Anda di halaman 1dari 14

Limbah hasil pertanian mengandung lignoselulosa dan sejumlah nutrisi yang dapat

dikonversi menjadi produk bernilai guna sebagai bahan pembuatan kompos atau pakan

ternak. Proses biokonversi jerami padi tanpa fermentasi oleh larva BSF menunjukkan hasil

yang rendah, dilihat dari berat akhir larva, waktu pertumbuhan larva, efisiensi konversi,

serta indeks reduksi limbah (Manurung et al., 2016). Biokonversi yang rendah karena jerami

padi memiliki kandungan lignoselulosa yang tinggi serta protein yang rendah, sementara

larva BSF tidak memiliki enzim pendegradasi lignin (Kim et al., 2011). Lignoselulosa

merupakan komponen utama tanaman yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin dan

beberapa bahan ekstraktif pada jerami.

Phanerochaete chrysosporium adalah salah satu jamur pelapuk putih yang memiliki

kemampuan lignolitik, terutama untuk mendegradasi lignin, dengan cara mengeluarkan

enzim heme peroksidase yang meliputi Lignin peroksidase (LiP), dan Mangan peroksidase

(MnP) (Johjima et al, 1999). Enzim LiP dan MnP merupakan enzim yang berperan dalam

proses perombakan lignin. Lignin merupakan zat yang tersusun dari 90% unit fenolik, dan

dapat didegradasi oleh enzim LiP yang dihasilkan oleh P. chrysosporium (Sanchez, 2009).

P. chrysosporium diketahui dapat mendegradasi hemiselulosa dengan enzim hemiselulase.

Xilan merupakan karbohidrat utama penyusun hemiselulosa, dan xilanase merupakan

hemiselulase utama yang menghidrolisis ikatan β-1,4 rantai xilan. Jamur P. chrysosporium

menghasilkan endoxilanase yang berperan dalam pemecahan xilan menjadi olgosakarida

(Perez et al., 2002). P. chrysosporium juga diketahui menghasilkan enzim cellobio

dehydrogenase (CDH) yang menghidrolisis selulosa menjadi selobiosa, selanjutnya

selobiosa dirubah oleh enzim βglucosidase menghasilkan glukosa (Suzuki, 2009).

Jerami padi yang telah difermentasi menggunakan jamur P. chrysosporium, kemudian

dijadikan sebagai substrat bagi larva BSF. Kemampuan proses biokonversi berlangsung

selama periode fase larva sebelum memasuki tahap prepupa.


Lignin adalah salah satu zat komponen penyusun tumbuhan, komposisi bahan penyusun ini

berbeda-beda tergantung jenisnya. Lignin terakumulasi pada batang tumbuhan berbentuk

pohon dan semak, lignin berfungsi sebagai bahan pengikat komponen penyusun lainnya,

sehingga suatu pohon bisa berdiri tegak. Lignin adalah gabungan beberapa senyawa yang

hubungannya erat satu sama lain, mengandung karbon, hidrogen dan oksigen, namun

proporsi karbonnya lebih tinggi dibanding senyawa karbohidrat (Tillman dkk, 1989).

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo..

1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Pada tumbuhan spesies Ficus diketahui mengandung glikosida flavonoid, asam

fenolat, alkaloid, steroid, saponin, kumarin, tannin, dan triterpenoid (El-Hawari et al.,

2012)
2012).

Salah satu jenis bakteri yang tergolong probiotik dan banyak digunakan di industri

pangan dalam pembuatan susu fermentasi adalah kultur Lactobacillus casei. Bakteri

ini mempunyai morfologi berbentuk batang, berada dalam koloni tunggal maupun

berantai, memiliki panjang 1.5-5.0 µm dan lebar 0.6-0.7 µm, gram positif, katalase

negatif, tidak membentuk spora maupun kapsul, tidak memiliki flagela, anaerobik

fakultatif, hidup dengan baik pada suhu optimum 15-410C, dan pH 3.5 atau lebih.

Lactobacillus casei tahan terhadap kondisi asam dengan sebagian besar produk

akhir metabolisme berupa asam laktat dan sudah terbukti prebiotik (Tamime &

Robinson, 1989).

