Anda di halaman 1dari 106

SKRIPSI

GAMBARAN KEPATUHAN PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN


PATIENT SAFETY DI LONTARA 3 BEDAH SYARAF
DAN PENYAKIT SYARAF RUMAH SAKIT
DR. WAHIDIN SUDIRO HUSODO MAKASSAR

Oleh:
GRADIANA GRASA
C12112652

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga

penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Gambaran Kepatuhan

Perawat dalam Melaksanakan Patient Safety di Lontara 3 Bedah Syaraf dan Penyakit

Syaraf Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudiro Husodo Makassar

Dalam menyelesaikan penelitian ini, penulis menyadari bahwa tidak lepas dari

bantuan berbagai pihak, baik secara moril maupun materiil. Oleh karena itu, penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof.dr.Irawan Yusuf, Ph.D selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin.

2. Prof.dr.Budu,Ph.D., SpM(K), M.MedEd selaku wakil dekan bidang akademik

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

3. Dr.Werna Nontji, S.Kp., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

4. Dr. Ariyanti Saleh S.Kp.,M. Kes selaku pembimbing I dan Abdul Majid,

S.Kep.,Ns.,M.Kep.,SpKMB selaku pembimbing II yang telah banyak

membimbing peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini.

5. Takdir Tahir, S.Kep.,Ns.,M. Kes selaku penguji 1 dan Arnis Puspita,

S.Kep.,Ns.,M.Kes, selaku penguji II yang telah memberikan arahan dan masukan

yang bersifat membangun untuk penyempurnaan penulisan.


6. Direktur utama dan jajaran direksi Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudiro Husodo telah

memberi izin untuk meneliti di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudiro Husodo

7. Kepala bidang keperawatan, seksi keperawatan dan khususnya kepala instalasi

ruangan Lontara 3 serta perawat ruangan bedah syaraf yang penuh pengertian dan

mendukung peneliti dalam menyelesaikan pendidikan.

8. Dosen dan Staff Program Studi Ilmu Keperawatan Unhas yang telah membantu

penulis dalam menyelesaian pendidikan di Program Studi Ilmu Keperawatan.

9. Yang tercinta Mama Emilia da Sao dan Margaretha da Sao, atas segala doa

dukungannya selama ini.

10. Rekan-rekan Ners B angkatan 2012 yang telah banyak memberi bantuan dan

dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

11. Semua pihak yang telah membantu dalam rangka penyelesaian skripsi ini, baik

secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu.

Penyusun menyadari bahwa penelitian ini jauh dari sempurna, untuk itu

kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penyusun harapkan untuk

penyempurnaan penulisan selanjutnya. Penyusun juga berharap semoga penelitian

ini bermanfaat bagi pembaca dan peneliti selanjutnya.

Makassar, Februari 2014

Gradiana Grasa
ABSTRAK

Gradiana Grasa. C12112652 .Gambaran Kepatuhan Perawat Dalam Melaksanakan Patient Safety di
Lontara 3 Bedah Syaraf dan Penyakit Syaraf Rumah Sakit DR. Wahidin Sudiro Husodo Makassar Tahun
2013, dibimbing oleh Ariyanti Saleh dan Abdul Majid

Latar belakang : keselamatan pasien di rumah sakit dikeluarkan oleh Depkes RI dan KKP-RS (2008), sebagai
suatu sistem agar asuhan yang diberikan pada pasien lebih aman. Hal ini mencakup assesmen risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden

Tujuan Penelitian: Untuk melihat gambaran tentang kepatuhan perawat dalam melaksanakan patient safety di
lontara 3 bedah syaraf dan penyakit syaraf rumah sakit DR. Wahidin Sudiro Husodo Makassar

Metode : metode yang digunakan deskriptif , desain penelitaian cross sectional ,.instrumen yang digunakan
kuisioner. Sampel pada penelitian 34 responden. Uji statistik menggunakan rumus distribusi frekuensi.

Hasil : (1) identifikasi pasien dengan benar : perawat yang tidak memperkenalkan diri 14 (41.2%) , (2)
kemampuan komunikasi yang efektif : 11 (32.4%) tidak menulis ulang komunikasi verbal dilembar catatan
terintegrasi, (3) keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai, : perawat yang tidak melaksanakan pemberian
obat dengan jarak waktu 6 (17.6%), (4) perawat memberikan informasi pembedahan 31 orang ( 91.2%)
(5) pengelolaan risiko infeksi akibat perawatan kesehatan 100% baik (6) pengeloaan risiko cidera: ssesmen
terhadap risiko jatuh setiap pasien baru masuk 2 (5.9%), (7) perawat yang memiliki pengetahuan kurang baik 2
(5.8%) tentang patient safety.

