ِ أَيْنَ األ ُ َّمةُ األ ُ ِ ِّميَّةُ َونَبِيُّ َها؟ فَنَ ْح ُن:ُ يُقَال،ب
َاآلخ ُر ْونَ األ َ َّولُ ْون َ آخ ُر األ ُ َم ِم َوأ َ َّو ُل َم ْن يُ َحا
ُ س ِ نَ ْح ُن
“Kita adalah umat yang terakhir (di dunia), tapi yang pertama dihisab (di
akhirat).” Seorang sahabat bertanya, “Dimanakah umat-umat yang lainnya
dan Nabi mereka?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kita adalah
yang terakhir dan yang pertama.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah
dalam Sunan-nya, no. 4280, dan dinilai shahih oleh al-Albani dalam as-
Silsilah ash-Shahiihah, no. 2374)
“Dan segala sesuatu yang telah mereka perbuat tercatat dalam buku-buku
catatan (yang ada di tangan Malaikat). Dan segala (urusan) yang kecil
maupun yang besar adalah tertulis.” (QS. Qomar: 52-53)
ِ َاب فَت ََرى ْال ُم ْج ِر ِميْنَ ُم ْش ِف ِقيْنَ ِم َّما فِ ْي ِه َويَقُ ْولُ ْونَ يَا َو ْيلَتَنَا َما ِل َهذَا ْال ِكت َا
َ ب الَ يُغَاد ُِر
ً ص ِغي َْرة ُ ض َع ْال ِكت
ِ َو ُو
َ ْ َ
اض ًرا َوال يَظ ِل ُم َربُّكَ أ َحدًا ُ
ِ صاهَا َو َو َجد ُْوا َما َع ِمل ْوا َح َ َّ ً َ َ
َ ْ) َوال كبِي َْرة إِال أح49(
“Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-tiap umat berlutut. Tiap-tiap umat
dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya. Pada hari itu kamu diberi
balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Al-Jaatsiyaat: 28).
“Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab
terhadapmu.” (QS. Al-Isro’: 13-14)
Pada saat itulah semua manusia akan teringat apa yang dulu telah ia
lakukan. Semua telah tercatat dengan lengkap dan tiada kekeliruan sedikit
pun.
Sungguh tepat perkataan ini. Adakah kebijaksanaan yang lebih adil selain
itu? Dikatakan kepadanya: “Silakan periksa, inilah amal perbuatanmu dan
silakan engkau hisab sendiri!” Bukankah ini kebijaksanaan yang paling adil?!
Bahkan inilah kebijaksanaan yang paling adil. Pada hari Kiamat kelak, kitab
catatan amal akan dibentangkan dan dibuka di hadapan masing-masing
hamba tanpa tertutup sedikitpun. Ia akan membacanya dan akan jelas
baginyabahwa pada hari ini dan di tempat ini, ia telah melakukan ini dan ini.
Semua telah tercatat tanpa penambahan dan pengurangan sedikit pun. Jika
ia mengingkari dengan lesannya, maka lesannya akan dikunci dan
bangkitlah para saksi yang akan memberikan kesaksian atasnya.
Allah Ta’ala berfirman:
“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan
mereka dan kaki mereka memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu
mereka usahakan.” (QS. Yaasiin: 65)
Seorang mukmin akan diberikan bukunya dari arah depan dan ia terima
dengan tangan kanannya. Ia dihisab dengan mudah dan kembali kepada
kaumnya yang sama-sama beriman di Surga dengan gembira.
Allah Ta’ala berfirman:
“Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia
akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali
kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira.” (QS. Al-
Insyiqaaq: 7-9)
َ ) َولَ ْم أَد ِْر َما ِح25( ي ِكت َابَهُ بِ ِش َما ِل ِه فَيَقُ ْو ُل يَا لَ ْيتَنِي لَ ْم أ ُ ْوتَ ِكت َابِيَ ْه
) يَا لَ ْيت َ َها26( سابِيَ ْه ُ
َ َِوأ َ َّما َم ْن أوت
َ س ْل
طانِيَ ْه ُ ) َهلَكَ َعنِِّي28( عنِِّي َما ِليَ ْه َ ) َما أ َ ْغنَى27( َاضيَة ِ َت ْالق ِ َ) َكان29(
“Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya,
maka dia berkata: “Aduhai, alangkah baiknya kiranya tidak diberikan
kepadaku kitabku (ini). Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku.
Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu. Hartaku
sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku. Telah hilang pula kekuasaanku
daripadaku.” (QS. Al-Haqqoh: 25-29)
Kitab catatan amal mereka diberikan dari arah belakang punggung mereka.
Allah Ta’ala berfirman:
ُ
عو ثُب ُْو ًرا
ُ ف يَ ْد َ َ) ف10( ظ ْه ِر ِه
َ س ْو َ ِ) َوأ َ َّما َم ْن أوت11(
َ ي ِكت َابَهُ َو َرا َء
“Adapun orang-orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan
berteriak: “Celakalah aku.” (QS. Al-Insyiqaaq: 10)
Oleh
Ustadz Abu Asma Kholid Syamhudi Lc
Beriman kepada hari Akhir dan kejadian yang ada padanya merupakan salah
satu rukun iman yang wajib diyakini oleh setiap muslim. Untuk mencapai
kesempurnaan iman terhadap hari Akhir, maka semestinya setiap muslim
mengetahui peristiwa dan tahapan yang akan dilalui manusia pada hari
tersebut. Di antaranya yaitu masalah hisab (perhitungan) yang merupakan
maksud dari iman kepada hari Akhir. Karena, pengertian dari beriman kepada
hari kebangkitan adalah, beriman dengan hari kembalinya manusia kepada
Allah lalu dihisab. Sehingga hakikat iman kepada hari kebangkitan adalah
iman kepada hisab ini.[1]
PENGERTIAN HISAB
Pengertian hisab disini adalah, peristiwa Allah menampakkan kepada
manusia amalan mereka di dunia dan menetapkannya.[2] Atau Allah
mengingatkan dan memberitahukan kepada manusia tentang amalan
kebaikan dan keburukan yang telah mereka lakukan.[3]
ُ
يرا
ً سابًا َي ِس
َ ب ِح
ُ س
َ ف يُ َحا
َ س ْو َ ِفَأ َ هما َم ْن أوت
َ َ﴾ ف٧﴿ ي ِكت َابَهُ بِيَ ِمينِ ِه
Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka ia akan
diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, [al Insyiqaq / 84 : 7-8].
ُ
يرا َ صلَ ٰى
ً س ِع ْ َ﴾وي ً عو ثُب
َ ١١﴿ُورا ُ ف يَ ْد
َ س ْو َ َِوأ َ هما َم ْن أوت
َ ي ِكت َابَهُ َو َرا َء
َ َ﴾ف١٠﴿ِظ ْه ِره
Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan
berteriak: “Celakalah aku”. Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-
nyala (neraka). [al Insyiqaq / 84:10-12].
Pada hari ini, tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya.
Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat
hisabnya. [al Mu’min / 40 : 17].
Imam Ibnu Abil Izz (wafat tahun 792 H) menjelaskan, makna hadits ini adalah,
seandainya Allah memeriksa dengan menghitung amal kebajikan dan
keburukan dalam hisab hambaNya, tentulah akan mengadzab mereka dalam
keadaan tidak menzhalimi mereka sedikitpun, namun Allah memaafkan dan
mengampuninya.[11]
Demikian juga umat Islam, sepakat atas hal ini.[12] Sehingga apabila
seseorang mengingkari hisab, maka ia telah berbuat kufur, dan pelakunya
sama dengan pengingkar hari kebangkitan.[13]
Yang mukmin masuk syurga, menurut mayoritas ulama dan ini yang benar
sebagaimana ditunjukkan oleh firman Allah: Dan bagi orang yang takut saat
menghadap Rabb-nya ada dua surga. Maka nikmat Rabb kamu yang
manakah yang kamu dustakan. Kedua surga itu mempunyai pohon-pohonan
dan buah-buahan. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu
dustakan? Di dalam kedua surga itu ada dua buah mata air yang mengalir.
Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan? Di dalam
kedua surga itu terdapat segala macam buah-buahan yang berpasang-
pasangan. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan?
Mereka bertelekan di atas permadani yang sebelah dalamnya dari sutra. Dan
buah-buahan kedua surga itu dapat (dipetik) dari dekat. Maka nikmat Rabb
kamu yang manakah yang kamu dustakan? Di dalam Surga itu ada bidadari-
bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh
oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni Surga yang menjadi
suami mereka) dan tidak pula oleh jin. [ar Rahman / 55 : 46 – 56].
Dikecualikan dalam hal ini, yaitu mereka yang masuk surga tanpa hisab
maupun adzab. Begitu pula dengan hewan yang tidak memiliki pahala dan
dosa.
Adapun orang kafir, apakah dihisab ataukah tidak? Dalam permasalahan ini,
para ulama berselisih pendapat. Di antara mereka ada yang berpendapat
bahwa orang kafir tidak dihisab. Sedangkan sebagian lainnya menyatakan
mereka dihisab.
Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami
tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan disebabkan mereka selalu
berbuat kerusakan. [an Nahl / 16:88].