Lactobacillus casei termasuk ke dalam kategori bakteri asam laktat

homofermentatif yaitu memecah glukosa terutama menjadi asam laktat kira-kira

90%. Kemampuan ini lebih tinggi dibandingkan dengan jenis bakteri asam laktat

heterofermentatif yang hanya dapat memecah glukosa menjadi asam laktat kurang

dari 90% (Winarno & Fardiaz, 1984). Selain itu juga L. casei dapat menghasilkan

sejumlah kecil asam sitrat, asam malat, asam asetat, asam suksinat, asetaldehid,

diasetil, dan asetoin yang berperan dalam pembentukan flavor (Varnam &

Sutherland, 1994). Menurut para peneliti di Jepang, L. casei dapat memproduksi

L(+) asam laktat lebih dari 95%, sedangkan Lactobacillus bulgaricus memproduksi

hampir 100% D(-) asam laktat. Asam laktat dalam bentuk L(+) lebih dapat

digunakan di dalam tubuh dibandingkan dengan bentuk D(-).


Beberapa jenis Lactobacillus casei sudah terbukti dan terindentifikasi termasuk

probiotik (Crittenden et al., 2002). Lactobacillus casei mempunyai manfaat bagi

kesehatan diantaranya : (1) mendukung respon sistem imun, (2) mendukung

kesehatan sel dan meningkatkan bakteri menyehatkan di dalam usus, (3) dapat

memodifikasi potensi aktivitas bakteri berbahaya seperti βglukoronidase dan

nitroreduktase (Goldin & Gorbach, 1984), dan (4) meningkatkan kesehatan

manusia (Takeshi, 2003).

SUHU DAN AIR

Suhu merupakan salah satu faktor yang berperan dalam siklus hidup BSF. Suhu

yang lebih hangat atau di atas 30°C menyebabkan lalat dewasa menjadi lebih aktif

dan produktif. Suhu optimal larva untuk dapat tumbuh dan berkembang adalah

30°C, tetapi pada suhu 36°C menyebabkan pupa tidak dapat mempertahankan

hidupnya sehingga tidak mampu menetas menjadi lalat dewasa. Pemeliharaan larva

dan pupa BSF pada suhu 27°C berkembang empat hari lebih lambat dibandingkan

dengan suhu 30°C (Tomberlin et al. 2009). Suhu juga berpengaruh terhadap masa

inkubasi telur. Suhu yang hangat cenderung memicu telur menetas lebih cepat

dibandingkan dengan suhu yang rendah. Meskipun lalat dewasa tidak memerlukan

pakan sepanjang hidupnya, tetapi pemberian air dan madu dilaporkan mampu

memperpanjang lama hidup dan meningkatkan produksi telur. Rachmawati et al.

(2010) membuktikan bahwa puncak kematian lalat dewasa yang diberi minum

madu terjadi pada hari ke-10 hingga 11, sedangkan pada lalat yang diberi minum
air terjadi kematian tertinggi pada hari kelima hingga kedelapan dan berlanjut pada

hari ke-10 hingga 12. Ditinjau dari waktu bertelurnya, lalat betina yang diberi

minum madu mencapai puncak waktu bertelur pada hari kelima, sedangkan pada

perlakuan pemberian air terjadi pada hari ketujuh.

Rachmawati, Buchori D, Hidayat P, Hem S, Fahmi MR. 2010. Perkembangan dan

kandungan nutrisi larva Hermetia illucens (Linnaeus) (Diptera: Startiomyidae) pada

bungkil kelapa sawit. J Entomol Indones. 7:28-41.

Kecernaan protein dan energi ransum broiler yang

menggunakan tepung maggot (Hermetia illucens)

sebagai pengganti tepung ikan. J Zootek. 36:13-22.

Sheppard DC, Tomberlin JK, Joyce JA, Kiser BC, Sumner

SM. 2002. Rearing methods for the Black Soldier Fly

(Diptera: Stratiomyidae). J Med Entomol. 39:695-

698.

Sundu B, Dingle J. 2003. Use of enzymes to improve the

nutritional value of palm kernel meal and copra meal.