Kesimpulan dan Saran: pelaksanaan patient safety 42,2% perawat tidak memperkenalkan diri, tidak menulis
ulang komunikasi verbal dicatatan terintegrasi 17.6%, tidak memberikan obat dengan jarak waktu 17.6%,
memberikan informasi sebelum pembedahan dilakukan 91.2%, pengelolaan risiko infeksi 100% dilaksanakan,
dan risiko jatuh 5.8% 5.9%, perawat dengan pengetahuan kurang baik 5.8%, untuk peneliti selanjutnya bisa
melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan patien safety.

Kata Kunci : Kepatuhan perawat, patient safety

Sumber literatur : 20 Kepustakaan (1999-2013).


DAFTAR ISI

ABSTRAK

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN Halaman


A. Latar Belakang....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................. 5
C. Tujuan.................................................................................... 6
1. Tujuan umum................................................................... 6
2. Tujuan khusus.................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian................................................................. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Pengertian Patient Safety……………...................................... 8
B. Tujuan Patient Safety............................................................. 8
C. Langkah-Langkah Pelaksanaan Patient Safety…................... 9
D. Aspek Hukum terhadap Patient Safety................................... 15
E. Manajemen Patient Safety...................................................... 18
F. Monitoring dan Evaluasi…..................................................... 19
G. Standar ,Maksud,dan Tujuan, Serta Elemen Penilaian
Keselamatan Pasien…………................................................ 19
H. Mengatasi Kejadian Yang Tidak diharapkan………………. 28
I. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan…………… 30
J. Konsep tentang kepatuhan………………………………….. 31
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Kerangka konsep penelitian.................................................... 36

BAB IV METODE PENELITIAN


A. Rancangan penelitian............................................................... 38
B. Tempat dan waktu penelitian................................................... 38
C. Populasi dan sampel................................................................. 38
D. Alur penelitian......................................................................... 39
E. Variabel penelitian................................................................... 40
F. Definisi Operasional ……………………............................... 41
G. Pengolahan data dan analisa data............................................ 43
H. Etika penelitian........................................................................ 44

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian…………………………………………….. 46
1. Karakteristik Responden Berdasarkan data demografi… 46
2. Hasil Analisis Distribusi frekuensi Untuk 6 Sasaran
Patient Safety…………………………………………… 48
3. Gambaran Kepatuhan Perawat Dalam Melaksanakan
Patient Safety Berdasarkan Kemampuan Identifikasi
Tingkat Pengetahuan perawat pelaksana………………. 58
B. PEMBAHASAN
1. Karakteristik Responden Berdasarkan data demografi… 59
2. Hasil Analisis Distribusi frekuensi Untuk 6 Sasaran
Patient Safety…………………………………………… 61
3. Gambaran Kepatuhan Perawat Dalam Melaksanakan
Patient Safety Berdasarkan Kemampuan Identifikasi
Tingkat Pengetahuan perawat pelaksana………………. 73
C. KETERBATASAN PENELITIAN……………………… 74

BAB VI PENUTUP

A. SIMPULAN ……………………………………………… 76
B. SARAN …………………………………………………… 78

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar persetujuan menjadi responden


Lampiran 2 : Lembar kuisioner pengetahuan dan kemandirian caregiver
Lampiran 3 : Silabus pelatihan
Lampiran 4 : Satuan Acara Penyuluhan (SAP) dan leaflet konsep dasar
hipertensi
Lampiran 5 : Satuan Acara Penyuluhan (SAP) dan leaflet penatalaksanaan
farmakologi hipertensi
Lampiran 6 : Satuan Acara Penyuluhan (SAP) dan leaflet penatalaksanaan
nonfarmakologi hipertensi
Lampiran 7 : Satuan Acara Penyuluhan (SAP) dan leaflet pengobatan
alternatif hipertensi
Lampiran 8 : Satuan Acara Penyuluhan (SAP) dan leaflet pemanfaatan
fasilitas kesehatan
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakterisitik Responden Berdasarkan Data 47


Demografi di Ruang Lontara 3 Bedah Syaraf dan Penyakit Syaraf Rumah
Sakit DR. Wahidin Sudiro Husodo Makassar 2013.