Apabila adzab sebagian orang kafir lebih keras dari sebagian lainnya -karena
banyaknya dosa dan sedikitnya amal kebaikan- maka hisab dilakukan untuk
menjelaskan tingkatan adzab, bukan untuk masuk syurga.[16]
Dengan penjelasan Syaikhul Islam tersebut, maka hisab di atas, maksudnya
adalah dalam pengertian menghitung, menulis dan memaparkan amalan-
amalan kepada mereka, bukan dalam pengertian penetapan kebaikan yang
bermanfaat bagi mereka pada hari Kiamat untuk ditimbang melawan amalan
keburukan mereka.[17] Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
ت أ َ ْع َمالُ ُه ْم فَ ََل نُ ِقي ُم لَ ُه ْم َي ْو َم ْال ِق َيا َم ِة َو ْزنًا ِ أُو ٰلَئِكَ هالذِينَ َكف َُروا ِبآ َيا
َ ت َر ِب ِه ْم َو ِلقَائِ ِه فَ َح ِب
ْ ط
Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan
(kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan-amalan
mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka
pada hari Kiamat. [al Kahfi / 18 : 105].
Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal
itu (bagaikan) debu yang berterbangan. [al Furqaan / 25 : 23].
Ada pendapat lain yang menyatakan amalan kebaikan mereka di dunia dapat
meringankan adzab mereka. Menurut pendapat ini, amalan kebaikan yang
tidak disyaratkan Islam padanya, pada hari Kiamat akan mendapat balasan
untuk menutupi kezhalimannya terhadap orang lain. Apabila antara
kezhalimannya seimbang dengan amalan tersebut, maka ia hanya diadzab
disebabkan oleh kekufurannya saja. Namun, bila orang kafir ini tidak memiliki
amal kebaikan di dunia, maka ditambahkan adzabnya yang disebabkan
kekufurannya.[20]
CARA HISAB
Hisab ini dilakukan dalam satu waktu,[21] dan Allah Subhanahu wa Ta’ala
sendiri yang akan melakukannya, sebagaimana dijelaskan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau :
ظ ُر أَ ْشأ َ َمُ ظ ُر أَ ْي َمنَ ِم ْنهُ فَ ََل َي َرى ِإ هَل َما َقد َهم ِم ْن َع َم ِل ِه َو َي ْن
ُ ان فَ َي ْن َ َما ِم ْن ُك ْم أ َ َح ٌد ِإ هَل
َ سيُك َِل ُمهُ َربُّهُ َلي
ٌ ْس َب ْينَهُ َو َب ْينَهُ ت ُ ْر ُج َم
ق ت َْم َر ٍة ِ ار َولَ ْو ِب ِش ْ َ ظ ُر بَيْنَ يَ َد ْي ِه فَ ََل يَ َرى ِإ هَل النه
َ ار ِتل َقا َء َوجْ ِه ِه فَاتهقُوا النه ُ ِم ْنهُ فَ ََل يَ َرى ِإ هَل َما قَد َهم َو َي ْن
Tidak ada seorangpun dari kalian kecuali akan diajak bicara Rabb-nya tanpa
ada penterjemah antara dia dengan Rabb-nya. Lalu ia melihat ke sebelah
kanan, hanya melihat amalan yang pernah dilakukannya; dan ia melihat kekiri,
hanya melihat amalan yang pernah dilakukannya. Lalu melihat ke depan,
kemudian hanya melihat neraka ada di hadapannya.
Kemudian diberikan kitab yang telah ditulis malaikat agar dibaca dan diketahui
oleh setiap orang. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan :
يرةً َو ََل
َ ص ِغَ ب ََل يُغَاد ُِر ِ َاب َفت ََرى ْال ُمجْ ِر ِمينَ ُم ْش ِفقِينَ ِم هما فِي ِه َو َيقُولُونَ َيا َو ْيلَتَنَا َما ِل ٰ َهذَا ْال ِكت َا
ُ ض َع ْال ِكت
ِ َو ُو
َ ْ
اض ًرا ۗ َو ََل يَظ ِل ُم َربُّكَ أ َحدًا ُ
ِ صاهَا ۚ َو َو َجدُوا َما َع ِملوا َح َ
َ ْيرة ً ِإ هَل أح َ َِكب
Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah
ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata:
“Aduhai celaka kami. Kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan
tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya?” Dan mereka
mendapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Rabb-mu tidak
menganiaya seorang juapun. [al Kahfi / 18 : 49].
َْال َي ْو َم ن َْخ ِت ُم َعلَ ٰى أ َ ْف َوا ِه ِه ْم َوتُك َِل ُمنَا أ َ ْيدِي ِه ْم َوت َ ْش َه ُد أ َ ْر ُجلُ ُه ْم ِب َما كَانُوا َي ْك ِسبُون
Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan
mereka dan memberi kesaksian kaki mereka terhadap apa yang dahulu
mereka usahakan. [Yaasin / 36:65]
Lalu Allah menemui hambaNya dan berkata : “Wahai Fulan! Bukankah Aku
telah memuliakanmu, menjadikan engkau sebagai pemimpin, menikahkanmu
dan menundukkan untukmu kuda dan onta, serta memudahkanmu memimpin
dan memiliki harta banyak?” Maka ia menjawab: “Benar”. Allah berkata lagi:
“Apakah engkau telah meyakini akan menjumpaiKu?” Maka ia menjawab:
“Tidak,” maka Allah berfirman : “Aku biarkan engkau sebagaimana engkau
telah melupakanKu”. Kemudian (Allah) menemui orang yang ketiga dan
menyampaikan seperti yang disampaikan di atas. Lalu ia (orang itu)
menjawab: “Wahai Rabbku! Aku telah beriman kepadaMu, kepada kitab
suciMu dan rasul-rasul Mu. Juga aku telah shalat, bershadaqah,” dan ia
memuji dengan kebaikan semampunya. Allah menjawab: “Kalau begitu,
sekarang (pembuktiannya),” kemudian dikatakan kepadanya: “Sekarang Kami
akan membawa para saksi atasmu,” dan orang tersebut berfikir siapa yang
akan bersaksi atasku. Lalu mulutnya dikunci dan dikatakan kepada paha,
daging dan tulangnya: “Bicaralah!” Lalu paha, daging dan tulangnya bercerita
tentang amalannya, dan itu untuk menghilangkan udzur dari dirinya. Itulah
nasib munafik dan orang yang Allah murkai. [HR Muslim].
َ ُْ َٰ ْ َ َ َ ُ َُْ َ َْ
ف ِمنك ْم خ ِاف َيةيوم ِئ ٍذ تعرضون َل تخ
“Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatupun dari keadaanmu
yang tersembunyi (bagi Allah).” (QS. Al-Haqqah: 18)
َ َ ً َ ْ َ ُ َّ ُ ُ ْ َ َ ْ َ
اس أشتاتا ِل ُُ َي ْوا أ ْع َمال ُه ْم يوم ِئ ٍذ يصدر الن
َ َ َ َْ ْ َ َْ ْ َ َ
ال ذ َّرٍة خ ُْ ًيا َي َر ُه فمن يعمل ِمثق
“Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam, supaya
diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka, Barangsiapa yang
mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.”
(QS. Az-Zalzalah: 6-8)
Untuk itulah Syaikhul Islam menyatakan bahwa hisab dapat dimaksudkan sebagai
perhitungan antara amal kebajikan dan amal keburukan, dan di dalamnya terkandung
pengertian munaqasyah. Juga dimaksukan dengan pengertian pemaparan dan
pemberitahuan amalan terhadap pelakunya. (Dar’u Ta’arudh Al-‘Aqli wa An-Naqli, Ibnu
Taimiyyah, Tahqiq Muhammad Rasyaad Saalim, tanpa tahun, 5:229)
َ ُ ْ َ ُ َ َ ْ ُُ ُ َْ ُ َ ْ َ َ ْ ْ َ َ ُ ِّ َ ُ َ ْ َ َْ ََ ُ ْ َ َ َْْ
اليوم نخ ِتم عَل أفو ِاه ِهم وتكلمنا أي ِد ِيهم وتشهد أرجلهم ِبما كانوا يك ِسبون
“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka
dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.”
(QS. Yasin: 65)
َ َ ْ َ ًْ َ
َ ان م ْث َق َْ َُ ْ ُ ََ َ َ ْ َْ َ ْ ْ َ َ َْ ُ َ ََ
ال َح َّب ٍة ِم ْن ِ ك نإ و
ِ َۖ ائيش س ف ونضع المو ِازين ال ِقسط ِليو ِم ال ِ َقيام ِة فَل تظلم ن
اس ِب ُي َ َ ٰ َ َخ ْر َدل أ َت ْي َنا ب َها ۗ َو َك
ِ ف ِبنا ح ِ ٍ
“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan
seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti
Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat
perhitungan.” (QS. Al-Anbiya’: 47)
Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya mengatakan, “Akan ada timbangan yang adil pada hari
kiamat. Namun sejatinya timbangan itu hanyalah satu. Disebut dengan kata mawazin
(bentuk plural dari timbangan) karena amalan yang ditimbang itu banyak.”
