengan PPOK harus lebih berhati-hati karena sangat berbahaya.

Anda mungkin juga menyukai