Anda di halaman 1dari 13

Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan

Vol. 2 No. 3, Desember 2015: 230-242


ISSN : 2355-6226
E-ISSN : 2477-0299

STRATEGI MATA PENCAHARIAN MASYARAKAT


BERKELANJUTAN PADA EKOSISTEM MANGROVE
DI WONOREJO, KOTA SURABAYA

Luthfia Zahra Zen1*, Dudung Darusman2, Nyoto Santoso3


1
Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor 16680
*Email: luthfiazen@yahoo.co.id
2
Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, Bogor 16680
3
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB, Bogor 16680

RINGKASAN

Keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam untuk kesejahteraan masyarakat adalah hal yang
penting bagi perlindungan ekosistem mangrove. Bahkan sumber daya alam akan dipertahankan,
jika memberikan manfaat dan menjadi sumber utama bagi pendapatan masyarakat. Penelitian ini
bertujuan untuk menentukan model mata pencaharian masyarakat yang berkelanjutan pada
ekosistem mangrove di Wonorejo. Dengan pendekatan MDS dan RAPFISH, hasilnya
menunjukkan bahwa penghidupan masyarakat bermata pencaharian sebagai petani mangrove,
petani tambak dan nelayan harian cukup berkelanjutan. Keberlanjutan penghidupan dapat
dilakukan oleh dua strategi terpilih melalui analisis SWOT yang terdiri dari menghentikan alih
fungsi lahan yang bersifat komersial di tanah konversi dan pemanfaatan daerah-daerah potensial
yang dikombinasikan dengan keterampilan masyarakat. Model dapat dikembangkan untuk lokasi
ekowisata dengan konsep memanfaatkan potensi SDA dan potensi kelompok masyarakat di
Wonorejo.

Kata Kunci: Mangrove, mata pencaharian masyarakat, pengelolaan berkelanjutan, RAPFISH,


Wonorejo

PERNYATAAN KUNCI pada lingkungan ekologi dan hilangnya mata


pencaharian masyarakat yang berasal dari
 Pembangunan berkelanjutan adalah wilayah tersebut. Wonorejo merupakan wilayah
pembangunan yang bertujuan memenuhi yang memiliki ekosistem mangrove yang
kebutuhan generasi pada saat ini tanpa terletak di timur Kota Surabaya. Wilayah ini
mengurangi kemampuan sumber daya alam memiliki potensi untuk dilakukan
dalam memenuhi kebutuhan generasi yang pembangunan secara besar-besaran, sehingga
mendatang (WCED 1987). Pembangunan yang perlu melakukan pengelolaan secara
tidak menganut azaz keberlanjutan di wilayah berkelajutan. Pengelolaan berkelanjutan
ekosistem mangrove menyebabkan kerusakan diindikasikan dengan pembangunan yang

230
Luthfia Zahra Zen, Dudung Darusman, Nyoto Santoso Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan

menyeimbangkan antara kepentingan ekologi, yang ada mata pencaharian masyarakat di


ekonomi dan sosial, teknologi, serta Wonorejo akan semakin berkelanjutan apabila
kelembagaan (Suyitman 2010). memadukan konsep wisata penelitian yang
 Masyarakat merupakan bagian dari ekosistem memanfaatkan keterampilan yang dimiliki oleh
mangrove yang memiliki peran dalam kelompok masyarakat petani mangrove serta
menyeimbangkan kepentingan ekologi, petani tambak dan wisata alam yang
ekonomi, dan sosial. Untuk itu, perlu adanya memanfaatkan keindahan alam yang ada.
dukungan berbagai stakeholder, terutama Model pengelolaan ini juga dapat mendukung
pemerintah. Pemerintah kota Surabaya telah terlaksananya Peraturan Daerah Kota Surabaya
menginstruksikan melalui Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2007. Sehingga, bentuk mata
Nomor 3 Tahun 2007 bahwa ekosistem pencaharian ini diharapkan dapat memfasilitasi
mangrove diperuntukkan bagi ekowisata dan seluruh kepentingan stakeholder.
pendidikan. Melalui peraturan ini, pemerintah
dapat memberikan peran kepada masyarakat
dengan mengkolaborasikan bentuk ekowisata I. PENDAHULUAN
dan pendidikan dalam mata pencaharian
berkelanjutan. Ekosistem mangrove merupakan habitat
penting bagi sistem penyangga kehidupan, karena
REKOMENDASI KEBIJAKAN
ekosistem mangrove memiliki potensi tinggi
sebagai penyedia jasa lingkungan dan sumber
 Berdasarkan hasil analisis pemangku
ekonomi bagi peningkatan pendapatan di suatu
kepentingan, keterampilan kelompok
wilayah (Duangjai et al. 2013). Untuk dapat
masyarakat menjadi daya tarik tersendiri,
memberikan manfaat yang optimal dalam
sehingga dapat dijadikan peluang dalam
menyangga kehidupan, ekosistem mangorve perlu
pengembangan pengelolaan ekosistem
dikelola dengan baik. Hal ini dikarenakan,
mangrove berbasis masyarakat. Analisis
ekosistem mangrove memiliki karakteristik
SWOT menunjukkan alternatif strategi yang
sebagai sumber daya milik bersama (Common Pool
dirumuskan yaitu dengan memanfaatkan
Resources). Karakteristik ini cenderung mengalami
kekuatan untuk mengatasi ancaman. Strategi
kerusakan dari waktu ke waktu (McKean 2000).
ini adalah dengan menghentikan alih fungsi
Sehinngga dalam melakukan pemanfaatan perlu
lahan yang bersifat komersial (pembangunan dilakukan dengan cara bijaksana, dengan cara
perumahan dan bangunan), serta pemanfaatan pemanfaatan sumberdaya hutan secara ber-
sumber daya alam dengan memanfaatkan kelanjutan yang dapat memberikan manfaat untuk
keterampilan yang dimiliki oleh masing-masing masyarakat pada masa kini dan tidak mengurangi
kelompok masyarakat. Hasil pemilihan strategi manfaatnya pada masa mendatang (WCED 1987).
tersebut dapat dijadikan pedoman dalam Unsur penting yang sering diabaikan dalam
strategi kebijakan mata pencaharian kegiatan pengelolaan sumberdaya berkelanjutan
masyarakat berkelanjutan pada ekosistem adalah pemanfaatan. Kegiatan pemanfaatan sering
mangrove di Wonorejo. Berdasarkan potensi kali dikaitkan dengan kegiatan yang berakibat pada