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Kepatuhan Perawat dalam Mengidentifikasi 48


Pasien dengan Benar di Ruang Lontara 3 Bedah Syaraf dan Penyakit Syaraf
Rumah Sakit DR. Wahidin Sudiro Husodo Makassar 2013

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Kepatuhan Perawat dalam Melakukan 49


Komunikasi yang Efektif di Ruang Lontara 3 Bedah Syaraf dan Penyakit
Syaraf Rumah Sakit DR. Wahidin Sudiro Husodo Makassar 2013

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Kepatuhan Perawat dalam Melakukan 51


Keamanan Obat-Obatan yang Harus di Waspadai di Ruang Lontara 3 Bedah
Syaraf dan Penyakit Syaraf Rumah Sakit DR. Wahidin Sudiro Husodo
Makassar 2013

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Kepatuhan Perawat dalam Melakukan 55


Penentuan Lokasi Pembedahan yang Benar, Prosedur yang Benar,
Pembedahan Pada Pasien yang Benar di Ruang Lontara 3 Bedah Syaraf dan
Penyakit Syaraf Rumah Sakit DR. Wahidin Sudiro Husodo Makassar 2013

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Kepatuhan Perawat dalam Melakukan 56


Pengelolaan Risiko Infeksi Akibat Perawatan Kesehatan di Ruang Lontara 3
Bedah Syaraf dan Penyakit Syaraf Rumah Sakit DR. Wahidin Sudiro
Husodo Makassar 2013

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Kepatuhan Perawat dalam Melakukan 57


Pengeloaan Risiko Cidera Pasien Akibat Terjatuh di Ruang Lontara 3 Bedah
Syaraf dan Penyakit Syaraf Rumah Sakit DR. Wahidin Sudiro Husodo
Makassar 2013

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Kepatuhan Perawat Dalam Melaksanakan 58


Patient Safety Berdasarkan Kemampuan Identifikasi Tingkat Pengetahuan
Perawat Pelaksana di Ruang Lontara 3 Bedah Syaraf dan Penyakit Syaraf
Rumah Sakit DR. Wahidin Sudiro Husodo Makassar 2013

.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keselamatan pasien telah berkembang dalam kurun waktu satu dekade,

dari topik yang relatif tidak signifikan sampai memiliki posisi tinggi pada

agenda para manajer, penyedia dan pembuat kebijakan dalam perawatan

kesehatan serta masyarakat umum. (Nygren, M,2013)

Kebijakan kesehatan di banyak negara maju berkaitan dengan menilai

dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, dan keselamatan pasien sangat

penting untuk kualitas pelayanan kesehatan (Davies dikutip dalam Chen,2012).

Keselamatan pasien dalam organisasi perawatan kesehatan telah menerima

banyak perhatian setelah laporan Institute of Medicine o Err Is Human: Building

a Safer Health System’ '(IOM, 1999).

Keselamatan pasien menjadi prioritas ,isu penting dan global dalam

pelayanan kesehatan (IOM,2000). Rumah sakit sebagai tempat yang padat karya

dengan berbagai prosedur ,profesi, tehnologi, dan standar menjadi tempat yang

paling rawan terhadap keselamatan pasien. Akibat insiden pada pasien dapat

mengakibatkan cedera ,membahayakan jiwa, perpanjangan rawat ,bahkan

kematian (Lumenta dikutip dalam Mustikawati, 2011).

1
Batasan tentang keselamatan pasien di rumah sakit dikeluarkan oleh

Depkes RI dan KKP-RS (2008) yaitu sebagai suatu sistem agar asuhan yang

diberikan pada pasien lebih aman. Hal ini mencakup assesmen risiko, identifikasi

dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan

analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindaklanjutnya, serta

implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem ini dibuat

untuk mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat

melaksakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya

diambil.

