BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Koagulasi Intravascular Diseminata atau DIC, yang juga dikenal dengan nama
koagulopati konsumsi, merupakan gangguan koagulasi sekunder yang terjadi
akibat komplikasi dari sejumlah proses patologik, seperti hipoksia, asidosis, syok,
dan kerusakan endotel. DIC dapat juga terjadi karena kelainan sistemik yang
berat, seperti penyakit jantung kongeniatal, enterokolitis, nekrotikans, sepsis
akibat bakteri gram-negatif, infeksi ricketsia, dan beberapa infeksi virus yang
berat. Gangguan ini ditandai oleh aktivasi dan akselerasi mekanisme pembekuan
normal secara sistemik yang tidak tepat (Wong, Donna L 2008 hal : 1135).
1. DIC akut
2. DIC kronik
Pada DIC kronik, jumlah dari faktor jaringan yang terlibat lebih kecil, sehingga
stimulasi lebih kurang kuat dari sistem koagulasi dan memungkinkan tubuh
untuk mengkompensasi penggunaan protein koagulasi dan trombosit. DIC kronik
biasanya berkembang secara perlahan dalam waktu berminggu-minggu hingga
berbulan-bulan dengan manifestasi klinik lebih bersifat trombotik. DIC kronik
sering terjadi pada penyakit kanker (sindroma trousseau), aneurisme aorta, dan
penyakit inflamasi kronis. Pada penderita dengan penyakit kanker, faktor resiko
yang penting adalah usia lanjut, laki-laki, kanker lanjut dan nekrosis pada tumor.
Kebanyakan DIC kronik terjadi pada penederita kanker jenis adenokarsinoma
paru, payudara, prostat atau kolorektal.
Klasifikasi dari trombositopenia imun atau ITP dibagi menjadi dua, yaitu akut
dan kronis :
ITP akut
ITP kronik
B. Etiologi
1. Hipofibrinogenemia
2. Trombositopenia
3. Beredarnya antikoagulan dalam sirkulasi darah (hasil perombakan
fibrinogen)
4. Fibrinolisis berlebihan.
1. Sepsis
2. Trauma : Cedera jaringan berat, cedera kepala, emboli lemak.
3. Kanker : Myeloproliferative disorder, tumor padat.
4. Komplikasi Obstetrik : Emboli cairan amnion, abruption placenta, pre-
eklampsia/eklampsia, abortus.
5. Kelainan pembuluh darah : Aneurisma aorta.
6. Reaksi terhadap toksin.
7. Gagal hepar berat.
8. Kelainan Imunologik : Reaksi alergi berat, reaksi hemolitik terhadap
transfuse.
Penyebab dari ITP yang pasti belum diketahui secara pasti, tetapi kemungkinan
ditimbulkan akibat dari :
43
1. Hipersplenisme.
2. Infeksi virus.
3. Intoksikasi makanan/obat (asetosal para amino salisilat (PAS), Fenil butazon,
diamokina, sedormid).
4. Bahan kimia.
5. Pengaruh fisik (radiasi, panas).
6. Kekurangan faktor pematangan (malnutrisi).
7. Koagulasi intravascular diseminata (KID).
8. Autoimun.
C. Patofisiologi
1. Proses perjalanan penyakit
Pada pasien dengan KID, terjadi pembentukan fibrin oleh trombin yang
diaktivasi oleh faktor jaringan.Faktor jaringan, berupa sel mononuklear dan
sel endotel yang teraktivasi, mengaktivasi faktor VII. Kompleks antara faktor
jaringan dan faktor VII yang teraktivasi tersebut akan mengaktivasi faktor X
baik secara langsung maupun tidak langsung dengan cara mengaktivasi faktor
IX dan VIII. Faktor X yang teraktivasi bersama dengan faktor V akan
mengubah protrombin menjadi trombin. Di saat yang bersamaan terjadi
konsumsi faktor antikoagulan seperti antitrombin III, protein C dan jalur
penghambat faktor jaringan, mengakibatkan kurangnya faktor-faktor tersebut
(Kusuma dan Schultz, 2009).
oleh neutrofil aktif, dan gangguan sintesis antitrombin III. ( Folley dan Strong,
1997).
Penyakit trombositopenia imun atau ITP merupakan penyakit auto imun yang
disebabkan adanya destruksi trombosit normal akibat adanya antibodi dan
gangguan produksi megakariosit. Penyakit ITP merupakan kelainan akibat
disregulasi imun dengan hasil akhir dengan adanya kehilangan toleransi
sistem imun terhadap antigen diri yang berada di permukaan trombosit dan
megakariosit. Sel T teraktivasi akibat pengenalan antigen spesifik trombosit
pada APC (antigen presenting cell) yang kemudian menginduksi ekspansi
antigen-spesifik pada sel B. Kemudian sel B menghasilkan autoantibodi yang
spesifik terhadap glikoprotein yang di ekspresikan pada trombosit dan
megakariosit. Trombosit yang bersirkulasi diikat oleh autoantibodi trombosit
kemudian terjadi pelekatan pada reseptor makrofag limpa yang
mengakibatkan penghancuran trombosit. Selain itu, terbentuk juga
autoantibodi anti megakariosit yang mengurangi kemampuan megakariosit
untuk menghasilkan trombosit. Terjadi produksi autoantibodi A yang
meningkatkan penghancuran trombosit oleh makrofag limpa B dan
menurunnya produksi trombosit akibat anti-megakariosit C.