231
Vol. 2 No. 3, Desember 2015 Strategi Mata Pencaharian Masyarakat Berkelanjutan pada Ekosistem Mangrove di Wonorejo, Kota Surabaya

kerusakan ekosistem yang diakibatkan oleh masing-masing dimensi yaitu: dimensi ekologi;
masyarakat. Menurut Suryono (2006) kerusakan ekonomi; sosial; teknologi, sarana, dan prasarana;
ekosistem magrove banyak diakibatkan oleh serta kelembagaan; (3) Merumuskan arah
pemanfaatan sumber daya alam yang kebijakan dan skenario strategi pengembangan
pengelolaannya tidak dilakukan secara bijaksana sistem mata pencaharian masyarakat
oleh masyarakat. Untuk itu perlu adanya solusi berkelanjutan.
untuk memberikan peranan bagi masyarakat yang
merupakan bagian dari ekosistem yang tidak dapat
terpisahkan. Pada hakekatnya, suatu ekosistem II. SITUASI TERKINI
dapat terjaga apabila masyarakatnya sendiri yang
menjaganya dan mempertahankannya (Durand et Mata Pencaharian Masyarakat pada
al. 2014). Ekosistem Mangrove
Pelestarian dan pemanfaatan secara lestari Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan mata
untuk kesejahteraan masyarakat, merupakan hal pencaharian masyarakat di Desa Wonorejo yang
yang penting bagi penyelamatan ekosistem langsung berhubungan langsung terhadap
mangrove. Tujuan yang mendasar pengelolaan keberadaan ekosistem mangrove adalah pertani
hutan adalah memperoleh manfaat dari sumber tambak, petani mangrove, dan nelayan harian.
daya alam tersebut sebesar-besarnya untuk Petani mangrove merupakan kelompok
masyarakat. Berdasarkan peraturan Presiden masyarakat yang memanfaatan buah mangrove
Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2012 sebagai bahan baku pembuatan makanan dan
pemerintah memiliki misi untuk meningkatkan minuman. kelompok ini tergabung dalam
dan melestarikan nilai penting ekologis, ekonomi Kelompok Mina Tani Mangrove yang diketuai
dan sosial budaya, diperuntukkan dalam oleh Soni Muchson. Produk yang dihasilkan
meningkatkan pendapatan masyarakat dan berupa sirup mangrove yang berasal dari buah
mendukung pembangunan yang berkelanjutan. bogem (Sonneratia sp), tepung dari buah Bruguiera
Untuk meningkatkan kesejaheraan masyarakat yang dijadikan dawet, brownis dan olahan
dapat ditunjang melalui peningkatan nilai manfaat makanan lainnya, serta teh yang baru diproduksi
mangrove dan pemanfaatan ekosisem mangrove berasal dari tanaman bawah yaitu Achanthus.
secara bijaksana. Oleh karena itu, untuk Pendapatan yang dihasilkan dari Sirup bogem
melaksanakan misi tersebut perlu dilakukan dijual dengan harga Rp 25.000/ botol. Rata-rata
pembuatan model mata pencaharian masyarakat produk ini terjual 75 sampai 100 botol per bulan.
pada ekosistem mangrove di Wonorejo. Keuntungan yang dapat diperoleh dari produksi
Berdasarkan penjelasan diatas, untuk adalah 75% per botol.
mendapatkan strategi kebijakan mata pencaharian Selain petani mangrove terdapat pula profesi
masyarakat berkelanjutan perlu diketahui pula hal- lainnya yaitu petani tambak dan nelayan harian.
hal sebagai berikut: (1) Mengidentifikasi jenis Petani tambak di Wonorejo merupakan penunggu
usaha atau mata pencaharian masyarakat pada tambak yang diberikan hak pengelolaan tambak
ekosistem mangrove; (2) Menilai status dengan luasan yang berbeda-beda. Luas areal
keberlanjutan mata pencaharian masyarakat keseluruhan yang dimafaatkan untuk pengelolaan