ُُ ْ ََُ ََ
فأ َّما َم ْن ثقلت َم َو ِازينه
َ يشة َ َ َ َُ
اض َي ٍةِ ٍ ِ فهو ِ ي
ر ع ف
ُ ُ َ َ ْ َّ َ ْ َ َّ َ َ
وأما من خفت مو ِازينه
َ َ ُ ُّ ُ َ
فأمه ه ِاوية
ْ َ َْ
َو َما أد َراك َما ِه َيه
َ
نار َح ِام َية
“Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, Maka dia berada dalam
kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan
(kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Tahukah kamu apakah
neraka Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas.” (QS. Al-Qari’ah: 6-11)
Dalil lain tentang timbangan (mawazin)
َ
ش له ِت ْس َعة َو ِت ْس ُعون
ُ َ ُ ََ ْ ُ َ َ َ ْ
وس الخَل ِئ ِق فين ُ اح ب َر ُجل م ْن ُأ َّم َت َي ْو َم ْالق َي َامة َع ََل ُر
ء ُ ُي َص
َ ُ ُ َ َ ً ْ َ َ َ ْ ُ ْ ُ ْ َ َّ َ ِ َ َّ َ ُ ًّ ُ ِ ُّ ٍ ٍّ َ َّ ْ َ َ ُ َّ َ ُ ُ ه ِ ِ ِ ِ
َص ثم يقول اَّلل عز وجل ه َل تن ِكر ِم َن هذا شيئا فيقول َل سجَل كل سجل مد الب
ُول أ َل َك ُع ْذر أ َل َك َح َس َنة َف ُي َهاب ُ ون ُث َّم َي ُقَ ُ َ ْ َ َ َ ِ َ َ ْ َ َ َ َ ُ ِ ُ ِ َ َ ِّ َ ِ َ ِ
يا رب فيقول أظلمتك كتب ِت الح ِافظ
ُول َب ََل إ َّن َل َك ع ْن َد َنا َح َس َنات َوإ َّن ُه ََل ُظ ْل َم َع َل ْي َك ْال َي ْو َم َف ُت ْخ َرج ُ َف َي ُق.ول ََل ُ الر ُج ُل َف َي ُق
َّ
ِ ٍ َ ِ ِ َ َ
ول َيا َر ِّب َما ُ ال َف َي ُق َ ول ُه َق ُ ُ َ َ ُ ُ ْ َ ً َّ َ ُ َّ َ ُ َ ْ َ ُ ْ َ َ َ َّ ه
له ِبطاقة ِفيها أشهد أن َل ِإله ِإَل اَّلل وأن محمدا عبده ورس
َ َ َُ
َّ َ ُ َّ ِّ ُ َ ُ َ ُ َ ْ ُ َ َ َّ ُ ُ َ َ َّ ِّ َ َُ َ ْ َ
الس ِجَلت ِف ِكف ٍة فتوضع.ه ِذ ِه ال ِبطاقة َم َع ه ِذ ِه الس ِجَل ِت فيقول ِإنك َل تظلم
َُ َ ْ َ ُ َ ُ َّ ِّ َ َ َ َّ َ ُ َ َ ْ
الس ِجَلت َوثقل ِت ال ِبطاقة َوال ِبطاقة ِف ِكف ٍة فطاش ِت
“Ada seseorang yang terpilih dari umatku pada hari kiamat dari kebanyakan orang ketika
itu, lalu dibentangkan kartu catatan amalnya yang berjumlah 99 kartu. Setiap kartu jika
dibentangkan sejauh mata memandang. Kemudian Allah menanyakan padanya, “Apakah
engkau mengingkari sedikit pun dari catatanmu ini?” Ia menjawab, “Tidak sama sekali
wahai Rabbku.” Allah bertanya lagi, “Apakah yang mencatat hal ini berbuat zalim
kepadamu?” Lalu ditanyakan pula, “Apakah engkau punya uzur atau ada kebaikan di
sisimu?” Dipanggillah laki-laki tersebut dan ia berkata, “Tidak.” Allah pun berfirman,
“Sesungguhnya ada kebaikanmu yang masih kami catat. Sehingga kamu tidak termasuk
orang zalim pada hari ini.” Lantas dikeluarkanlah satu bithoqoh (kartu sakti) yang
bertuliskan syahadat ‘laa ilaha ilallah wa anna muhammadan ‘abduhu wa rosulullah’.
Lalu ia bertanya, “Apa kartu ini yang bersama dengan catatan-catatanku yang penuh
dosa tadi?” Allah berkata padanya, “Sesungguhnya engkau tidaklah zalim.” Lantas
diletakkanlah kartu-kartu dosa di salah satu daun timbangan dan kartu ampuh ‘laa ilaha
illallah’ di daun timbangan lainnya. Ternyata daun timbangan penuh dosa tersebut
terkalahkan dengan beratnya kartu ampuh ‘laa ilaha illalah’ tadi. (HR. Ibnu Majah, no.
4300; Tirmidzi, no. 2639 dan Ahmad, 2:213. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa
sanad hadits ini sahih. Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini qawiy
yaitu kuat dan perawinya tsiqqah termasuk perawi kitab sahih selain Ibrahim bin Ishaq
Ath-Thaqani. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih).
Ada hadits pula yang serupa dengan hadits bithoqoh, yaitu diriwayatkan dari Abu Said Al
Khudri radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
َّ َ َ َ ُ َ َ َ َْ َ َُْ ً َ ِّ َ َق
َل ِإله ِإَل: ق َ ْل َيا ُم ْو ََس: ال ق، َعل ْم ِ َ يت ش ْيئا أذك ُرك َوأد ُع ْوك ِب ِه،ال ُم ْو ََس َيا َر ِّب
الس ْب َع
َّ الس َم َوات َ َق، َيا َر ِّب ُك ُّل ع َباد َك َي ُق ْو ُل ْو َن َه َذا: ال
َّ َل ْو أ َّن: ال ُم ْو ََس َ َق،هللا
ُ
ِ ِ ِ
َ َّ ْ َ َ َّ َ ُ َّ َ َ َ َ َّ َ َ ْ َّ َ ْ ْ َ َ َ ُ
مالت ِب ِهَٰن َل، وَل ِإله ِإَل هللا ِ يف ِكف ٍَٰة،َو َع ِام َره َّن – غ ُْ ِيي – واألر ِض ُي السبع ِ يف ِكف ٍة
ُ إ َل َه إ ََّل
هللا ِ ِ
“Musa berkata: ‘Ya Rabb, ajarkanlah kepadaku sesuatu untuk mengingat-Mu dan berdoa
kepada-Mu.’ Allah berfirman, “Ucapkan hai Musa laa ilaha illallah.” Musa berkata, “Ya
Rabb, semua hamba-Mu mengucapkan itu.” Allah berfirman, “Hai Musa, seandainya
ketujuh langit serta seluruh penghuninya–selain Aku–dan ketujuh bumi diletakkan dalam
satu timbangan dan kalimat laa ilaha illallah diletakkan dalam timbangan yang lain,
niscaya kalimat laa ilaha illallah lebih berat timbangannya.” (HR. Ibnu Hibban, no. 6218.
Al-Hakim mensahihkan hadits ini dan Imam Adz-Dzahabi menyetujuinya. Al-Hafizh Ibnu
Hajar mensahihkan sanad hadits ini dalam Al-Fath. Al-Haitsami dalam Az-Zawaid
mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la, perawinya ditsiqqahkan atau
dipercaya, namun di dalamnya ada perawi yang dha’if. Sedangkan Syaikh Al-Albani
mengatakan hadits ini dha’if dalam Kalimah Al-Ikhlas).
Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Shalawat dan salam
semoga selalu tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para
sahabat dan seluruh kaum muslimin yang senantiasa berpegang teguh pada
sunnah Beliau sampai hari kiamat.
اء
ِ ضَ َص َل ْالق
ْ َارهُ ْم يَ ْنت َِظ ُر ْونَ ف
ُ صَ صةً أ َ ْب
َ َاخ َ َت يَ ْو ٍم َم ْعلُ ْو ٍم قِيَا ًما أ َ ْربَ ِعيْن
ِ س نَ ة ً ش ِ يَجْ َم ُع هللاُ األ َ َّو ِليْنَ َو
ِ اآلخ ِريْنَ ِل ِم ْيقَا
Syafaat Al-Kubra
Yaumul Hisab
Yaumul hisab atau hari perhitungan amal adalah hari dimana Allah
memperlihatkan kepada hamba-hamba-Nya tentang amal mereka.
Allah Ta’ala berfirman:
Allohumma haasibni hisaaban yasiiro (Ya Allah, hisablah diriku dengan hisab
yang mudah.”
Kemudian ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bertanya tentang apa itu hisab yang
mudah? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Allah
memperlihatkan kitab (hamba)-Nya kemudian Allah memaafkannya begitu
saja. Barangsiapa yang dipersulit hisabnya, niscaya ia akan
binasa.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, VI/48, 185, al-Hakim, I/255, dan Ibnu Abi
‘Ashim dalam Kitaabus Sunnah, no. 885. Hadits ini dinilai shohih oleh al-
Hakim dan adz-Dzahabi).
Sesungguhnya makhluk yang pertama kali diadili oleh Allah Ta’ala adalah
binatang, bukan manusia ataupun jin. Allah Ta’ala berfirman:
ُ َوإِذَا ْال ُو ُح ْو
ْ ش ُح ِش َر
)5( ت
“Dan orang kafir itu berkata, “Alangkah baiknya sekiranya aku menjadi tanah
saja.” (QS. An-Naba: 40).
Kaum muslimin rahimakumullah, ini adalah karunia besar yang Allah ‘Azza
wa Jalla berikan kepada seorang mukmin. Allah Ta’ala menutupi aib seorang
mukmin dan tidak membongkarnya di depan umum.