63
2. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala pada ITP biasanya menunjukan gambaran sebagai berikut :
a. Melena
b. Perdarahan massive
c. Syok hemoragik
d. Perdarahan intrakranial
D. Penatalaksanaan Medis
Pengelolaan DIC bergantung pada penyakit yang mencetuskan terjadinya DIC
dan juga derajat dari DIC. Maka pengobatan kasus demi kasus berbeda satu
dengan lainnya. Kadang pemberian heparin pada kasus yang satu sangat
diperlukan, sebaliknya pada kasus yang lain sama sekali tidak. Jadi setiap
individu harus dilihat keuntungan dan kerugian dari pengobatan.
1. Antikoagulan
2. Antifibrinolitik
Berikut merupakan tindakan medis yang biasa diberikan pada pasien yang
mengalami ITP, antara lain :
1. Kortikosteroid
2. Splenektomi
E. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan proses dinamis yang terorganisir yang meliputi tiga
aktivitas dasar : mengumpulkan data secara sistematis, menyortir dan mengatur
data yang dikumpulkan, mendokumentasikan data dalam format yang dapat
dibuka kembali (Marilynn E. Dongoes, 2000 : hal : 14).
1. Aktivitas atau istirahat
Gejala : Lemah, lemas, ketidakmampuan saat beraktivitas, merasakan nyeri
Tanda : Keterbatasan gerak, gaya hidup yang monoton, kelelahan otot
2. Sirkulasi
Gejala : Hematom
Tanda : Keterbatasan gerak.
3. Integritas Ego
Gejala : Ketakutan, merasa khawatir dengan kondisi yang dihadapi, bingung,
Tanda : Gelisah, tegang
4. Makanan atau cairan
Gejala : Mual muntah,
Tanda : Perubahan berat badan
5. Neurosensori
Gejala : Sulit berkonsentrasi
Tanda : Kelelahan
103
F. Diagnosa Keperawatan
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen pecendera fisik (mis, prosedur operasi,
trauma).
5. Risiko perfusi cerebral tidak efektif berhubungan dengan koagulasi
intravascular diseminata fibrilasi atrium dan resiko perdarahan intra kranial.
G. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan merupakan bukti tertulis dari tahap dua dan tahap tiga proses
keperawatan yang mengidentifikasi masalah / kebutuhan pasien, tujuan / hasil
perawatan, dan intervensi untuk mencapai hasil yang diharapkan dan menangani
masalah / kebutuhan pasien (Marilynn E. Dongoes, 2000 : hal 81).
1. Ansietas berhubungan dengan kematian
Rencana Tindakan
Mandiri
a. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis, kondisi, waktu, stressor)
Rasional : Untuk mengurangi faktor apa saja yang bisa memungkinkan
ansietas itu berubah.
b. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
Rasional : Untuk mengetahui tanda apa saja yang menyebabkan ansietas
supaya tidak terulang kembali.
c. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
Rasional : Untuk membantu identifikasi klien dengan menceritakan situasi
yang dapat memicunya pada kecemasan.
d. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
Rasional : Untuk membantu sebagai langkah awal dalam mengatasi
perasaan dan persepsi terhadap identifikasi tindakan yang
dapat membantu diri dari kecemasan.
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian obat penenang (jika perlu)
b. Rasional : Untuk mengurangi rasa kecemasan
133
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pecendera fisik (mis, prosedur operasi,
trauma).
Rencana Tindakan
Mandiri :
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
Rasional : Untuk mengidentifikasi secara menyeluruh dengan menentukan
tingkat kenyamanan nyeri serta untuk menentukan perawatan
yang tepat pada nyeri.
b. Identifikasi skala nyeri
Rasional : Agar mengetahui seberapa besar tingkat keparahan nyeri yang
dirasakan.
c. Identifikasi respon nyeri non-verbal
Rasional :Untuk mengetahui respon klien terhadap nyeri yang dirasa.
d. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Rasional : Untuk membantu mengindetifikasi nyeri yang dialami agar
dapat meringankan dan mengurangi nyeri pada kenyamanan
yang diterima.
e. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (mis, terapi
bermain)
Rasional : Dengan memberikan terapi nonfarmakologis seperti terapi
bermain akan mengalihkan pada rasa nyeri yang di alami dan
memberikan rasa senang.
26
H. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan adalah tahap keempat dari proses keperawatan
dimana rencana perawatan dilaksanakan, melaksanakan intervensi atau
aktivitas yang telah dilakukan (Marilynn E. Dongoes, 2000 : hal 105).
I. Evaluasi Keperawatan
Tahap akhir proses keperawatan. Proses yang kontinu yang penting untuk
menjamin kualitas dan ketepatan perawatan yang diberikan, yang dilakukan
dengan meninjau proses pasien untuk menentukan keefektifan rencana
perawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien (Marilynn E. Dongoes, 2000 :
hal 119).
Jenis-jenis evaluasi :
1. Formatif
Evaluasi setelah rencana keperawatan dilakukan untuk membantu keefektifan
tindakan yang dilakukan secara berkelanjutan hingga tujuan tercapai.
46
2. Sumatif
Evaluasi yang diperlukan pada akhir tindakan keperawatan secara obyektif,
fleksibel dan efisien.
Adapun evaluasi pada klien dengan koagulasi intravascular diseminata (DIC)
adalah sebagai berikut :
1. Ansietas
2. Risiko ketidakseimbangan cairan
3. Gangguan pertukaran gas
4. Nyeri akut
5. Risiko perfusi cerebral tidak efektif.
14
11
9
9