232
Luthfia Zahra Zen, Dudung Darusman, Nyoto Santoso Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan

tambak di Wonorejo adalah 220 ha dengan jumlah sederhana. Tahapan pada analisis RAP-Livelihood
petani tambak 48 orang. Model pengelolaan sebagai berikut: (1) Review atribut (meliputi
tambak yang diterapkan di Desa Wonorejo adalah berbagai kategori dan skoring dengan skala 1
tambak tradisional. petani tambak (10% - 25% sampai 3); (2) Identifikasi dan pendefinisian
dari hasil panen) rata-rata petani mengelola atribut; (3) Penilaian (mengkontruksi nilai baik dan
tambak seluas 4 ha maka mereka hanya mampu buruk pada setiap atribut); (4) Multidemensional
menghasilkan Rp 741.666/bulan Selain dari Scaling Ordination (untuk setiap atribut); (5) simulasi
pendapatan per tambakan mereka jug a Monte Carlo; (6) analisis laverage; (7) analisis
menangkap hasil udang liar dengan rata-rata keberlanjutan (Fauzi 2013).
pendapatan Rp 50.000/hari. Petani tambak Analisis laverage diperuntukkan untuk
tergabung kedalam Kelompok Tani Trunojoyo. mengetahui efek stabilitas atribut pada suatu
Nelayan harian merupakan mata pencaharian dimensi. Atribut yang memilki persentase tertinggi
sebagian kecil masyarakat dengan memanfaatkan merupakan atribut paling sensitif terhadap
sumberdaya alam yang ada di wilayah ekosistem keberlanjutan. Selanjutnya adalah Analisis Monte
mangrove. Kegiatan nelayan harian adalah Carlo, merupakan metode simulasi statistik untuk
mencari kepiting liar disekitar pematang tambak mengevaluasi efek dari random error. Sistem yang
dan hutan mangrove. Nelayan harian menjadi dikaji sesuai dengan kondisi nyata apabila nilai
mata pencaharian masyarakat yang utama karena analisis Monte Carlo dan perhitungan nilai indeks
masyarakat ini masih sangat bergantung dengan keberlanjutan dari MDS tidak lebih dari 1.
keberadaan kepiting liar tersebut untuk memenuhi Output dari analisis RAP-Livelihood adalah
kebutuhan sehari-hari. untuk mendapatkan indeks berkelanjutan. Nilai
indeks berkelanjutan berkisar antara 0 – 100 yang
Analisis Keberlanjutan
didapat berdasarkan hasil ordinasi MDS dan
Penentuan indeks keberkelanjutan pada mata
laveraging. Dalam penelitian ini ada empat kategori
pencaharian pada ekosistem mangrove adalah
status keberlanjutan yaitu: 0 – 25 (buruk atau tidak
dengan RAP-Livelihood. RAP-Livelihood
berkelanjutan); 25.01 – 50 (kurang berkelanjutan);
diadaptasi dari analisis RAP-FISH (Rapid Apraisal
50.01 – 75 (cukup berkelanjutan); 75.01 – 100 (baik
Fisheries) untuk menentukan indeks keber-
atau sangat berkelanjutan).
kelanjutan pada suatu sistem. Indeks berkelanjut-
an dinilai berdasarkan masing-masing dimensi Status Keberlanjutan Mata Pencaharian
yaitu: ekologi, ekonomi, sosial, teknologi sarana Masyarakat
dan prasarana; serta kelembagaan. Penilaian mata pencaharian masyakat secara
RAP-Livelihood menggunakan teknik ordinasi berkelanjutan ditunjukkan berdasarkan hasil
melalui pendekatan Multi Dimensional Scalling pengolahan data analisis RAP-Livelihood.
(MDS) untuk menilai indeks dan status Dimensi keberlanjutan matapencaharian
keberlanjutan keberadaan mata pencaharian pada ekosistem mangrove yaitu ekologi, ekonomi,
ekosistem mangrove. Pendekatan MDS pada sosial, teknologi sarana dan prasarana, serta
hakekatnya merupakan teknik statistik untuk kelembagaan. Status keberlanjutan pada masing-
pemetaan persepsi yang melakukan transformasi masing dimensi ditunjukkan pada Tabel 1.
multidimensi menjadi dimensi yang lebih Secara umum berdasarkan Tabel 1 nilai indeks

233
Vol. 2 No. 3, Desember 2015 Strategi Mata Pencaharian Masyarakat Berkelanjutan pada Ekosistem Mangrove di Wonorejo, Kota Surabaya

