Anda di halaman 1dari 42

Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Shalawat dan salam


semoga selalu tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para
sahabat dan seluruh kaum muslimin yang senantiasa berpegang teguh pada
sunnah Beliau sampai hari kiamat.

Diriwayatkan dari ‘Abdullah Ibnu ‘Abbas radhiyallahu


‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ِ ‫ أَيْنَ األ ُ َّمةُ األ ُ ِ ِّميَّةُ َونَبِيُّ َها؟ فَنَ ْح ُن‬:ُ‫ يُقَال‬،‫ب‬
َ‫اآلخ ُر ْونَ األ َ َّولُ ْون‬ َ ‫آخ ُر األ ُ َم ِم َوأ َ َّو ُل َم ْن يُ َحا‬
ُ ‫س‬ ِ ‫نَ ْح ُن‬

“Kita adalah umat yang terakhir (di dunia), tapi yang pertama dihisab (di
akhirat).” Seorang sahabat bertanya, “Dimanakah umat-umat yang lainnya
dan Nabi mereka?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kita adalah
yang terakhir dan yang pertama.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah
dalam Sunan-nya, no. 4280, dan dinilai shahih oleh al-Albani dalam as-
Silsilah ash-Shahiihah, no. 2374)

Malaikat Pencatat Amal


Kaum muslimin rahimakumullah, Allah Ta’ala telah menugaskan para
Malaikat yang mulia untuk mengawasi dan mencatat perbuatan dan ucapan
manusia. Mereka mencatatnya dalam lembaran catatan amal yang akan
dibaca oleh manusia pada hari Kiamat kelak. Para Malaikat yang mulia ini
benar-benar sangat amanah dan teliti dalam mencatat. Mereka mencatat
semua ucapan dan perbuatan manusia, secara detail dan terperinci, baik
yang zhohir maupun batin. Allah Ta’ala berfirman:

َ َ ‫ص ِغي ٍْر َو َكبِي ٍْر ُم ْست‬


‫طر‬ ُّ ‫ش ْيءٍ فَعَلُ ْوهُ فِي‬
َ ‫) َو ُك ُّل‬52( ‫الزب ُِر‬ َ ‫) َو ُك ُّل‬53(

“Dan segala sesuatu yang telah mereka perbuat tercatat dalam buku-buku
catatan (yang ada di tangan Malaikat). Dan segala (urusan) yang kecil
maupun yang besar adalah tertulis.” (QS. Qomar: 52-53)

Allah Ta’ala juga berfirman:

ِ ‫َاب فَت ََرى ْال ُم ْج ِر ِميْنَ ُم ْش ِف ِقيْنَ ِم َّما فِ ْي ِه َويَقُ ْولُ ْونَ يَا َو ْيلَتَنَا َما ِل َهذَا ْال ِكت َا‬
َ ‫ب الَ يُغَاد ُِر‬
ً ‫ص ِغي َْرة‬ ُ ‫ض َع ْال ِكت‬
ِ ‫َو ُو‬
َ ْ َ
‫اض ًرا َوال يَظ ِل ُم َربُّكَ أ َحدًا‬ ُ
ِ ‫صاهَا َو َو َجد ُْوا َما َع ِمل ْوا َح‬ َ َّ ً َ َ
َ ْ‫) َوال كبِي َْرة إِال أح‬49(

“Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah


ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata:
‘Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil
dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya.’ Dan mereka
dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Rabbmu tidak
menganiaya seorang jua pun.” (QS. Al-Kahfi: 49)
Lalu, apakah hikmah dicatatnya amal perbuatan manusia, padahal Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu? Salah satu hikmahnya, Wallohu Ta’ala
a’lam, pencatat ini dilakukan untuk menampakkan keadilan Allah ‘Azza wa
Jalla. Karena di hari Kiamat kelak, manusia akan disuruh membaca catatan
amalnya dan menghisab dirinya, sehingga tidak ada alasan lagi bagi orang
yang bermaksiat untuk mengingkari dosa-dosanya, karena semua telah
tertulis.

Ketika Catatan Amal Dibagikan


Kaum muslimin rahimakumullah, tatkala lembaran catatan amal dibagikan,
setiap umat berlutut di atas lutut mereka dan menanti panggilan untuk
menghadap Rabb semesta alam. Allah Ta’ala berfirman:

َ ‫) َوت ََرى ُك َّل أ ُ َّم ٍة َجا ِثيَةً ُك ُّل أ ُ َّم ٍة ت ُ ْد‬28(


َ‫عى إِلَى ِكت َا ِب َها ْاليَ ْو َم ت ُ ْجزَ ْونَ َما ُك ْنت ُ ْم ت َ ْع َملُ ْون‬

“Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-tiap umat berlutut. Tiap-tiap umat
dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya. Pada hari itu kamu diberi
balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Al-Jaatsiyaat: 28).

Semua berlutut menunggu dipanggil untuk menghadap Rabb semesta alam.


Ketika seorang hamba tahu bahwa dirinyalah yang dicari dengan panggilan
itu, maka seruan itu akan langsung menggetarkan hatinya. Tubuhnya
gemetar dan ketakutan yang besar langsung menyelimutinya. Berubahlah
rona wajahnya dan menjadi hampalah pikirannya. Kemudian kitab catatan
amalnya dibentangkan dan dibuka di hadapannya. Lalu dikatakan
kepadanya:

َ ‫) اِ ْق َرأْ ِكت َابَكَ َكفَى بِنَ ْفسِكَ ْاليَ ْو َم‬14(


‫علَيْكَ َح ِس ْيبًا‬

“Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab
terhadapmu.” (QS. Al-Isro’: 13-14)

Pada saat itulah semua manusia akan teringat apa yang dulu telah ia
lakukan. Semua telah tercatat dengan lengkap dan tiada kekeliruan sedikit
pun.

Sebagian ulama mengatakan, “Sungguh, Allah telah berlaku adil, karena


menjadikan dirimu sebagai penghisab atas dirimu sendiri.”

Sungguh tepat perkataan ini. Adakah kebijaksanaan yang lebih adil selain
itu? Dikatakan kepadanya: “Silakan periksa, inilah amal perbuatanmu dan
silakan engkau hisab sendiri!” Bukankah ini kebijaksanaan yang paling adil?!
Bahkan inilah kebijaksanaan yang paling adil. Pada hari Kiamat kelak, kitab
catatan amal akan dibentangkan dan dibuka di hadapan masing-masing
hamba tanpa tertutup sedikitpun. Ia akan membacanya dan akan jelas
baginyabahwa pada hari ini dan di tempat ini, ia telah melakukan ini dan ini.
Semua telah tercatat tanpa penambahan dan pengurangan sedikit pun. Jika
ia mengingkari dengan lesannya, maka lesannya akan dikunci dan
bangkitlah para saksi yang akan memberikan kesaksian atasnya.
Allah Ta’ala berfirman:

َ ‫) ا َ ْليَ ْو َم ن َْختِ ُم‬65(


َ‫علَى أ َ ْف َوا ِه ِه ْم َوت ُ َك ِلِّ ُمنَا أ َ ْي ِد ْي ِه ْم َوت َ ْش َه ُد أ َ ْر ُجلُ ُه ْم بِ َما َكانُ ْوا يَ ْك ِسب ُْون‬

“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan
mereka dan kaki mereka memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu
mereka usahakan.” (QS. Yaasiin: 65)

Cara Menerima Kitab


Setelah dihisab, setiap hamba akan diberikan bukunya masing-masing yang
berisi catatan lengkap seluruh amal perbuatan yang telah ia lakukan dalam
kehidupan dunia. Cara penyerahan buku itu berbeda-beda. Ada yang kitab
amalnya diterima dengan tangan kanannya. Mereka itulah orang yang
bahagia. Ada pula yang menerima kitab dengan tangan kirinya.

Seorang mukmin akan diberikan bukunya dari arah depan dan ia terima
dengan tangan kanannya. Ia dihisab dengan mudah dan kembali kepada
kaumnya yang sama-sama beriman di Surga dengan gembira.
Allah Ta’ala berfirman:

‫ب إِلَى أ َ ْه ِل ِه َمس ُْر ْو ًرا‬ ُ


ُ ‫) َويَ ْنقَ ِل‬8( ‫سابًا يَ ِسي ًْرا‬
َ ‫ب ِح‬
ُ ‫س‬
َ ‫ف يُ َحا‬
َ ‫س ْو‬ َ ِ‫) فَأ َ َّما َم ْن أ ْوت‬9(
َ َ‫) ف‬7( ‫ي ِكت َابَهُ بِيَ ِم ْينِ ِه‬

“Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia
akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali
kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira.” (QS. Al-
Insyiqaaq: 7-9)

Syaikh Muhammad bin Sholih al-‘Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa


setelah dihisab, ia kembali kepada sesama kaum beriman di Surga dengan
hati yang gembira. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan
bahwa rombongan pertama yang masuk Surga, wajah mereka seperti bulan
purnama. Ini menunjukkan kegembiraan hati mereka. Karena apabila hati
gembira, maka wajah akan ceria.” )Tafsiir Juz ‘Amma, hal. 114)

Adapun orang-orang kafir dan orang-orang munafiq, mereka akan menerima


kitabnya dengan tangan kirinya. Allah Ta’ala berfirman:

َ ‫) َولَ ْم أَد ِْر َما ِح‬25( ‫ي ِكت َابَهُ بِ ِش َما ِل ِه فَيَقُ ْو ُل يَا لَ ْيتَنِي لَ ْم أ ُ ْوتَ ِكت َابِيَ ْه‬
‫) يَا لَ ْيت َ َها‬26( ‫سابِيَ ْه‬ ُ
َ ِ‫َوأ َ َّما َم ْن أوت‬
َ ‫س ْل‬
‫طانِيَ ْه‬ ُ ‫) َهلَكَ َعنِِّي‬28( ‫عنِِّي َما ِليَ ْه‬ َ ‫) َما أ َ ْغنَى‬27( َ‫اضيَة‬ ِ َ‫ت ْالق‬ ِ َ‫) َكان‬29(
“Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya,
maka dia berkata: “Aduhai, alangkah baiknya kiranya tidak diberikan
kepadaku kitabku (ini). Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku.
Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu. Hartaku
sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku. Telah hilang pula kekuasaanku
daripadaku.” (QS. Al-Haqqoh: 25-29)

Kitab catatan amal mereka diberikan dari arah belakang punggung mereka.
Allah Ta’ala berfirman:
ُ
‫عو ثُب ُْو ًرا‬
ُ ‫ف يَ ْد‬ َ َ‫) ف‬10( ‫ظ ْه ِر ِه‬
َ ‫س ْو‬ َ ِ‫) َوأ َ َّما َم ْن أوت‬11(
َ ‫ي ِكت َابَهُ َو َرا َء‬

“Adapun orang-orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan
berteriak: “Celakalah aku.” (QS. Al-Insyiqaaq: 10)

Syaikh Muhammad bin Sholih al-‘Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa


mereka menerima kitab dengan tangan kiri kemudian tangannya memelintir
ke belakang sebagai isyarat bahwa mereka telah dulu di dunia telah
mencampakkan aturan-aturan al-Qur’an ke belakang punggung mereka.
Mereka telah berpaling dari al-Qur’an, tidak mempedulikannya, tidak
mengacuhkannya, dan merasa tidak ada masalah bila menyelisinya. Lalu
Allah Ta’ala berfirman: “…maka dia akan berteriak: “Celakalah aku…” yakni
ia berteriak menyesali dirinya. Akan tetapi penyesalan tidaklah berguna lagi
pada hari itu, karena habis sudah waktu untuk beramal. Waktu untuk
beramal adalah di dunia, sedangkan di akherat tidak ada lagi amal, yang ada
hanyalah pembalasan. (Tafsiir Juz ‘Amma, hal. 114)

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/7941-pembagian-


catatan-amal.html

Hisab Pada Hari Pembalasan


HISAB PADA HARI PEMBALASAN

Oleh
Ustadz Abu Asma Kholid Syamhudi Lc

Beriman kepada hari Akhir dan kejadian yang ada padanya merupakan salah
satu rukun iman yang wajib diyakini oleh setiap muslim. Untuk mencapai
kesempurnaan iman terhadap hari Akhir, maka semestinya setiap muslim
mengetahui peristiwa dan tahapan yang akan dilalui manusia pada hari
tersebut. Di antaranya yaitu masalah hisab (perhitungan) yang merupakan
maksud dari iman kepada hari Akhir. Karena, pengertian dari beriman kepada
hari kebangkitan adalah, beriman dengan hari kembalinya manusia kepada
Allah lalu dihisab. Sehingga hakikat iman kepada hari kebangkitan adalah
iman kepada hisab ini.[1]

PENGERTIAN HISAB
Pengertian hisab disini adalah, peristiwa Allah menampakkan kepada
manusia amalan mereka di dunia dan menetapkannya.[2] Atau Allah
mengingatkan dan memberitahukan kepada manusia tentang amalan
kebaikan dan keburukan yang telah mereka lakukan.[3]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, Allah akan menghisab seluruh


makhluk dan berkhalwat kepada seorang mukmin, lalu menetapkan dosa-
dosanya.[4] Syaikh Shalih Ali Syaikh mengomentari pandangan ini dengan
menyatakan, bahwa inilah makna al muhasabah (proses hisab).[5] Demikian
juga Syaikh Ibnu Utsaimin menyatakan, muhasabah adalah proses manusia
melihat amalan mereka pada hari Kiamat.[6]

Hisab menurut istilah aqidah memiliki dua pengertian.


Pertama. Al ‘Aradh (penampakan dosa dan pengakuan), mempunyai dua
pengertian.

1. Pengertian umum, yaitu seluruh makhluk ditampakkan di hadapan Allah


dalam keadaan menampakkan lembaran amalan mereka. Ini mencakup orang
yang dimunaqasyah hisabnya dan yang tidak dihisab.

2. Pemaparan amalan maksiat kaum Mukminin kepada mereka,


penetapannya, merahasiakan (tidak dibuka dihadapan orang lain) dan
pengampunan Allah atasnya. Hisab demikian ini dinamakan hisab yang ringan
(hisab yasir). [7]

Kedua. Munaqasyah (diperiksa secara sungguh-sungguh) dan inilah yang


dinamakan hisab (perhitungan) antara kebaikan dan keburukan.[8]

Untuk itulah Syaikhul Islam menyatakan, hisab, dapat dimaksudkan sebagai


perhitungan antara amal kebajikan dan amal keburukan, dan di dalamnya
terkandung pengertian munaqasyah. Juga dimaksukan dengan pengertian
pemaparan dan pemberitahuan amalan terhadap pelakunya.[9] Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan di dalam sabdanya:

ْ ‫يرا قَا َل‬


‫ت فَقَا َل ِإنه َما ذَ ِل ِك‬ ً ‫سابًا َي ِس‬َ ‫ب ِح‬ُ ‫س‬
َ ‫ف يُ َحا‬ َ َ‫َّللاُ تَعَالَى ف‬
َ ‫س ْو‬ َ ‫شةُ فَقُ ْلتُ أ َ َولَي‬
‫ْس يَقُو ُل ه‬ ْ َ‫ِب قَال‬
َ ِ‫ت َعائ‬ َ ‫عذ‬ َ ‫َم ْن ُحو ِس‬
ُ ‫ب‬
‫اب يَ ْه ِل ْك‬
َ ‫ش ال ِح َس‬ْ ْ ْ َ
َ ِ‫ض َول ِكن َمن نُوق‬ ْ
ُ ‫العَ ْر‬
“Barangsiapa yang dihisab, maka ia tersiksa”. Aisyah bertanya,”Bukankah
Allah telah berfirman ‘maka ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang
mudah’ [10]” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Hal itu
adalah al ‘aradh. Namun barangsiapa yang dimunaqasyah hisabnya, maka ia
akan binasa”. [Muttafaqun ‘alaihi].

HISAB PASTI ADA


Kepastian adanya hisab ini telah dijelaskan di dalam al Qur`an dan Sunnah.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

ُ
‫يرا‬
ً ‫سابًا َي ِس‬
َ ‫ب ِح‬
ُ ‫س‬
َ ‫ف يُ َحا‬
َ ‫س ْو‬ َ ِ‫فَأ َ هما َم ْن أوت‬
َ َ‫﴾ ف‬٧﴿ ‫ي ِكت َابَهُ بِيَ ِمينِ ِه‬

Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka ia akan
diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, [al Insyiqaq / 84 : 7-8].

ُ
‫يرا‬ َ ‫صلَ ٰى‬
ً ‫س ِع‬ ْ َ‫﴾وي‬ ً ‫عو ثُب‬
َ ١١﴿‫ُورا‬ ُ ‫ف يَ ْد‬
َ ‫س ْو‬ َ ِ‫َوأ َ هما َم ْن أوت‬
َ ‫ي ِكت َابَهُ َو َرا َء‬
َ َ‫﴾ف‬١٠﴿ِ‫ظ ْه ِره‬

Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan
berteriak: “Celakalah aku”. Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-
nyala (neraka). [al Insyiqaq / 84:10-12].

َ ‫﴾ث ُ هم ِإ هن َعلَ ْينَا ِح‬٢٥﴿‫ِإ هن ِإ َل ْينَا ِإ َيا َب ُه ْم‬


‫سا َب ُه ْم‬

Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka, kemudian sesungguhnya


kewajiban Kami-lah menghisab mereka. [al Ghasyiyah / 88 : 25-26].

‫ب‬ َ ‫س ِري ُع ْال ِح‬


ِ ‫سا‬ َ ‫ظ ْل َم ْاليَ ْو َم ۚ إِ هن ه‬
َ ‫َّللا‬ ُ ‫ت ۚ ََل‬ َ ‫ْاليَ ْو َم تُجْ زَ ٰى ُك ُّل نَ ْف ٍس بِ َما َك‬
ْ ‫س َب‬

Pada hari ini, tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya.
Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat
hisabnya. [al Mu’min / 40 : 17].

Sedangkan dalil dari Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , di


antaranya hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari Aisyah, dari Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau berkata:

‫ش‬ ُ ‫اك ْال َع ْر‬


َ ِ‫ض َولَ ِك ْن َم ْن نُوق‬ ِ َ‫يرا قَا َل ذ‬ َ ‫َّللاُ يَقُو ُل ِح‬
ً ‫سابًا َي ِس‬ ‫ْس ه‬َ ‫َّللا أَلَي‬ ُ ‫ب ِإ هَل َهلَكَ قُ ْلتُ يَا َر‬
ِ ‫سو َل ه‬ َ ‫ْس أَ َح ٌد يُ َحا‬
ُ ‫س‬ َ ‫لَي‬
ََ‫اب َهلك‬
َ ‫س‬ ْ
َ ‫ال ِح‬

“Tidak ada seorangpun yang dihisab kecuali binasa,” Aku (Aisyah)


bertanya,”Wahai Rasulullah, bukankah Allah berfirman ‘pemeriksaan yang
mudah’?” Beliau menjawab,”Itu adalah al aradh, namun barangsiapa yang
diperiksa hisabnya, maka binasa”.