َّ علَى
)18( َالظا ِل ِميْن َ ِعلَى َربِِّ ِه ْم أَالَ لَ ْعنَةُ هللا
َ آلء الَّ ِذيْنَ َكذَب ُْوا
ِ َه ُؤ
Sesungguhnya jin juga akan dihisab karena mereka juga dibebani syari’at.
Mereka akan dihisab dan diberikan balasan atas amal mereka. Oleh karena
itu, jin yang kafir juga akan dimasukkan ke dalam Neraka. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman:
Demikian pula sebaliknya, bangsa jin yang beriman juga akan masuk ke
dalam Surga dan merasakan kenikmatan-kenikmatan yang ada di dalamnya.
Oleh
Ustadz Abu Asma Kholid Syamhudi Lc
Beriman kepada hari Akhir dan kejadian yang ada padanya merupakan salah satu rukun
iman yang wajib diyakini oleh setiap muslim. Untuk mencapai kesempurnaan iman
terhadap hari Akhir, maka semestinya setiap muslim mengetahui peristiwa dan tahapan
yang akan dilalui manusia pada hari tersebut. Di antaranya yaitu masalah hisab
(perhitungan) yang merupakan maksud dari iman kepada hari Akhir. Karena, pengertian
dari beriman kepada hari kebangkitan adalah, beriman dengan hari kembalinya manusia
kepada Allah lalu dihisab. Sehingga hakikat iman kepada hari kebangkitan adalah iman
kepada hisab ini.[1]
PENGERTIAN HISAB
Pengertian hisab disini adalah, peristiwa Allah menampakkan kepada manusia amalan
mereka di dunia dan menetapkannya.[2] Atau Allah mengingatkan dan memberitahukan
kepada manusia tentang amalan kebaikan dan keburukan yang telah mereka
lakukan.[3]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, Allah akan menghisab seluruh makhluk dan
berkhalwat kepada seorang mukmin, lalu menetapkan dosa-dosanya.[4] Syaikh Shalih
Ali Syaikh mengomentari pandangan ini dengan menyatakan, bahwa inilah makna al
muhasabah (proses hisab).[5] Demikian juga Syaikh Ibnu Utsaimin menyatakan,
muhasabah adalah proses manusia melihat amalan mereka pada hari Kiamat.[6]
ُ
ِيرا
ً سابًا يَس
َ ِب ح
ُ س
َ ف يُ َحا
َ س ْو َ فَأ َ هما َم ْن أوت
َ َ﴾ ف٧﴿ ِي ِكت َابَهُ بِيَمِ ينِ ِه
Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka ia akan diperiksa
dengan pemeriksaan yang mudah, [al Insyiqaq / 84 : 7-8].
ُ
ِيرا
ً سعَ صلَ ٰى
ْ َ﴾وي ً ف يَ ْدعُو ثُب
َ ١١﴿ُورا َ س ْو َ َوأ َ هما َم ْن أوت
َ ِي ِكت َابَهُ َو َرا َء
َ َ﴾ف١٠﴿ِظ ْه ِره
Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak:
“Celakalah aku”. Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). [al
Insyiqaq / 84:10-12].
Pada hari ini, tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya. Tidak ada
yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya. [al Mu’min / 40 :
17].
َاب َهلَك
َ سَ ِِش ْالح ُ ِيرا قَا َل ذَاكِ ْالعَ ْر
َ ض َولَك ِْن َم ْن نُوق َ َِّللاُ يَقُو ُل ح
ً سابًا يَس ْس هَ َّللا أَلَي ُ ب إِ هَل َهلَكَ قُ ْلتُ يَا َر
ِ سو َل ه َ ْس أ َ َح ٌد يُ َحا
ُ س َ لَي
“Tidak ada seorangpun yang dihisab kecuali binasa,” Aku (Aisyah) bertanya,”Wahai
Rasulullah, bukankah Allah berfirman ‘pemeriksaan yang mudah’?” Beliau
menjawab,”Itu adalah al aradh, namun barangsiapa yang diperiksa hisabnya, maka
binasa”.
Imam Ibnu Abil Izz (wafat tahun 792 H) menjelaskan, makna hadits ini adalah,
seandainya Allah memeriksa dengan menghitung amal kebajikan dan keburukan dalam
hisab hambaNya, tentulah akan mengadzab mereka dalam keadaan tidak menzhalimi
mereka sedikitpun, namun Allah memaafkan dan mengampuninya.[11]
Demikian juga umat Islam, sepakat atas hal ini.[12] Sehingga apabila seseorang
mengingkari hisab, maka ia telah berbuat kufur, dan pelakunya sama dengan
pengingkar hari kebangkitan.[13]
Dari pernyataan ini, Syaikhul Islam menjelaskan, bahwa Allah akan menghisab seluruh
makhlukNya. Namun ini termasuk menggunakan lafahz bermakna umum tapi yang
dimaksudkan adalah tertentu saja. Yaitu khusus yang Allah bebani syariat. Karena
pemberlakuan proses hisab itu pada amalan baik dan buruk hamba yang mukallaf,
mencakup manusia dan jin.[15] Begitu pula Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menyatakan, bahwa
hisab ini juga mencakup jin, karena mereka mukallaf. Oleh karena itu, jin kafir masuk ke
dalam neraka, sebagaimana disebutkan menurut nash syariat dan Ijma’. Firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan :
Allah berfirman:”Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka bersama umat-umat jin dan
manusia yang telah terdahulu sebelum kamu… [al-A’raaf/ 7:38]
Yang mukmin masuk syurga, menurut mayoritas ulama dan ini yang benar sebagaimana
ditunjukkan oleh firman Allah: Dan bagi orang yang takut saat menghadap Rabb-nya
ada dua surga. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan. Kedua
surga itu mempunyai pohon-pohonan dan buah-buahan. Maka nikmat Rabb kamu yang
manakah yang kamu dustakan? Di dalam kedua surga itu ada dua buah mata air yang
mengalir. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan? Di dalam
kedua surga itu terdapat segala macam buah-buahan yang berpasang-pasangan. Maka
nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan? Mereka bertelekan di atas
permadani yang sebelah dalamnya dari sutra. Dan buah-buahan kedua surga itu dapat
(dipetik) dari dekat. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan? Di
dalam Surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak
pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni Surga yang
menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin. [ar Rahman / 55 : 46 – 56].
Dikecualikan dalam hal ini, yaitu mereka yang masuk surga tanpa hisab maupun adzab.
Begitu pula dengan hewan yang tidak memiliki pahala dan dosa.
Adapun orang kafir, apakah dihisab ataukah tidak? Dalam permasalahan ini, para ulama
berselisih pendapat. Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa orang kafir tidak
dihisab. Sedangkan sebagian lainnya menyatakan mereka dihisab.
Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan
kepada mereka siksaan di atas siksaan disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan.
[an Nahl / 16:88].
Apabila adzab sebagian orang kafir lebih keras dari sebagian lainnya -karena
banyaknya dosa dan sedikitnya amal kebaikan- maka hisab dilakukan untuk
menjelaskan tingkatan adzab, bukan untuk masuk syurga.[16]
Dengan penjelasan Syaikhul Islam tersebut, maka hisab di atas, maksudnya adalah
dalam pengertian menghitung, menulis dan memaparkan amalan-amalan kepada
mereka, bukan dalam pengertian penetapan kebaikan yang bermanfaat bagi mereka
pada hari Kiamat untuk ditimbang melawan amalan keburukan mereka.[17] Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
ت أ َ ْع َمالُ ُه ْم فَ ََل نُقِي ُم لَ ُه ْم يَ ْو َم ْال ِقيَا َم ِة َو ْزنًا ِ أُو ٰلَئِكَ الهذِينَ َكف َُروا بِآيَا
َ ِت َربِ ِه ْم َو ِلقَائِ ِه فَ َحب
ْ ط
Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan (kufur
terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami
tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari Kiamat. [al Kahfi / 18
: 105].
Syaikh Kholil Haras menyatakan: “Yang benar adalah, semua amalan kebaikan yang
dilakukan orang kafir hanya dibalas di dunia saja. Hingga bila datang hari Kiamat, ia
akan mendapati lembaran kebaikannya kosong”.[19] Demikian ini, karena Allah
berfirman:
Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu
(bagaikan) debu yang berterbangan. [al Furqaan / 25 : 23].
علَ ٰى ش َْيءٍ ۚ ٰذَلِكَ ه َُو الض َهَل ُل َ اصفٍ ۖ ََل يَ ْقد ُِرونَ مِ هما َك
َ سبُوا ِ عَ الري ُح فِي يَ ْو ٍم ْ َمث َ ُل الهذِينَ َكف َُروا بِ َربِ ِه ْم ۖ أ َ ْع َمالُ ُه ْم ك ََر َما ٍد ا ْشتَد
ِ هت بِ ِه
ْ
البَعِي ُد
Orang-orang yang kafir kepada Rabb-nya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu
yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak
dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia).
Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh. [Ibrahim / 14 : 18].