Tabel 1. Status keberlanjutan mata pencaharian pada ekosistem mangrove

Indeks Keberlanjutan Mata Pencaharian


Petani Mangrove Petani Tambak Nelayan Harian
Dimensi Stress R2 Status
Monte Monte Monte
MDS MDS MDS
Carlo Carlo Carlo
Ekologi 65.92 65.66 61.88 61.77 72.46 71.84 0.14 0.93 Cukup
Ekonomi 59.83 59.47 51.65 51.28 59.41 58.50 0.15 0.92 Cukup
Sosial 59.59 58.73 63.49 62.65 63.49 63.15 0.13 0.93 Cukup
Teknologi 70.56 69.63 60.41 59.76 66.08 65.33 0.16 0.92 Cukup
Kelemba-gaan 57.41 56.80 51.97 51.55 50.41 49.87 0.14 0.92 Cukup
Rataan 62.66 57.88 62.37

keberlanjutan berada pada posisi 50.41 sampai dengan hasil analisis monte carlo kurang dari 1
72.46 yang menunjukkan bahwa status (Fauzi dan Anna 2005).
keberlanjutan dari matapencaharian pada
Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekologi
ekosistem mangrove di Wonorejo adalah cukup
Atribut yang mempengaruhi keberlanjutan
berkelanjutan. Nilai indeks keberlanjutan
matapencaharian pada dimensi ekologi terdiri dari
memiliki koefisien determinasi (R2) pada seluruh
tujuh atribut diantaranya: kondisi vegetasi, tingkat
dimensi cukup tinggi yaitu 0.92 sampai 0.93 hal ini
keramahan matapencaharian pada lingkungan,
menunjukkan bahwa keragaman dari model dapat
pengaruh mata pencaharian terhadap keberadaan
dijelaskan sebesar 92% sampai 94% oleh atribut-
sumber air bagi rumah tangga, kualitas air, status
atribut yang disertakan dalam model. Nilai stress
kepemilikan lahan, kesesuaian pemanfaatan lahan,
menunjukkan nilai dibawah 0.25 yang berarti
dan alih fungsi lahan. Tingkat sensitivitas atribut
bahwa model yang dibangun untuk seluruh
dimensi ekologi tersaji pada Gambar 1.
dimensi keberlanjutan menunjukkan model yang
Berdasarkan hasil analisis laverage dari ketujuh
baik (goodness of fit). Selain itu, model yang baik dan
atribut yang memiliki sensitivitas tertinggi secara
memiliki tingkat presisi yang tinggi ditunjukkan
berturut-turut terhadap keberlanjutan ekologi
oleh perbedaan nilai hasil perhitungan MDS
Atribut

Nilai indeks sensitivitas


Gambar 1 Tingkat sensitivitas (laverage) pada dimensi Ekologi

234
Luthfia Zahra Zen, Dudung Darusman, Nyoto Santoso Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan

adalah: (1) kulaitas air; (2) status kepemilikan dapat diartikan dengan pengeluaran dan
lahan; (3) kesesuaian pemanfaatan lahan; (5) pendapatan dapat seimbang dalam jangka yang
tingkat keramahan pada lingkungan; (6) panjang (UNDP 2007). Dengan kata lain suatu
keberadaan vegetasi; (7) alih fungsi lahan. Kualitas mata pencaharian berkelanjutan secara ekonomi
air memiliki tingkat sensitifitas tertinggi hal ini apabila mata pencaharian tersebut dapat
dikarenakan seluruh matapencaharian yang memberikan pendapatan yang layak dan
berhubungan langsung dengan ekosistem berkesinambungan untuk generasi sekarang dan
mangrove sangat tergantung pada kualitas air yang yang akan datang.
ada.
Keberlanjutan Mata Pencaharian Dimensi
Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekonomi Sosial
Atribut yang mempengaruhi keberlanjutan Indeks keberlanjutan mata pencaharian pada
mata pencaharian pada dimensi ekonomi dimensi sosial berada pada nilai 59.994 – 63.492
didominasi oleh kondisi pasar dan produk yang (Tabel 1) dengan status cukup berkelanjutan.
dihasilkan oleh usaha masyarakat. Atribut atribut yang dinilai pada dimensi ini adalah
tersebut diantaranya: kelayakan usaha; kualitas eksistensi kelompok masyarakat pada masing-
produk; kuantitas produk, biaya produk, masing mata pencaharian dan kemampuan
pendapatan, kemandirian modal; harga; masyarakat untuk mempertahankan mata
produktivitas; pemasaran; dan jarak pasar. Tingkat pencaharian di wilayah ekosistem mangrove.
sensitivitas berdasarkan anlisis laverage tersaji pada Berdasarkan analisis sensitivitas, pola
Gambar 2. komunitas antar anggota menjadi prioritas utama
Berdasarkan analisis sensitivitas, atribut yang dalam sistem keberlanjutan dimensi sosial, hal ini
memiliki tingkat sensitivitas tertinggi pada terkait dengan bagaimana masyarakat mengelola
dimensi ekonomi adalah faktor pendapatan. kelompok masyarakat agar matapencaharian yang
Pendapatan merupakan tujuan dari masyarakat mereka tekuni dapat terus berlangsung. Selain itu
untuk mempertahankan mata pencaharian agar hal ini juga didukung oleh keterampilan kelompok
mendapatkan kelayakan penghidupan. Pada dalam mengelola kegiatan usahanya, sehingga
dasarnya kelayakan penghidupan secara ekonomi selain mata pencaharian utama yang mereka
Atribut

Nilai indeks sensitivitas


Gambar 2 Tingkat sensitivitas pada dimensi Ekonomi

235
Vol. 2 No. 3, Desember 2015 Strategi Mata Pencaharian Masyarakat Berkelanjutan pada Ekosistem Mangrove di Wonorejo, Kota Surabaya