Imam Ibnu Abil Izz (wafat tahun 792 H) menjelaskan, makna hadits ini adalah,
seandainya Allah memeriksa dengan menghitung amal kebajikan dan
keburukan dalam hisab hambaNya, tentulah akan mengadzab mereka dalam
keadaan tidak menzhalimi mereka sedikitpun, namun Allah memaafkan dan
mengampuninya.[11]

Demikian juga umat Islam, sepakat atas hal ini.[12] Sehingga apabila
seseorang mengingkari hisab, maka ia telah berbuat kufur, dan pelakunya
sama dengan pengingkar hari kebangkitan.[13]

HISAB MANUSIA DAN JIN


Syaikhul Islam menyatakan: “Allah akan menghisab seluruh makhlukNya”[14]

Dari pernyataan ini, Syaikhul Islam menjelaskan, bahwa Allah akan


menghisab seluruh makhlukNya. Namun ini termasuk menggunakan lafahz
bermakna umum tapi yang dimaksudkan adalah tertentu saja. Yaitu khusus
yang Allah bebani syariat. Karena pemberlakuan proses hisab itu pada
amalan baik dan buruk hamba yang mukallaf, mencakup manusia dan jin.[15]
Begitu pula Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menyatakan, bahwa hisab ini juga
mencakup jin, karena mereka mukallaf. Oleh karena itu, jin kafir masuk ke
dalam neraka, sebagaimana disebutkan menurut nash syariat dan Ijma’.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan :

ِ ‫اْل ْن ِس فِي ال هن‬


‫ار‬ ْ َ‫قَا َل ا ْد ُخلُوا فِي أ ُ َم ٍم قَ ْد َخل‬
ِ ْ ‫ت ِم ْن قَ ْب ِل ُك ْم ِمنَ ْال ِج ِن َو‬

Allah berfirman:”Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka bersama umat-


umat jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum kamu… [al-A’raaf/ 7:38]

Yang mukmin masuk syurga, menurut mayoritas ulama dan ini yang benar
sebagaimana ditunjukkan oleh firman Allah: Dan bagi orang yang takut saat
menghadap Rabb-nya ada dua surga. Maka nikmat Rabb kamu yang
manakah yang kamu dustakan. Kedua surga itu mempunyai pohon-pohonan
dan buah-buahan. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu
dustakan? Di dalam kedua surga itu ada dua buah mata air yang mengalir.
Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan? Di dalam
kedua surga itu terdapat segala macam buah-buahan yang berpasang-
pasangan. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan?
Mereka bertelekan di atas permadani yang sebelah dalamnya dari sutra. Dan
buah-buahan kedua surga itu dapat (dipetik) dari dekat. Maka nikmat Rabb
kamu yang manakah yang kamu dustakan? Di dalam Surga itu ada bidadari-
bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh
oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni Surga yang menjadi
suami mereka) dan tidak pula oleh jin. [ar Rahman / 55 : 46 – 56].

Dikecualikan dalam hal ini, yaitu mereka yang masuk surga tanpa hisab
maupun adzab. Begitu pula dengan hewan yang tidak memiliki pahala dan
dosa.

Adapun orang kafir, apakah dihisab ataukah tidak? Dalam permasalahan ini,
para ulama berselisih pendapat. Di antara mereka ada yang berpendapat
bahwa orang kafir tidak dihisab. Sedangkan sebagian lainnya menyatakan
mereka dihisab.

Syaikhul Islam mendudukkan permasalahan ini dengan pernyataan beliau


rahimahullah : “Pemutus perbedaan (dalam masalah ini), yaitu hisab dapat
dimaksudkan dengan pengertian pemaparan dan pemberitahuan amalan
mereka, serta celaan terhadap mereka. Dapat (juga) dimaksudkan dengan
pengertian perhitungan antara amal kebajikan dengan amal keburukan.
Apabila yang diinginkan dengan kata “hisab” adalah pengertian pertama,
maka jelas mereka dihisab. Namun bila dengan pengertian kedua, maka bila
dimaksudkan bahwa orang kafir tetap memiliki kebajikan yang menjadikannya
pantas masuk surga, maka (pendapat demikian) ini jelas keliru. Tetapi bila
yang dimaksudkan mereka memiliki tingkatan-tingkatan dalam (menerima)
adzab, maka orang yang banyak dosa kesalahannya, adzabnya lebih besar
dari orang yang sedikit dosa kesalahannya, dan orang yang memiliki
kebajikan, maka diringankan adzabnya, sebagaimana Abu Thalib lebih ringan
adzabnya dari Abu Lahab. Allah berfirman:

ِ ‫َّللا ِز ْدنَا ُه ْم َعذَابا ً فَ ْوقَ ْالعَذَا‬


َ‫ب بِ َما كَانُوا يُ ْف ِسدُون‬ ِ ‫يل ه‬ َ ‫الهذِينَ َكف َُروا َو‬
ِ ِ‫صدُّوا َع ْن َسب‬

Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami
tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan disebabkan mereka selalu
berbuat kerusakan. [an Nahl / 16:88].

‫ِإنه َما النه ِسي ُء ِزيَا َدة ٌ فِي ْال ُك ْف ِر‬

Sesungguhnya mengundur-undur bulan haram itu adalah menambah


kekafiran. [at Taubah / 9:37].

Apabila adzab sebagian orang kafir lebih keras dari sebagian lainnya -karena
banyaknya dosa dan sedikitnya amal kebaikan- maka hisab dilakukan untuk
menjelaskan tingkatan adzab, bukan untuk masuk syurga.[16]
Dengan penjelasan Syaikhul Islam tersebut, maka hisab di atas, maksudnya
adalah dalam pengertian menghitung, menulis dan memaparkan amalan-
amalan kepada mereka, bukan dalam pengertian penetapan kebaikan yang
bermanfaat bagi mereka pada hari Kiamat untuk ditimbang melawan amalan
keburukan mereka.[17] Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

‫ت أ َ ْع َمالُ ُه ْم فَ ََل نُ ِقي ُم لَ ُه ْم َي ْو َم ْال ِق َيا َم ِة َو ْزنًا‬ ِ ‫أُو ٰلَئِكَ هالذِينَ َكف َُروا ِبآ َيا‬
َ ‫ت َر ِب ِه ْم َو ِلقَائِ ِه فَ َح ِب‬
ْ ‫ط‬

Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan
(kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan-amalan
mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka
pada hari Kiamat. [al Kahfi / 18 : 105].

AMALAN ORANG KAFIR DI DUNIA


Amalan kebaikan yang dilakukan orang kafir di dunia terbagi menjadi dua.
Pertama, yang disyaratkan padanya Islam dan niat. Amalan-amalan ini tidak
diterima dan tidak bermanfaat baginya di dunia dan akhirat. Kedua, amalan
yang tidak disyaratkan Islam padanya, seperti keluhuran budi pekerti,
menunda penagihan hutang bagi yang tidak mampu membayar dan lain-
lainnya. Amalan-amalan ini akan diberi balasannya di dunia.[18]

Syaikh Kholil Haras menyatakan: “Yang benar adalah, semua amalan


kebaikan yang dilakukan orang kafir hanya dibalas di dunia saja. Hingga bila
datang hari Kiamat, ia akan mendapati lembaran kebaikannya kosong”.[19]
Demikian ini, karena Allah berfirman:

ً ُ ‫﴾وقَد ِْمنَا ِإلَى َما َع ِملُوا ِم ْن َع َم ٍل فَ َجعَ ْلنَاهُ َهبَاء همنث‬


﴿‫ورا‬ َ

Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal
itu (bagaikan) debu yang berterbangan. [al Furqaan / 25 : 23].

ۚ ٍ‫َيء‬ ْ ‫سبُوا َعلَ ٰى ش‬ َ ‫اصفٍ ۖ ََل يَ ْقد ُِرونَ ِم هما َك‬


ِ ‫الري ُح فِي يَ ْو ٍم َع‬ ْ ‫َمث َ ُل هالذِينَ َكف َُروا بِ َربِ ِه ْم ۖ أ َ ْع َمالُ ُه ْم ك ََر َما ٍد ا ْشتَد‬
ِ ‫هت بِ ِه‬
‫ٰذَلِكَ ه َُو الض َهَل ُل ْالبَ ِعي ُد‬

Orang-orang yang kafir kepada Rabb-nya, amalan-amalan mereka adalah


seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin
kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang
telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang
jauh. [Ibrahim / 14 : 18].

Ada pendapat lain yang menyatakan amalan kebaikan mereka di dunia dapat
meringankan adzab mereka. Menurut pendapat ini, amalan kebaikan yang
tidak disyaratkan Islam padanya, pada hari Kiamat akan mendapat balasan
untuk menutupi kezhalimannya terhadap orang lain. Apabila antara
kezhalimannya seimbang dengan amalan tersebut, maka ia hanya diadzab
disebabkan oleh kekufurannya saja. Namun, bila orang kafir ini tidak memiliki
amal kebaikan di dunia, maka ditambahkan adzabnya yang disebabkan
kekufurannya.[20]

CARA HISAB
Hisab ini dilakukan dalam satu waktu,[21] dan Allah Subhanahu wa Ta’ala
sendiri yang akan melakukannya, sebagaimana dijelaskan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau :

‫ظ ُر أَ ْشأ َ َم‬ُ ‫ظ ُر أَ ْي َمنَ ِم ْنهُ فَ ََل َي َرى ِإ هَل َما َقد َهم ِم ْن َع َم ِل ِه َو َي ْن‬
ُ ‫ان فَ َي ْن‬ َ ‫َما ِم ْن ُك ْم أ َ َح ٌد ِإ هَل‬
َ ‫سيُك َِل ُمهُ َربُّهُ َلي‬
ٌ ‫ْس َب ْينَهُ َو َب ْينَهُ ت ُ ْر ُج َم‬
‫ق ت َْم َر ٍة‬ ِ ‫ار َولَ ْو ِب ِش‬ ْ َ ‫ظ ُر بَيْنَ يَ َد ْي ِه فَ ََل يَ َرى ِإ هَل النه‬
َ ‫ار ِتل َقا َء َوجْ ِه ِه فَاتهقُوا النه‬ ُ ‫ِم ْنهُ فَ ََل يَ َرى ِإ هَل َما قَد َهم َو َي ْن‬

Tidak ada seorangpun dari kalian kecuali akan diajak bicara Rabb-nya tanpa
ada penterjemah antara dia dengan Rabb-nya. Lalu ia melihat ke sebelah
kanan, hanya melihat amalan yang pernah dilakukannya; dan ia melihat kekiri,
hanya melihat amalan yang pernah dilakukannya. Lalu melihat ke depan,
kemudian hanya melihat neraka ada di hadapannya.

Kemudian diberikan kitab yang telah ditulis malaikat agar dibaca dan diketahui
oleh setiap orang. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan :

‫يرةً َو ََل‬
َ ‫ص ِغ‬َ ‫ب ََل يُغَاد ُِر‬ ِ ‫َاب َفت ََرى ْال ُمجْ ِر ِمينَ ُم ْش ِفقِينَ ِم هما فِي ِه َو َيقُولُونَ َيا َو ْيلَتَنَا َما ِل ٰ َهذَا ْال ِكت َا‬
ُ ‫ض َع ْال ِكت‬
ِ ‫َو ُو‬
َ ْ
‫اض ًرا ۗ َو ََل يَظ ِل ُم َربُّكَ أ َحدًا‬ ُ
ِ ‫صاهَا ۚ َو َو َجدُوا َما َع ِملوا َح‬ َ
َ ْ‫يرة ً ِإ هَل أح‬ َ ِ‫َكب‬

Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah
ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata:
“Aduhai celaka kami. Kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan
tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya?” Dan mereka
mendapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Rabb-mu tidak
menganiaya seorang juapun. [al Kahfi / 18 : 49].

Allah Subhanahu wa Ta’ala memang menulis semua amalan hambaNya,


yang baik maupun yang buruk, sebagaimana firmanNya:

ُ‫﴾و َم ْن يَ ْع َم ْل ِمثْقَا َل ذَ هرةٍ ش ًَّرا يَ َره‬


َ ٧﴿ُ‫فَ َم ْن يَ ْع َم ْل ِمثْقَا َل ذَ هرةٍ َخي ًْرا يَ َره‬

Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia


akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan
seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. [al Zalzalah /
99:7-8].
‫ش ِهي ٌد‬ ْ ‫َّللاُ َعلَ ٰى ُك ِل ش‬
َ ٍ‫َيء‬ ‫سوهُ ۚ َو ه‬
ُ َ‫َّللاُ َون‬ َ ْ‫َّللاُ َج ِميعًا فَيُنَبِئ ُ ُه ْم بِ َما َع ِملُوا ۚ أَح‬
‫صاهُ ه‬ ‫يَ ْو َم يَ ْبعَث ُ ُه ُم ه‬

Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakanNya


kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpulkan
(mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. Dan
Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. [al Mujaadilah / 58 : 6].

Sehingga seluruh pelaku perbuatan melihat amalannya dan tidak dapat


mengingkarinya, karena bumi menceritakan semua amalan mereka. Begitu
pula seluruh anggota tubuh pun berbicara tentang perbuatan yang telah ia
lakukan. Dijelaskan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

‫سانُ َما لَ َها‬ َ ٢﴿‫ض أَثْقَالَ َها‬


ِ ْ ‫﴾و َقا َل‬
َ ‫اْل ْن‬ ُ ‫ت ْاْل َ ْر‬ َ ١﴿‫ض ِز ْلزَ الَ َها‬
ِ ‫﴾وأ َ ْخ َر َج‬ ِ ‫ِإذَا ُز ْل ِز َل‬
ُ ‫ت ْاْل َ ْر‬

Apabila bumi digoncangkan dengan goncangannya (yang dahsyat), dan bumi


telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia
bertanya: “Mengapa bumi (jadi begini),” pada hari itu bumi menceritakan
beritanya, [al Zalzalah / 99 : 1-4].

َ‫ْال َي ْو َم ن َْخ ِت ُم َعلَ ٰى أ َ ْف َوا ِه ِه ْم َوتُك َِل ُمنَا أ َ ْيدِي ِه ْم َوت َ ْش َه ُد أ َ ْر ُجلُ ُه ْم ِب َما كَانُوا َي ْك ِسبُون‬

Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan
mereka dan memberi kesaksian kaki mereka terhadap apa yang dahulu
mereka usahakan. [Yaasin / 36:65]

CARA HISAB SEORANG MUKMIN DAN KAFIR


Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Maha Pengasih dan Maha Lembut tidak
menghisab kaum Mukminin dengan munaqasyah, namun mencukupkan
dengan al aradh. Dia hanya memaparkan dan menjelaskan semua amalan
tersebut di hadapan mereka, dan Dia merahasiakannya, tidak ada orang lain
yang melihatnya, lalu Allah berseru : “Telah Aku rahasiakan hal itu di dunia,
dan sekarang Aku ampuni semuanya”.

Demikian dijelaskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits


Ibnu ‘Umar, beliau berkata :

‫ب‬ َ ‫ف َذ ْن‬ َ ‫َّللا يُ ْدنِي ْال ُمؤْ ِمنَ فَ َي‬


ُ ‫ض ُع َع َل ْي ِه َكنَفَهُ َو َي ْست ُ ُرهُ َف َيقُو ُل أَت َ ْع ِر‬ َ ‫س هل َم َيقُو ُل ِإ هن ه‬ ‫ص هلى ه‬
َ ‫َّللاُ َع َل ْي ِه َو‬ ِ ‫سو َل ه‬
َ ‫َّللا‬ ُ ‫س ِم ْعتُ َر‬ َ
‫ست َْرت ُ َها َع َليْكَ فِي‬ َ َ
َ ‫ب َحتهى ِإذَا قَ هر َرهُ ِبذُنُوبِ ِه َو َرأى فِي نَ ْف ِس ِه أنههُ َهلَكَ قَا َل‬ ِ ‫ي َر‬ َ
ْ َْ‫أ‬ ‫م‬ ‫ع‬ ‫ن‬
َ ‫ل‬ُ ‫و‬ ُ ‫ق‬‫ي‬َ َ ‫ف‬ ‫ا‬‫ذ‬َ َ
‫ك‬ ‫ب‬
َ ْ
‫ن‬ َ
‫ذ‬ ‫ف‬
ُ ‫ر‬ِ ‫ع‬
ْ َ ‫ت‬َ ‫أ‬ ‫ا‬َ ‫ذ‬‫ك‬َ
‫َاب َح َسنَاتِ ِه َوأ َ هما ْالكَافِ ُر َو ْال ُمنَافِقُونَ فَ َيقُو ُل ا ْْل َ ْش َها ُد هَؤُ ََل ِء الهذِينَ َكذَبُوا‬ َ ‫طى ِكت‬ َ ‫ال ُّد ْنيَا َوأَنَا أ َ ْغ ِف ُرهَا لَكَ ْاليَ ْو َم فَيُ ْع‬
‫َّللا َعلَى ه‬
َ‫الظا ِل ِمين‬ ِ ‫َعلَى َربِ ِه ْم أ َ ََل لَ ْعنَةُ ه‬

Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


“Sesungguhnya Allah mendekati seorang mukmin, lalu meletakkan padanya
sitar dan menutupinya (dari pandangan orang lain), lalu (Allah) berseru :
‘Tahukah engkau dosa ini? Tahukah engkau dosa itu?’ Mukmin tersebut
menjawab,’Ya, wahai Rabb-ku,’ hingga bila selesai meyampaikan semua
dosa-dosanya dan mukmin tersebut melihat dirinya telah binasa, Allah
berfirman,’Aku telah rahasiakan (menutupi) dosa itu di dunia, dan Aku
sekarang mengampunimu,’ lalu ia diberi kitab kebaikannya. Sedangkan orang
kafir dan munafik, maka Allah berfirman : ‘Orang-orang inilah yang telah
berdusta terhadap Rabb mereka’. Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas
orang-orang yang zhalim”. [HR al Bukhari].

