Anda di halaman 1dari 12

BAB l

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perilaku ibu dalam pemberian susu formula pada balita merupakan suatu

tindakan untuk memberikan MP-ASI dengan susu formula agar kebutuhan gizinya

terpenuhi (Depkes RI dalam Pratiwi, 2009). Perkembangan zaman yang menuntut

segalanya serba praktis menjadikan susu formula banyak dilirik oleh para ibu,

terutama mereka yang bekerja. Kini dengan peralatan dan teknologi yang canggih,

para produsen susu formula bersaing dalam merebut hati mereka dengan

mengeluarkan produk susu formula (Khasanah, 2011).

Di Inggris, berdasarkan data yang didapat pada tahun 2000, sebanyak 30%

ibu-ibu di Inggris sama sekali tidak memberikan ASI kepada bayinya dan sebanyak

58% menukar secara penuh dengan susu formula pada saat bayi berusia 4-10

minggu (Novianda, 2011). Sedangkan di negara-negara lain, susu formula hanya

boleh dijual di farmasi, bahkan di beberapa negara tertentu pembelian susu formula

harus menggunakan resep. Susu formula diberikan sebagai obat rujukan apabila

bayi berada pada kondisi tertentu (Hidayanti, 2011).

Masih banyak ibu menyusui yang beranggapan bahwa susu formula lebih

baik ketimbang air susu ibu. Jika dari kandungan gizi yang ada di dalamnya, ASI
jauh lebih baik daripada susu formula dan lebih aman dikonsumsi. Wakil ketua

Ikatan Konselor Menyusui Indonesia (IKMI) Mengatakan yang perlu diketahui

oleh para ibu menyusui adalah bahwa tidak ada satu pun susu formula yang bebas

dari kuman. Semua susu formula tidak steril dan berisiko terkena bakteri termasuk

sakazakii. (11)

Rekomendasi WHO tentang penyajian susu formula harus diperhatikan

untuk mengurangi resiko infeksi yakni cara penyajian yang baik dan benar. Cara

penyajian susu formula yang baik dan benar diantaranya adalah menyajikan hanya

dalam jumlah sedikit atau secukupnya untuk setiap kali 2 minum untuk mengurangi

kuantitas dan waktu susu formula terkontaminasi dengan udara kamar,

meminimalkan “hang time” atau waktu antara kontak susu dengan udara kamar

hingga saat pemberian, waktu yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 4 jam.

Semakin lama waktu tersebut meningkatkan resiko pertumbuhan mikroba dalam

susu formula tersebut. Sisa susu yang telah dilarutkan dalam botol, sebaiknya

dibuang setelah 2 jam. Dalam suhu udara biasa di ruangan terbuka, susu formula

yang belum diminum dapat bertahan 3 jam bila disimpan dalam kulkas dapat

bertahan 24 jam. Hal lain yang penting adalah memperhatikan dengan baik dan

benar cara penyajian susu formula bagi bayi, sesuai instruksi dalam kaleng atau

petunjuk umum (Khasanah, 2011).

Belum pernah dilaporkan tentang penggunaan botol dot di indonesia, tetapi

dari survei demografi kesehatan indonesia (SDKI) 2007 menunjukan bahwa hampir

semua bayi/Balita (95%) di indonesia pernah mendapat ASI. Hasil berikutnya dari
hasil SDKI 2007 adalah sebanyak 44% bayi baru lahir mendapat ASI dalam 1 jam

setelah lahir dan 62% bayi mendapat ASI pada hari pertama proporsi anak yang

diberi ASI pada hari pertama paling rendah yaitu 43% untuk bayi yang dilahirkan

dengan pertolongan tenaga kesehatan, dan tertinggi 54% untuk bayi lahir tanpa

pertolongan/orang awam. Sebanyak 65% bayi telah mendapatkan makanan selain

ASI sejak dini (prelacteal feed). Hanya 32% bayi di indonesia mendapat ASI
(4).
ekslusif selama 6 bulan. Data SDKI tahun 2007 juga menunujukan pemberian

makanan pendamping ASI (MP-ASI) secara dini cukup besar, yaitu sebanyak 12%

pada bayi kurang dari 2 bulan dan sebanyak 27% pada bayi usia 2-3 bulan. (3)