Atribut

Nilai indeks sensitivitas


Gambar 3 Tingkat sensitivitas pada dimensi Sosial.

kerjakan, terdapat pula usaha-usaha lainnya yang Keberlanjutan Matapencaharian Dimensi


dapat menambah pendapatan bagi kelompok. Teknologi, Sarana dan Prasarana
Usaha lain yang mereka manfaatkan berasal dari Indeks keberlanjutan mata pencaharian pada
keterampilan yang masyarakat miliki. Pada mata dimensi infrastruktur dan teknologi memiliki
pencaharian petani mangrove selain mengolah rentan nilai antara 60.41 – 70.56, dengan status
buah-buahan mangrove menjadi bahan baku cukup berkelanjutan. dimensi teknologi memiliki
makanan, kelompok tersebut juga sering nilai rata-rata indeks keberlanjutan tertinggi
melakukan pelatihan, penanaman, dan dosen diantara dimensi yang lain. Hal ini dipengaruhi
tamu di perguruan tinggi. Untuk mata oleh atribut yang didominasi pada pengunaan
pencaharian petani tambak, mereka infrastruktur yang memadai dan keramahan
memanfaatkan lokasinya sebagai pembibitan teknologi terhadap lingkungan yang digunakan
mangrove dan guide para pelajar yang ingin belajar dalam menjalankan usaha. Meskipun demikian,
mengenai ekosistem mangrove. Sehingga dari tingkat keberlanjutan ini harus terus ditingkatkan
keterampilan yang dimiliki oleh para kelompok untuk mendapatkan hasil produksi yang maksimal.
masyarakat ini sangat dimungkinkan untuk Berdasarkan hasil analisis sensitivitas, urutan
dikembangkan menjadi usaha yang lebih atribut yang mempengaruhi keberlanjutan mata
menjanjikan dalam hal ekonomi dan ekologi. pencaharian pada dimensi infrastruktur dan
teknologi adalah: sarana pengairan; tingkat
Atribut

Nilai indeks sensitivitas


Gambar 4 Tingkat sensitivitas pada dimensi Teknologi dan Sarana Prasarana

236
Luthfia Zahra Zen, Dudung Darusman, Nyoto Santoso Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan

kerumitan teknologi; mutu benih; ketersediaan tertinggi yang mempengaruhi keberadaan mata
pakan; sarana jalan; keramahan teknologi pada pencaharian masyarakat di Desa Wonorejo. Pada
lingkungan; dan sarana transportasi. Atribut yang hakekatnya LSM dan pers berperan untuk
diutamakan untuk meningkatkan keberlanjutan melindungi kepentingan masyarakat dan
adalah sarana pengairan. Sarana pengairan ini lingkungan, sebagaimana perannya untuk
m e m p e n g a r u h i ke b e r l a n g s u n g a n m a t a mendukung masyarakat di wilayah tersebut.
pencaharian masyarakat. Sarana pengairan petani Terlebih, matapencaharian masyarakat di Desa
tambak dilakukan dengan teknik buka tutup pintu Wonorejo sangat bergantung dengan lingkungan
tambak yang terhunbung dengan sungai. ekosistem mangrove. LSM juga memberikan
Sehing ga apabila air sungai mengalami pengetahuan dan kegiatan yang bertujuan untuk
pencemaran, ikan yang ada di dalam tambak akan melestarikan lingkungan kepada masyarakat.
mati. Sama hal nya dengan nelayan harian, mata
Analisis Pemangku Kepentingan
pencaharian ini hanya mengandalkan kondisi
Pemangku kepentingan dalam pengelolaan
alam, sehingga kepiting akan dapat bertahan
ekosistem mangrove merupakan aktor yang
apabila air tidak tercemar.
memiliki hubungan langsung terhadap ekosistem
Keberlanjutan Matapencaharian Dimensi mangrove. Dalam penelitian ini pemangku
Kelembagaan kepentingan terdiri dari tingkatan regional (Tabel
Indeks keberlanjutan mata pencaharian 1). Analisis pemangku kepentingan juga
dimensi kelembagaan memiliki rentan nilai 50.411 digambarkan melalui matrik yang dapat
sampai dengan 57.416 (Tabel 1), dengan status memberikan gambaran dalam penentuan
cukup berkelanjutan. dimensi kelembagaan kelompok: Key player, pemangku kepentingan yang
memiliki nilai rata-rata keberlanjutan paling memiliki kepentingan dan pengaruh yang tinggi;
rendah dibandingkan dengan dimensi lainnya. Hal Context setters, pemangku kepentingan yang
ini dipengaruhi oleh banyaknya konflik antar memiliki pengaruh yang ting gi tapi
stakeholder dan kurangnya peran stakeholder kepentingannya rendah; Subjects, pemangku
dalam mendukung keberlanjutan mata kepentingan yang memiliki kepentingan yang
pencaharian di Desa Wonorejo. tinggi tetapi pengaruhnya rendah; dan Crowd,
LSM dan pers memiliki nilai sensitivitas pemangku ke penting an yang memiliki
Atribut