Proc Quensl Poult Sci Symp Aust. 11:1-15.

Tomberlin JK, Adler PH, Myers HM. 2009. Development of

the Black Soldier Fly (Diptera: Stratiomyidae) in


relation to temperature. Enviromental Entomol.

38:930-934.

Tomberlin JK, Sheppard DC, Joyce JA. 2002. Selected lifehistory traits of Black

Soldier Flies (Diptera:

Stratiomyidae) reared on three artificial diets. Ann

Entomol Soc Am. 95:379-386.

Tomberlin JK, Sheppard DC. 2002. Factors influencing

mating and oviposition of Black Soldier Flies

(Diptera: Stratiomyidae) in a colony. J Entolomogy

Sci. 37:345-352.

Biokonversi yang dilakukan oleh agen biokonversi yaitu larva BSF (Black Soldier

Fly) atau yang biasa disebut juga maggot, ternyata mampu mengurangi limbah

organik hingga 56% dan sebagai agen biokonversi, setidaknya ada tiga produk yang

dapat diperoleh dengan memberdayakan larva BSF sebagai agen biokonversi.

Produk pertama adalah larva atau pre-pupa BSF yang dapat dijadikan sebagai

sumber protein alternatif untuk pakan ternak, produk kedua adalah cairan hasil

aktivitas larva yang berfungsi sebagai pupuk cair dan yang ketiga adalah sisa

limbah organik kering yang dapat dijadikan sebagai pupuk (BB Veteriner, 2016).
Balitbangtan (BB Veteriner). Maret 2016. Lalat Tentara Hitam Agen Biokonversi Sampah

Organik Berprotein Tinggi. Diakses dari : http://www.litbang.pertanian.go.id/berita/on

e/2557/ (10 Juni 2016)

Secara umum hasil analisa penelitian menunjukkan bahwa campuran dedak pada media

ampas tahu, ampas kelapa, dan tulang ayam mempengaruhi biomassa maggot yang

dihasilkan (Tabel 4 dan 5). Hal ini terlihat dari jumlah maggot pada setiap media yang

dihinggapi lalat BSF untuk meletakkan telurtelurnya. Sementara itu, pada media dedak

(sebagai kontrol) tidak ditemukan maggot BSF. Itu berarti bahwa dedak tidak mampu

mengundang lalat BSF di sekitar dua lokasi tersebut untuk bertelur. Hal 11

BIOSFER, J.Bio. & Pend.Bio. Vol.2, No.1, Juni 2017 e-ISSN: 2549-0486 EFEKTIFITAS MEDIA

PERTUMBUHAN MAGGOTS Hermetia illucens (Lalat Tentara Hitam) SEBAGAI SOLUSI

PEMANFAATAN SAMPAH ORGANIK Rizkia Suciati1 , Hilman Faruq2 1,2) Jurusan

Pendidikan Biologi, Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA Jl. Tanah Merdeka

Pasar Rebo Kp. Rambutan 13830, Jakarta Timur e-mail: rizkia_suciati@uhamka.ac.id

Fermentasi Media Padat Fermentasi media padat adalah proses–proses yang

menghasilkan komponen kimia komplek sebagai akibat adanya pertumbuhan

maupun metabolisme mikroba (Muchtadi et al., 1992). Menurut jenis medianya

fermentasi dibagi menjadi dua yaitu fermentasi dengan media padat dan fermentasi

dengan media cair. Fermentasi dengan media padat merupakan fermentasi yang
substratnya tidak larut dalam air, tetapi cukup mengandung air untuk keperluan

mikroba (Harjo et al., 1989), sedangkan fermentasi media cair merupakan proses

fermentasi dengan menggunakan media cair yang substratnya terlarut dalam cairan

dan mikrobanya berada dibawah pernukaan cairan (Muchtadi et al., 1992)

Lignin sering digolongkan sebagai karbohidrat karena hubungannya dengan

selulosa dan hemiselulosa dalam menyusun dinding sel, namun lignin

bukan karbohidrat. Hal ini ditunjukkan oleh proporsi karbon yang lebih

tinggi pada lignin (Suparjo, 2008).

