PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perilaku ibu dalam pemberian susu formula pada balita merupakan suatu
tindakan untuk memberikan MP-ASI dengan susu formula agar kebutuhan gizinya
segalanya serba praktis menjadikan susu formula banyak dilirik oleh para ibu,
terutama mereka yang bekerja. Kini dengan peralatan dan teknologi yang canggih,
para produsen susu formula bersaing dalam merebut hati mereka dengan
Di Inggris, berdasarkan data yang didapat pada tahun 2000, sebanyak 30%
ibu-ibu di Inggris sama sekali tidak memberikan ASI kepada bayinya dan sebanyak
58% menukar secara penuh dengan susu formula pada saat bayi berusia 4-10
boleh dijual di farmasi, bahkan di beberapa negara tertentu pembelian susu formula
harus menggunakan resep. Susu formula diberikan sebagai obat rujukan apabila
Masih banyak ibu menyusui yang beranggapan bahwa susu formula lebih
baik ketimbang air susu ibu. Jika dari kandungan gizi yang ada di dalamnya, ASI
jauh lebih baik daripada susu formula dan lebih aman dikonsumsi. Wakil ketua
oleh para ibu menyusui adalah bahwa tidak ada satu pun susu formula yang bebas
dari kuman. Semua susu formula tidak steril dan berisiko terkena bakteri termasuk
sakazakii. (11)
untuk mengurangi resiko infeksi yakni cara penyajian yang baik dan benar. Cara
penyajian susu formula yang baik dan benar diantaranya adalah menyajikan hanya
dalam jumlah sedikit atau secukupnya untuk setiap kali 2 minum untuk mengurangi
meminimalkan “hang time” atau waktu antara kontak susu dengan udara kamar
hingga saat pemberian, waktu yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 4 jam.
susu formula tersebut. Sisa susu yang telah dilarutkan dalam botol, sebaiknya
dibuang setelah 2 jam. Dalam suhu udara biasa di ruangan terbuka, susu formula
yang belum diminum dapat bertahan 3 jam bila disimpan dalam kulkas dapat
bertahan 24 jam. Hal lain yang penting adalah memperhatikan dengan baik dan
benar cara penyajian susu formula bagi bayi, sesuai instruksi dalam kaleng atau
dari survei demografi kesehatan indonesia (SDKI) 2007 menunjukan bahwa hampir
semua bayi/Balita (95%) di indonesia pernah mendapat ASI. Hasil berikutnya dari
hasil SDKI 2007 adalah sebanyak 44% bayi baru lahir mendapat ASI dalam 1 jam
setelah lahir dan 62% bayi mendapat ASI pada hari pertama proporsi anak yang
diberi ASI pada hari pertama paling rendah yaitu 43% untuk bayi yang dilahirkan
dengan pertolongan tenaga kesehatan, dan tertinggi 54% untuk bayi lahir tanpa
ASI sejak dini (prelacteal feed). Hanya 32% bayi di indonesia mendapat ASI
(4).
ekslusif selama 6 bulan. Data SDKI tahun 2007 juga menunujukan pemberian
makanan pendamping ASI (MP-ASI) secara dini cukup besar, yaitu sebanyak 12%
pada bayi kurang dari 2 bulan dan sebanyak 27% pada bayi usia 2-3 bulan. (3)
Ibu harus memperhatikan secara teliti bagaimana cara yang benar untuk
membuat dan menyajikan susu formula sebelum diminum. Takaran susu harus
diperhatikan tidak boleh melebihi seperti yang dianjurkan, jangan terlalu banyak
atau terlalu sedikit. Kelebihan atau kekurangan dalam memberi takaran susu
formula dapat berakibat timbulnya risiko kurang gizi atau kerusakan ginjal. Selain
itu harus diperhatikan juga dalam kebersihan botol susu karena merupakan hal yang
penting. Penyajian yang tidak benar banyak menyebabkan gangguan pada bayi
yang diberi susu formula seperti diare, muntah, dan gangguan penyerapan zat gizi,
dot yang berada di atas botol susu dirancang seperti payudara ibu sehingga anak
botol susu sebelum digunakan adalah hal yang amat mutlak untuk para ibu
(Khasanah, 2011).