Adapun orang-orang kafir, mereka akan dipanggil di hadapan semua


makhluk. Kepada mereka disampaikan semua nikmat Allah, kemudian akan
dipersaksikan amalan kejelekan mereka disana. Dijelaskan dalam hadits Abu
Hurairah, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

‫س َوت َْر َب ُع فَ َيقُو ُل‬ ِ ْ ‫س ِخ ْر لَكَ ْال َخ ْي َل َو‬


ُ َ‫اْل ِب َل َوأَ َذ ْركَ ت َْرأ‬ َ ُ ‫س ِو ْدكَ َوأُزَ ِوجْ كَ َوأ‬ َ ُ ‫ي فُ ْل أ َ َل ْم أ ُ ْك ِر ْمكَ َوأ‬ ْ َ ‫فَ َي ْلقَى ْال َع ْب َد فَ َيقُو ُل أ‬
َ
‫ي فُ ْل أ َل ْم‬ َ
ْ ‫ي َفيَقُو ُل أ‬ ‫ه‬ ْ ُ
َ ِ‫ساكَ َك َما نَ ِسيتَنِي ث هم َيلقَى الثان‬ َ
َ ‫ي فَيَقُو ُل ََل فَ َيقُو ُل فَإِنِي أ ْن‬ َ
‫ظ َن ْنتَ أنهكَ ُم ََلقِ ه‬ َ َ‫بَلَى قَا َل فَيَقُو ُل أَف‬
َ‫ظنَ ْنت‬ َ َ‫ب فَيَقُو ُل أَف‬ِ ‫ي َر‬ ْ َ ‫س َوت َْربَ ُع فَ َيقُو ُل َبلَى أ‬ ُ َ ‫اْلبِ َل َوأَذَ ْركَ ت َْرأ‬ِ ْ ‫س ِو ْدكَ َوأُزَ ِوجْ كَ َوأ ُ َس ِخ ْر لَكَ ْال َخ ْي َل َو‬ َ ُ ‫أ ُ ْك ِر ْمكَ َوأ‬
َ‫ب آ َم ْنتُ بِك‬ ِ ‫ث فَيَقُو ُل لَهُ ِمثْ َل ذَلِكَ فَ َيقُو ُل يَا َر‬ َ ‫ساكَ َك َما َن ِسيتَنِي ث ُ هم َي ْلقَى الثها ِل‬ َ ‫ي فَ َيقُو ُل ََل فَيَقُو ُل فَإ ِ ِني أ َ ْن‬ ‫أَنهكَ ُم ََلقِ ه‬
َ‫ع فَ َيقُو ُل هَا ُهنَا ِإ ًذا قَالَ ث ُ هم يُقَا ُل لَهُ ْاْلن‬ َ ‫طا‬ َ َ ‫ص هد ْقتُ َويُثْنِي ِب َخي ٍْر َما ا ْست‬ َ َ‫ص ْمتُ َوت‬ ُ ‫ص هليْتُ َو‬ َ ‫سلِكَ َو‬ ُ ‫َو ِب ِكت َا ِبكَ َو ِب ُر‬
‫ام ِه‬ ِ ‫ظ‬ َ ‫ي َفي ُْختَ ُم َعلَى ِفي ِه َويُقَا ُل ِلف َِخ ِذ ِه َولَحْ ِم ِه َو ِع‬ ‫ه‬
‫ث شَا ِه َدنَا َع َليْكَ َو َيتَفَ هك ُر فِي نَ ْف ِس ِه َم ْن ذَا الذِي َي ْش َه ُد َعلَ ه‬ ُ ‫نَ ْب َع‬
َ
‫َّللاُ َعل ْي ِه‬ ُ ‫ه‬ ْ َ ْ َ َ َ
‫ا ْن ِط ِقي َفتَن ِط ُق َف ِخذهُ َولحْ ُمهُ َو ِعظا ُمهُ بِعَ َم ِل ِه َوذلِكَ ِليُ ْعذ َِر ِم ْن نَف ِس ِه َوذلِكَ ال ُمنَافِ ُق َوذلِكَ الذِي َي ْس َخط ه‬
َ ُ ْ

Lalu Allah menemui hambaNya dan berkata : “Wahai Fulan! Bukankah Aku
telah memuliakanmu, menjadikan engkau sebagai pemimpin, menikahkanmu
dan menundukkan untukmu kuda dan onta, serta memudahkanmu memimpin
dan memiliki harta banyak?” Maka ia menjawab: “Benar”. Allah berkata lagi:
“Apakah engkau telah meyakini akan menjumpaiKu?” Maka ia menjawab:
“Tidak,” maka Allah berfirman : “Aku biarkan engkau sebagaimana engkau
telah melupakanKu”. Kemudian (Allah) menemui orang yang ketiga dan
menyampaikan seperti yang disampaikan di atas. Lalu ia (orang itu)
menjawab: “Wahai Rabbku! Aku telah beriman kepadaMu, kepada kitab
suciMu dan rasul-rasul Mu. Juga aku telah shalat, bershadaqah,” dan ia
memuji dengan kebaikan semampunya. Allah menjawab: “Kalau begitu,
sekarang (pembuktiannya),” kemudian dikatakan kepadanya: “Sekarang Kami
akan membawa para saksi atasmu,” dan orang tersebut berfikir siapa yang
akan bersaksi atasku. Lalu mulutnya dikunci dan dikatakan kepada paha,
daging dan tulangnya: “Bicaralah!” Lalu paha, daging dan tulangnya bercerita
tentang amalannya, dan itu untuk menghilangkan udzur dari dirinya. Itulah
nasib munafik dan orang yang Allah murkai. [HR Muslim].

Demikianlah keadaan tiga jenis manusia. Yang pertama seorang mukmin, ia


mendapatkan ampunan dan kemuliaan Allah. Yang kedua seorang yang kafir
dan ketiga orang munafik. Keduanya mendapat laknat dan kemurkaan Allah
Read more https://almanhaj.or.id/3705-hisab-pada-hari-pembalasan.html

Hari manusia dihisab

Imam Al-Muzani rahimahullah mengatakan, “Di masa penampakan amal manusia


dihisab.”

Beberapa ayat menyebutkan hal ini,

َ ُْ َٰ ْ َ َ َ ُ َُْ َ َْ
‫ف ِمنك ْم خ ِاف َية‬‫يوم ِئ ٍذ تعرضون َل تخ‬
“Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatupun dari keadaanmu
yang tersembunyi (bagi Allah).” (QS. Al-Haqqah: 18)

َ َ ً َ ْ َ ُ َّ ُ ُ ْ َ َ ْ َ
‫اس أشتاتا ِل ُُ َي ْوا أ ْع َمال ُه ْم‬ ‫يوم ِئ ٍذ يصدر الن‬
َ َ َ َْ ْ َ َْ ْ َ َ
‫ال ذ َّرٍة خ ُْ ًيا َي َر ُه‬ ‫فمن يعمل ِمثق‬
“Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam, supaya
diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka, Barangsiapa yang
mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.”
(QS. Az-Zalzalah: 6-8)

Hisab menurut kaca mata akidah memiliki dua pengertian:

Pertama: Al-‘Aradh (penampakan dosa dan pengakuan), mempunyai dua pengertian.

1. Pengertian umum, yaitu seluruh makhluk ditampakkan di hadapan Allah dalam


keadaan menampakkan lembaran amalan mereka. Ini mencakup orang yang
dimunaqasyah hisabnya dan yang tidak dihisab.
2. Pemaparan amalan maksiat kaum mukminin kepada mereka, penetapannya,
merahasiakan (tidak dibuka dihadapan orang lain), dan pengampunan Allah
atasnya. Hisab demikian ini dinamakan hisab yang ringan (hisab yasir).
Kedua: Munaqasyah (diperiksa secara sungguh-sungguh) dan inilah yang dinamakan
hisab (perhitungan) antara kebaikan dan keburukan. (Lihat Mukhtashar Ma’arij Al-Qabul
Hafizh al Hakami, diringkas oleh Hisyam Ali ‘Uqdah, Cetakan Ketiga, Tahun 1413 H, hlm.
246)

Untuk itulah Syaikhul Islam menyatakan bahwa hisab dapat dimaksudkan sebagai
perhitungan antara amal kebajikan dan amal keburukan, dan di dalamnya terkandung
pengertian munaqasyah. Juga dimaksukan dengan pengertian pemaparan dan
pemberitahuan amalan terhadap pelakunya. (Dar’u Ta’arudh Al-‘Aqli wa An-Naqli, Ibnu
Taimiyyah, Tahqiq Muhammad Rasyaad Saalim, tanpa tahun, 5:229)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan di dalam sabdanya,

ُ‫اسب‬َ ‫ف ُي َح‬َ ‫اَّلل َت َع َاَل َف َس ْو‬


ُ ‫ول ه‬ ُ ‫س َي ُق‬َ ‫ت َأ َو َل ْي‬ ُ ْ ُ َ ُ َ َ ْ َ َ َ ِّ ُ َ
‫وسب عذب قالت ع ِائشة فقل‬ ِ ‫َم ْن ُح‬
ْ َ ‫ش ْالح َس‬
‫اب َي ْه ِلك‬ َ ‫وق‬ ‫ن‬
ُ ْ َ ْ ََ ُ َْْ
‫ن‬ ‫م‬ ‫ن‬ ‫ك‬ ‫ل‬‫و‬ ‫ض‬ ‫ر‬ ‫ع‬ ‫ال‬ ‫ك‬
َ َ َّ َ َ َ ْ َ َ ً َ ً َ
ِ ِ ِ ِ ِ ‫ِحسابا ي ِس ُيا قالت فقال ِإنما‬
‫ل‬ ‫ذ‬
“Barangsiapa yang dihisab, maka ia tersiksa”. Aisyah bertanya, “Bukankah Allah telah
berfirman ‘maka ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah’ (QS. Al-Insyiqaq:
8)” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Itu baru al-‘aradh
(penampakan amal). Namun barangsiapa yang diteliti hisabnya, maka ia akan binasa.”
(HR. Bukhari, no. 103 dan Muslim, no. 2876)

Dalam ayat lain tentang hisab disebutkan,

َ ُ ْ َ ُ َ َ ْ ُُ ُ َْ ُ َ ْ َ َ ْ ْ َ َ ُ ِّ َ ُ َ ْ َ َْ ََ ُ ْ َ َ َْْ
‫اليوم نخ ِتم عَل أفو ِاه ِهم وتكلمنا أي ِد ِيهم وتشهد أرجلهم ِبما كانوا يك ِسبون‬
“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka
dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.”
(QS. Yasin: 65)

َ ْ ََٰ َ ََََْ َ َ ُ ُ ََ َّ ‫ي م‬ َ ‫اب َف َ َيى ْال ُم ْجرم‬


َ ‫ي ُم ْشفق‬ ُ ‫َو ُوض َع ْالك َت‬
‫اب‬ ‫ت‬ ‫ك‬ ‫ال‬ ‫ا‬
ِ ً َ َ ِ َ ُّ‫َٰذ‬ َٰ ‫ه‬ ‫ال‬ ‫م‬ ‫ا‬‫ن‬‫ت‬ ‫ل‬‫ي‬‫و‬ ‫ا‬ ‫ي‬ ‫ون‬ ‫ل‬‫و‬ ‫ق‬ ‫ي‬‫و‬ ‫يه‬‫ف‬ ‫ا‬‫م‬ ُ ُ
َ ُ
ِْ َ
َ َ ً َ َ ُ َ ِ َ ِ ُ َ ِ َ َ ِ َِ َ ْ َ ِ َِّ ً َ َ َ َ ً َ َ ِ ُ َ ِ ُ َ
‫اضا ۗ وَل يظ ِلم ربك أحدا‬ ِ ‫َل يغ ِادر ص ِغ ُية وَل ك ِب ُية ِإَل أحصاها ۚ ووجدوا ما ع ِملوا ح‬
“Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan
terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami,
kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar,
melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan
ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun”.” (QS. Al-Kahfi: 49)
Timbangan pada hari kiamat

Imam Al-Muzani rahimahullah mengatakan, “Dengan dihadirkannya timbangan-


timbangan.”

Dalam ayat disebutkan,

َ َ ْ َ ًْ َ
َ ‫ان م ْث َق‬ َْ َُ ْ ُ ََ َ َ ْ َْ َ ْ ْ َ َ َْ ُ َ ََ
‫ال َح َّب ٍة ِم ْن‬ ِ ‫ك‬ ‫ن‬‫إ‬ ‫و‬
ِ َۖ ‫ا‬‫ئ‬‫ي‬‫ش‬ ‫س‬ ‫ف‬ ‫ونضع المو ِازين ال ِقسط ِليو ِم ال ِ َقيام ِة فَل تظلم ن‬
‫اس ِب ُي‬ َ َ ٰ َ ‫َخ ْر َدل أ َت ْي َنا ب َها ۗ َو َك‬
ِ ‫ف ِبنا ح‬ ِ ٍ
“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan
seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti
Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat
perhitungan.” (QS. Al-Anbiya’: 47)

Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya mengatakan, “Akan ada timbangan yang adil pada hari
kiamat. Namun sejatinya timbangan itu hanyalah satu. Disebut dengan kata mawazin
(bentuk plural dari timbangan) karena amalan yang ditimbang itu banyak.”

Dalam ayat lainnya disebutkan,

ُُ ْ ََُ ََ
‫فأ َّما َم ْن ثقلت َم َو ِازينه‬
َ ‫يشة‬ َ َ َ َُ
‫اض َي ٍة‬ِ ٍ ِ ‫فهو ِ ي‬
‫ر‬ ‫ع‬ ‫ف‬
ُ ُ َ َ ْ َّ َ ْ َ َّ َ َ
‫وأما من خفت مو ِازينه‬
َ َ ُ ُّ ُ َ
‫فأمه ه ِاوية‬
ْ َ َْ
‫َو َما أد َراك َما ِه َيه‬
َ
‫نار َح ِام َية‬
“Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, Maka dia berada dalam
kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan
(kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Tahukah kamu apakah
neraka Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas.” (QS. Al-Qari’ah: 6-11)
Dalil lain tentang timbangan (mawazin)

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda,

َ
‫ش له ِت ْس َعة َو ِت ْس ُعون‬
ُ َ ُ ََ ْ ُ َ َ َ ْ
‫وس الخَل ِئ ِق فين‬ ُ ‫اح ب َر ُجل م ْن ُأ َّم َت َي ْو َم ْالق َي َامة َع ََل ُر‬
‫ء‬ ُ ‫ُي َص‬
َ ُ ُ َ َ ً ْ َ َ َ ْ ُ ْ ُ ْ َ َّ َ ِ َ َّ َ ُ ‫ًّ ُ ِ ُّ ٍ ٍّ َ َّ ْ َ َ ُ َّ َ ُ ُ ه‬ ِ ِ ِ ِ
‫َص ثم يقول اَّلل عز وجل ه َل تن ِكر ِم َن هذا شيئا فيقول َل‬ ‫سجَل كل سجل مد الب‬
ُ‫ول أ َل َك ُع ْذر أ َل َك َح َس َنة َف ُي َهاب‬ ُ ‫ون ُث َّم َي ُق‬َ ُ َ ْ َ َ َ ِ َ َ ْ َ َ َ َ ُ ِ ُ ِ َ َ ِّ َ ِ َ ِ
‫يا رب فيقول أظلمتك كتب ِت الح ِافظ‬
ُ‫ول َب ََل إ َّن َل َك ع ْن َد َنا َح َس َنات َوإ َّن ُه ََل ُظ ْل َم َع َل ْي َك ْال َي ْو َم َف ُت ْخ َرج‬ ُ ‫ َف َي ُق‬.‫ول ََل‬ ُ ‫الر ُج ُل َف َي ُق‬
َّ
ِ ٍ َ ِ ِ َ َ
‫ول َيا َر ِّب َما‬ ُ ‫ال َف َي ُق‬ َ ‫ول ُه َق‬ ُ ُ َ َ ُ ُ ْ َ ً َّ َ ُ َّ َ ُ ‫َ ْ َ ُ ْ َ َ َ َّ ه‬
‫له ِبطاقة ِفيها أشهد أن َل ِإله ِإَل اَّلل وأن محمدا عبده ورس‬
َ َ َُ
َّ َ ُ َّ ِّ ُ َ ُ َ ُ َ ْ ُ َ َ َّ ُ ُ َ َ َّ ِّ َ َُ َ ْ َ
‫الس ِجَلت ِف ِكف ٍة‬ ‫ فتوضع‬.‫ه ِذ ِه ال ِبطاقة َم َع ه ِذ ِه الس ِجَل ِت فيقول ِإنك َل تظلم‬
َُ َ ْ َ ُ َ ُ َّ ِّ َ َ َ َّ َ ُ َ َ ْ
‫الس ِجَلت َوثقل ِت ال ِبطاقة‬ ‫َوال ِبطاقة ِف ِكف ٍة فطاش ِت‬
“Ada seseorang yang terpilih dari umatku pada hari kiamat dari kebanyakan orang ketika
itu, lalu dibentangkan kartu catatan amalnya yang berjumlah 99 kartu. Setiap kartu jika
dibentangkan sejauh mata memandang. Kemudian Allah menanyakan padanya, “Apakah
engkau mengingkari sedikit pun dari catatanmu ini?” Ia menjawab, “Tidak sama sekali
wahai Rabbku.” Allah bertanya lagi, “Apakah yang mencatat hal ini berbuat zalim
kepadamu?” Lalu ditanyakan pula, “Apakah engkau punya uzur atau ada kebaikan di
sisimu?” Dipanggillah laki-laki tersebut dan ia berkata, “Tidak.” Allah pun berfirman,
“Sesungguhnya ada kebaikanmu yang masih kami catat. Sehingga kamu tidak termasuk
orang zalim pada hari ini.” Lantas dikeluarkanlah satu bithoqoh (kartu sakti) yang
bertuliskan syahadat ‘laa ilaha ilallah wa anna muhammadan ‘abduhu wa rosulullah’.
Lalu ia bertanya, “Apa kartu ini yang bersama dengan catatan-catatanku yang penuh
dosa tadi?” Allah berkata padanya, “Sesungguhnya engkau tidaklah zalim.” Lantas
diletakkanlah kartu-kartu dosa di salah satu daun timbangan dan kartu ampuh ‘laa ilaha
illallah’ di daun timbangan lainnya. Ternyata daun timbangan penuh dosa tersebut
terkalahkan dengan beratnya kartu ampuh ‘laa ilaha illalah’ tadi. (HR. Ibnu Majah, no.
4300; Tirmidzi, no. 2639 dan Ahmad, 2:213. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa
sanad hadits ini sahih. Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini qawiy
yaitu kuat dan perawinya tsiqqah termasuk perawi kitab sahih selain Ibrahim bin Ishaq
Ath-Thaqani. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih).