Ibu harus memperhatikan secara teliti bagaimana cara yang benar untuk

membuat dan menyajikan susu formula sebelum diminum. Takaran susu harus

diperhatikan tidak boleh melebihi seperti yang dianjurkan, jangan terlalu banyak

atau terlalu sedikit. Kelebihan atau kekurangan dalam memberi takaran susu

formula dapat berakibat timbulnya risiko kurang gizi atau kerusakan ginjal. Selain

itu harus diperhatikan juga dalam kebersihan botol susu karena merupakan hal yang

penting. Penyajian yang tidak benar banyak menyebabkan gangguan pada bayi

yang diberi susu formula seperti diare, muntah, dan gangguan penyerapan zat gizi,

dot yang berada di atas botol susu dirancang seperti payudara ibu sehingga anak

merasa nyaman untuk menggunakannya, namun dot seringkali menimbulkan

permasalahan sendiri bagi kesehatan gigi anak. Jadi, memperhatikan kebersihan

botol susu sebelum digunakan adalah hal yang amat mutlak untuk para ibu

(Khasanah, 2011).
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015, terjadi 18 kali KLB

diare yang tersebar di 11 propinsi, 18 kabupaten/kota, dengan jumlah penderita

1.213 orang dan kematian 30 orang (CFR 2,47%). Angka kesakitan nasional hasil

Survei Morbiditas Diare tahun 2015 yaitu sebesar 214/1.000 penduduk, maka

diperkirakan jumlah penderita diare di fasilitas kesehatan sebanyak 5.097.247

orang, sedangkan jumlah penderita diare yang dilaporkan ditangani di fasilitas


. (4)
kesehatan sebanyak 4.017.861 orang atau 74,33% (dengan target 100%)

Sedangkan tahun 2016, perkiraan diare di fasilitas kesehatan meningkat sebanyak

6.897.463 orang dan diare yang ditangani di fasilitas kesehatan sebanyak 2.544.084

orang atau 36,9% . (4) Selain itu, penyakit diare sering menyerang bayi dan balita,

bila tidak diatasi lebih lanjut diare akan menyebabkan dehidrasi yang

mengakibatkan kematian. Diare menjadi pembunuh nomor satu penyebab kematian

berdasarkan umur pada anak balita atau kelompok umur 7-59 bulan . (4)

Berdasarkan uraian diatas, maka penyusun tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai “ Gambaran Perilaku Ibu dalam Penggunaan Botol Susu pada

Balita di Puskesmas Cibaduyut Wetan Tahun 2019”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penyusun merumuskan masalah

yang akan dikaji sebagai berikut : Bagaimana Gambaran Perilaku Ibu dalam

Penggunaan Botol Susu pada Balita di Puskesmas Cibaduyut Wetan Tahun 2019?
C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui Perilaku ibu terhadap penggunaan botol susu pada Balita

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui cara ibu dalam penggunaan botol susu pada balita

b. Untuk mengetahui cara ibu dalam membersihkan botol susu untuk

digunakan balita
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku Penggunaan Botol Susu

1. Pengertian Perilaku

Menurut Teori Lawrence Green promosi kesehatan sebagai

pendekatan kesehatan terhadap faktor perilaku kesehatan, maka

kegiatannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan perilaku

tersebut. Dengan perkataan lain, kegiatan promosi kesehatan harus

disesuaikan dengan determinan (faktor yang mempengaruhi perilaku itu

sendiri), dan menurut Lawrence Green perilaku ini ditentukan oleh 3 faktor

utama, yakni: Faktor pendorong (Predisposing Factors), Faktor

Mendukung (Enabling Factors),Faktor Penguat (Reinforcing Factors). (5)

a. Faktor Pendorong (Predisposing Factors)

Predisposing factor merupakan faktor yang terdapat dalam diri

masing-masing individu yang dapat memotivasi individu tersebut

untuk melakukan sebuah tindakan misalnya jenis kelamin, usia,

pendidikan, status sosial dan tingkat ekonomi, sikap dan pengetahuan.