Dalam lingkup nasional, sejak bulan Agustus 2005, Menteri Kesehatan

RI telah mencanangkan Gerakan Nasional Keselamatan Pasien (GNKP) Rumah

Sakit (RS), selanjutnya KARS (Komite Akreditasi Rumah Sakit) Depkes RI

telah pula menyusun Standar KP RS (Keselamatan Pasien Rumah Sakit) yang

dimasukkan ke dalam instrumen akreditasi RS (versi 2007) di Indonesia. Fokus

terhadap keselamatan pasien ini didorong oleh masih tingginya angka Kejadian

Tak Diharapkann (KTD) atau Adverse Event ruamah sakit secara global maupun

nasional. KTD yang terjadi di berbagai negara diperkirakan sekitar 4.0- 16.6 %

(Vincent, 2005 dalam Raleigh, 2009), dan hampir 50 % di antaranya

diperkirakan adalah kejadian yang dapat dicegah (Smits et al., 2008). Akibat

KTD ini diindikasikan menghabiskan biaya yang sangat mahal baik bagi pasien

maupun sistem layanan kesehatan (Flin, 2007). Di Indonesia data tentang KTD

2
masih langka, namun dilain pihak terjadi peningkatan tuduhan “malpraktik”,

yang belum tentu sesuai dengan pembuktian akhir. Dalam rangka meningkatkan

keselamatan pasien di rumah sakit maka Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh

Indonesia telah mengambil inisiatif membentuk Komite Keselamatan Pasien

Rumah Sakit (KKP-RS). Komite tersebut telah aktif melaksanakan langkah

langkah persiapan pelaksanaan keselamatan pasien rumah sakit dengan

mengembangkan laboratorium program keselamatan pasien rumah sakit.(Depkes

RI, 2006)

Institute of medicine Ameririka serikat dalam To err Is Human , building

a safer health system (2000), melaporkan pada pelayanan pasien rawat inap

dirumah sakit terdapat sekitar 3-16% kejadian tidak diharapkan terjadi. KTD

bukanlah hal yang baru hampir seluruh rumah sakit pernah mengalami kejadian

ini, dengan meningkatnya angka insiden hal ini menjadi pusat perhatian baik

pasien maupun penyelenggara kesehatan untuk lebih memperhatikan sistem

keselamatan bagi pasiennya. (Mustikawati, 2011)

Dari data insiden KTD dan Kejadian Nyaris Cidera (KNC) di RS

DR.Wahidin Hudirohusodo Makassar pada tahun 2011, menunjukkan angka

kejadian KTD sebanyak 29 (78,4%) dan KNC sebanyak 8 (21,6%) dengan

distribusi yang menunjukkan tingkat kejadian yang tinggi seperti : Pasien jatuh

dari Tempat tidur ada 7 0rang (18.9%), 3 orang Perawat Terpercik darah pasien

3
ODHA (8.1%), 2 Pasien meninggal di meja operasi (5.4%), 4 Salah pemberian

obat (10.8%) , 2 Tertusuk jarum suntik (5.4%). Sedangkan pada tahun 2012,

distribusi KNC sebanyak 16 (32%), KTD sebanyak 34 (68%), dengan sebaran

yang tinggi pada kejadian : Pasien jatuh dari tempat tidur 5 (10%), Tertusuk

jarum 17 (34%), salah pemberian obat dari apotik 2 (4%).

Kejadian seperti pasien jatuh dari tempat tidur pada tahun 2011 (18.9%)

dan 2012 (10%), ini sudah menunjukkkan bahwa keselamatan pasien dirumah

sakit belum memenuhi standar, karena standar untuk pasien jatuh itu, pada

standar minimal pelayanan dirumah sakit adalah 100% artinya tidak boleh ada

pasien yang jatuh dari tempat tidur.

Untuk menggiatkan perbaikan-perbaiakan tertentu dalam soal

keselamatan pasien, sasaran-sasaran dalam keselamatan pasien yang

menyoroti bidang-bidang yang bermasalah dalam perawatan kesehatan,

memberikan bukti dan solusi hasil consensus yang berdasarkan nasihat para

pakar. Dengan mempertimbangkan bahwa untuk menyediakan perawatan

kesehatan yang aman dan berkualitas tinggi diperlukan desain sistem yang baik,

sasaran biasanya sedapat mungkin berfokus pada solusi yang berlaku untuk

keseluruhan sistem dalam hal ini perlu adanya standar yang dapat menilai

terpenuhinya cakupan keselamatan pasien dirumah sakit ( Joint Commite

Internasional/JC, 2010)

4
Berdasarkan paparan diatas penulis tertarik untuk melihat “factor-faktor

apa saja yang berhubungan dengan kejadian yang tidak diharapkan (KTD) di

Lontara 3 Bedah Syaraf dan Penyakit Syaraf Rumah Sakit DR. Wahidin Sudiro

Husodo Makassar”