Ada hadits pula yang serupa dengan hadits bithoqoh, yaitu diriwayatkan dari Abu Said Al
Khudri radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

َّ َ َ َ ُ َ َ َ َْ َ َُْ ً َ ِّ َ ‫َق‬
‫ َل ِإله ِإَل‬: ‫ ق َ ْل َيا ُم ْو ََس‬: ‫ال‬‫ ق‬،‫ َعل ْم ِ َ يت ش ْيئا أذك ُرك َوأد ُع ْوك ِب ِه‬،‫ال ُم ْو ََس َيا َر ِّب‬
‫الس ْب َع‬
َّ ‫الس َم َوات‬ َ ‫ َق‬،‫ َيا َر ِّب ُك ُّل ع َباد َك َي ُق ْو ُل ْو َن َه َذا‬: ‫ال‬
َّ ‫ َل ْو أ َّن‬: ‫ال ُم ْو ََس‬ َ ‫ َق‬،‫هللا‬
ُ
ِ ِ ِ
َ َّ ْ َ َ َّ َ ُ َّ َ َ َ َ َّ َ َ ْ َّ َ ْ ْ َ َ َ ُ
‫ مالت ِب ِهَٰن َل‬،‫ وَل ِإله ِإَل هللا ِ يف ِكف ٍَٰة‬،‫َو َع ِام َره َّن – غ ُْ ِيي – واألر ِض ُي السبع ِ يف ِكف ٍة‬
ُ ‫إ َل َه إ ََّل‬
‫هللا‬ ِ ِ
“Musa berkata: ‘Ya Rabb, ajarkanlah kepadaku sesuatu untuk mengingat-Mu dan berdoa
kepada-Mu.’ Allah berfirman, “Ucapkan hai Musa laa ilaha illallah.” Musa berkata, “Ya
Rabb, semua hamba-Mu mengucapkan itu.” Allah berfirman, “Hai Musa, seandainya
ketujuh langit serta seluruh penghuninya–selain Aku–dan ketujuh bumi diletakkan dalam
satu timbangan dan kalimat laa ilaha illallah diletakkan dalam timbangan yang lain,
niscaya kalimat laa ilaha illallah lebih berat timbangannya.” (HR. Ibnu Hibban, no. 6218.
Al-Hakim mensahihkan hadits ini dan Imam Adz-Dzahabi menyetujuinya. Al-Hafizh Ibnu
Hajar mensahihkan sanad hadits ini dalam Al-Fath. Al-Haitsami dalam Az-Zawaid
mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la, perawinya ditsiqqahkan atau
dipercaya, namun di dalamnya ada perawi yang dha’if. Sedangkan Syaikh Al-Albani
mengatakan hadits ini dha’if dalam Kalimah Al-Ikhlas).

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:


https://rumaysho.com/22090-syarhus-sunnah-hisab-dan-timbangan-pada-hari-
kiamat.html

Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Shalawat dan salam
semoga selalu tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para
sahabat dan seluruh kaum muslimin yang senantiasa berpegang teguh pada
sunnah Beliau sampai hari kiamat.

Diriwayatkan dari ‘Abdullah ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu


‘alaihi wa sallam bersabda:

‫اء‬
ِ ‫ض‬َ َ‫ص َل ْالق‬
ْ َ‫ارهُ ْم يَ ْنت َِظ ُر ْونَ ف‬
ُ ‫ص‬َ ‫صةً أ َ ْب‬
َ ‫َاخ‬ َ َ‫ت يَ ْو ٍم َم ْعلُ ْو ٍم قِيَا ًما أ َ ْربَ ِعيْن‬
ِ ‫س نَ ة ً ش‬ ِ ‫يَجْ َم ُع هللاُ األ َ َّو ِليْنَ َو‬
ِ ‫اآلخ ِريْنَ ِل ِم ْيقَا‬

“Allah mengumpulkan semua manusia dari yang pertama sampai yang


terakhir, pada waktu hari tertentu dalam keadaan berdiri selama empat puluh
tahun. Pandangan-pandangan mereka menatap (ke langit), menanti
pengadilan Allah.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ad-Dunya dan ath-Thabrani.
Hadits ini dinilai shahih oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wat-Tarhib,
no.3591).

Syafaat Al-Kubra

Kaum muslimin rahimakumullah, peristiwa di Padang Mahsyar sangatlah


dahsyat. Di hari itu, Allah Ta’ala mengumpulkan seluruh makhluk-Nya, yang
pertama sampai terakhir di satu tanah luas yang datar. Matahari didekatkan
dengan jarak satu mil sehingga manusia benar-benar mengalami kesusahan
dan kesedihan.

Ketika kesusahan yang mereka rasakan semakin memuncak, akhirnya


mereka mencari orang yang dapat memberikan syafa’at, agar
Allah Ta’ala segera mempercepat keputusan-Nya. Mereka pun akhirnya
berusaha mendatangi Nabi Adam, kemudian Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa bin
Maryam untuk meminta syafa’at darinya, namun mereka semua menolaknya.
Pada akhirnya mereka datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, untuk meminta syafaat dari beliau. Dengan izin
Allah Ta’ala, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan syafaat
kepada umat manusia, agar mereka diberi keputusan. (Hadits shohih.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 4712 dan Muslim, no. 194 dari sahabat
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Yaumul Hisab

Yaumul hisab atau hari perhitungan amal adalah hari dimana Allah
memperlihatkan kepada hamba-hamba-Nya tentang amal mereka.
Allah Ta’ala berfirman:

َ ‫) ث ُ َّم إِ َّن‬25( ‫إِ َّن إِلَ ْينَا إِيَابَ ُه ْم‬


َ ‫علَ ْينَا ِح‬
)26( ‫سابَ ُه ْم‬

“Sungguh, kepada Kami-lah mereka kembali. kemudian sesungguhnya


(kewajiban) Kami-lah membuat perhitungan atas mereka.” (QS. Al-
Ghasyiyah: 25 – 26).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sering berdoa di dalam sholat


dengan mengucapkan:

َ ‫اَللَّ ُه َّم َحا ِس ْبنِ ْي ِح‬


‫سابًا يَ ِسي َْرا‬

Allohumma haasibni hisaaban yasiiro (Ya Allah, hisablah diriku dengan hisab
yang mudah.”

Kemudian ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bertanya tentang apa itu hisab yang
mudah? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Allah
memperlihatkan kitab (hamba)-Nya kemudian Allah memaafkannya begitu
saja. Barangsiapa yang dipersulit hisabnya, niscaya ia akan
binasa.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, VI/48, 185, al-Hakim, I/255, dan Ibnu Abi
‘Ashim dalam Kitaabus Sunnah, no. 885. Hadits ini dinilai shohih oleh al-
Hakim dan adz-Dzahabi).

Apakah Binatang Juga Dihisab?

Sesungguhnya makhluk yang pertama kali diadili oleh Allah Ta’ala adalah
binatang, bukan manusia ataupun jin. Allah Ta’ala berfirman:
ُ ‫َوإِذَا ْال ُو ُح ْو‬
ْ ‫ش ُح ِش َر‬
)5( ‫ت‬

“Dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan.” (QS. At-Takwir: 5), yakni


dikumpulkan di hari Kiamat untuk diadili.

‫ش ْيءٍ ث ُ َّم إِلَى َربِِّ ِه ْم‬


َ ‫ب ِم ْن‬ ْ ‫طائِ ٍر يَ ِطي ُْر بِ َجنَا َح ْي ِه إِالَّ أ ُ َم ٌم أ َ ْمثَالُ ُك ْم َما فَ َّر‬
ِ ‫طنَا فِي ْال ِكت َا‬ ِ ‫َو َما ِم ْن َدابَّ ٍة فِي اْأل َ ْر‬
َ َ‫ض َوال‬
)38( َ‫يُحْ ش َُر ْون‬

“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang


terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) sepertimu.
Tiadalah Kami lupakan sesuatu apapun di dalam Al-Kitab kemudian kepada
Rabb-lah mereka dihimpunkan.” (QS. Al-An’aam: 38(

Syaikh Muhammad bin Sholih al-‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Pada


hari Kiamat kelak, seluruh binatang akan dikumpulkan, sedangkan manusia
menyaksikannya. Kemudian binatang-binatang itu diadili, sehingga binatang
yang tidak bertanduk akan menuntut balas terhadap binatang bertanduk
yang telah menanduknya di dunia. Setelah binatang tersebut diqishosh,
Allah akan mengubahnya menjadi tanah. Allah melakukannya untuk
menegakkan keadilan di antara makhluk-Nya.” (Tafsiir Juz ‘Amma, hal. 70)

Hisabnya hewan ini disaksikan oleh para Malaikat, orang-orang yang


beriman dan juga orang-kafir. Setelah binatang diadili,
Allah Ta’ala berfirman: “Jadilah tanah!” Maka binatang-binatang itu berubah
menjadi tanah. Tatkala melihat hewan itu diubah menjadi tanah, orang-orang
kafir itu mengatakan, “Alangkah baiknya jika aku menjadi tanah.” Inilah salah
satu makna firman Allah Ta’ala:

)40( ‫َويَقُ ْو ُل ْالكَافِ ُر يَا لَ ْيتَنِي ُك ْنتُ ت ُ َرابًا‬

“Dan orang kafir itu berkata, “Alangkah baiknya sekiranya aku menjadi tanah
saja.” (QS. An-Naba: 40).

Hisabnya Seorang Mukmin, Kafir dan Munafiq

Sesungguhnya Allah mengadili hamba-Nya yang mukmin seorang diri pada


hari Kiamat, tidak seorang pun yang melihatnya dan tidak seorang pun yang
mendengarnya. Allah Ta’ala benar-benar menutupi aibnya sehingga tidak
seorang pun yang mengetahuinya. Allah menunjukkan kesalahan-
kesalahannya dan berkata kepadanya: “Apakah kamu mengetahui dosa ini?
Apakah kamu mengakui dosa ini?” Maka dia menjawab, “Ya wahai Rabb-ku,
aku mengetahuinya.” Tiap kali ditunjukkan dosa-dosanya, ia terus
mengakuinya sampai-sampai ia merasa pasti binasa. Lalu
Allah Ta’ala berfirman kepadanya:

‫ َوأَنَا أ َ ْغ ِف ُرهَا لَكَ ْاليَ ْو َم‬،‫علَيْكَ ِفي ال ُّد ْنيا‬


َ ‫ست َْرت ُ َها‬
َ ‫فَإنِِّي قَ ْد‬
“Sesungguhnya Aku telah menutupi dosa-dosamu di dunia, dan sekarang
Aku mengampuni dosa-dosamu.” Kemudian diberikan kepadanya catatan
amal kebaikannya.” )Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, VIII/353 –
Fat-h, dan Muslim, no. 2768)

Kaum muslimin rahimakumullah, ini adalah karunia besar yang Allah ‘Azza
wa Jalla berikan kepada seorang mukmin. Allah Ta’ala menutupi aib seorang
mukmin dan tidak membongkarnya di depan umum.

Alhamdulillah, Allah Ta’ala telah menutupi dosa-dosa kita yang begitu


banyaknya. Oleh karena itu, kita harus banyak bertaubat kepada-Nya dan
memohon ampun kepada-Nya dari segala dosa. Mudah-mudahan
Allah Ta’ala menghapus dosa-dosa tersebut.

Adapun orang-orang kafir dan munafiq, mereka akan dipanggil di hadapan


seluruh makhluk. Para saksi akan menyeru mereka di hadapan seluruh
makhluk:

َّ ‫علَى‬
)18( َ‫الظا ِل ِميْن‬ َ ِ‫علَى َربِِّ ِه ْم أَالَ لَ ْعنَةُ هللا‬
َ ‫آلء الَّ ِذيْنَ َكذَب ُْوا‬
ِ ‫َه ُؤ‬

“Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Rabb mereka.” Ingatlah,


laknat Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zholim.” (QS. Huud: 18)

Apakah Bangsa Jin Juga Dihisab?

Sesungguhnya jin juga akan dihisab karena mereka juga dibebani syari’at.
Mereka akan dihisab dan diberikan balasan atas amal mereka. Oleh karena
itu, jin yang kafir juga akan dimasukkan ke dalam Neraka. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman:

ِ َّ‫اإل ْن ِس فِي الن‬


)38( ‫ار‬ ْ َ‫ا ُ ْد ُخلُ ْوا فِ ْي أ ُ َم ٍم قَ ْد َخل‬
ِ ‫ت ِم ْن قَ ْب ِل ُك ْم ِمنَ ْال ِج ِِّن َو‬

“Masuklah kamu sekalian ke dalam Neraka bersama umat-umat jin dan


manusia yang telah terdahulu sebelum kamu.” (QS. Al-A’raaf: 38(

Demikian pula sebaliknya, bangsa jin yang beriman juga akan masuk ke
dalam Surga dan merasakan kenikmatan-kenikmatan yang ada di dalamnya.

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/7842-yaumul-hisab.html


Hisab Pada Hari Pembalasan
HISAB PADA HARI PEMBALASAN

Oleh
Ustadz Abu Asma Kholid Syamhudi Lc

Beriman kepada hari Akhir dan kejadian yang ada padanya merupakan salah satu rukun
iman yang wajib diyakini oleh setiap muslim. Untuk mencapai kesempurnaan iman
terhadap hari Akhir, maka semestinya setiap muslim mengetahui peristiwa dan tahapan
yang akan dilalui manusia pada hari tersebut. Di antaranya yaitu masalah hisab
(perhitungan) yang merupakan maksud dari iman kepada hari Akhir. Karena, pengertian
dari beriman kepada hari kebangkitan adalah, beriman dengan hari kembalinya manusia
kepada Allah lalu dihisab. Sehingga hakikat iman kepada hari kebangkitan adalah iman
kepada hisab ini.[1]

PENGERTIAN HISAB
Pengertian hisab disini adalah, peristiwa Allah menampakkan kepada manusia amalan
mereka di dunia dan menetapkannya.[2] Atau Allah mengingatkan dan memberitahukan
kepada manusia tentang amalan kebaikan dan keburukan yang telah mereka
lakukan.[3]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, Allah akan menghisab seluruh makhluk dan
berkhalwat kepada seorang mukmin, lalu menetapkan dosa-dosanya.[4] Syaikh Shalih
Ali Syaikh mengomentari pandangan ini dengan menyatakan, bahwa inilah makna al
muhasabah (proses hisab).[5] Demikian juga Syaikh Ibnu Utsaimin menyatakan,
muhasabah adalah proses manusia melihat amalan mereka pada hari Kiamat.[6]

Hisab menurut istilah aqidah memiliki dua pengertian.


Pertama. Al ‘Aradh (penampakan dosa dan pengakuan), mempunyai dua pengertian.

1. Pengertian umum, yaitu seluruh makhluk ditampakkan di hadapan Allah dalam


keadaan menampakkan lembaran amalan mereka. Ini mencakup orang yang
dimunaqasyah hisabnya dan yang tidak dihisab.

2. Pemaparan amalan maksiat kaum Mukminin kepada mereka, penetapannya,


merahasiakan (tidak dibuka dihadapan orang lain) dan pengampunan Allah atasnya.
Hisab demikian ini dinamakan hisab yang ringan (hisab yasir). [7]

Kedua. Munaqasyah (diperiksa secara sungguh-sungguh) dan inilah yang dinamakan


hisab (perhitungan) antara kebaikan dan keburukan.[8]

Untuk itulah Syaikhul Islam menyatakan, hisab, dapat dimaksudkan sebagai


perhitungan antara amal kebajikan dan amal keburukan, dan di dalamnya terkandung
pengertian munaqasyah. Juga dimaksukan dengan pengertian pemaparan dan
pemberitahuan amalan terhadap pelakunya.[9] Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyatakan di dalam sabdanya:
‫ض َولَك ِْن َم ْن‬ُ ‫ت فَقَا َل ِإنه َما ذَ ِلكِ ْالعَ ْر‬
ْ َ‫ِيرا قَال‬
ً ‫سابًا يَس‬
َ ِ‫ب ح‬
ُ ‫س‬
َ ‫ف يُ َحا‬ َ َ‫َّللاُ تَعَالَى ف‬
َ ‫س ْو‬ َ ‫شةُ فَقُ ْلتُ أ َ َولَي‬
‫ْس يَقُو ُل ه‬ َ ِ‫عائ‬ ْ َ‫ِب قَال‬
َ ‫ت‬ َ ‫َم ْن ُحوس‬
َ ‫ِب عُذ‬
‫اب يَ ْهل ِْك‬ ‫س‬
َ َ ِ‫َ ح‬ْ
‫ال‬ ‫ِش‬ ‫ق‬ ‫و‬ُ ‫ن‬

“Barangsiapa yang dihisab, maka ia tersiksa”. Aisyah bertanya,”Bukankah Allah telah


berfirman ‘maka ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah’ [10]” Maka
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Hal itu adalah al ‘aradh. Namun
barangsiapa yang dimunaqasyah hisabnya, maka ia akan binasa”. [Muttafaqun ‘alaihi].

HISAB PASTI ADA


Kepastian adanya hisab ini telah dijelaskan di dalam al Qur`an dan Sunnah. Firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala :

ُ
‫ِيرا‬
ً ‫سابًا يَس‬
َ ِ‫ب ح‬
ُ ‫س‬
َ ‫ف يُ َحا‬
َ ‫س ْو‬ َ ‫فَأ َ هما َم ْن أوت‬
َ َ‫﴾ ف‬٧﴿ ‫ِي ِكت َابَهُ بِيَمِ ينِ ِه‬

Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka ia akan diperiksa
dengan pemeriksaan yang mudah, [al Insyiqaq / 84 : 7-8].

ُ
‫ِيرا‬
ً ‫سع‬َ ‫صلَ ٰى‬
ْ َ‫﴾وي‬ ً ‫ف يَ ْدعُو ثُب‬
َ ١١﴿‫ُورا‬ َ ‫س ْو‬ َ ‫َوأ َ هما َم ْن أوت‬
َ ‫ِي ِكت َابَهُ َو َرا َء‬
َ َ‫﴾ف‬١٠﴿ِ‫ظ ْه ِره‬

Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak:
“Celakalah aku”. Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). [al
Insyiqaq / 84:10-12].

َ ‫﴾ث ُ هم ِإ هن‬٢٥﴿‫ِإ هن ِإلَ ْينَا ِإيَابَ ُه ْم‬


َ ِ‫علَ ْينَا ح‬
‫سابَ ُه ْم‬

Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka, kemudian sesungguhnya kewajiban


Kami-lah menghisab mereka. [al Ghasyiyah / 88 : 25-26].