Lignin Tidak adanya pengaruh perlakuan terhadap kandungan lignin pada

limbah kopi menunjukkan bahwa penambahan jamur Aspergillus niger dan

Tricoderma viride tidak mampu mendegradasi kandungan lignin. Meskipun

pendapat Murni, dkk (2008) menyatakan bahwa mikroorganisme dapat

mendegradasi senyawa lignin sehingga meningkatkan daya cerna pakan,

mikroorganisme yang ideal dalam biokonversi lignoselulosa menjadi pakan

ternak adalah mikroorganisme yang mempunyai kemampuan besar dalam

mendekomposisi lignin tetapi rendah daya degradasinya terhadap selulosa


dan hemiselulosa, akan tetapi tidak 20 menyebutkan apakah jamur

Aspergillus nigerr dan Tricoderma viride termasuk mikroba yang ideal

dalam mendegradasi lignin.

Kandungan lignin tidak diharapkan karena lignin merupakan senyawa phenolic

yang dapat mengikat selulosa sehingga ternak tidak dapat mencerna

selulosa (Jung dan Deetz 1993). Semakin rendah kandungan Lignin semakin

tinggi tingkat kecernaan zat makanan dan semakin positif peluang untuk

dimanfaatkan sebagai sumber bahan pakan. Namun pada penelitian ini

rataan kandungan lignin lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian

Astuti (2015) dimana rataan kandungan lignin sebesar 13.92%. Rataan nilai

lignin dari kedua penelitian tersebut cukup tinggi dan melebihi dari batas

maksimal lignin yang dapat ditolerasi oleh ternak yaitu sebesar 7%

(Goering dan Vansoest,1970).

Hal ini sesuai dengan pendapat Nelson dan Suparjo (2011), bahwa degradasi

lignin akan membuka akses untuk perombakan selulosa dan hemiselulosa


B I O D I V E R S I T A S ISSN: 1412-033X

Volume 9, Nomor 4 Oktober 2008

Halaman: 269-274

Alamat korespondensi:

Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126

Tel. & Fax.: +62-271-663375

e-mail: widyamudyantini@yahoo.com

Pertumbuhan, Kandungan Selulosa, dan Lignin pada Rami

(Boehmeria nivea L. Gaudich) dengan Pemberian Asam

Giberelat (GA3)

Growth, cellulose, and lignin content of ramie (Boehmeria nivea L. Gaudich)

with

treatment of Gibberelic Acid (GA3)

WIDYA MUDYANTINI

Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta 57126.

Diterima: 7 Juli 2008. Disetujui: 12 September 2008. (tidak perlu diisi)

Selulosa dan lignin merupakan penentu kualitas serat

Wickens (2001) menyatakan bahwa besarnya kadar selulosa, lignin dan pektin

pada serat mempengaruhi kualitas serat.


Pada permukaan daun-daunan dari golongan Ficus, permukaannya tampak

keras dan kaku, hal ini tidak lain dikarenakan terdapatnya zat-zat karbonat

dan kersik pada sel epidermis tumbuhan tersebut. Epidermis pada daun

umumnya terdiri dari selapis sel, tetapi pada tumbuhan lain ada yang

terdiri dari beberapa lapis sel seperti pada tumbuhan Ficus dan Piper

sebagai hasil pembelahan periknal (pembelahan sejajar dengan

permukaan) protoderm. Dinding selnya mengalami penebalan tidak

merata, dinding sel yang menghadap keluar umumnya lebih tebal. Terdiri

dari lignin tetapi umumnya dari kutin. Penebalan kutin ini membentuk

suatu lapisan kutikula yang ketebalannya tergantung pada habitat.

(Kartasapoetra, 1988:142)

C-Organik menggambarkan keadaan bahan organik pada tanah. Pada Tabel 1

dapat dilihat bahwa C-Organik pada Humitropepts Kecamatan Lintong

Nihuta memiliki kadar yang semakin tinggi pada setiap kenaikan ketinggian

tempat. Hal ini berbeda dengan pernyataan Karim dan Hifnalisa (2008)

yang menyatakan bahwa semakin tinggi elevasi, suhu semakin rendah,

sehingga pelapukkan semakin lambat, akibatnya karbon organik, N dan P

semakin rendah serta kedalaman efektif semakin dangkal.