Ada pendapat lain yang menyatakan amalan kebaikan mereka di dunia dapat
meringankan adzab mereka. Menurut pendapat ini, amalan kebaikan yang tidak
disyaratkan Islam padanya, pada hari Kiamat akan mendapat balasan untuk menutupi
kezhalimannya terhadap orang lain. Apabila antara kezhalimannya seimbang dengan
amalan tersebut, maka ia hanya diadzab disebabkan oleh kekufurannya saja. Namun,
bila orang kafir ini tidak memiliki amal kebaikan di dunia, maka ditambahkan adzabnya
yang disebabkan kekufurannya.[20]
CARA HISAB
Hisab ini dilakukan dalam satu waktu,[21] dan Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri yang
akan melakukannya, sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam sabda beliau :
ظ ُر أ َ ْشأ َ َم مِ ْنهُ فَ ََل يَ َرى ِإ هَل َ ظ ُر أ َ ْي َمنَ مِ ْنهُ فَ ََل يَ َرى ِإ هَل َما قَد َهم مِ ْن
ُ ع َم ِل ِه َويَ ْن ُ ان فَيَ ْن َ َما مِ ْن ُك ْم أ َ َح ٌد ِإ هَل
َ سيُك َِل ُمهُ َربُّهُ لَي
ٌ ْس بَ ْينَهُ َو َب ْينَهُ ت ُ ْر ُج َم
ٍِق ت َْم َرة َ
ِ ار َول ْو بِش ه ُ ه َ
َ ار تِلقا َء َوجْ ِه ِه فاتقوا الن َ ْ ه ه َ َ ُ ْ
َ َما قد َهم َويَنظ ُر بَيْنَ يَ َد ْي ِه فَل يَ َرى إَِل الن َ
Tidak ada seorangpun dari kalian kecuali akan diajak bicara Rabb-nya tanpa ada
penterjemah antara dia dengan Rabb-nya. Lalu ia melihat ke sebelah kanan, hanya
melihat amalan yang pernah dilakukannya; dan ia melihat kekiri, hanya melihat amalan
yang pernah dilakukannya. Lalu melihat ke depan, kemudian hanya melihat neraka ada
di hadapannya.
Kemudian diberikan kitab yang telah ditulis malaikat agar dibaca dan diketahui oleh
setiap orang. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan :
Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan
terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami.
Kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar,
melainkan ia mencatat semuanya?” Dan mereka mendapati apa yang telah mereka
kerjakan ada (tertulis). Dan Rabb-mu tidak menganiaya seorang juapun. [al Kahfi / 18 :
49].
Allah Subhanahu wa Ta’ala memang menulis semua amalan hambaNya, yang baik
maupun yang buruk, sebagaimana firmanNya:
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun,
niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. [al Zalzalah / 99:7-8].
Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakanNya kepada
mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat) amal
perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan
segala sesuatu. [al Mujaadilah / 58 : 6].
Sehingga seluruh pelaku perbuatan melihat amalannya dan tidak dapat mengingkarinya,
karena bumi menceritakan semua amalan mereka. Begitu pula seluruh anggota tubuh
pun berbicara tentang perbuatan yang telah ia lakukan. Dijelaskan dalam firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala :
Apabila bumi digoncangkan dengan goncangannya (yang dahsyat), dan bumi telah
mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia bertanya:
“Mengapa bumi (jadi begini),” pada hari itu bumi menceritakan beritanya, [al Zalzalah /
99 : 1-4].
Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan
memberi kesaksian kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan. [Yaasin /
36:65]
Demikian dijelaskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Ibnu ‘Umar,
beliau berkata :
بَ ف ذَ ْنُ ب َكذَا أَت َ ْع ِر َ ف ذَ ْنُ علَ ْي ِه َكنَفَهُ َويَ ْست ُ ُرهُ فَيَقُو ُل أَت َ ْع ِر
َ ض ُع َ ََّللا يُ ْدنِي ْال ُمؤْ مِ نَ فَي
َ سله َم يَقُو ُل ِإ هن ه َ علَ ْي ِه َو صلهى ه
َ َُّللا ِ سو َل ه
َ َّللا ُ سمِ ْعتُ َر
َ
طى َ علَيْكَ فِي ال ُّد ْنيَا َوأَنَا أ َ ْغف ُِرهَا لَكَ ْاليَ ْو َم فَيُ ْع ا هُ ت َر
َ َ ْ َ َ ََ كتس لاَ ق َ ل ه ُ هه نَ أ ه س
ِ ِ ْ
ف َ ن ِي ف ى َ أ ر و ه بوُ نُ
َ َ ِ ِ ِ ُ َ َكذَا فَيَقُو ُل َ ْ ْ َ ِ َ ِ ه
ذب هر ر َ ق ا َ ذإ ى ه تح ب ر ي َ أ معَ ن
علَى ه
َالظالِمِ ين ِ علَى َربِ ِه ْم أ َ ََل لَ ْعنَةُ ه
َ َّللا َ سنَاتِ ِه َوأ َ هما ْالكَاف ُِر َو ْال ُمنَافِقُونَ فَيَقُو ُل ْاْل َ ْش َها ُد َهؤ ََُلءِ الهذِينَ َكذَبُوا َ َاب َح
َ ِكت
Adapun orang-orang kafir, mereka akan dipanggil di hadapan semua makhluk. Kepada
mereka disampaikan semua nikmat Allah, kemudian akan dipersaksikan amalan
kejelekan mereka disana. Dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
س َوت َْربَ ُع فَيَقُو ُل بَلَى قَا َل فَيَقُو ُل ُ َ اْلبِ َل َوأ َ َذ ْركَ ت َْرأ ِ ْ س ِخ ْر لَكَ ْال َخ ْي َل َو َ ُ س ِو ْدكَ َوأُزَ ِوجْ كَ َوأ َ ُ ي ف ُ ْل أَلَ ْم أ ُ ْك ِرمْكَ َوأْ َ فَيَ ْلقَى ْالعَ ْب َد فَيَقُو ُل أ
َس ِخ ْر لَك َ ُ س ِو ْدكَ َوأُزَ ِوجْ كَ َوأ َ ُ ي فُ ْل أَلَ ْم أ ُ ْك ِرمْكَ َوأ ْ َ ِي فَيَقُو ُل أ َ ساكَ َك َما نَسِيتَنِي ث ُ هم يَ ْلقَى الثهان َ ي فَيَقُو ُل ََل فَيَقُو ُل فَإِنِي أ َ ْن ظنَ ْنتَ أَنهكَ ُم ََلقِ ه َ َأَف
َ ْ ُ َ
ساكَ ك َما نَسِيتنِي ث هم يَلقى َ ْ َ َ ُ
َ ي فيَقو ُل َل فيَقو ُل فإِنِي أن َ َ ُ َ َ ه َ ْ َ
ب فيَقو ُل أفظنَنتَ أنكَ ُمَلقِ ه َ َ ُ َ ِ ي َر َ َ ُ َ
ْ س َوت َْربَ ُع فيَقو ُل بَلى أ َ َ َ
ُ اْلبِ َل َوأذ ْركَ ت َْرأ ِ ْال َخ ْي َل َو
ْ
ع فَيَقُو ُل َ طا ْ
َ َ ص هدقتُ َويُثنِي ِب َخي ٍْر َما ا ْست ْ َ َ ص ْمتُ َوت ُ صليْتُ َو ه َ سلِكَ َو ُ ب آ َم ْنتُ بِكَ َوبِ ِكت َابِكَ َوبِ ُر ْ
ِ الثها ِلثَ فَيَقُو ُل لَهُ مِ ث َل ذَلِكَ فَيَقُو ُل يَا َر
علَى فِي ِه َويُقَا ُل ِلفَخِ ِذ ِه َولَحْ مِ ِه َ ي فَي ُْخت َ ُم َ علَيْكَ َويَتَفَ هك ُر فِي نَ ْف ِس ِه َم ْن ذَا الهذِي يَ ْش َه ُد
عل َ ه َ ث شَا ِه َدنَا ُ َهَا ُهنَا ِإذًا قَا َل ث ُ هم يُقَا ُل لَه ُ ْاْلنَ نَ ْبع
علَ ْي ِه َّللا
َ ُه ُ
ط خ
َ س
ْ َ ي ِي ذه ال ل َ ذ و ُ
ق
َِ ِ َ ِكَ ُ ِ َ ِك ف ا َ نم ْ
ال ل َ ذو ه س ْ
ف َ ن نْ ِر ذ ع ي ل ل ذو ه ل م ع ب ه م ا َ
ظ عو ه م َ ل و ه ُ
ِظامِ ِه ا ْنطِ قِي فَت َ ْنطِ ُق فَخِ ُ َ حْ ُ َ ِ ُ ِ َ َ ِ ِ َ ِكَ ِ ُ ْ َ م
َ ُ ُ ذ َ َو ِع
Lalu Allah menemui hambaNya dan berkata : “Wahai Fulan! Bukankah Aku telah
memuliakanmu, menjadikan engkau sebagai pemimpin, menikahkanmu dan
menundukkan untukmu kuda dan onta, serta memudahkanmu memimpin dan memiliki
harta banyak?” Maka ia menjawab: “Benar”. Allah berkata lagi: “Apakah engkau telah
meyakini akan menjumpaiKu?” Maka ia menjawab: “Tidak,” maka Allah berfirman : “Aku
biarkan engkau sebagaimana engkau telah melupakanKu”. Kemudian (Allah) menemui
orang yang ketiga dan menyampaikan seperti yang disampaikan di atas. Lalu ia (orang
itu) menjawab: “Wahai Rabbku! Aku telah beriman kepadaMu, kepada kitab suciMu dan
rasul-rasul Mu. Juga aku telah shalat, bershadaqah,” dan ia memuji dengan kebaikan
semampunya. Allah menjawab: “Kalau begitu, sekarang (pembuktiannya),” kemudian
dikatakan kepadanya: “Sekarang Kami akan membawa para saksi atasmu,” dan orang
tersebut berfikir siapa yang akan bersaksi atasku. Lalu mulutnya dikunci dan dikatakan
kepada paha, daging dan tulangnya: “Bicaralah!” Lalu paha, daging dan tulangnya
bercerita tentang amalannya, dan itu untuk menghilangkan udzur dari dirinya. Itulah
nasib munafik dan orang yang Allah murkai. [HR Muslim].