‫ب‬ َ ِ‫س ِري ُع ْالح‬


ِ ‫سا‬ َ ‫ظ ْل َم ْاليَ ْو َم ۚ إِ هن ه‬
َ ‫َّللا‬ ُ ‫ت ۚ ََل‬ َ ‫ْاليَ ْو َم تُجْ زَ ٰى ُك ُّل نَ ْف ٍس بِ َما َك‬
ْ َ‫سب‬

Pada hari ini, tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya. Tidak ada
yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya. [al Mu’min / 40 :
17].

Sedangkan dalil dari Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , di antaranya


hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari Aisyah, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam , beliau berkata:

َ‫اب َهلَك‬
َ ‫س‬َ ِ‫ِش ْالح‬ ُ ‫ِيرا قَا َل ذَاكِ ْالعَ ْر‬
َ ‫ض َولَك ِْن َم ْن نُوق‬ َ ِ‫َّللاُ يَقُو ُل ح‬
ً ‫سابًا يَس‬ ‫ْس ه‬َ ‫َّللا أَلَي‬ ُ ‫ب إِ هَل َهلَكَ قُ ْلتُ يَا َر‬
ِ ‫سو َل ه‬ َ ‫ْس أ َ َح ٌد يُ َحا‬
ُ ‫س‬ َ ‫لَي‬

“Tidak ada seorangpun yang dihisab kecuali binasa,” Aku (Aisyah) bertanya,”Wahai
Rasulullah, bukankah Allah berfirman ‘pemeriksaan yang mudah’?” Beliau
menjawab,”Itu adalah al aradh, namun barangsiapa yang diperiksa hisabnya, maka
binasa”.

Imam Ibnu Abil Izz (wafat tahun 792 H) menjelaskan, makna hadits ini adalah,
seandainya Allah memeriksa dengan menghitung amal kebajikan dan keburukan dalam
hisab hambaNya, tentulah akan mengadzab mereka dalam keadaan tidak menzhalimi
mereka sedikitpun, namun Allah memaafkan dan mengampuninya.[11]

Demikian juga umat Islam, sepakat atas hal ini.[12] Sehingga apabila seseorang
mengingkari hisab, maka ia telah berbuat kufur, dan pelakunya sama dengan
pengingkar hari kebangkitan.[13]

HISAB MANUSIA DAN JIN


Syaikhul Islam menyatakan: “Allah akan menghisab seluruh makhlukNya”[14]

Dari pernyataan ini, Syaikhul Islam menjelaskan, bahwa Allah akan menghisab seluruh
makhlukNya. Namun ini termasuk menggunakan lafahz bermakna umum tapi yang
dimaksudkan adalah tertentu saja. Yaitu khusus yang Allah bebani syariat. Karena
pemberlakuan proses hisab itu pada amalan baik dan buruk hamba yang mukallaf,
mencakup manusia dan jin.[15] Begitu pula Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menyatakan, bahwa
hisab ini juga mencakup jin, karena mereka mukallaf. Oleh karena itu, jin kafir masuk ke
dalam neraka, sebagaimana disebutkan menurut nash syariat dan Ijma’. Firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan :

ِ ‫اْل ْن ِس فِي النه‬


‫ار‬ ْ َ‫قَا َل ا ْد ُخلُوا فِي أ ُ َم ٍم قَ ْد َخل‬
ِ ْ ‫ت مِ ْن قَ ْب ِل ُك ْم مِ نَ ْال ِج ِن َو‬

Allah berfirman:”Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka bersama umat-umat jin dan
manusia yang telah terdahulu sebelum kamu… [al-A’raaf/ 7:38]

Yang mukmin masuk syurga, menurut mayoritas ulama dan ini yang benar sebagaimana
ditunjukkan oleh firman Allah: Dan bagi orang yang takut saat menghadap Rabb-nya
ada dua surga. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan. Kedua
surga itu mempunyai pohon-pohonan dan buah-buahan. Maka nikmat Rabb kamu yang
manakah yang kamu dustakan? Di dalam kedua surga itu ada dua buah mata air yang
mengalir. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan? Di dalam
kedua surga itu terdapat segala macam buah-buahan yang berpasang-pasangan. Maka
nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan? Mereka bertelekan di atas
permadani yang sebelah dalamnya dari sutra. Dan buah-buahan kedua surga itu dapat
(dipetik) dari dekat. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan? Di
dalam Surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak
pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni Surga yang
menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin. [ar Rahman / 55 : 46 – 56].

Dikecualikan dalam hal ini, yaitu mereka yang masuk surga tanpa hisab maupun adzab.
Begitu pula dengan hewan yang tidak memiliki pahala dan dosa.

Adapun orang kafir, apakah dihisab ataukah tidak? Dalam permasalahan ini, para ulama
berselisih pendapat. Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa orang kafir tidak
dihisab. Sedangkan sebagian lainnya menyatakan mereka dihisab.

Syaikhul Islam mendudukkan permasalahan ini dengan pernyataan beliau rahimahullah


: “Pemutus perbedaan (dalam masalah ini), yaitu hisab dapat dimaksudkan dengan
pengertian pemaparan dan pemberitahuan amalan mereka, serta celaan terhadap
mereka. Dapat (juga) dimaksudkan dengan pengertian perhitungan antara amal
kebajikan dengan amal keburukan. Apabila yang diinginkan dengan kata “hisab” adalah
pengertian pertama, maka jelas mereka dihisab. Namun bila dengan pengertian kedua,
maka bila dimaksudkan bahwa orang kafir tetap memiliki kebajikan yang menjadikannya
pantas masuk surga, maka (pendapat demikian) ini jelas keliru. Tetapi bila yang
dimaksudkan mereka memiliki tingkatan-tingkatan dalam (menerima) adzab, maka
orang yang banyak dosa kesalahannya, adzabnya lebih besar dari orang yang sedikit
dosa kesalahannya, dan orang yang memiliki kebajikan, maka diringankan adzabnya,
sebagaimana Abu Thalib lebih ringan adzabnya dari Abu Lahab. Allah berfirman:

ِ ‫عذَابا ً فَ ْوقَ ْالعَذَا‬


َ‫ب ِب َما كَانُوا يُ ْف ِسدُون‬ َ ‫َّللا ِز ْدنَا ُه ْم‬ َ ‫الهذِينَ َكف َُروا َو‬
َ ‫صدُّوا َع ْن‬
ِ ‫س ِبي ِل ه‬

Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan
kepada mereka siksaan di atas siksaan disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan.
[an Nahl / 16:88].

‫إِنه َما النهسِي ُء ِزيَا َدة ٌ فِي ْال ُك ْف ِر‬

Sesungguhnya mengundur-undur bulan haram itu adalah menambah kekafiran. [at


Taubah / 9:37].

Apabila adzab sebagian orang kafir lebih keras dari sebagian lainnya -karena
banyaknya dosa dan sedikitnya amal kebaikan- maka hisab dilakukan untuk
menjelaskan tingkatan adzab, bukan untuk masuk syurga.[16]

Dengan penjelasan Syaikhul Islam tersebut, maka hisab di atas, maksudnya adalah
dalam pengertian menghitung, menulis dan memaparkan amalan-amalan kepada
mereka, bukan dalam pengertian penetapan kebaikan yang bermanfaat bagi mereka
pada hari Kiamat untuk ditimbang melawan amalan keburukan mereka.[17] Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

‫ت أ َ ْع َمالُ ُه ْم فَ ََل نُقِي ُم لَ ُه ْم يَ ْو َم ْال ِقيَا َم ِة َو ْزنًا‬ ِ ‫أُو ٰلَئِكَ الهذِينَ َكف َُروا بِآيَا‬
َ ِ‫ت َربِ ِه ْم َو ِلقَائِ ِه فَ َحب‬
ْ ‫ط‬

Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan (kufur
terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami
tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari Kiamat. [al Kahfi / 18
: 105].

AMALAN ORANG KAFIR DI DUNIA


Amalan kebaikan yang dilakukan orang kafir di dunia terbagi menjadi dua. Pertama,
yang disyaratkan padanya Islam dan niat. Amalan-amalan ini tidak diterima dan tidak
bermanfaat baginya di dunia dan akhirat. Kedua, amalan yang tidak disyaratkan Islam
padanya, seperti keluhuran budi pekerti, menunda penagihan hutang bagi yang tidak
mampu membayar dan lain-lainnya. Amalan-amalan ini akan diberi balasannya di
dunia.[18]

Syaikh Kholil Haras menyatakan: “Yang benar adalah, semua amalan kebaikan yang
dilakukan orang kafir hanya dibalas di dunia saja. Hingga bila datang hari Kiamat, ia
akan mendapati lembaran kebaikannya kosong”.[19] Demikian ini, karena Allah
berfirman:

ً ُ ‫ع َم ٍل فَ َجعَ ْلنَاهُ َهبَاء همنث‬


﴾‫ورا‬ َ ‫عمِ لُوا مِ ْن‬
َ ‫﴿وقَد ِْمنَا ِإلَى َما‬
َ

Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu
(bagaikan) debu yang berterbangan. [al Furqaan / 25 : 23].

‫علَ ٰى ش َْيءٍ ۚ ٰذَلِكَ ه َُو الض َهَل ُل‬ َ ‫اصفٍ ۖ ََل يَ ْقد ُِرونَ مِ هما َك‬
َ ‫سبُوا‬ ِ ‫ع‬َ ‫الري ُح فِي يَ ْو ٍم‬ ْ ‫َمث َ ُل الهذِينَ َكف َُروا بِ َربِ ِه ْم ۖ أ َ ْع َمالُ ُه ْم ك ََر َما ٍد ا ْشتَد‬
ِ ‫هت بِ ِه‬
ْ
‫البَعِي ُد‬

Orang-orang yang kafir kepada Rabb-nya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu
yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak
dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia).
Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh. [Ibrahim / 14 : 18].

Ada pendapat lain yang menyatakan amalan kebaikan mereka di dunia dapat
meringankan adzab mereka. Menurut pendapat ini, amalan kebaikan yang tidak
disyaratkan Islam padanya, pada hari Kiamat akan mendapat balasan untuk menutupi
kezhalimannya terhadap orang lain. Apabila antara kezhalimannya seimbang dengan
amalan tersebut, maka ia hanya diadzab disebabkan oleh kekufurannya saja. Namun,
bila orang kafir ini tidak memiliki amal kebaikan di dunia, maka ditambahkan adzabnya
yang disebabkan kekufurannya.[20]

CARA HISAB
Hisab ini dilakukan dalam satu waktu,[21] dan Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri yang
akan melakukannya, sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam sabda beliau :

‫ظ ُر أ َ ْشأ َ َم مِ ْنهُ فَ ََل يَ َرى ِإ هَل‬ َ ‫ظ ُر أ َ ْي َمنَ مِ ْنهُ فَ ََل يَ َرى ِإ هَل َما قَد َهم مِ ْن‬
ُ ‫ع َم ِل ِه َويَ ْن‬ ُ ‫ان فَيَ ْن‬ َ ‫َما مِ ْن ُك ْم أ َ َح ٌد ِإ هَل‬
َ ‫سيُك َِل ُمهُ َربُّهُ لَي‬
ٌ ‫ْس بَ ْينَهُ َو َب ْينَهُ ت ُ ْر ُج َم‬
ٍ‫ِق ت َْم َرة‬ َ
ِ ‫ار َول ْو بِش‬ ‫ه‬ ُ ‫ه‬ َ
َ ‫ار تِلقا َء َوجْ ِه ِه فاتقوا الن‬ َ ْ ‫ه‬ ‫ه‬ َ َ ُ ْ
َ ‫َما قد َهم َويَنظ ُر بَيْنَ يَ َد ْي ِه فَل يَ َرى إَِل الن‬ َ

Tidak ada seorangpun dari kalian kecuali akan diajak bicara Rabb-nya tanpa ada
penterjemah antara dia dengan Rabb-nya. Lalu ia melihat ke sebelah kanan, hanya
melihat amalan yang pernah dilakukannya; dan ia melihat kekiri, hanya melihat amalan
yang pernah dilakukannya. Lalu melihat ke depan, kemudian hanya melihat neraka ada
di hadapannya.

Kemudian diberikan kitab yang telah ditulis malaikat agar dibaca dan diketahui oleh
setiap orang. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan :

ۚ ‫صاهَا‬ َ ْ‫يرة ً إِ هَل أَح‬َ ِ‫ِيرة ً َو ََل َكب‬


َ ‫صغ‬َ ‫ب ََل يُغَاد ُِر‬ ِ ‫َاب فَت ََرى ْال ُمجْ ِرمِ ينَ ُم ْش ِفقِينَ مِ هما فِي ِه َويَقُولُونَ يَا َو ْيلَتَنَا َما ِل ٰ َهذَا ْال ِكت َا‬
ُ ‫ض َع ْال ِكت‬
ِ ‫َو ُو‬
ْ َ‫اض ًرا ۗ َو ََل ي‬
‫ظ ِل ُم َربُّكَ أ َ َحدًا‬ ِ َ‫ح‬ ‫وا‬ُ ‫ل‬ ِ‫م‬ ‫ع‬ ‫ا‬
َ َ ‫م‬ ‫ُوا‬
‫د‬ ‫ج‬ ‫و‬
َ َ َ ‫و‬

Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan
terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami.
Kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar,
melainkan ia mencatat semuanya?” Dan mereka mendapati apa yang telah mereka
kerjakan ada (tertulis). Dan Rabb-mu tidak menganiaya seorang juapun. [al Kahfi / 18 :
49].

Allah Subhanahu wa Ta’ala memang menulis semua amalan hambaNya, yang baik
maupun yang buruk, sebagaimana firmanNya:

ُ ‫﴾و َم ْن يَ ْع َم ْل مِ ثْقَا َل ذَ هرةٍ ش ًَّرا يَ َره‬


َ ٧﴿ُ‫فَ َم ْن يَ ْع َم ْل مِ ثْقَا َل ذَ هرةٍ َخي ًْرا يَ َره‬

Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun,
niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. [al Zalzalah / 99:7-8].

‫ش ِهي ٌد‬ َ ‫علَ ٰى ُك ِل‬


َ ٍ‫ش ْيء‬ َ ُ‫َّللا‬
‫سوهُ ۚ َو ه‬
ُ َ‫َّللاُ َون‬ َ ْ‫َّللاُ َجمِ يعًا فَيُنَبِئ ُ ُه ْم بِ َما َعمِ لُوا ۚ أَح‬
‫صاهُ ه‬ ‫يَ ْو َم يَ ْبعَث ُ ُه ُم ه‬

Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakanNya kepada
mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat) amal
perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan
segala sesuatu. [al Mujaadilah / 58 : 6].

Sehingga seluruh pelaku perbuatan melihat amalannya dan tidak dapat mengingkarinya,
karena bumi menceritakan semua amalan mereka. Begitu pula seluruh anggota tubuh
pun berbicara tentang perbuatan yang telah ia lakukan. Dijelaskan dalam firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala :

‫سانُ َما لَ َها‬ َ ٢﴿‫ض أَثْقَالَ َها‬


ِ ْ ‫﴾وقَا َل‬
َ ‫اْل ْن‬ ُ ‫ت ْاْل َ ْر‬ َ ١﴿‫ض ِز ْلزَ الَ َها‬
ِ ‫﴾وأ َ ْخ َر َج‬ ِ َ‫إِذَا ُز ْل ِزل‬
ُ ‫ت ْاْل َ ْر‬

Apabila bumi digoncangkan dengan goncangannya (yang dahsyat), dan bumi telah
mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia bertanya:
“Mengapa bumi (jadi begini),” pada hari itu bumi menceritakan beritanya, [al Zalzalah /
99 : 1-4].

َ ‫ْاليَ ْو َم ن َْختِ ُم‬


َ‫علَ ٰى أ َ ْف َوا ِه ِه ْم َوتُك َِل ُمنَا أ َ ْيدِي ِه ْم َوت َ ْش َه ُد أ َ ْر ُجلُ ُه ْم بِ َما كَانُوا يَ ْك ِسبُون‬

Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan
memberi kesaksian kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan. [Yaasin /
36:65]

CARA HISAB SEORANG MUKMIN DAN KAFIR


Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Maha Pengasih dan Maha Lembut tidak menghisab
kaum Mukminin dengan munaqasyah, namun mencukupkan dengan al aradh. Dia
hanya memaparkan dan menjelaskan semua amalan tersebut di hadapan mereka, dan
Dia merahasiakannya, tidak ada orang lain yang melihatnya, lalu Allah berseru : “Telah
Aku rahasiakan hal itu di dunia, dan sekarang Aku ampuni semuanya”.

Demikian dijelaskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Ibnu ‘Umar,
beliau berkata :
‫ب‬َ ‫ف ذَ ْن‬ُ ‫ب َكذَا أَت َ ْع ِر‬ َ ‫ف ذَ ْن‬ُ ‫علَ ْي ِه َكنَفَهُ َويَ ْست ُ ُرهُ فَيَقُو ُل أَت َ ْع ِر‬
َ ‫ض ُع‬ َ َ‫َّللا يُ ْدنِي ْال ُمؤْ مِ نَ فَي‬
َ ‫سله َم يَقُو ُل ِإ هن ه‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلهى ه‬
َ ُ‫َّللا‬ ِ ‫سو َل ه‬
َ ‫َّللا‬ ُ ‫سمِ ْعتُ َر‬
َ
‫طى‬ َ ‫علَيْكَ فِي ال ُّد ْنيَا َوأَنَا أ َ ْغف ُِرهَا لَكَ ْاليَ ْو َم فَيُ ْع‬ ‫ا‬ ‫ه‬ُ ‫ت‬ ‫َر‬
َ َ ْ َ َ َ‫َ ك‬‫ت‬‫س‬ ‫ل‬‫ا‬َ ‫ق‬ َ ‫ل‬ ‫ه‬ ُ ‫ه‬‫ه‬ ‫ن‬َ ‫أ‬ ‫ه‬ ‫س‬
ِ ِ ْ
‫ف‬ َ ‫ن‬ ‫ِي‬ ‫ف‬ ‫ى‬ َ ‫أ‬ ‫ر‬ ‫و‬ ‫ه‬ ‫ب‬‫و‬ُ ‫ن‬ُ
َ َ ِ ِ ِ ُ َ ‫َكذَا فَيَقُو ُل َ ْ ْ َ ِ َ ِ ه‬
‫ذ‬‫ب‬ ‫ه‬‫ر‬ ‫ر‬ َ ‫ق‬ ‫ا‬ َ ‫ذ‬‫إ‬ ‫ى‬ ‫ه‬ ‫ت‬‫ح‬ ‫ب‬ ‫ر‬ ‫ي‬ َ ‫أ‬ ‫م‬‫ع‬َ ‫ن‬
‫علَى ه‬
َ‫الظالِمِ ين‬ ِ ‫علَى َربِ ِه ْم أ َ ََل لَ ْعنَةُ ه‬
َ ‫َّللا‬ َ ‫سنَاتِ ِه َوأ َ هما ْالكَاف ُِر َو ْال ُمنَافِقُونَ فَيَقُو ُل ْاْل َ ْش َها ُد َهؤ ََُلءِ الهذِينَ َكذَبُوا‬ َ ‫َاب َح‬
َ ‫ِكت‬

Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya


Allah mendekati seorang mukmin, lalu meletakkan padanya sitar dan menutupinya (dari
pandangan orang lain), lalu (Allah) berseru : ‘Tahukah engkau dosa ini? Tahukah
engkau dosa itu?’ Mukmin tersebut menjawab,’Ya, wahai Rabb-ku,’ hingga bila selesai
meyampaikan semua dosa-dosanya dan mukmin tersebut melihat dirinya telah binasa,
Allah berfirman,’Aku telah rahasiakan (menutupi) dosa itu di dunia, dan Aku sekarang
mengampunimu,’ lalu ia diberi kitab kebaikannya. Sedangkan orang kafir dan munafik,
maka Allah berfirman : ‘Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Rabb mereka’.
Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zhalim”. [HR al Bukhari].