Nilai indeks sensitivitas


Gambar 5 Tingkat sensitivitas (laverage) pada dimensi Kelembagaan

237
Vol. 2 No. 3, Desember 2015 Strategi Mata Pencaharian Masyarakat Berkelanjutan pada Ekosistem Mangrove di Wonorejo, Kota Surabaya

Tabel 1 Kepentingan pemangku kepentingan dalam pengelolaan ekosistem mangrove Wonorejo


Tingkat Kategori pemangku Kepentingan
kepentingan
Nasional dan 1. Kementerian Lingkungan Pengembangan pengelolaan ekosistem mangrove ke
Internasional dan Kehutanan (UPT arah konservatif dengan pembentukan kawasan
BKSDA Jawa Timur) ekosistem esensial
2. Lembaga donor
Konservasi dan pemanfaatan jasa lingkungan
Regional Propinsi 1. Pemerintah Provinsi Jawa Perencana pengembangan dan pengelolaan sumber
Jawa Timur Timur (Bagian Sumber daya alam (ekosistem mangrove)
Daya Alam) Perencana pengembangan wilayah
2. Bappeda Provinsi Jawa
Timur Pengembangan pengelolaan ekosistem mangrove ke
3. Dinas Kehutanan Provinsi arah konservatif dengan pembuatan kebun bibit
Jawa Timur mangrove
Pengembangan ilmu teknologi di bidang konservasi
4. Perguruan Tinggi Provinsi dan pemanfaatan sumber daya alam
Jawa Timur (Universitas
Brawijaya) Pemanfaatan sumber daya alam untuk kepentingan
5. Investor (Pengusaha) keuntungan dan keberlanjuutan usaha
Regional Kota 1. Bappeda Kota Surabaya Perencana pengembangan wilayah
Surabaya 2. Dinas Pertanian Kota
Surabaya Perencana pengembangan wilayah
3. Perguruan Tinggi di Kota
Surabaya (UNAIR, ITS, Pengembangan ilmu teknologi di bidang konservasi
UNITOMO) dan pemanfaatan sumber daya alam
Lokal 1. Camat Perencana pengembangan wilayah untuk
penambahan pendapatan dan kemajuan wilayahnya
2. Lurah Perencana pengembangan wilayah untuk
penambahan pendapatan dan kemajuan wilayahnya
3. Wisatawan Keindahan alam dan pengetahuan lingkungan
4. Petani mangrove Memanfaatkan SDA untuk memperoleh pendapatan
dan melestarikan lingkungan
5. Petambak Memanfaatkan SDA untuk memperoleh pendapatan
dan melestarikan lingkungan
6. Nelayan harian Memanfaatkan SDA untuk memperoleh pendapatan
dan melestarikan lingkungan
7. LSM dan Pers Memanfaatkan SDA untuk memperoleh pendapatan
dan melestarikan lingkungan serta mempublikasikan
isu lingkungan untuk publik

kepentingan dan pengaruh yang rendah (Reed et perumahan ini berasal dari tambak masyarakat
al. 2009). yang dijual kepada pihak pengembang perumahan.
Kepentingan para pihak yang mengarah pada Tambak ini merupakan tambak yang dimiliki oleh
kepentingan yang bersifat komersil menjadi orang luar Desa Wonorejo, masyarakat yang
pemicu konflik kepentingan antar pemangku bekerja di tambak hanya sebagai penunggu
kepentingan. Konflik yang terjadi berawal dari tambak. Sehingga banyak masyarakat yang
ke penting an investor yang melakukan kehilangan mata pencaharian sebagai penunggu
pembangunan perumahan elit di wilayah tambak. Hasil analisis pemangku kepentingan
ekosistem mang rove Wonorejo. Lahan dalam pengelolaan mata pencaharian masyarakat

238
Luthfia Zahra Zen, Dudung Darusman, Nyoto Santoso Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan

TINGGI
Subject Key Player
1. Petani mangrove 1. BKSDA Jatim
2. Petani tambak 2. Dinas Pertanian
3. Nelayan harian Kota Surabaya
KEPENTINGAN

4. LSM dan pers 3. Investor

Crowd Context setter


1. Lembaga donor (WWF) 1. Dishut Jatim 5. Perguruan tinggi
2. Wisatawan 2. Pemprof Jatim 6. Camat
3. Bappeda Jatim 7. Lurah
4. Bappeda Kota

RENDAH PENGARUH TINGGI

Gambar 6 Matrik analisis pemangku kepentingan berdasarkan Reed et al. (2009)