B. Rumusan Masalah

Untuk menyediakan perawatan kesehatan yang aman dan berkualitas tinggi

diperlukan desain sistem yang baik, sasaran biasanya sedapat mungkin berfokus

pada solusi yang berlaku untuk keseluruhan sistem dalam hal ini perlu adanya

standar yang dapat menilai terpenuhinya cakupan keselamatan pasien dirumah

sakit, serta semakain tingginya angka kejadian yang tidak diharapkan akan

berdampak terhadap mutu pelayanan, Berdasarkan paparan singkat ini dapat

ditarik sebagai rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ Bagaimana

gambaran tentang kepatuhan perawat dalam melaksanakan patient safety di

lontara 3 bedah syaraf dan penyakit syaraf rumah sakit dr. wahidin Sudiro

Husodo Makassar ?

5
C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk melihat Gambaran tentang kepatuhan perawat dalam melaksanakan

patient safety di lontara 3 bedah syaraf dan penyakit syaraf rumah sakit DR.

Wahidin Sudiro Husodo Makassar

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran tentang kemampuan Identifikasi pasien dengan


benar oleh perawat dalam melaksanakan patient safety.
b. Diketahuinya gambaran tentang kemampuan komunikasi yang efektif
oleh perawat dalam melaksanakan patient safety
c. Diketahuinya gambaran tentang kemampuan keamanan obat-obatan yang
harus diwaspadai oleh perawat dalam melaksanakan patient safety
d. Diketahuinya gambaran kemampuan penentuan lokasi pembedahan yang
benar, prosedur yang benar, pembedahan pada pasien yang benar oleh
perawat dalam melaksanakan patient safety
e. Diketahuinya gambaran tentang kemampuan pengelolaan risiko infeksi
akibat perawatan kesehatan oleh perawat dalam melaksanakan patient
safety
f. Diketahuinya gambaran tentang kemampuan pengeloaan risiko cidera
pasien akibat terjatuh oleh perawat dalam melaksanakan patient safety
g. Diketahuinya gambaran tentang identifikasi pengetahuan perawat dalam
melaksanakan patient safety

6
D. Manfaat

1. Instansi Kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pelayanan di

rumah sakit terutama dalam hal pelayanan terhadap patient safety, sehingga

dapat digunakan sebgai bahan guna meningkatkan mutu pelayanan di rumah

sakit.

2. Peneliti

Penelitian ini dapat berguna untuk pengembangan penelitian selanjutnya

serta dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam hal patient safety

3. Akademik

Pengetahuan Patient safety dapat diberikan lebih mendalam ditatanan

pendidikan agar supaya patient safety menjadi sebuah budaya bukan karena

penilaian akreditasi semata.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Patiet Safety

Keselamatan pasien ( patient safety ) rumah sakit adalah suatu sistem

dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi

: assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan

risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan

tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.

Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan

oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan

tindakan yang seharusnya dilakukan. (Depkes RI, 2006)

B. Tujuan Patient Safety

Depkes RI, 2006, Tujuan Keselamatan paisen adalah :

1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit

2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat

3. Menurunnya KTD di rumah sakit

4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi

pengulangan KTD .

8
C. Langkah-Langkah Pelaksanaan Patient Safety

Depkes RI,2006, Pelaksanaan “Patient safety” meliputi :

1. Sembilan solusi keselamatan pasien di rumah sakit menurut WHO

Collaborating Centre for Patient Safety (2007), yaitu:

a. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike

medication names)

b. Pastikan identifikasi pasien

c. Komunikasi secara benar saat serah terima pasien

d. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar

e. Kendalikan cairan elektrolit pekat

f. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan

g. Hindari salah kateter dan salah sambung slang

h. Gunakan alat injeksi sekali pakai

i. Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.

2. Tujuh standar keselamatan pasien menurut Hospital Patient Safety Standards

yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health

Organizations tahun 2002, yaitu:

a) Hak pasien

Standarnya adalah pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk

mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk

kemungkinan terjadinya KTD, kriterianya adalah :

1) Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan

9
2) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana

pelayanan

3) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan

yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana

dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien

termasuk kemungkinan terjadinya KTD

b) Mendidik pasien dan keluarga

Standarnya adalah rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya

tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien,

kriterianya adalah: keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat

ditingkatkan dengan keterlibatan pasien adalah partner dalam proses

pelayanan. Karena itu, di rumah sakit harus ada sistem dan mekanisme

mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab

pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan

pasien dan keluarga dapat:

1) Memberikan informasi yg benar, jelas, lengkap dan jujur

2) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab

3) Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti

4) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan

5) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS

6) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa

7) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati

10
c) Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

Standarnya adalah rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan

menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan, kriterianya

adalah:

1) Koordinasi pelayanan secara menyeluruh

2) Koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan

sumber daya

3) Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi

4) Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan

d) Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan

evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien.