Adapun orang-orang kafir, mereka akan dipanggil di hadapan semua makhluk. Kepada
mereka disampaikan semua nikmat Allah, kemudian akan dipersaksikan amalan
kejelekan mereka disana. Dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

‫س َوت َْربَ ُع فَيَقُو ُل بَلَى قَا َل فَيَقُو ُل‬ ُ َ ‫اْلبِ َل َوأ َ َذ ْركَ ت َْرأ‬ ِ ْ ‫س ِخ ْر لَكَ ْال َخ ْي َل َو‬ َ ُ ‫س ِو ْدكَ َوأُزَ ِوجْ كَ َوأ‬ َ ُ ‫ي ف ُ ْل أَلَ ْم أ ُ ْك ِرمْكَ َوأ‬ْ َ ‫فَيَ ْلقَى ْالعَ ْب َد فَيَقُو ُل أ‬
َ‫س ِخ ْر لَك‬ َ ُ ‫س ِو ْدكَ َوأُزَ ِوجْ كَ َوأ‬ َ ُ ‫ي فُ ْل أَلَ ْم أ ُ ْك ِرمْكَ َوأ‬ ْ َ ‫ِي فَيَقُو ُل أ‬ َ ‫ساكَ َك َما نَسِيتَنِي ث ُ هم يَ ْلقَى الثهان‬ َ ‫ي فَيَقُو ُل ََل فَيَقُو ُل فَإِنِي أ َ ْن‬ ‫ظنَ ْنتَ أَنهكَ ُم ََلقِ ه‬ َ َ‫أَف‬
َ ْ ُ َ
‫ساكَ ك َما نَسِيتنِي ث هم يَلقى‬ َ ْ َ َ ُ
َ ‫ي فيَقو ُل َل فيَقو ُل فإِنِي أن‬ َ َ ُ َ َ ‫ه‬ َ ْ َ
‫ب فيَقو ُل أفظنَنتَ أنكَ ُمَلقِ ه‬ َ َ ُ َ ِ ‫ي َر‬ َ َ ُ َ
ْ ‫س َوت َْربَ ُع فيَقو ُل بَلى أ‬ َ َ َ
ُ ‫اْلبِ َل َوأذ ْركَ ت َْرأ‬ ِ ‫ْال َخ ْي َل َو‬
ْ
‫ع فَيَقُو ُل‬ َ ‫طا‬ ْ
َ َ ‫ص هدقتُ َويُثنِي ِب َخي ٍْر َما ا ْست‬ ْ َ َ ‫ص ْمتُ َوت‬ ُ ‫صليْتُ َو‬ ‫ه‬ َ ‫سلِكَ َو‬ ُ ‫ب آ َم ْنتُ بِكَ َوبِ ِكت َابِكَ َوبِ ُر‬ ْ
ِ ‫الثها ِلثَ فَيَقُو ُل لَهُ مِ ث َل ذَلِكَ فَيَقُو ُل يَا َر‬
‫علَى فِي ِه َويُقَا ُل ِلفَخِ ِذ ِه َولَحْ مِ ِه‬ َ ‫ي فَي ُْخت َ ُم‬ َ ‫علَيْكَ َويَتَفَ هك ُر فِي نَ ْف ِس ِه َم ْن ذَا الهذِي يَ ْش َه ُد‬
‫عل َ ه‬ َ ‫ث شَا ِه َدنَا‬ ُ َ‫هَا ُهنَا ِإذًا قَا َل ث ُ هم يُقَا ُل لَه ُ ْاْلنَ نَ ْبع‬
‫علَ ْي ِه‬ ‫َّللا‬
َ ُ‫ه‬ ُ
‫ط‬ ‫خ‬
َ ‫س‬
ْ َ ‫ي‬ ‫ِي‬ ‫ذ‬‫ه‬ ‫ال‬ ‫ل‬ َ ‫ذ‬ ‫و‬ ُ
‫ق‬
َ‫ِ ِ َ ِكَ ُ ِ َ ِك‬ ‫ف‬ ‫ا‬ َ ‫ن‬‫م‬ ْ
‫ال‬ ‫ل‬ َ ‫ذ‬‫و‬ ‫ه‬ ‫س‬ ْ
‫ف‬ َ ‫ن‬ ‫ن‬ْ ‫ِر‬ ‫ذ‬ ‫ع‬ ‫ي‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ‫ذ‬‫و‬ ‫ه‬ ‫ل‬ ‫م‬ ‫ع‬ ‫ب‬ ‫ه‬ ‫م‬ ‫ا‬ َ
‫ظ‬ ‫ع‬‫و‬ ‫ه‬ ‫م‬ َ ‫ل‬ ‫و‬ ‫ه‬ ُ
ِ‫ظامِ ِه ا ْنطِ قِي فَت َ ْنطِ ُق فَخِ ُ َ حْ ُ َ ِ ُ ِ َ َ ِ ِ َ ِكَ ِ ُ ْ َ م‬
َ ُ ُ ‫ذ‬ َ ‫َو ِع‬

Lalu Allah menemui hambaNya dan berkata : “Wahai Fulan! Bukankah Aku telah
memuliakanmu, menjadikan engkau sebagai pemimpin, menikahkanmu dan
menundukkan untukmu kuda dan onta, serta memudahkanmu memimpin dan memiliki
harta banyak?” Maka ia menjawab: “Benar”. Allah berkata lagi: “Apakah engkau telah
meyakini akan menjumpaiKu?” Maka ia menjawab: “Tidak,” maka Allah berfirman : “Aku
biarkan engkau sebagaimana engkau telah melupakanKu”. Kemudian (Allah) menemui
orang yang ketiga dan menyampaikan seperti yang disampaikan di atas. Lalu ia (orang
itu) menjawab: “Wahai Rabbku! Aku telah beriman kepadaMu, kepada kitab suciMu dan
rasul-rasul Mu. Juga aku telah shalat, bershadaqah,” dan ia memuji dengan kebaikan
semampunya. Allah menjawab: “Kalau begitu, sekarang (pembuktiannya),” kemudian
dikatakan kepadanya: “Sekarang Kami akan membawa para saksi atasmu,” dan orang
tersebut berfikir siapa yang akan bersaksi atasku. Lalu mulutnya dikunci dan dikatakan
kepada paha, daging dan tulangnya: “Bicaralah!” Lalu paha, daging dan tulangnya
bercerita tentang amalannya, dan itu untuk menghilangkan udzur dari dirinya. Itulah
nasib munafik dan orang yang Allah murkai. [HR Muslim].

Demikianlah keadaan tiga jenis manusia. Yang pertama seorang mukmin, ia


mendapatkan ampunan dan kemuliaan Allah. Yang kedua seorang yang kafir dan ketiga
orang munafik. Keduanya mendapat laknat dan kemurkaan Allah

Oleh karena itu, bersiaplah menghadapinya dengan mempersiapkan bekal ilmu yang
bermanfaat dan amal shalih yang cukup, memperbanyak mengingat hari perhitungan ini
dan melihat kepada amalan yang telah kita perbuat. Mudah-mudahan Allah memberikan
taufiq kepada kita untuk memperbanyak bekal, yang nantinya dengan bekal tersebut kita
menghadap sang pencipta dan mendapat keridhaanNya.

Washallahu ‘ala Nabiyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi ajma’in.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun X/1427H/2006M. Penerbit Yayasan


Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo
57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196] [dan disalin dari Read
more https://almanhaj.or.id/3705-hisab-pada-hari-pembalasan.html]
_______
Footnote
[1]. Syarh al Aqidah al Wasithiyah, Syaikh Shalih Alu Syaikh, kaset ke –19 yang telah
ditulis ulang di website beliau.
[2]. Muqarrar at Tauhid Lishaf ats Tsani al ‘Ali fil Ma’ahid al Islamiyah, tanpa tahun, hlm.
84.
[3]. Syarh al ‘Aqidah al Wasithiyah, Khalil Haras, Tahqiq Alwi Abdilqadir as Sagaf,
Cetakan Kedua, Tahun 1415H, Dar al Hijrah, hlm. 209.
[4]. Ibid., hlm. 208.
[5]. Lihat kaset Syarh al Aqidah al Wasithiyah ke-19.
[6]. Syarh al ‘Aqidah al Washithiyah, Ibnu ‘Utsaimin, Cetakan ke-2, Tahun 1415 H, Dar
Ibnul Jauzi, 2/152
[7]. Lihat Mukhtashar Ma’arij al Qabul Hafizh al Hakami, diringkas oleh Hisyam Ali
‘Uqdah, Cetakan Ketiga, Tahun 1413H, hlm. 246.
[8]. Ibid.
[9]. Dar’u Ta’arudh al Aqli wan Naqli, Ibnu Taimiyyah, Tahqiq Muhammad Rasyaad
Saalim, tanpa tahun, 5/229.
[10]. Al Qur`an surat al Insyiqaq / 84 : 8
[11]. Syarh al Qaidah ath Thahawiyah, Ibnu Abil Izz al Hanafi, Tahqiq Syuaib al Arnauth,
Cetakan Kedua, Tahun 1413H, Muassasah ar Risalah, hlm. 602.
[12]. Lihat Syarh al Aqidah al Wasithiyah, Ibnu ‘Utsaimin. Op.cit. 2/152
[13]. Llihat kaset Syarh al Aqidah al Wasithiyah ke-19
[14]. Syarh al Aqidah al Wasithiyah, Khalil Haras, hlm. 208.
[15]. Penjelasan Syaikh Shalih Ali Syaikh pada kaset ke-19, Syarh al Aqidah al
Wasithiyah.
[16]. Majmu’ Fatawa 4/305-306
[17]. Dar’u Ta’arudh al Aqli wan Naqli, Op.cit 5/229.
[18]. Penjelasan Syaikh Shalih Ali Syaikh pada kaset ke-19, Syarh al Aqidah al
Wasithiyah.
[19]. Syarh al Aqidah al Wasithiyah, Khalil Haras, hlm. 208.
[20]. Lihat Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 13/462.
[21]. Dar’u Ta’arudh al Aqli wan Naqli, Op.cit. 4/12

Catatan Amal, Allah mencatatnya dengan teliti

Imam Al-Muzani rahimahullah mengatakan, “Dengan dihadirkannya timbangan-timbangan dan


ditebarkannya lembaran-lembaran (catatan amal). Allah menghitung dengan teliti, sedangkan
manusia melupakannya.”

Ada manusia yang mengambil catatan amalnya dari sebelah kanannya dan ada yang dari sebelah
kirinya. Dalam ayat disebutkan,

‫يَ ْو َمئِ ٍذ ت ُ ْع َرضُونَ ََل ت َ ْخفَ ٰى ِم ْن ُك ْم خَافِيَة‬


ُ
َ ِ‫فَأ َ َّما َم ْن أوت‬
‫ي ِكتَابَهُ ِبيَ ِمينِ ِه فَيَقُو ُل هَاؤُ ُم ا ْق َر ُءوا ِكتَابِيَ ْه‬

‫سابِيَ ْه‬ ٍ ‫ظنَ ْنتُ أَنِِّي ُم ََل‬


َ ‫ق ِح‬ َ ‫إِنِِّي‬

‫اضيَ ٍة‬ َ ‫فَ ُه َو فِي ِعي‬


ِ ‫ش ٍة َر‬

َ ‫فِي َجنَّ ٍة‬


‫عا ِليَ ٍة‬
ُ ُ‫ق‬
‫طوفُ َها دَانِيَة‬

‫ُكلُوا َوا ْش َربُوا َهنِيئًا بِ َما أ َ ْسلَ ْفت ُ ْم فِي ْاْلَي َِّام ْالخَا ِليَ ِة‬

‫ي ِكتَابَهُ بِ ِش َما ِل ِه فَيَقُو ُل يَا لَ ْيتَنِي لَ ْم أُوتَ ِكتَابِيَ ْه‬ ُ


َ ِ‫َوأ َ َّما َم ْن أوت‬
َ ‫َولَ ْم أ َ ْد ِر َما ِح‬
‫سابِيَ ْه‬

ِ َ‫ت ْالق‬
َ‫اضيَة‬ ِ َ‫يَا لَ ْيت َ َها َكان‬

َ ‫َما أ َ ْغن َٰى‬


‫عنِِّي َما ِليَ ْه‬
َ ‫س ْل‬
‫طا ِنيَ ْه‬ َ َ‫َهلَك‬
ُ ‫عنِِّي‬
ُ‫ُخذُوهُ فَغُلُّوه‬

ُ‫صلُّوه‬ َ ‫ث ُ َّم ْال َج ِح‬


َ ‫يم‬

ُ‫عا فَا ْسلُ ُكوه‬


ً ‫س ْبعُونَ ذ َِرا‬ ُ ‫ث ُ َّم فِي ِس ْل ِسلَ ٍة ذَ ْر‬
َ ‫ع َها‬
‫اَّللِ ْالعَ ِظ ِيم‬
َّ ‫ِإنَّهُ َكانَ ََل يُؤْ ِم ُن ِب‬

ِ ‫طعَ ِام ْال ِم ْس ِك‬


‫ين‬ َ ‫علَ ٰى‬ ُّ ‫َو ََل يَ ُح‬
َ ‫ض‬
‫ْس لَهُ ْاليَ ْو َم هَا ُهنَا َح ِميم‬
َ ‫فَلَي‬
18. Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatupun dari keadaanmu
yang tersembunyi (bagi Allah).
19. Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia
berkata: “Ambillah, bacalah kitabku (ini)”.
20. Sesungguhnya aku yakin, bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku.
21. Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridhai,
22. dalam surga yang tinggi,
23. buah-buahannya dekat,
24. (kepada mereka dikatakan): “Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang
telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu”.
25. Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, maka dia berkata:
“Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini).
26. Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku.
27. Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu.
28. Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku.
29. Telah hilang kekuasaanku daripadaku”.
30. (Allah berfirman): “Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya.
31. Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala.
32. Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta.
33. Sesungguhnya dia dahulu tidak beriman kepada Allah Yang Maha Besar.
34. Dan juga dia tidak mendorong (orang lain) untuk memberi makan orang miskin.
35. Maka tiada seorang temanpun baginya pada hari ini di sini. (QS. Al-Haqqah: 18-35)

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia ketika itu mengingat neraka, lantas ia menangis.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya saat itu, “Apa yang membuatmu menangis?”
‘Aisyah menjawab, “Aku mengingat neraka lantas aku menangis. Apakah kalian akan
mengingat keluarga kalian pada hari kiamat?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

َ‫ف ِميْزَ انُهُ أ َ ْو يَثْقُ ُل َو ِع ْند‬ ُّ ‫ان َحتَّى يَ ْعلَ َم أَيَ ِخ‬ ِ َ‫اطنَ فََلَ يَ ْذ ُك ُر أ َ َحد أ َ َحدًا ِع ْند‬
ِ َ‫الميْز‬ ِ ‫أ َ َّما فِي ثََلَث َ ِة َم َو‬
‫ب ِحيْنَ يُقَا ُل ( هَآؤُ ُم ا ْق َرؤُ ْوا ِكتَابِيَ ْه ) َحتَّى يَ ْعلَ َم أَيْنَ يَقَ ُع ِكتَابُهُ أَفِي يَ ِم ْي ِن ِه أ َ ْم فِي ِش َما ِل ِه أ َ ْم ِم ْن‬ ِ ‫ال ِكتَا‬
‫ظ ْه َري َج َهنَّ َم‬ َ َ‫ض َع بَيْن‬ ِ ‫اط ِإذَا ُو‬ ِّ ِ َ‫ظ ْه ِر ِه َو ِع ْند‬
ِ ‫الص َر‬ َ ‫اء‬ِ ‫َو َر‬
“Ada tiga keadaan seseorang tidak akan mengingat siapa pun (pada hari kiamat): (1) ketika di sisi
mizan (timbangan), sampai seseorang mengetahui timbangannya ringan ataukah berat;
(2) ketika berada pada sisi kitab (catatan amal) ketika dikatakan ‘Ambillah, bacalah
kitabku (ini)’ sampai ia mengetahui apakah catatannya diambil dari sisi kanan, ataukah
sisi kiri, atau dari belakang punggungnya; (3) ketika berada di shirath (jembatan) yang
dibentangkan di atas Jahannam.”(HR. Abu Daud, no. 4755; Tirmidzi, no. 2235. Hadits ini
disahihkan oleh Syaikh Al-Albani).