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap

kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang

berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat,

tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. (6)


b. Faktor Pendukung

Faktor pemungkin atau pendukung (enabling) perilaku adalah

adalah kondisi yang memungkinkan tersedianya sarana dan prasarana

yang dapat memicu seseorang untuk melakukan sebuah perubahan

tindakan contohnya adalah pelayanan kesehatan dan media informasi.

Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas

kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan

sampah. Termasuk dalam pelayanan kesehatan seperti puskesmas,

rumah sakit, poliklinik, polindes, dan sebagainya. Untuk berperilaku

sehat, masyarakat memerlukan sarana prasarana pendukung. (9)

c. Faktor Penguat

Penguat Pengertian yaitu faktor yang dapat menguatkan individu

tersebut untuk memperkuat motivasi untuk melakukan perubahan

tindakan seperti adanya peraturan ataupun kebijakan. Faktor ini

meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh

agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas

kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan,

baik dari pusat maupun pemerintahan daerah yang terkait dengan

kesehatan. (9)

2. Botol Susu
Botol susu merupakan tempat yang sangat berpotensi untuk

perkembangan kuman ataupun bakteri karena bagian dalam botol susu

relatif sulit untuk dibersihkan. Perilaku ibu dalam menggunakan botol susu

yang tidak bersih ataupun telah digunakan selama berjam-jam serta

dibiarkan di tempat terbuka sering menyebabkan infeksi pada bayi,

termasuk menyebabkan diare, karena botol susu berisiko tercemar bakteri

penyebab diare.

Botol susu yang kurang higienis dapat menjadi penyebab botol

tersebut terkontaminasi bakteri. Bakteri akan masuk kedalam tubuh balita

bersama dengan susu yang diminum sehingga balita tersebut dapat

mengalami diare. Perlu diwaspadai saat menggunakan botol susu, hal ini

dikarenakan botol susu rentan terkontaminasi bakteri dan tentu saja hal ini

dipengaruhi oleh perilaku ibu yang merupakan faktor risiko terjadinya


(4)
diare. Di negara berkembang seperti Indonesia,75% masyarakatnya

memberikan botol susu kepada balita. Botol susu yang tidak seril amat

berbahaya karena dapat menjadi media berkembang biaknya

mikroorganisme patogen seperti bakteri, virus dan parasit, yang dapat

menyebabkan penyakit, salah satunya diare . Hal tersebut juga

dikemukakan dalam penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa

sebagian besar ibu kurang memahami kebersihan perawatan botol susu

bayi. Sebagian ibu-ibu kurang memperhatikan kebersihan botol susu yaitu

bagian dalam botol susu serta bagian putting botol. Mereka menganggap
bahwa membersihkan botol susu sama seperti membersihkan alat rumah

tangga Lainnya.

Kebersihan botol bayi merupakan hal penting yang harus diperhatikan

oleh ibu,Lemak dan kandungan protein dalam susu mudah untuk menempel

pada botol. Jika proses pencucian botol susu tidak dilakukan dengan baik

maka sisa kotoran akan membentuk bercak putih yang sulit dibersihkan dan

menjadi tempat perkembangbiakan bakteri. Jika bakteri masuk ke dalam

pencernaan bayi akan meningkatkan risiko kejadian diare,Proses pencucian

botol susu yang baik harus melalui beberapa tahapan salah satunya yaitu

setelah botol dicuci, botol harus ditempatkan di tempat khusus yang bebas

dari debu atau serangga dan diletakkan pada ruang yang sirkulasinya segar

atau langsung terkena sinar matahari agar bakteri dapat mati. (4)

3. Susu Formula

Susu formula adalah makanan tambahan bayi yang secara tunggal

dapat memenuhi kebutuhan gizi bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi

sampai berumur enam bulan. Susu formula tinggi kadar gula merupakan

susu formula yang tinggi mengandung laktosa. Penyebab bayi diare lainnya

berkaitan dengan laktosa yang terkandung di dalam susu. Anak bayi yang

mengonsumsi susu formula secara berlebihan bisa terkena diare. Bayi

membutuhkan laktose yakni suatu enzim yang digunakan untuk mencerna

laktosa. Jika bayi tidak bisa memproduksi enzim laktose dalam jumlah yang

cukup maka bayi tidak bisa mentoleransi makanan yang mengandung


laktosa dan kemudian mengalami diare. Takar saji gula yang boleh di

konsumsi dengan batas maksimal glukosa untuk anak usia 1-3 tahun adalah

25 gram atau 5 sendok teh, sedangkan anak 4-6 tahun adalah 35 gram atau

6 sendok teh dalam sehari. Contoh Susu formula yang tinggi kadar gula

seperti susu SGM, Lactogen, Enfamil, Moringa dan susu formula non

glukosa seperti Vitalac dan Nutrilon (7)