berkelanjutan pada ekosistem mangrove di


Wonorejo terlihat pada Gambar 6.
Key players dalam penentuan kebijakan terkait III. A NA L I S I S DA N A LT E R NA T I F
keberlanjutan mata pencaharian masyarakat di SOLUSI
Wonorejo adalah Badan Konservasi Sumber Daya
Kebijakan Startegi Model Mata Pen-caharain
Alam (BKSDA) Propinsi Jawa Timur, Dinas
Berkelanjutan pada Ekosistem Mangrove di
Pertanian Kota Surabaya serta investor. BKSDA Wonorejo
merupakan salah satu anggota dari KKMD yang Penentuan faktor eksternal dan internal dalam
berwenang dan bertanggung jawab atas pembentukan kerangka strategi kebijakan SWOT
pengelolaan ekosistem mangrove di Wonorejo. berdasakan faktor kunci atau faktor sensitivitas
UPT ini juga memiliki rencana program kerja yang dihasilkan dari RAP-Livelihood yang
untuk menjadikan kawasan ini menjadi kawasan dikombinasikan dengan analisis pemangku
esensial. Untuk pemangku kepentingan yang kepentingan. Berdasarkan pertimbangan
tergabung ke dalam context setters/Actors permasalahan yang ada di Desa Wonorejo dan
didominasi oleh pemerintahan baik di provinsi, faktor kunci yang mempengaruhi pengelolaan
kota, dan desa. Pemangku kepentingan ini berkelanjutan. Hasil alternatif strategi didapatkan
memiliki pengaruh yang besar terhadap melalui pertimbangan dari peneliti dan para pakar
keberlanjutan mata pencaharian. Pemangku yaitu: masyarakat (kelompok tani), LSM, dan
ke penting an yang ter masuk ke dalam pemerintah (BKSDA dan Dinas kehutanan Jawa
Crowd/Bystanders adalah lembaga donor dan Timur). Para pakar sebagian merupakan
wisatawan. Untuk petani mangrove, petani Kelompok Kerja Mangrove Daerah Provinsi Jawa
tambak, nelayan harian serta LSM dan pers Timur (KKMD) yang bertanggung jawa atas
termasuk ke dalam kelompok subjects. Kelompok pengelolaan ekosistem magrove di wilayahnya.
ini merupakan pemangku kepentingan yang Berdasarkan pertimbangan dengan membagi
langsung berhubungan dengan ekosistem faktor internal kedalam kekuatan serta kelemahan,
mangrove.

239
Vol. 2 No. 3, Desember 2015 Strategi Mata Pencaharian Masyarakat Berkelanjutan pada Ekosistem Mangrove di Wonorejo, Kota Surabaya

Tabel 2 Alternatif strategi SWOT dalam penentuan kebijakan keberlanjutan mata pencaharian
Kekuatan (S) Kelemahan (W)
1. Kesesuaian pemanfaatan 1. Kondisi vegetasi
lahan sebagai usaha 2. Kualitas air
Internal masyarakat berkelanjutan 3. Status kepemilikan lahan
2. Ketrampilan petani dan 4. Pendapatan
nelayan 5. Kelayakan usaha
3. Keberadaan kelompok tani 6. Biaya produksi
(pola komunitas antar
Eksternal anggota)
4. Kualitas produk
5. Ketersediaan pakan
Peluang (O) Strategi S-O Strategi W-O
1. Sarana jalan dan transportasi - Mengoptimalkan keterampilan Hak kepemilikan lahan dapat
2. Peran LSM dan pers masyarakat kedalam bentuk diambil alih oleh pemerintah. Hal
3. Peran perguruan tinggi usaha yang berkelanjutan ini ditujukan agar pengelolaan
4. Komitmen pemerintah dengan dukungan pemangku dapat dilakukan dengan sebaik-
kepentingan. baiknya untuk kepentingan
- Membuat desain mata lingkungan dan masyarakat.
pencaharian berkelanjutan
dengan menyatukan
kepentingan antar pemangku
kepentingan.
Ancaman (T) Strategi S-T Strategi W-T
1. Sarana pengairan - Penghentian alih fungsi lahan Memperbaiki kondisi lingkungan
2. Konflik yang terjadi akibat tambak menjadi perumahan yang ada saat ini terutama pada
pembangunan (alih fungsi atau pemanfaatan lainnya yang tambak dan sepadan sungai
lahan) berbentuk bangunan. dengan desain pengelolaan ramah
3. Peran investor - Pemanfaatan sumberdaya alam lingkungan.
4. Koordinasi antar pemangku mengarah pada pengelolaan
kepentingan berbasis masyarakat dengan
memanfaatkan keterampilan
yang dimiliki oleh masing-
masing kelompok tani

dan faktor internal kedalam peluang serta permasalahan. Permasalahan yang ditimbulkan
ancaman, didapatkan alternatif strategi diantaranya: semakin menurunnya daya dukung
sebagaimana tabel 2 di atas. tanaman mangrove sebagai benteng pertahanan
Alternatif strategi terpilih dalam analisis daratan; menurunnya lahan tambak yang
SWOT adalah strategi memanfaatkan kekuatan menunjang perekonomian masyarkat;
untuk mengatasi ancaman. Strategi ini menurunnya jumlah satwa liar dan burung; serta
adalah penghentian alih fuingsi lahan tambak semakin meningkatnya pencemaran air untuk
menjadi bentuk perumahan atau pemanfaatan kebutuhan sehari-hari masyarakat dan pengairan
lainnya yang berbentuk bangunan. Strategi tambak.
ini muncul karena banyaknya lahan yang A l t e r n a t i f s t r a t e g i ke d u a a d a l a h
merupakan bagian dari ekosistem mangrove pemanfaatan potensi ekosistem mangrove di
Wonorejo dialihfungsikan menjadi perumahan Wonorejo yang mengarah pada pengelolaan
yang menimbulkan berbagai macam berbasis masyarakat. Strategi ini dipilih karena