Semua yang dicatat tak mungkin ada yang luput

Semua amal manusia telah dicatat, tidak ada yang samar sedikit pun, manusia sendiri yang
melupakan catatannya. Dalam ayat disebutkan,

‫ش ِهيد‬ ْ ‫علَ ٰى ُك ِِّل ش‬


َ ٍ‫َيء‬ َّ ‫سوهُ ۚ َو‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ْ‫ع ِملُوا ۚ أَح‬
َّ ُ‫صاه‬
ُ َ‫َّللاُ َون‬ َّ ‫يَ ْو َم يَ ْب َعث ُ ُه ُم‬
َ ‫َّللاُ َج ِميعًا فَيُنَ ِِّبئ ُ ُه ْم ِب َما‬
“Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa
yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, padahal
mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (QS. Al-Mujadilah: 6)

Dalam ayat lainnya pula disebutkan,

‫ب ََل يُغَاد ُِر‬ ِ ‫اب فَت َ َرى ْال ُمجْ ِر ِمينَ ُم ْش ِفقِينَ ِم َّما فِي ِه َويَقُولُونَ يَا َو ْيلَتَنَا َما ِل َهذَا ْال ِكتَا‬ ُ َ ‫ض َع ْال ِكت‬
ِ ‫َو ُو‬
ْ
‫اض ًرا َو ََل َيظ ِل ُم َربُّكَ أ َ َحدًا‬ ِ ‫ع ِملُوا َح‬
َ ‫صاهَا َو َو َجدُوا َما‬ َ ْ‫يرة ً ِإ ََّل أَح‬
َ ‫يرة ً َو ََل َك ِب‬
َ ‫ص ِغ‬ َ
“Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa
yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak
meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan
mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya
seorang juapun.” (QS. Al-Kahfi: 49).

Dalam Tafsir Al-Jalalain (hlm. 310) disebutkan, “Diletakkan kitab setiap orang beriman di sisi
kanannya dan orang kafir di sisi kirinya. Orang-orang kafir akhirnya melihat dan merasa ketakutan
terhadap apa yang tertulis dalam kitab catatan amal tersebut. Ketika mereka melihat dosa-dosa
mereka, mereka berkata, “Celakalah kami.” Kitab apakah ini yang tidak meninggalkan catatan
dosa yang kecil maupun yang besar, semuanya benar-benar tercatat? Mereka pun dapati bahwa
semuanya tercatat dalam kitab tersebut. Allah tidak memberi hukuman kepada mereka yang
penuh dosa secara zalim. Untuk orang-orang beriman pun tak mungkin dikurangi pahala mereka.”

Imam Asy-Syaukani berkata dalam kitab tafsirnya Fath Al-Qadir (3:404), “Tidak
ditinggalkan maksiat kecil maupun besar melainkan tercatat dalam kitab catatan amal tersebut.”

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:


https://rumaysho.com/22203-syarhus-sunnah-catatan-amal-dan-lamanya-sehari-pada-hari-
kiamat.html
Keimanan terhadap Al-Mizan
Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/35406-keimanan-terhadap-al-
mizan-01.html

Pada hari kiamat nanti, Allah Ta’ala akan meletakkan al-mizan (neraca atau timbangan)
untuk menimbang amal manusia. Keimanan terhadap al-mizan termasuk dalam salah
satu pokok keimanan, berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur’an, As-Sunnah dan juga ijma’
(kesepakatan) ulama kaum muslimin. Dalam serial kali ini, kami akan membahas
secara singkat beberapa poin penting terkait keimanan terhadap al-mizan. Dalam
kesempatan kali ini, kami akan sebutkan dalil-dalil yang mewajibkan kita untuk beriman
terhadap al-mizan.

Dalil dari Al-Qur’an

Allah Ta’ala berfirman,

َ ُ‫س ُروا أ َ ْنف‬


( ‫س ُه ْم ِب َما‬ ِ ‫) َو َم ْن َخفَّتْ َم َو ِازينُهُ فَأُولَ ِئكَ الَّ ِذينَ َخ‬8( َ‫َوا ْل َو ْزنُ يَ ْو َمئِ ٍذ ا ْلحَقُّ فَ َم ْن ثَقُلَتْ َم َو ِازينُهُ فَأُولَ ِئكَ ُه ُم ا ْل ُم ْف ِل ُحون‬
9( َ‫كَانُوا بِآيَاتِنَا يَ ْظ ِل ُمون‬

“Timbangan pada hari itu adalah kebenaran. Barangsiapa yang berat timbangan
kebaikannya, maka mereka itu orang-orang yang beruntung. Dan barangsiapa yang
ringan timbangan kebaikannya, mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya
sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat kami” (QS. Al-A’raf [7]: 8-9).

Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman,

ِ ‫ش ْيئ ًا َوإِ ْن كَانَ مِ ثْقَا َل َحبَّ ٍة مِ ْن َخ ْر َد ٍل أَت َ ْينَا بِهَا َو َكفَى بِنَا حَا‬
َ‫س ِبين‬ ٌ ‫س َط ِليَ ْو ِم ا ْل ِقيَا َم ِة فَ ََل ت ُ ْظلَ ُم نَ ْف‬
َ ‫س‬ ْ ‫ض ُع ا ْل َم َو ِازينَ ا ْل ِق‬
َ َ‫َون‬

“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat. Maka tiadalah
dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi
pun, pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah kami sebagai Pembuat
perhitungan” (QS. Al-Anbiyaa’ [21]: 47).

Dalil dari As-Sunnah

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ِ َّ َ‫س ْب َحان‬
‫َّللا َو ِبح َْم ِد ِه‬ ُ ،‫يم‬ ِ َّ َ‫س ْب َحان‬
ِ ِ‫َّللا العَظ‬ َّ ‫ان إِلَى‬
ُ :‫الرحْ َم ِن‬ ِ َ ‫ َح ِبيبَت‬،‫ان‬
ِ ‫يز‬ ِ َ ‫ ثَقِيلَت‬،‫ان‬
َ ِ‫ان فِي الم‬ ِ ‫س‬ ِ ‫علَى‬
َ ‫الل‬ ِ َ ‫ان َخفِيفَت‬
َ ‫ان‬ ِ َ ‫َك ِل َمت‬

“Dua kalimat yang ringan (diucapkan) oleh lisan, berat dalam timbangan (pada hari
kiamat), dicintai oleh Ar-Rahman (Allah Yang Maha Pengasih), (yaitu) subhaanallahal
‘adziim dan subhaanallah wa bihamdihi” (HR. Bukhari no. 6406).

Dari Abu Malik Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda,

َ ِ‫ّلِل ت َ ْم ََل ُ ا ْلم‬


َ‫يزان‬ ِ َّ ِ ‫ان َوا ْلح َْم ُد‬ ِ ْ ‫ش ْط ُر‬
ِ ‫اْلي َم‬ َ ‫ور‬ ُّ ‫ال‬
ُ ‫ط ُه‬
“Bersuci adalah setengah dari iman, dan (ucapan) alhamdulillah memenuhi
timbangan” (HR. Muslim no. 223).

Dalil dari Ijma’

Ijma’ )kesepakatan( ulama tentang wajibnya beriman terhadap al-mizan telah dikutip
dan disampaikan oleh banyak ulama. Berikut ini kami sebutkan beberapa saja di antara
mereka rahimahumullah.

Abu Abdirrahman bin Abi Hatim rahimahullah berkata, “Aku bertanya kepada bapakku
dan Abu Zur’ah tentang madzhab ahlus sunnah dalam ushuluddiin (pokok-pokok
agama), apa yang mereka berdua ketahui dari ulama yang berasal dari seluruh negeri
dan apa yang menjadi aqidah mereka berdua?

Mereka berdua menjawab, “Aku menjumpai ulama dari berbagai negeri, baik Hijaz,
Iraq, Syam, dan Yaman. Di antara madzhab mereka: … al-mizan adalah haq (benar
adanya), memiliki dua daun timbangan yang dengannya amal baik dan buruk manusia
ditimbang.” )Syarh Ushuul I’tiqaad Ahlus Sunnah oleh Al-Laalikaa’i, 2/197-198)

Ibnu Abi Zamaniin rahimahullah berkata,

‫و أهل السنة يؤمنون بالميزان يوم القيامة‬

“Dan ahlus sunnah beriman terhadap al-mizan pada hari kiamat” (Ushuul As-Sunnah,
hal. 162).

Abul Qasim At-Taimy rahimahullah berkata,

‫ والميزان‬،‫ والحوض‬،‫ والشفاعة‬،‫ وبسؤال القبر‬،‫ وبالقدر خيره و شره‬،‫ ورسله‬،‫ وكتبه‬،‫ويؤمنون بمَلئكة هللا‬

“Mereka )ahlus sunnah( beriman kepada malaikat-malaikat Allah, kitab-kitabNya, para


rasul-Nya, taqdir baik yang baik atau yang buruk, pertanyaan kubur, syafa’at, khaudh
(telaga) dan al-mizan” )Al-Hujjah fi Bayaan Al-Mahajjah, 2/434).

Al-Barbahari rahimahullah berkata,

‫ يوزن فيه الخير و الشر‬،‫واْليمان بالميزان يوم ااقيامة‬

“Dan iman terhadap al-mizan pada hari kiamat, ditimbang dengannya kebaikan dan
keburukan” (Syarhus Sunnah, hal. 64).

Ibnu Abi ‘Ashim rahimahullah berkata, “Berita (riwayat) yang menyebutkan al-mizan itu
banyak dan shahih yang tidak mungkin terluput dari para ahli hadits, karena demikian
banyak, shahih dan masyhur (terkenal). Dan semua riwayat itu termasuk berita yang
mengharuskan untuk diilmui )diyakini(.” )As-Sunnah, 2/525

Yang Mengingkari Keberadaan Al-Mizan

Sebagian pengikut sekte Mu’tazilah )tidak seluruhnya( mengingkari adanya al-mizan.


Mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-mizan dalam Al-Qur’an dan As-
Sunnah adalah al-‘adl (keadilan), bukan al-mizan dalam makna hakiki yang kita pahami
(yaitu timbangan amal). Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah rahimahullahu Ta’ala ketika menjelaskan akidah Mu’tazilah berkaitan dengan
masalah al-mizan,

‫ إنما هو قول البغداديين من المعتزلة دون البصرية‬،‫ والسمع والبصر‬،‫ والصراط وعذاب الق بر‬،‫تأويل الميزان‬

“Mereka (mu’tazilah) menta’wil (menyimpangkan makna) al-mizan, shirath (jembatan),


azab kubur, as-sama’ dan al-bashar (sifat Allah Ta’ala yaitu mendengar dan melihat,
pen.). Ini adalah pendapat pengikut Mu’tazilah yang ada di Baghdad dan bukan yang
ada di Bashrah.” (Dar’ut Ta’aarudh Al-‘Aql wa An-Naql, 5/348)

Pendapat sebagian pengikut Mu’tazilah ini dibantah sendiri oleh salah satu pembesar
Mu’tazilah yaitu Al-Qadhi Abdul Jabbar Al-Mu’tazili yang mengatakan,

“Tidaklah Allah menghendaki )makna( al-mizan kecuali makna yang bisa dipahami dan
dikenal di antara kita (yaitu timbangan), bukan al-‘adl (keadilan) atau makna lainnya
sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian manusia (yaitu sebagian pengikut
mu’tazilah, pen.( Meskipun al-mizan bisa dimaknai dengan al-‘adl sebagaimana dalam
firman Allah Ta’ala,

َ َ ‫َوأ َ ْن َز ْلنَا َمعَ ُه ُم ا ْلكِ ت‬


َ ِ‫اب َوا ْلم‬
َ‫يزان‬

“Dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca (keadilan).” (QS. Al-
Hadid [57]: 25)

namun hal ini adalah berdasarkan perluasan makna dan majas, sedangkan firman
Allah Ta’ala selama masih memungkinkan dimaknai sesuai dengan makna sebenarnya
(makna hakiki), maka tidak boleh dibawa kepada makna majas. Penjelasannya,
seandainya yang dimaksud dengan al-mizan adalah keadilan, maka tidak bisa
dipahami adanya sifat “berat” dan “ringan” )sebagaimana dalam ayat dan hadits yang
menyebutkan tentang al-mizan, pen.). Hal ini menunjukkan bahwa yang dimaksud
dengan al-mizan adalah neraca (timbangan) yang kita kenal dan mencakup timbangan
yang ada di tengah-tengah kita saat ini.” )Syarh Al-Ushuul Al-Khamsah, hal. 735)

Gambaran (Karakteristik) Al-Mizan

Gambaran al-mizan termasuk dalam perkara gaib yang tidak bisa dijangkau oleh akal
manusia. Oleh karena itu, pengetahuan kita terhadap gambaran (karakteristik) al-
mizan hanyalah didapatkan dari dalil-dalil wahyu, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Di
antara keterangan yang kita dapatkan tentang gambaran al-mizan adalah firman
Allah Ta’ala yang telah kami sebutkan di seri sebelumnya,

َ ُ‫س ُروا أ َ ْنف‬


‫س ُه ْم بِ َما‬ ِ ‫) َو َم ْن َخفَّتْ َم َو ِازينُهُ فَأُولَ ِئكَ الَّ ِذينَ َخ‬8( َ‫َوا ْل َو ْزنُ يَ ْو َم ِئ ٍذ ا ْلحَقُّ فَ َم ْن ثَقُلَتْ َم َو ِازينُهُ فَأُولَ ِئكَ ُه ُم ا ْل ُم ْف ِل ُحون‬
9( َ‫)كَانُوا ِبآيَاتِنَا يَ ْظ ِل ُمون‬

“Timbangan pada hari itu adalah kebenaran. Barangsiapa yang berat timbangan
kebaikannya, maka mereka itu orang-orang yang beruntung. Dan barangsiapa yang
ringan timbangan kebaikannya, mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya
sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat kami.” (QS. Al-A’raf [7]: 8-9)

Juga firman Allah Ta’ala,


ِ ‫ش ْيئ ًا َوإِ ْن كَانَ مِ ثْقَا َل َحبَّ ٍة مِ ْن َخ ْر َد ٍل أَت َ ْينَا بِهَا َو َكفَى بِنَا حَا‬
َ‫سبِين‬ ٌ ‫ط ِليَ ْو ِم ا ْل ِقيَا َم ِة فَ ََل ت ُ ْظلَ ُم نَ ْف‬
َ ‫س‬ َ ‫س‬
ْ ‫ض ُع ا ْل َم َو ِازينَ ا ْل ِق‬
َ َ‫َون‬

“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah
dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi
pun, pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah kami sebagai Pembuat
perhitungan.” (QS. Al-Anbiyaa’ [21]: 47)

Adapun keterangan yang kita dapatkan dari hadits Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam adalah sabda beliau yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,

‫ِض َويَ ْرفَ ُع‬ َ ِ‫ َو ِبيَ ِد ِه األ ُ ْخ َرى الم‬، ِ‫علَى ال َماء‬
ُ ‫ يَ ْخف‬، ُ‫يزان‬ َ ُ ‫شه‬
ُ ‫ع َْر‬

“’Arsy-Nya di atas air, dan di tangan-Nya yang lain (memegang) timbangan, yang Dia
rendahkan dan Dia tinggikan.” (HR. Bukhari no. 7411)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda tentang seseorang yang memiliki


catatan amal buruk yang sangat banyak pada hari kiamat,

‫َي ٌء‬ ِ َّ ‫ فَ ََل يَثْقُ ُل َم َع اس ِْم‬،ُ‫طاقَة‬


ْ ‫َّللا ش‬ ِ َ‫ت الس ِِج ََّلتُ َوثَقُل‬
َ ‫ت ال ِب‬ ِ ‫ش‬ َ َ‫ ف‬،ٍ‫طاقَةُ فِي َكفَّة‬
َ ‫طا‬ َ ‫الس ِج ََّلتُ فِي َكفَّ ٍة َوال ِب‬ َ ‫فَت ُو‬
ِ ‫ض ُع‬

“Lalu diletakkanlah buku catatan besar pada satu sisi, sedangkan kartu amal (laa ilaaha
illallaah) diletakkan di sisi lainnya, maka buku catatan besar itu menjadi ringan
(timbangannya) sedangkan kartu amal itu berat, maka tidak ada sesuatu pun yang lebih
berat dibandingkan nama Allah.” (HR. Tirmidzi no. 2563, dinilai shahih oleh Al-
Albani)

Berdasarkan dalil-dalil di atas, al-mizan memiliki beberapa gambaran, yaitu:

1. Di tangan Allah Ar-Rahman, yang terkadang Dia tinggikan dan Dia rendahkan.
2. Mampu menimbang meskipun sesuatu yang ditimbang tersebut sangat ringan.
3. Sangat teliti (akurat) dalam menimbang, tidak menambah dan juga tidak
mengurangi.
4. Salah satu daun timbangan itu ringan, sedangkan daun timbangan lainnya berat.

Apakah yang Ditimbang oleh Al-Mizan? Dalam masalah ini, para ulama berbeda
pandangan menjadi beberapa pendapat.

Pendapat pertama, mereka berpendapat bahwa yang ditimbang adalah lembaran


catatan amal manusia.

Hal ini berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-
‘Ash radhiyallahu ‘anhu,

‫س ِعينَ سِ ِجَلًّ ُك ُّل سِ ِج ٍل مِ ثْ ُل َم ِد ا ْلبَص َِر‬ ْ ‫سعَةً َو ِت‬ ْ ‫علَ ْي ِه ِت‬ َ ‫ِق يَ ْو َم ا ْل ِقيَا َم ِة فَيَ ْنش ُُر‬ ِ ‫وس ا ْل َخَلَئ‬ ِ ‫علَى ُر ُء‬ َ ‫ِص َر ُجَلً مِ ْن أ ُ َّمتِى‬ ُ ‫سيُ َخل‬ َ َّ َّ‫إِن‬
َ ‫َّللا‬
َ‫ فيَقُو ُل بَلَى إِنَّ لَك‬.‫ب‬ َ ِ ‫عذ ٌر فيَقُو ُل ال َ يَا َر‬َ ْ َ َ
ُ َ‫ فيَقُو ُل أفلَك‬.‫ب‬ َ َ
ِ ‫ظونَ فيَقُو ُل ال َ يَا َر‬ ُ ‫ظلَ َمكَ َكتَبَتِى ا ْلحَا ِف‬ َ َ ‫ث ُ َّم يَقُو ُل أَت ُ ْنك ُِر مِ ْن َهذا‬
َ ‫ش ْيئ ًا أ‬ َ
‫سولُهُ فَيَقُو ُل‬ ُ ‫ع ْب ُدهُ َو َر‬ َ ‫ش َه ُد أَنَّ ُم َح َّمدًا‬ ْ َ ‫َّللاُ َوأ‬
َّ َّ ‫ش َه ُد أ َ ْن الَ ِإلَهَ ِإال‬ ْ َ ‫طاقَةٌ فِيهَا أ‬ ُ ‫علَ ْيكَ ا ْليَ ْو َم فَت َ ْخ ُر‬
َ ‫ج ِب‬ ُ َ ‫سنَةً فَ ِإنَّهُ ال‬
َ ‫ظ ْل َم‬ َ ‫ِع ْن َدنَا َح‬
ُ َ َ ْ َّ
‫الس ِجَلتُ فِى كِ ف ٍة َوال ِبطاقة فِى‬ َّ َ َ َ َ
ِ ‫ قا َل فت ُوض ُع‬.‫ت فقا َل إِن ال تظل ُم‬ْ ُ َ َ‫ك‬ َّ َ َ َّ
ِ ‫الس ِجَل‬ َ ُ َ َ ْ
ِ ‫ب َما ه ِذ ِه البِطاقة َم َع ه ِذ ِه‬ َ ُ َ َ‫ك‬ َ
ِ ‫احْ ض ُْر َو ْزن فيَقو ُل يَا َر‬
‫َّللا ش َْى ٌء‬ ْ َ ُ َ
ِ َّ ‫ت ال ِبطاقة فَلَ يَثقُ ُل َم َع اس ِْم‬َ ْ ِ َ‫الس ِجَلَّتُ َوثَقُل‬
ِ ‫ت‬ ِ ‫ش‬ َ َ‫ِكفَّ ٍة ف‬
َ ‫طا‬
“Sungguh Allah akan membebaskan seseorang dari umatku di hadapan seluruh
manusia pada hari kiamat. Ketika itu dibentangkan 99 gulungan (dosa) miliknya. Setiap
gulungan dosa panjangnya sejauh mata memandang. Kemudian Allah berfirman,
‘Apakah ada yang engkau ingkari dari semua catatan ini, apakah para (malaikat)
pencatat amal telah menganiayamu?’ Dia menjawab, ‘Tidak wahai Rabbku’. Allah
bertanya, ‘Apakah engkau memiliki uzur (alasan)?’ Dia menjawab, ‘Tidak wahai
Rabbku’. Allah berfirman, ‘Bahkan sesungguhnya engkau memiliki satu kebaikan di
sisi-Ku dan sungguh pada hari ini engkau tidak dianiaya sedikit pun’.