Oleh karena itu, bersiaplah menghadapinya dengan mempersiapkan bekal ilmu yang
bermanfaat dan amal shalih yang cukup, memperbanyak mengingat hari perhitungan ini
dan melihat kepada amalan yang telah kita perbuat. Mudah-mudahan Allah memberikan
taufiq kepada kita untuk memperbanyak bekal, yang nantinya dengan bekal tersebut kita
menghadap sang pencipta dan mendapat keridhaanNya.
Ada manusia yang mengambil catatan amalnya dari sebelah kanannya dan ada yang dari sebelah
kirinya. Dalam ayat disebutkan,
ُكلُوا َوا ْش َربُوا َهنِيئًا بِ َما أ َ ْسلَ ْفت ُ ْم فِي ْاْلَي َِّام ْالخَا ِليَ ِة
ِ َت ْالق
َاضيَة ِ َيَا لَ ْيت َ َها َكان
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia ketika itu mengingat neraka, lantas ia menangis.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya saat itu, “Apa yang membuatmu menangis?”
‘Aisyah menjawab, “Aku mengingat neraka lantas aku menangis. Apakah kalian akan
mengingat keluarga kalian pada hari kiamat?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
َف ِميْزَ انُهُ أ َ ْو يَثْقُ ُل َو ِع ْند ُّ ان َحتَّى يَ ْعلَ َم أَيَ ِخ ِ َاطنَ فََلَ يَ ْذ ُك ُر أ َ َحد أ َ َحدًا ِع ْند
ِ َالميْز ِ أ َ َّما فِي ثََلَث َ ِة َم َو
ب ِحيْنَ يُقَا ُل ( هَآؤُ ُم ا ْق َرؤُ ْوا ِكتَابِيَ ْه ) َحتَّى يَ ْعلَ َم أَيْنَ يَقَ ُع ِكتَابُهُ أَفِي يَ ِم ْي ِن ِه أ َ ْم فِي ِش َما ِل ِه أ َ ْم ِم ْن ِ ال ِكتَا
ظ ْه َري َج َهنَّ َم َ َض َع بَيْن ِ اط ِإذَا ُو ِّ ِ َظ ْه ِر ِه َو ِع ْند
ِ الص َر َ اءِ َو َر
“Ada tiga keadaan seseorang tidak akan mengingat siapa pun (pada hari kiamat): (1) ketika di sisi
mizan (timbangan), sampai seseorang mengetahui timbangannya ringan ataukah berat;
(2) ketika berada pada sisi kitab (catatan amal) ketika dikatakan ‘Ambillah, bacalah
kitabku (ini)’ sampai ia mengetahui apakah catatannya diambil dari sisi kanan, ataukah
sisi kiri, atau dari belakang punggungnya; (3) ketika berada di shirath (jembatan) yang
dibentangkan di atas Jahannam.”(HR. Abu Daud, no. 4755; Tirmidzi, no. 2235. Hadits ini
disahihkan oleh Syaikh Al-Albani).
Semua amal manusia telah dicatat, tidak ada yang samar sedikit pun, manusia sendiri yang
melupakan catatannya. Dalam ayat disebutkan,
ب ََل يُغَاد ُِر ِ اب فَت َ َرى ْال ُمجْ ِر ِمينَ ُم ْش ِفقِينَ ِم َّما فِي ِه َويَقُولُونَ يَا َو ْيلَتَنَا َما ِل َهذَا ْال ِكتَا ُ َ ض َع ْال ِكت
ِ َو ُو
ْ
اض ًرا َو ََل َيظ ِل ُم َربُّكَ أ َ َحدًا ِ ع ِملُوا َح
َ صاهَا َو َو َجدُوا َما َ ْيرة ً ِإ ََّل أَح
َ يرة ً َو ََل َك ِب
َ ص ِغ َ
“Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa
yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak
meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan
mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya
seorang juapun.” (QS. Al-Kahfi: 49).
Dalam Tafsir Al-Jalalain (hlm. 310) disebutkan, “Diletakkan kitab setiap orang beriman di sisi
kanannya dan orang kafir di sisi kirinya. Orang-orang kafir akhirnya melihat dan merasa ketakutan
terhadap apa yang tertulis dalam kitab catatan amal tersebut. Ketika mereka melihat dosa-dosa
mereka, mereka berkata, “Celakalah kami.” Kitab apakah ini yang tidak meninggalkan catatan
dosa yang kecil maupun yang besar, semuanya benar-benar tercatat? Mereka pun dapati bahwa
semuanya tercatat dalam kitab tersebut. Allah tidak memberi hukuman kepada mereka yang
penuh dosa secara zalim. Untuk orang-orang beriman pun tak mungkin dikurangi pahala mereka.”
Imam Asy-Syaukani berkata dalam kitab tafsirnya Fath Al-Qadir (3:404), “Tidak
ditinggalkan maksiat kecil maupun besar melainkan tercatat dalam kitab catatan amal tersebut.”
Pada hari kiamat nanti, Allah Ta’ala akan meletakkan al-mizan (neraca atau timbangan)
untuk menimbang amal manusia. Keimanan terhadap al-mizan termasuk dalam salah
satu pokok keimanan, berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur’an, As-Sunnah dan juga ijma’
(kesepakatan) ulama kaum muslimin. Dalam serial kali ini, kami akan membahas
secara singkat beberapa poin penting terkait keimanan terhadap al-mizan. Dalam
kesempatan kali ini, kami akan sebutkan dalil-dalil yang mewajibkan kita untuk beriman
terhadap al-mizan.
“Timbangan pada hari itu adalah kebenaran. Barangsiapa yang berat timbangan
kebaikannya, maka mereka itu orang-orang yang beruntung. Dan barangsiapa yang
ringan timbangan kebaikannya, mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya
sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat kami” (QS. Al-A’raf [7]: 8-9).
ِ ش ْيئ ًا َوإِ ْن كَانَ مِ ثْقَا َل َحبَّ ٍة مِ ْن َخ ْر َد ٍل أَت َ ْينَا بِهَا َو َكفَى بِنَا حَا
َس ِبين ٌ س َط ِليَ ْو ِم ا ْل ِقيَا َم ِة فَ ََل ت ُ ْظلَ ُم نَ ْف
َ س ْ ض ُع ا ْل َم َو ِازينَ ا ْل ِق
َ ََون
“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat. Maka tiadalah
dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi
pun, pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah kami sebagai Pembuat
perhitungan” (QS. Al-Anbiyaa’ [21]: 47).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ِ َّ َس ْب َحان
َّللا َو ِبح َْم ِد ِه ُ ،يم ِ َّ َس ْب َحان
ِ َِّللا العَظ َّ ان إِلَى
ُ :الرحْ َم ِن ِ َ َح ِبيبَت،ان
ِ يز ِ َ ثَقِيلَت،ان
َ ِان فِي الم ِ س ِ علَى
َ الل ِ َ ان َخفِيفَت
َ ان ِ َ َك ِل َمت
“Dua kalimat yang ringan (diucapkan) oleh lisan, berat dalam timbangan (pada hari
kiamat), dicintai oleh Ar-Rahman (Allah Yang Maha Pengasih), (yaitu) subhaanallahal
‘adziim dan subhaanallah wa bihamdihi” (HR. Bukhari no. 6406).
Ijma’ )kesepakatan( ulama tentang wajibnya beriman terhadap al-mizan telah dikutip
dan disampaikan oleh banyak ulama. Berikut ini kami sebutkan beberapa saja di antara
mereka rahimahumullah.
Abu Abdirrahman bin Abi Hatim rahimahullah berkata, “Aku bertanya kepada bapakku
dan Abu Zur’ah tentang madzhab ahlus sunnah dalam ushuluddiin (pokok-pokok
agama), apa yang mereka berdua ketahui dari ulama yang berasal dari seluruh negeri
dan apa yang menjadi aqidah mereka berdua?
Mereka berdua menjawab, “Aku menjumpai ulama dari berbagai negeri, baik Hijaz,
Iraq, Syam, dan Yaman. Di antara madzhab mereka: … al-mizan adalah haq (benar
adanya), memiliki dua daun timbangan yang dengannya amal baik dan buruk manusia
ditimbang.” )Syarh Ushuul I’tiqaad Ahlus Sunnah oleh Al-Laalikaa’i, 2/197-198)
“Dan ahlus sunnah beriman terhadap al-mizan pada hari kiamat” (Ushuul As-Sunnah,
hal. 162).