240
Luthfia Zahra Zen, Dudung Darusman, Nyoto Santoso Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan

masyarakat Wonorejo memiliki kelompok 3 Tahun 2007. Perda ini mengatur tentang Tata
masyarakat dengan keterampilan yang dimilikinya. Ruang Wilayah, bahwasanya wilayah pesisir
Terdapat dua kelompok masyarakat, yang pertama merupakan suatu wilayah yang didalamnya
Kelompok masyarakat Trunojoyo yaitu kelompok terdapat kawasan mangrove diperuntukkan untuk
masyarkat yang dibentuk oleh petani tambak. kawasan lindung yang berintergrasi sebagai
Kelompok ini memiliki keterampilan dalam kawasan ekowisata dan ilmu pengetahuan.
bidang penanaman, pembibitan, dan fasilitator Sehingga, bentuk mata pencaharian ini diharapkan
bagi pelajar yang ingin mengenal lebih jauh dapat memfasilitasi seluruh kepentingan
tentang ekosistem mangrove. Kelompok yang stakeholder.
kedua adalah Kelompok Masyarakat Mina Tani
Mangrove. Kelompok ini dibentuk oleh petani
mangrove dengan keahlian pengolahan buah REFERENSI
mangrove menjadi bahan makanan berupa sirup,
dawet, tepung dan lainnya. Selain itu kelompok ini Duangjai, W., Ngamniyom, A., Silprasit, K.,
juga sebagai fasilitator pendidikan lingkungan di Kroesksakul, P. 2013. The guideline
wilayah ekosistem mangrove. development for sustainable
Pembuat kebijakan (key player dan context livelihoodindicators of village marginal
setter) dapat menjadikan strategi terpilih sebagai mangrove forest in the Satun Province,
pedoman dalam memodelkan mata pencaharian Thailand. Journal Asian Social Science. 9: 191 –
masyarakat berkelanjutan pada ekosistem 201.
mangrove di Wonorejo. Berdasarkan potensi yang Durand, S., Suksesi, K., Rayes, M., Tamod, Z.
ada model mata pencaharian masyarakat di 2014. Analysis community participation in
the manajement of mangrove ecosystems
Wonorejo akan semakin berkelanjutan apabila
in Bunaken Sub-District, Manado. Journal of
memadukan konsep wisata penelitian yang
Reseacrhin Environmental and Earth Science.
memanfaatkan keterampilan yang dimiliki oleh
1(4): 22 – 26.
kelompok masyarakat petani mangrove serta
Fauzi, A. 2013. Analisis Keberlanjutan melalui Rapid
petani tambak dan wisata alam dengan
Aprraisal dan Multidimensional Scaling
memanfaatkan keindahan alam yang ada.
(RAP+MDS). Bogor (ID): Program Studi
Bentuk pengelolaan mata pencaharian
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
berkelanjutan merupakan wujud dari peran aktif
Lingkungan, Institut Pertanian Bogor.
masyarakat terhadap pengelolaan ekosistem
Fauzi, A., Anna, S. 2005. Pemodelan Sumberdaya
mangrove. Pada hakekatnya masyarakat di
Perikanan dan Kelautan untuk Analisis
ekosistem mangrove merupakan sumber daya
Kebijakan. Gramedia Pustaka. Jakarta.
manusia yang dapat dijadikan benteng pertahanan
Knutson, P. 2006. The suistainable livelihood
dalam kelestarian ekosistem mangrove. Selain approach: a framework for knowledge
memberikan peran aktif kepada masyarakat, integration assesment. Human Ecology
model pengelolaan ini juga dapat mendukung Review. 13(1): 90 – 99.
terlaksanaya Peraturan Daerah Kota Surabaya No.

241
Vol. 2 No. 3, Desember 2015 Strategi Mata Pencaharian Masyarakat Berkelanjutan pada Ekosistem Mangrove di Wonorejo, Kota Surabaya

McKean, M.A. 2000. Common Property: What It Is, tambak dan pemukiman [tesis]. Bogor (ID):
What Is It Good, And What Makes It Work? Institut Pertanian Bogor.
Di dalam: Gibson C, McKean MA, Ostrom Suyitman. 2010. Model pengembangan kawasan
E, eds: People and forest: Communities, agropolitan berkelanjutan berbasiskan peternakan
institutions and governance. Cambridge MA: sapi potong terpadu di Kapubaten Situbondo
MIT Press. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Reed, M., Graves, A., Dandy, N., Posthumus, H., Bogor.
Huback, K., Morris, J., Prell, C., Quin, C., [UNDP] United National Development
Stringer, L. 2009. Who's in and why? a Programme. 2007. Sisi Lain Perubahan
typology of stakeholder analysis methods for Iklim. UNDP. Jakarta (ID).
natural resource management. Journal of WCED. 1987. Our Common Future. The World
Environmental Management. 90: 933 – 949. Commission on Environment and
DOI:10.10.1016/j.jenvman 200901.001. Development Canada (US).
Suryono, T. 2006. Penilaian ekonomi lingkungan
terhadap konversi hutan mangrove menjadi

242

Anda mungkin juga menyukai