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015, terjadi 18 kali KLB
1.213 orang dan kematian 30 orang (CFR 2,47%). Angka kesakitan nasional hasil
Survei Morbiditas Diare tahun 2015 yaitu sebesar 214/1.000 penduduk, maka
6.897.463 orang dan diare yang ditangani di fasilitas kesehatan sebanyak 2.544.084
orang atau 36,9% . (4) Selain itu, penyakit diare sering menyerang bayi dan balita,
bila tidak diatasi lebih lanjut diare akan menyebabkan dehidrasi yang
berdasarkan umur pada anak balita atau kelompok umur 7-59 bulan . (4)
penelitian mengenai “ Gambaran Perilaku Ibu dalam Penggunaan Botol Susu pada
B. Perumusan Masalah
yang akan dikaji sebagai berikut : Bagaimana Gambaran Perilaku Ibu dalam
Penggunaan Botol Susu pada Balita di Puskesmas Cibaduyut Wetan Tahun 2019?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui cara ibu dalam penggunaan botol susu pada balita
digunakan balita
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Perilaku
sendiri), dan menurut Lawrence Green perilaku ini ditentukan oleh 3 faktor
c. Faktor Penguat
kesehatan. (9)
2. Botol Susu
Botol susu merupakan tempat yang sangat berpotensi untuk
relatif sulit untuk dibersihkan. Perilaku ibu dalam menggunakan botol susu
penyebab diare.
mengalami diare. Perlu diwaspadai saat menggunakan botol susu, hal ini
dikarenakan botol susu rentan terkontaminasi bakteri dan tentu saja hal ini
memberikan botol susu kepada balita. Botol susu yang tidak seril amat
bagian dalam botol susu serta bagian putting botol. Mereka menganggap
bahwa membersihkan botol susu sama seperti membersihkan alat rumah
tangga Lainnya.
oleh ibu,Lemak dan kandungan protein dalam susu mudah untuk menempel
pada botol. Jika proses pencucian botol susu tidak dilakukan dengan baik
maka sisa kotoran akan membentuk bercak putih yang sulit dibersihkan dan
botol susu yang baik harus melalui beberapa tahapan salah satunya yaitu
setelah botol dicuci, botol harus ditempatkan di tempat khusus yang bebas
dari debu atau serangga dan diletakkan pada ruang yang sirkulasinya segar
atau langsung terkena sinar matahari agar bakteri dapat mati. (4)
3. Susu Formula
sampai berumur enam bulan. Susu formula tinggi kadar gula merupakan
susu formula yang tinggi mengandung laktosa. Penyebab bayi diare lainnya
berkaitan dengan laktosa yang terkandung di dalam susu. Anak bayi yang
laktosa. Jika bayi tidak bisa memproduksi enzim laktose dalam jumlah yang
konsumsi dengan batas maksimal glukosa untuk anak usia 1-3 tahun adalah
25 gram atau 5 sendok teh, sedangkan anak 4-6 tahun adalah 35 gram atau
6 sendok teh dalam sehari. Contoh Susu formula yang tinggi kadar gula
seperti susu SGM, Lactogen, Enfamil, Moringa dan susu formula non
berbahan kaca. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan botol
susu diantaranya adalah bahan botol tahan panas, tidak mudah pecah, tidak
beracun dan saat dilakukan proses sterilisasi dapat dilakukan secara mudah
dan aman. Botol yang tahan lama, awet serta proses sterilisasinya mudah
adalah botol yang terbuat dari bahan gelas. Botol berbahan gelas cukup
dengan botol plastik dimana botol plastik lebih tahan lama, tidak muda
menyiapkan susu formula sebagai pengganti ASI. Penyajian susu yang tidak tepat
pemicu timbulnya berbagai masalah kesehatan pada anak seperti diare dan penyakit
saluran pencernaan lainnya. Susu formula merupakan susu olahan pabrik yang berasal
dari susu sapi atau kedelai dalam bentuk bubuk yang dikonsumsi anak sebagai
pengganti ASI yang tidak dapat diberikan oleh ibu karena berbagai faktor seperti
pekerjaan, pengetahuan yang kurang tentang manfaat ASI dan kurangnya dukungan
sosial keluarga. Botol susu biasa digunakan dalam penyajian susu formula khususnya
bagi balita, dot yang berada di atas botol susu dirancang seperti payudara ibu sehingga
permasalahan sendiri bagi kesehatan gigi anak. Penggunaan botol susu perlu
diwaspadai karena sangat rentan terkontaminasi bakteri dan hal ini dipengaruhi oleh
perilaku ibu yang merupakan faktor risiko terjadinya diare. Jadi, memperhatikan
kebersihan botol susu sebelum digunakan adalah hal yang amat mutlak untuk para
pengasuh (Paramitha, 2010). Nasir (2011) menerangkan cara penyajian susu formula
2. Gunakan air yang dimasak sampai mendidih lalu dibiarkan selama 10-15
menit agar suhunya turun menjadi tidak kurang dari 70 derajat Celcius.
3. Siapkan susu sebanyak yang dapat dihabiskan bayi dan sesuai takaran yang
4. Segera tutup kemasan dengan rapat untuk menghindari paparan udara luar
terlalu lama. Simpanlah susu di tempat yang kering dan bersih, jangan di
tempat yang lembab, karena selain disukai oleh bakteri juga mudah disergap
oleh semut.