Standarnya adalah rumah sakit harus mendesain proses baru atau

memperbaiki proses yg ada, memonitor & mengevaluasi kinerja melalui

pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD dan melakukan

perubahan untuk meningkatkan kinerja. Kriterianya adalah :

1) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancanga yang baik

sesuai dengan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.

2) Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja

3) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif

4) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil

analisis

e) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

11
Standarnya adalah:

1) Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program KP

melalui penerapan tujuh langkah menuju KP rumah sakit.

2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi

risiko KP & program mengurangi KTD.

3) Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi

antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan

tentang KP

4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat utk mengukur,

mengkaji, & meningkatkan kinerja rumah sakit serta tingkatkan KP.

5) Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam

meningkatkan kinerja rumah sakit & KP.

Kriterianya adalah:

1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan

pasien.

2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan

program meminimalkan insiden

3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen

dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi

4) Tersedia prosedur cepat-tanggap terhadap insiden, termasuk asuhan

kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang

12
lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk

keperluan analisis.

5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan

dengan insiden

6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden

7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar

unit dan antar pengelola pelayanan

8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan

9) Tersedia sasaran terukur dan pengumpulan informasi menggunakan

kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja

rumah sakit dan keselamatan pasien

f) Mendidik staf tentang keselamatan pasien

Standarnya adalah:

1) Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi

untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara

jelas.

2) Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang

berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf

serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.

Kriterianya adalah

1) Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat

topik keselamatan pasien

13
2) mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan

inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang

pelaporan insiden.

3) menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork)

guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam

rangka melayani pasien.

g) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan

pasien.

Standarnya adalah :

1) Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen

informasi KP untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan

eksternal.

2) Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.

Kriterianya adalah

1) Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses

manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal

terkait dengan keselamatan pasien

2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi

untuk merevisi manajemen informasi yang ada

14
D. Aspek Hukum Terhadap Patient Safety

Aspek hukum terhadap patient safety atau keselamatan pasien adalah sebagai

berikut: Undang-Undang (UU) tentang kesehatan dan rumah sakit:

1. Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum

1) Pasal 53 (3) UU No.36/2009

“ Pelaksanaan pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan

nyawa pasien”

2) Pasal 32n UU No.44/2009

“ Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama

dalam perawatan di rumah sakit “

3) Pasal 58 UU No.36/2009

(1) “ Setiap orang berhak menuntut G.R terhadap seseorang, tenaga

kesehatan, dan atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan

kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan

kesehatan yang diterimanya “

(2) “…..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan

penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam

keadaan darurat.”

2. Tanggung jawab hukum rumah sakit

a) Pasal 29b UU No.44/2009

15
” Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi,

dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan

standar pelayanan rumah sakit.”

b) Pasal 46 UU No.44/2009

“ Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua

kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga

kesehatan di rumah sakit.”

c) Pasal 45 (2) UU No.44/2009

“ Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam

rangka menyelamatkan nyawa manusia.”

3. Bukan tanggung jawab rumah sakit

Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit

“Rumah sakit tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan

atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat

berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang

kompresehensif. “

4. Hak Pasien

a) Pasal 32d UU No.44/2009

“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang

bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional”

b) Pasal 32e UU No.44/2009

16
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan

efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi”

c) Pasal 32j UU No.44/2009

“Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif

tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis

terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan”

d) Pasal 32q UU No.44/2009

“Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah

Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak

sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana”

5. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien

a) Pasal 43 UU No.44/2009

(1) Rumah sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien

(2) Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan

insiden, menganalisa dan menetapkan pemecahan masalah dalam

rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.

(3) Rumah sakit melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada

komite yang membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan

oleh menteri

(4) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonim dan

ditujukan untuk mengoreksi system dalam rangka meningkatkan

keselamatan pasien.

17
E. Manajemen Patient Safety

Pelaksanaan Patient Safety ini dilakukan dengan sistem pencacatan dan pelaporan

serta monitoring dan evaluasi. Sistem pencacatan dan pelaporan pada patient

safety :

1) Setiap unit kerja di rumah sakit mencatat semua kejadian terkait dengan

keselamatan pasien (KNC, KTD dan Kejadian Sentinel) pada formulir yang

sudah disediakan oleh rumah sakit.