4. Pemilihan botol susu

Orangtua balita menyatakan bahwa memberi botol susu plastik

kepada anaknya dirasakan lebih aman dibandingkan dengan botol susu

berbahan kaca. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan botol

susu diantaranya adalah bahan botol tahan panas, tidak mudah pecah, tidak

beracun dan saat dilakukan proses sterilisasi dapat dilakukan secara mudah

dan aman. Botol yang tahan lama, awet serta proses sterilisasinya mudah

adalah botol yang terbuat dari bahan gelas. Botol berbahan gelas cukup

berat sehingga sering menyebabkan ketidaknyamanan saat

menggunakannya serta mudah retak ataupun pecah sehingga dapat

berbahaya bagi balita yang menggunakannya. . Hal ini tentu berbeda

dengan botol plastik dimana botol plastik lebih tahan lama, tidak muda

pecah dan balita dapat dapat memegang botol sendiri. (4)

B. Penyajian Susu Formula dalam Botol


Penyajian susu adalah cara yang dilakukan oleh orang tua atau pengasuh dalam

menyiapkan susu formula sebagai pengganti ASI. Penyajian susu yang tidak tepat

dapat menyebabkan susu terkontaminasi oleh bakteri sehingga merupakan faktor

pemicu timbulnya berbagai masalah kesehatan pada anak seperti diare dan penyakit

saluran pencernaan lainnya. Susu formula merupakan susu olahan pabrik yang berasal

dari susu sapi atau kedelai dalam bentuk bubuk yang dikonsumsi anak sebagai

pengganti ASI yang tidak dapat diberikan oleh ibu karena berbagai faktor seperti

pekerjaan, pengetahuan yang kurang tentang manfaat ASI dan kurangnya dukungan

sosial keluarga. Botol susu biasa digunakan dalam penyajian susu formula khususnya

bagi balita, dot yang berada di atas botol susu dirancang seperti payudara ibu sehingga

anak merasa nyaman untuk menggunakannya, namun dot seringkali menimbulkan

permasalahan sendiri bagi kesehatan gigi anak. Penggunaan botol susu perlu

diwaspadai karena sangat rentan terkontaminasi bakteri dan hal ini dipengaruhi oleh

perilaku ibu yang merupakan faktor risiko terjadinya diare. Jadi, memperhatikan

kebersihan botol susu sebelum digunakan adalah hal yang amat mutlak untuk para

pengasuh (Paramitha, 2010). Nasir (2011) menerangkan cara penyajian susu formula

dalam botol yang benar adalah sebagai berikut :

1. Cuci tangan terlebih dahulu hingga bersih dengan menggunakan sabun

untuk mencegah kontaminasi dengan lingkungan.

2. Gunakan air yang dimasak sampai mendidih lalu dibiarkan selama 10-15

menit agar suhunya turun menjadi tidak kurang dari 70 derajat Celcius.
3. Siapkan susu sebanyak yang dapat dihabiskan bayi dan sesuai takaran yang

dianjurkan pada label, lalu aduk hingga tercampur merata.

4. Segera tutup kemasan dengan rapat untuk menghindari paparan udara luar

terlalu lama. Simpanlah susu di tempat yang kering dan bersih, jangan di

tempat yang lembab, karena selain disukai oleh bakteri juga mudah disergap

oleh semut.

5. Sisa susu yang telah dilarutkan harus dibuang setelah 2 jam.

6. Selalu perhatikan batas kadaluwarsa kemasan susu formula untuk

menghindari keracunan dan kontaminasi. Penyajian susu formula dalam

botol termasuk perilaku kesehatan yang penting dalam kesehatan anak.

Anda mungkin juga menyukai