والميزان، والحوض، والشفاعة، وبسؤال القبر، وبالقدر خيره و شره، ورسله، وكتبه،ويؤمنون بمَلئكة هللا
“Dan iman terhadap al-mizan pada hari kiamat, ditimbang dengannya kebaikan dan
keburukan” (Syarhus Sunnah, hal. 64).
Ibnu Abi ‘Ashim rahimahullah berkata, “Berita (riwayat) yang menyebutkan al-mizan itu
banyak dan shahih yang tidak mungkin terluput dari para ahli hadits, karena demikian
banyak, shahih dan masyhur (terkenal). Dan semua riwayat itu termasuk berita yang
mengharuskan untuk diilmui )diyakini(.” )As-Sunnah, 2/525
إنما هو قول البغداديين من المعتزلة دون البصرية، والسمع والبصر، والصراط وعذاب الق بر،تأويل الميزان
Pendapat sebagian pengikut Mu’tazilah ini dibantah sendiri oleh salah satu pembesar
Mu’tazilah yaitu Al-Qadhi Abdul Jabbar Al-Mu’tazili yang mengatakan,
“Tidaklah Allah menghendaki )makna( al-mizan kecuali makna yang bisa dipahami dan
dikenal di antara kita (yaitu timbangan), bukan al-‘adl (keadilan) atau makna lainnya
sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian manusia (yaitu sebagian pengikut
mu’tazilah, pen.( Meskipun al-mizan bisa dimaknai dengan al-‘adl sebagaimana dalam
firman Allah Ta’ala,
“Dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca (keadilan).” (QS. Al-
Hadid [57]: 25)
namun hal ini adalah berdasarkan perluasan makna dan majas, sedangkan firman
Allah Ta’ala selama masih memungkinkan dimaknai sesuai dengan makna sebenarnya
(makna hakiki), maka tidak boleh dibawa kepada makna majas. Penjelasannya,
seandainya yang dimaksud dengan al-mizan adalah keadilan, maka tidak bisa
dipahami adanya sifat “berat” dan “ringan” )sebagaimana dalam ayat dan hadits yang
menyebutkan tentang al-mizan, pen.). Hal ini menunjukkan bahwa yang dimaksud
dengan al-mizan adalah neraca (timbangan) yang kita kenal dan mencakup timbangan
yang ada di tengah-tengah kita saat ini.” )Syarh Al-Ushuul Al-Khamsah, hal. 735)
Gambaran al-mizan termasuk dalam perkara gaib yang tidak bisa dijangkau oleh akal
manusia. Oleh karena itu, pengetahuan kita terhadap gambaran (karakteristik) al-
mizan hanyalah didapatkan dari dalil-dalil wahyu, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Di
antara keterangan yang kita dapatkan tentang gambaran al-mizan adalah firman
Allah Ta’ala yang telah kami sebutkan di seri sebelumnya,
“Timbangan pada hari itu adalah kebenaran. Barangsiapa yang berat timbangan
kebaikannya, maka mereka itu orang-orang yang beruntung. Dan barangsiapa yang
ringan timbangan kebaikannya, mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya
sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat kami.” (QS. Al-A’raf [7]: 8-9)
“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah
dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi
pun, pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah kami sebagai Pembuat
perhitungan.” (QS. Al-Anbiyaa’ [21]: 47)
Adapun keterangan yang kita dapatkan dari hadits Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam adalah sabda beliau yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
ِض َويَ ْرفَ ُع َ ِ َو ِبيَ ِد ِه األ ُ ْخ َرى الم، ِعلَى ال َماء
ُ يَ ْخف، ُيزان َ ُ شه
ُ ع َْر
“’Arsy-Nya di atas air, dan di tangan-Nya yang lain (memegang) timbangan, yang Dia
rendahkan dan Dia tinggikan.” (HR. Bukhari no. 7411)
“Lalu diletakkanlah buku catatan besar pada satu sisi, sedangkan kartu amal (laa ilaaha
illallaah) diletakkan di sisi lainnya, maka buku catatan besar itu menjadi ringan
(timbangannya) sedangkan kartu amal itu berat, maka tidak ada sesuatu pun yang lebih
berat dibandingkan nama Allah.” (HR. Tirmidzi no. 2563, dinilai shahih oleh Al-
Albani)
1. Di tangan Allah Ar-Rahman, yang terkadang Dia tinggikan dan Dia rendahkan.
2. Mampu menimbang meskipun sesuatu yang ditimbang tersebut sangat ringan.
3. Sangat teliti (akurat) dalam menimbang, tidak menambah dan juga tidak
mengurangi.
4. Salah satu daun timbangan itu ringan, sedangkan daun timbangan lainnya berat.
Apakah yang Ditimbang oleh Al-Mizan? Dalam masalah ini, para ulama berbeda
pandangan menjadi beberapa pendapat.
Hal ini berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-
‘Ash radhiyallahu ‘anhu,
س ِعينَ سِ ِجَلًّ ُك ُّل سِ ِج ٍل مِ ثْ ُل َم ِد ا ْلبَص َِر ْ سعَةً َو ِت ْ علَ ْي ِه ِت َ ِق يَ ْو َم ا ْل ِقيَا َم ِة فَيَ ْنش ُُر ِ وس ا ْل َخَلَئ ِ علَى ُر ُء َ ِص َر ُجَلً مِ ْن أ ُ َّمتِى ُ سيُ َخل َ َّ َّإِن
َ َّللا
َ فيَقُو ُل بَلَى إِنَّ لَك.ب َ ِ عذ ٌر فيَقُو ُل ال َ يَا َرَ ْ َ َ
ُ َ فيَقُو ُل أفلَك.ب َ َ
ِ ظونَ فيَقُو ُل ال َ يَا َر ُ ظلَ َمكَ َكتَبَتِى ا ْلحَا ِف َ َ ث ُ َّم يَقُو ُل أَت ُ ْنك ُِر مِ ْن َهذا
َ ش ْيئ ًا أ َ
سولُهُ فَيَقُو ُل ُ ع ْب ُدهُ َو َر َ ش َه ُد أَنَّ ُم َح َّمدًا ْ َ َّللاُ َوأ
َّ َّ ش َه ُد أ َ ْن الَ ِإلَهَ ِإال ْ َ طاقَةٌ فِيهَا أ ُ علَ ْيكَ ا ْليَ ْو َم فَت َ ْخ ُر
َ ج ِب ُ َ سنَةً فَ ِإنَّهُ ال
َ ظ ْل َم َ ِع ْن َدنَا َح
ُ َ َ ْ َّ
الس ِجَلتُ فِى كِ ف ٍة َوال ِبطاقة فِى َّ َ َ َ َ
ِ قا َل فت ُوض ُع.ت فقا َل إِن ال تظل ُمْ ُ َ َك َّ َ َ َّ
ِ الس ِجَل َ ُ َ َ ْ
ِ ب َما ه ِذ ِه البِطاقة َم َع ه ِذ ِه َ ُ َ َك َ
ِ احْ ض ُْر َو ْزن فيَقو ُل يَا َر
َّللا ش َْى ٌء ْ َ ُ َ
ِ َّ ت ال ِبطاقة فَلَ يَثقُ ُل َم َع اس ِْمَ ْ ِ َالس ِجَلَّتُ َوثَقُل
ِ ت ِ ش َ َِكفَّ ٍة ف
َ طا
“Sungguh Allah akan membebaskan seseorang dari umatku di hadapan seluruh
manusia pada hari kiamat. Ketika itu dibentangkan 99 gulungan (dosa) miliknya. Setiap
gulungan dosa panjangnya sejauh mata memandang. Kemudian Allah berfirman,
‘Apakah ada yang engkau ingkari dari semua catatan ini, apakah para (malaikat)
pencatat amal telah menganiayamu?’ Dia menjawab, ‘Tidak wahai Rabbku’. Allah
bertanya, ‘Apakah engkau memiliki uzur (alasan)?’ Dia menjawab, ‘Tidak wahai
Rabbku’. Allah berfirman, ‘Bahkan sesungguhnya engkau memiliki satu kebaikan di
sisi-Ku dan sungguh pada hari ini engkau tidak dianiaya sedikit pun’.
Hal ini berdasarkan hadits-hadits yang telah kami sebutkan sebelumnya, yaitu:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ِ َّ َس ْب َحان
َّللا َو ِبح َْم ِد ِه ُ ،يم ِ َّ َس ْب َحان
ِ َِّللا العَظ َّ ان إِلَى
ُ :الرحْ َم ِن ِ َ َح ِبيبَت،ان
ِ يز ِ َ ثَقِيلَت،ان
َ ِان فِي الم ِ س ِ علَى
َ الل ِ َ ان َخفِيفَت
َ ان ِ َ َك ِل َمت
“Dua kalimat yang ringan (diucapkan) oleh lisan, berat dalam timbangan (pada hari
kiamat), dicintai oleh Ar-Rahman (Allah Yang Maha Pengasih), (yaitu) subhaanallaahal
‘adziim dan subhaanallaah wa bihamdihi” (HR. Bukhari no. 6406).
Mereka berdasar pada sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Sungguh pada hari kiamat akan datang seseorang berbadan gemuk, namun di sisi
Allah timbangannya tidak dapat melebihi berat sayap seekor nyamuk. Beliau bersabda,
‘Bacalah ayat (yang artinya), ‘Dan kami tidak memberikan penimbangan terhadap
(amal) mereka pada hari kiamat‘” )QS. Al-Kahfi [18]: 105(” (HR. Bukhari no. 4729).