Kemudian dikeluarkanlah sebuah kartu (bithaqah) bertuliskan ‘asyhadu an laa ilaaha


illallaah wa asyhadu anna Muhamadan ‘abduhu wa rasuuluhu’. Lalu Allah berfirman,
‘Datangkan timbanganmu’. Dia berkata, ‘Wahai Rabbku, apalah artinya kartu ini
dibandingkan seluruh gulungan (dosa) itu?’ Allah berfirman, ‘Sungguh kamu tidak akan
dianiaya’. Kemudian diletakkanlah gulungan-gulungan tersebut pada satu daun
timbangan dan kartu itu pada daun timbangan yang lain. Maka gulungan-
gulungan (catatan dosa) tersebut terangkat dan kartu (laa ilaaha illallaah) lebih
berat. Demikianlah, tidak ada satu pun yang lebih berat dari sesuatu yang padanya
terdapat nama Allah” (HR. Tirmidzi no. 2563, Ibnu Majah no. 4290, dinilai shahih
oleh Al-Albani).

Pendapat kedua, yang ditimbang adalah amal itu sendiri.

Hal ini berdasarkan hadits-hadits yang telah kami sebutkan sebelumnya, yaitu:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ِ َّ َ‫س ْب َحان‬
‫َّللا َو ِبح َْم ِد ِه‬ ُ ،‫يم‬ ِ َّ َ‫س ْب َحان‬
ِ ِ‫َّللا العَظ‬ َّ ‫ان إِلَى‬
ُ :‫الرحْ َم ِن‬ ِ َ ‫ َح ِبيبَت‬،‫ان‬
ِ ‫يز‬ ِ َ ‫ ثَقِيلَت‬،‫ان‬
َ ِ‫ان فِي الم‬ ِ ‫س‬ ِ ‫علَى‬
َ ‫الل‬ ِ َ ‫ان َخفِيفَت‬
َ ‫ان‬ ِ َ ‫َك ِل َمت‬

“Dua kalimat yang ringan (diucapkan) oleh lisan, berat dalam timbangan (pada hari
kiamat), dicintai oleh Ar-Rahman (Allah Yang Maha Pengasih), (yaitu) subhaanallaahal
‘adziim dan subhaanallaah wa bihamdihi” (HR. Bukhari no. 6406).

Dari Abu Malik Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi


wasallam bersabda,

َ ِ‫ّلِل ت َ ْم ََل ُ ا ْلم‬


َ‫يزان‬ ِ َّ ِ ‫ان َوا ْلح َْم ُد‬ ِ ْ ‫ش ْط ُر‬
ِ ‫اْلي َم‬ َ ‫ور‬ ُّ ‫ال‬
ُ ‫ط ُه‬

“Bersuci adalah setengah dari iman, dan (ucapan) alhamdulillah memenuhi


timbangan” (HR. Muslim no. 223).

Pendapat ketiga, yang ditimbang adalah sang pelaku amal.

Mereka berdasar pada sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

}‫ {فََلَ نُقِي ُم لَ ُه ْم يَ ْو َم ال ِقيَا َم ِة َو ْزنًا‬،‫ ْاق َر ُءوا‬:َ‫ َوقَال‬،ٍ‫ضة‬ َّ ‫ِإنَّهُ لَيَأْتِي‬


ِ َّ ‫ ال َ يَ ِزنُ ِع ْن َد‬،ِ‫الر ُج ُل العَظِ ي ُم السَّمِ ينُ يَ ْو َم ال ِقيَا َمة‬
َ ‫َّللا َجنَا‬
َ ‫ح بَعُو‬
105 :‫][الكهف‬

“Sungguh pada hari kiamat akan datang seseorang berbadan gemuk, namun di sisi
Allah timbangannya tidak dapat melebihi berat sayap seekor nyamuk. Beliau bersabda,
‘Bacalah ayat (yang artinya), ‘Dan kami tidak memberikan penimbangan terhadap
(amal) mereka pada hari kiamat‘” )QS. Al-Kahfi [18]: 105(” (HR. Bukhari no. 4729).
Diriwayatkan dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

‫هللا‬
ِ ‫ع ْب ِد‬َ ‫اق‬ِ ‫س‬ ْ َ ‫ظ َر أ‬
َ ‫صحَابُهُ إِلَى‬ َ ِ‫شج ََر ٍة َم َر ُه أ َ ْن يَأ ْ ِتيَهُ مِ ْنهَا ب‬
َ َ‫ فَن‬، ٍ‫ش ْيء‬ َ ‫علَى‬ َ ‫ص ِع َد‬ َ َ‫سعُو ٍد ف‬ َ ‫ع َل ْي ِه َو‬
ْ ‫سلَّ َم ا ْبنَ َم‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫ي‬ُّ ‫أ َ َم َر النَّ ِب‬
‫ض َحكُونَ ؟ لَ ِرجْ ُل‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬
ْ َ ‫ ” َما ت‬:‫سلَّ َم‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬ َ ‫هللا‬
ِ ‫سو ُل‬ ُ ‫ فَقَا َل َر‬،ِ‫ساقَ ْيه‬ َ ‫ضحِ كُوا مِ ْن ُح ُمو‬
َ ‫ش ِة‬ َ َ‫ ف‬،َ‫شج ََرة‬ َّ ‫سعُو ٍد حِ ينَ صَعِ َد ال‬ ْ ‫ب ِْن َم‬
ُ ْ ْ
‫ان يَ ْو َم ال ِقيَا َم ِة مِ ن أ ُح ٍد‬ َ ْ َ ْ َ
ِ ‫هللا أثق ُل فِي المِ يز‬ ِ ‫ع ْب ِد‬
َ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan Ibnu Mas’ud )untuk suatu urusan,
pen.). Dia pun naik pohon untuk melaksanakan perintah tersebut. Para sahabat pun
melihat ke arah betis Abdullah bin Mas’ud yang sedang naik pohon tersebut. Mereka
tertawa melihat betis Ibnu Mas’ud yang kecil. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam berkata )menegur(, ‘Apa yang kalian tertawakan? Sungguh kaki Abdullah
lebih berat dalam timbangan pada hari kiamat daripada gunung Uhud.” (HR. Ahmad
no. 876, sanadnya dinilai hasan oleh Syaikh Syu’aib Al-Arnauth)

Pendapat yang terkuat adalah pendapat yang menggabungkan ketiga pendapat di


atas, sehingga kita katakan bahwa terkadang yang ditimbang adalah amal seorang
hamba, bisa juga catatan amal seorang hamba, atau pelaku amal (hamba) itu sendiri
berdasarkan semua dalil di atas. Hal ini karena mengambil semua dalil yang ada itu
lebih utama daripada mengambil dalil tertentu dan membuang (tidak memakai) dalil
lainnya.

Ibnu ‘Uyainah rahimahullah berkata,

‫ يوزن أعمال العباد كما جاءت به اآلثر‬،‫يوزن العبد واليزن جناح بعوضة‬

“Seorang hamba ditimbang )pada hari kiamat(, namun )beratnya( tidak melebihi sayap
seekor nyamuk. Amal perbuatan hamba (juga) ditimbang sebagaimana yang terdapat
dalam hadits.” )Syarh Ushuul I’tiqad Ahlus Sunnah, 1/186)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata,

َ َ ‫ُوزنُ ْاأل َ ْع َما ُل َوت‬


َ ‫ارةً ت‬
،‫ُوزنُ محالها وتارة يوزن فاعلها‬ َ َ ‫ فَت‬،‫َوقَ ْد يُ ْم ِكنُ ا ْلج َْم ُع بَ ْينَ َه ِذ ِه ْاآلث َ ِار ِبأ َ ْن يَكُونَ ذَ ِلكَ ُكلُّهُ صَحِ ي ًحا‬
َ ‫ارةً ت‬
‫وهللا أعلم‬.

“Riwayat-riwayat ini sangat mungkin untuk digabungkan (diamalkan) semuanya, jadilah


semuanya shahih (benar). Sehingga terkadang yang ditimbang adalah amal, terkadang
yang ditimbang adalah tempat dicatatnya amal (lembaran catatan amal) dan terkadang
yang ditimbang adalah pelaku amal. Wallahu a’lam.” )Tafsir Ibnu Katsir, 3/390)

Berapakah Jumlah Al-Mizan?

Dalam ayat atau hadits, lafaz al-mizan terkadang disebutkan dalam bentuk mufrad
(singular atau tunggal, yaitu miizaan) atau dalam bentuk jamak (plural, yaitu mawazin),
sehingga para ulama pun berbeda pendapat, apakah al-mizan itu hanya satu atau lebih
dari satu?

Pendapat pertama, al-mizan itu banyak atau lebih dari satu. Mereka mengatakan
bahwa di dalam Al-Qur’an, al-mizan disebutkan dalam bentuk jamak. Sebagaimana
firman Allah Ta’ala,

ِ ‫ش ْيئ ًا َو ِإ ْن كَانَ مِ ثْقَا َل َحبَّ ٍة مِ ْن َخ ْر َد ٍل أَت َ ْينَا ِبهَا َو َكفَى ِبنَا حَا‬
َ‫س ِبين‬ ٌ ‫س َط ِليَ ْو ِم ا ْل ِقيَا َم ِة فَ ََل ت ُ ْظلَ ُم نَ ْف‬
َ ‫س‬ ْ ‫ض ُع ا ْل َم َو ِازينَ ا ْل ِق‬
َ َ‫َون‬
“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat. Maka tiadalah
dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi
pun, pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah kami sebagai Pembuat
perhitungan.” (QS. Al-Anbiyaa’ [21]: 47)

Pendapat ke dua, al-mizan hanya satu dan diletakkan untuk seluruh umat manusia.
Mereka berdalil dengan riwayat dari Salman radhiyallahu ‘anhu,

‫ فتقول‬،‫يوضع الميزان يوم القيامة فلو وزن فيه السموات واألرض لوسعت‬

‫ سبحانك ما عبدناك حق عبادتك‬:‫ فتقول المَلئكة‬،‫ لمن شئت من خلقي‬:‫ يا رب لمن يزن هذا؟ فيقول هللا تعالى‬:‫المَلئكة‬

“Diletakkanlah mizan pada hari kiamat. Seandainya ditimbang di dalamnya langit dan
bumi, niscaya akan tetap lapang. Malaikat berkata, ‘Wahai Rabb-ku, untuk siapa
timbangan ini?’ Allah Ta’ala berkata, ‘Untuk yang Aku kehendaki dari hamba-Ku.’
Malaikat berkata, ‘Maha Suci Engkau, kami tidaklah bisa beribadah kepada-Mu dengan
sebenar-benarnya.’” (Diriwayatkan oleh Al-Ajuri dalam Asy-Syariah 3/1329, dinilai sahih
oleh Ibnu Rajab dalam Jami’ul Uluum wal Hikam, 2/18)

Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata,

‫ ألنه ال يقال من قبل الرأي‬،‫ وله حكم المرفوع‬،‫وإسناده صحيح‬

“Sanadnya sahih. Status riwayat ini adalah marfu’ (yaitu berasal dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, pen.), karena tidaklah dikatakan berdasarkan akal logika (pendapat
Salman, pen.( semata.” )Silsilah Ash-Shahihah, 2/619)

Wallahu Ta’ala a’lam, pendapat ke dua inilah yang tampaknya lebih kuat mengingat
riwayat dari Salman radhiyallahu ‘anhu di atas yang statusnya marfu’, yaitu berasal dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Adapun penyebutan jamak dalam Al-Qur’an )yaitu “al-mawaaziin”), hal ini karena
berbilangnya sesuatu yang ditimbang, bukan timbangannya.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata,

‫ وإنما جمع باعتبار تعدد األعمال الموزونة‬،‫األكثر على أنه إنما هو ميزان واحد‬

“Mayoritas )ulama( berpendapat bahwa al-mizan itu hanya satu. Adapun disebutkan
dalam bentuk jamak, hal ini dari sisi banyaknya amal yang ditimbang di dalamnya.”
(Tafsir Ibnu Katsir, 5/345)

Al-Qurthubi rahimahullah berkata,

‫ أراد بالموازين األعمال الموزونة‬.‫ ال جمع ميزان‬، ‫ الموازين جمع موزون‬:‫وقيل‬

“Dan dikatakan, ‘al-mawaazin’ adalah bentuk jamak dari mauzun (sesuatu yang
ditimbang), bukan bentuk jamak dari mizan (timbangan), sehingga yang dimaksud
dengan al-mawazin adalah amal-amal yang ditimbang.” )Tafsir Al-Qurthubi, 7/166)
Apakah Amal Orang Kafir Juga Ditimbang?

Dalam masalah ini, para ulama juga berbeda pendapat. Sebagian di antara mereka
mengatakan bahwa amal orang kafir juga akan ditimbang pada hari kiamat. Hal ini
berdasarkan dalil-dalil Al-Qur’an yang telah kami sebutkan di seri sebelumnya, di
antaranya dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 8-9 dan surat Al-Anbiya’ ayat 47.

Mereka mengatakan bahwa ayat-ayat tersebut bersifat umum, artinya berlaku untuk
semua jenis manusia, baik muslim atau kafir.

Pendapat yang lain mengatakan bahwa amal orang kafir tidaklah ditimbang, berdalil
dengan firman Allah Ta’ala:

‫ت َر ِب ِه ْم َو ِلقَائِ ِه فَ َح ِب َطتْ أ َ ْع َمالُ ُه ْم فَ ََل نُقِي ُم لَ ُه ْم يَ ْو َم ا ْل ِقيَا َم ِة َو ْزنًا‬


ِ ‫أُولَئِكَ الَّ ِذينَ َكفَ ُروا ِبآيَا‬

“Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur
terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami
tidak mengadakan penimbangan bagi (amalan) mereka pada hari kiamat” (QS. Al-
Kahfi [18]: 105).

Pendapat yang lebih kuat adalah pendapat pertama, yaitu amal orang kafir juga akan
ditimbang pada hari kiamat. Hal ini berdasarkan dalil-dalil yang bersifat umum, orang
kafir termasuk dalam dalil umum tersebut serta tidak ada dalil yang mengkhususkannya
(bahwa orang kafir tidak ditimbang).

Adapun surat Al-Kahfi ayat 105 tidaklah menunjukkan bahwa amal orang kafir tidak
ditimbang. Ayat tersebut hanyalah menunjukkan bahwa timbangan orang kafir tidak
akan menjadi berat disebabkan oleh amal kebaikan mereka. Orang kafir tidak memiliki
amal kebaikan sedikit pun, sehingga amal yang ditimbang untuk orang kafir bukanlah
amal kebaikan dan keburukan. Ketika amal keburukan mereka diletakkan di satu daun
timbangan, maka daun timbangan kejelekan itu pun menjadi berat. Wallahu Ta’ala
a’lam.

Hikmah dari Keimanan terhadap Al-Mizan

Pembahasan terahir yang ingin kami sampaikan adalah berkaitan dengan hikmah dari
keimanan terhadap al-mizan.

Sebagian orang mungkin bertanya, apakah adanya al-mizan berarti bahwa


Allah Ta’ala membutuhkan al-mizan, padahal Allah Ta’ala Maha Mengetahui kadar
segala sesuatu sebelum dan sesudah penciptaannya? Lalu apa hikmah
diletakkannya al-mizan untuk menimbang amal perbuatan para hamba-Nya?

Abu Ishaq Ats-Tsa’labi rahimahullah menjelaskan empat hikmah dari keimanan


terhadap al-mizan dalam rangka menjawab pertanyaan di atas, yaitu:

Pertama, sebagai ujian dari Allah Ta’ala kepada para hamba-Nya apakah mereka
beriman terhadap al-mizan ketika di dunia.

Kedua, Allah Ta’ala menjadikan al-mizan sebagai tanda (alamat) apakah seorang
hamba akan selamat (masuk surga) atau akan mendapatkan siksaan (masuk neraka).
Ketiga, untuk menunjukkan kepada para hamba-Nya adanya balasan di sisi
Allah Ta’ala baik balasan amal kebaikan maupun kejelekan.

Keempat, untuk menegakkan hujjah (bukti) kepada para hamba-Nya atas apa yang
telah mereka perbuat di dunia.

(Lihat Tafsir Ats-Tsa’labi, 4/216)

Jelaslah bahwa Allah Ta’ala tidak membutuhkan al-mizan, karena Allah Ta’ala tidaklah
membutuhkan satu pun dari makhluk-Nya.

Penutup

Demikianlah beberapa pembahasan pokok yang terkait dengan keimanan terhadap al-
mizan yang bisa kami sampaikan. Kita memohon kepada Allah Ta’ala agar dimudahkan
dan diberi hidayah untuk beramal shalih sehingga memperberat timbangan amal
kebaikan kita pada hari kiamat kelak. Aamiin.

Anda mungkin juga menyukai