Hasil C Organik yang tidak memenuhi persyaratan ini dapat diakibatkan sampel

terkontaminasi oleh bahan selain cascing, Hal ini dapat diliat dari hasil C-
Organik reaktor C yang naik dari sampel awal yang bernilai 31,86%.

Peningkatan kadar N-Total pada ketinggian tempat yang semakin besar diduga

akibat bahan organik yang merupakan sumber Nitrogen juga mengalami

peningkatan (Tabel 1). Bahan organik merupakan salah satu sumber N bagi

tanah. Hal ini sesuai dengan literatur Mukhlis, et al. (2011) yang

menyatakan bahwa fungsi komponen organik meliputi fungsi nutrisi, yaitu

bahan organik merupakan sumber hara N, P dan S.

Hal tersebut disebabkan karena kadar nitrogen dibutuhkan mikroorganisme

untuk memelihara dan pembentukan sel tubuh. Semakin banyak

kandungan nitrogen, maka akan semakin cepat bahan organik terurai,

karena mikroorganisme yang menguraikan bahan kompos memerlukan

nitrogen untuk perkembangannya (Sriharti, 2008).

Penurunan kandungan N juga dapat diperngaruhi oleh komposisi C/N rasio dari

bahan kompos itu sendiri. Salundik (2006) menyatakan rasio C/N bahan

Organik (bahan baku kompos) merupakan faktor penting dalam laju

pengomposan. Rasio C/N bahan organik yang terlalu tinggi menyebabkan

proses pengomposan berlangsung lambat, keadaan ini disebabkan mikro


organisme yang terlibat dalam proses pengomposan kekurangan Nitrogen

(N) sementara rasio yang terlalu rendah akan menyebabkan kehilangan

Nitrogen dalam bentuk amonia yang selanjutnya akan teroksidasi

(Salundik, 2006).

Dalam waktu dua sampai empat hari, telur akan menetas menjadi larva instar

satu dan berkembang hingga ke instar enam dalam waktu 22-24 hari

dengan rata-rata 18 hari (Barros-Cordeiro et al. 2014). D

elur akan menetas menjadi larva instar satu dan berkembang hingga ke instar

enam

Larva adalah bentuk muda (juvenile) hewan Hermaticia yang dimulai dari tahap

menetas nya telur hingga sebelum masuk ke tahap prepupa telur Her yang

sudah menetas

Diener et al. (2011) juga melaporkan bahwa larva BSF mampu mengurai hingga

68% sampah perkotaan, 50% untuk kotoran ayam, 39% untuk kotoran babi

serta 25% untuk campuran kotoran ayam dan sapi, sedangkan menurut

Zakova & Barkovcova (2013), larva BSF mampu mengurai sampah tanaman

hingga 66,53%

Menurut Affandi (2005) telah dilakukan analisis spesies Ficus di Hongkong memiliki

kandungan nutrisi dengan kisaran yang sama dengan buah-buah kaya gula lainnya

berdasarkan massa kering yaitu 45-71% total larutan karbohidrat, 9-5% serat, 2-11%

protein, dan 1-6% lemak. Menurut Zulfa (2011) dalam penelitiannya di Stasiun
Penelitian Ketambe, TNGL mengenai kandungan nutrient pada makanan orang utan

bahwa buah Ficus mengandung kadar air yang 10 tinggi yaitu sebesar 13, 53%

dibandingkan makanan dari jenis tumbuhan lainnya. Ficus merupakan tumbuhan yang

tersebar di seluruh daerah di Indonesia yang dapat tumbuh di dataran rendah maupun

dataran tinggi (Rajab, 2005).

LIGNIN ITU DARI APA??

KLO BIOMASSA ITU NAIK KARENA KANDUNGAN APA

Biokonversi yang rendah karena jerami padi memiliki kandungan lignoselulosa

yang tinggi serta protein yang rendah, sementara larva BSF tidak memiliki

enzim pendegradasi lignin (Kim et al., 2011).

Anda mungkin juga menyukai