Diriwayatkan dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
هللا
ِ ع ْب ِدَ اقِ س ْ َ ظ َر أ
َ صحَابُهُ إِلَى َ ِشج ََر ٍة َم َر ُه أ َ ْن يَأ ْ ِتيَهُ مِ ْنهَا ب
َ َ فَن، ٍش ْيء َ علَى َ ص ِع َد َ َسعُو ٍد ف َ ع َل ْي ِه َو
ْ سلَّ َم ا ْبنَ َم َ ُصلَّى هللا
َ يُّ أ َ َم َر النَّ ِب
ض َحكُونَ ؟ لَ ِرجْ ُل َ علَ ْي ِه َو
ْ َ ” َما ت:سلَّ َم َ ُصلَّى هللا َ هللا
ِ سو ُل ُ فَقَا َل َر،ِساقَ ْيه َ ضحِ كُوا مِ ْن ُح ُمو
َ ش ِة َ َ ف،َشج ََرة َّ سعُو ٍد حِ ينَ صَعِ َد ال ْ ب ِْن َم
ُ ْ ْ
ان يَ ْو َم ال ِقيَا َم ِة مِ ن أ ُح ٍد َ ْ َ ْ َ
ِ هللا أثق ُل فِي المِ يز ِ ع ْب ِد
َ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan Ibnu Mas’ud )untuk suatu urusan,
pen.). Dia pun naik pohon untuk melaksanakan perintah tersebut. Para sahabat pun
melihat ke arah betis Abdullah bin Mas’ud yang sedang naik pohon tersebut. Mereka
tertawa melihat betis Ibnu Mas’ud yang kecil. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam berkata )menegur(, ‘Apa yang kalian tertawakan? Sungguh kaki Abdullah
lebih berat dalam timbangan pada hari kiamat daripada gunung Uhud.” (HR. Ahmad
no. 876, sanadnya dinilai hasan oleh Syaikh Syu’aib Al-Arnauth)
يوزن أعمال العباد كما جاءت به اآلثر،يوزن العبد واليزن جناح بعوضة
“Seorang hamba ditimbang )pada hari kiamat(, namun )beratnya( tidak melebihi sayap
seekor nyamuk. Amal perbuatan hamba (juga) ditimbang sebagaimana yang terdapat
dalam hadits.” )Syarh Ushuul I’tiqad Ahlus Sunnah, 1/186)
Dalam ayat atau hadits, lafaz al-mizan terkadang disebutkan dalam bentuk mufrad
(singular atau tunggal, yaitu miizaan) atau dalam bentuk jamak (plural, yaitu mawazin),
sehingga para ulama pun berbeda pendapat, apakah al-mizan itu hanya satu atau lebih
dari satu?
Pendapat pertama, al-mizan itu banyak atau lebih dari satu. Mereka mengatakan
bahwa di dalam Al-Qur’an, al-mizan disebutkan dalam bentuk jamak. Sebagaimana
firman Allah Ta’ala,
ِ ش ْيئ ًا َو ِإ ْن كَانَ مِ ثْقَا َل َحبَّ ٍة مِ ْن َخ ْر َد ٍل أَت َ ْينَا ِبهَا َو َكفَى ِبنَا حَا
َس ِبين ٌ س َط ِليَ ْو ِم ا ْل ِقيَا َم ِة فَ ََل ت ُ ْظلَ ُم نَ ْف
َ س ْ ض ُع ا ْل َم َو ِازينَ ا ْل ِق
َ ََون
“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat. Maka tiadalah
dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi
pun, pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah kami sebagai Pembuat
perhitungan.” (QS. Al-Anbiyaa’ [21]: 47)
Pendapat ke dua, al-mizan hanya satu dan diletakkan untuk seluruh umat manusia.
Mereka berdalil dengan riwayat dari Salman radhiyallahu ‘anhu,
فتقول،يوضع الميزان يوم القيامة فلو وزن فيه السموات واألرض لوسعت
سبحانك ما عبدناك حق عبادتك: فتقول المَلئكة، لمن شئت من خلقي: يا رب لمن يزن هذا؟ فيقول هللا تعالى:المَلئكة
“Diletakkanlah mizan pada hari kiamat. Seandainya ditimbang di dalamnya langit dan
bumi, niscaya akan tetap lapang. Malaikat berkata, ‘Wahai Rabb-ku, untuk siapa
timbangan ini?’ Allah Ta’ala berkata, ‘Untuk yang Aku kehendaki dari hamba-Ku.’
Malaikat berkata, ‘Maha Suci Engkau, kami tidaklah bisa beribadah kepada-Mu dengan
sebenar-benarnya.’” (Diriwayatkan oleh Al-Ajuri dalam Asy-Syariah 3/1329, dinilai sahih
oleh Ibnu Rajab dalam Jami’ul Uluum wal Hikam, 2/18)
“Sanadnya sahih. Status riwayat ini adalah marfu’ (yaitu berasal dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, pen.), karena tidaklah dikatakan berdasarkan akal logika (pendapat
Salman, pen.( semata.” )Silsilah Ash-Shahihah, 2/619)
Wallahu Ta’ala a’lam, pendapat ke dua inilah yang tampaknya lebih kuat mengingat
riwayat dari Salman radhiyallahu ‘anhu di atas yang statusnya marfu’, yaitu berasal dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Adapun penyebutan jamak dalam Al-Qur’an )yaitu “al-mawaaziin”), hal ini karena
berbilangnya sesuatu yang ditimbang, bukan timbangannya.
وإنما جمع باعتبار تعدد األعمال الموزونة،األكثر على أنه إنما هو ميزان واحد
“Mayoritas )ulama( berpendapat bahwa al-mizan itu hanya satu. Adapun disebutkan
dalam bentuk jamak, hal ini dari sisi banyaknya amal yang ditimbang di dalamnya.”
(Tafsir Ibnu Katsir, 5/345)
“Dan dikatakan, ‘al-mawaazin’ adalah bentuk jamak dari mauzun (sesuatu yang
ditimbang), bukan bentuk jamak dari mizan (timbangan), sehingga yang dimaksud
dengan al-mawazin adalah amal-amal yang ditimbang.” )Tafsir Al-Qurthubi, 7/166)
Apakah Amal Orang Kafir Juga Ditimbang?
Dalam masalah ini, para ulama juga berbeda pendapat. Sebagian di antara mereka
mengatakan bahwa amal orang kafir juga akan ditimbang pada hari kiamat. Hal ini
berdasarkan dalil-dalil Al-Qur’an yang telah kami sebutkan di seri sebelumnya, di
antaranya dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 8-9 dan surat Al-Anbiya’ ayat 47.
Mereka mengatakan bahwa ayat-ayat tersebut bersifat umum, artinya berlaku untuk
semua jenis manusia, baik muslim atau kafir.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa amal orang kafir tidaklah ditimbang, berdalil
dengan firman Allah Ta’ala:
“Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur
terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami
tidak mengadakan penimbangan bagi (amalan) mereka pada hari kiamat” (QS. Al-
Kahfi [18]: 105).
Pendapat yang lebih kuat adalah pendapat pertama, yaitu amal orang kafir juga akan
ditimbang pada hari kiamat. Hal ini berdasarkan dalil-dalil yang bersifat umum, orang
kafir termasuk dalam dalil umum tersebut serta tidak ada dalil yang mengkhususkannya
(bahwa orang kafir tidak ditimbang).
Adapun surat Al-Kahfi ayat 105 tidaklah menunjukkan bahwa amal orang kafir tidak
ditimbang. Ayat tersebut hanyalah menunjukkan bahwa timbangan orang kafir tidak
akan menjadi berat disebabkan oleh amal kebaikan mereka. Orang kafir tidak memiliki
amal kebaikan sedikit pun, sehingga amal yang ditimbang untuk orang kafir bukanlah
amal kebaikan dan keburukan. Ketika amal keburukan mereka diletakkan di satu daun
timbangan, maka daun timbangan kejelekan itu pun menjadi berat. Wallahu Ta’ala
a’lam.
Pembahasan terahir yang ingin kami sampaikan adalah berkaitan dengan hikmah dari
keimanan terhadap al-mizan.
Pertama, sebagai ujian dari Allah Ta’ala kepada para hamba-Nya apakah mereka
beriman terhadap al-mizan ketika di dunia.
Kedua, Allah Ta’ala menjadikan al-mizan sebagai tanda (alamat) apakah seorang
hamba akan selamat (masuk surga) atau akan mendapatkan siksaan (masuk neraka).
Ketiga, untuk menunjukkan kepada para hamba-Nya adanya balasan di sisi
Allah Ta’ala baik balasan amal kebaikan maupun kejelekan.
Keempat, untuk menegakkan hujjah (bukti) kepada para hamba-Nya atas apa yang
telah mereka perbuat di dunia.
Jelaslah bahwa Allah Ta’ala tidak membutuhkan al-mizan, karena Allah Ta’ala tidaklah
membutuhkan satu pun dari makhluk-Nya.
Penutup
Demikianlah beberapa pembahasan pokok yang terkait dengan keimanan terhadap al-
mizan yang bisa kami sampaikan. Kita memohon kepada Allah Ta’ala agar dimudahkan
dan diberi hidayah untuk beramal shalih sehingga memperberat timbangan amal
kebaikan kita pada hari kiamat kelak. Aamiin.