2) Setiap unit kerja di rumah sakit melaporkan semua kejadian terkait dengan

keselamatan pasien (KNC, KTD dan Kejadian Sentinel) kepada tim

keselamatan pasien rumah sakit pada formulir yang sudah disediakan oleh

rumah sakit.

3) Tim keselamatan pasien rumah sakit menganalisis akar penyebab

masalah semua kejadian yang dilaporkan oleh unit kerja

4) Berdasarkan hasil analisis akar masalah maka tim keselamatan pasien

rumah sakit merekomendasikan solusi pemecahan dan mengirimkan hasil

solusi pemecahan masalah kepada pimpinan rumah sakit.

5) Pimpinan rumah sakit melaporkan insiden dan hasil solusi masalah ke

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) setiap terjadinya

insiden dan setelah melakukan analisis akar masalah yang bersifat

rahasia.

18
F. Monitoring Dan Evaluasi

Di rumah sakit, pimpinan rumah sakit melakukan monitoring dan evaluasi pada

unit-unit kerja di rumah sakit, terkait dengan pelaksanaan keselamatan pasien di

unit kerja

G. Standar, Maksud dan Tujuan Serta Elemen Penilaian Keselamtan Pasien

Join commite International ,2008, memaparkan sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi Pasien dengan Benar

a) Standar

Rumah sakit menyusun pendekatan untuk memperbaiki ketepatan

identifikasi pasien

b) Maksud dan Tujuan

Keliru mengidentifikasi pasien terjadi hampir disemua aspek diagnosis

dan pengobatan. Dalam keadaaan pasien masih dibius, mengalami

disorientasi atau belum sepenuhnya sadar, mungkin pindah tempat tidur,

pindah kamar, atau pindah lokasi didalam rumah sakit , mungkin juga

pasien memiliki cacat indera atau rentan terhadap situasi berbeda yang

dapat menimbulkan kekeliruan pengidentifikasian. Tujuan sasaran ini dua

hal : pertama , mengidentifikasi dengan benar pasien tertentu sebagai

orang yang akan diberi layanan atau pengobatan tertentu, kedua

mencocokkan layanan atau perawatan denagn individu tersebut.

Untuk memeperbaiki proses identifikasi, dikembangkanlah bersama suatu

kebijakan dan prosedur , khususnya proses untuk mengidenftifikasi pasien

19
disaat pemberian obat , darah atau produk darah, pengambilan darah dan

spesimen lainnya untuk mengidentifikasi pasien, seperti nama pasien,

nomor identifikasi, tanggal lahir , gelang berkode batang atau cara lain.

Nomor kamar pasien atau lokasi tidak dapat digunakan untuk identifikasi

kebijakan dan prosedur itu mengklarifikasi digunakannya dua macam

pengidentifikasi itu dilokasi berbeda dalam rumah sakit, seperti misalnya

pelayanan rawat jalan atau layanan lainnya, unit gawat darurat atau kamar

operasi. Identifikasi pasien koma yang tanpa tanda pengenal juga

termasuk didalamnya, penyusunan kebijakan dan prosedur ini harus

dikerjakan oleh berbagai pihak agar hasilnya dipastikan dapat mengatasi

semua permasalahan identifikasi yang mungkin terjadi.

c) Elemen Penilaian

1) Pasien diidentifikasi dengan menggunakan dua pengidentifikasi

pasien, tidak termasuk penggunaan nomor kamar pasien dan lokasi

2) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk

darah

3) Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lainnya

untuk uji klinis

4) Pasien diidentifikasi sebelum diberikan perawatan dan prosedur

5) Kebijakan dan prosedur mengupayakan tercapainya konsistensi dalam

segala situasi dan lokasi

20
2. Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif

a) Standar

Rumah sakit menyusun pendekatan agar komunikasi di antara para

petugas pemberi perawatan semakin efektif.

b) Maksud dan Tujuan

Komunikasi yang efektif, tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan dapat

dipahami penerima, mengurangi kesalahan dan menghasilkan perbaikan

keselamatan pasien. Komunikasi dapat secara elektronik, lisan, atau

tertulis. Komunikasi yang paling rentan salah adalah jika perintah

perawatan pasien diberikan secara lisan dan melalui telepon, jika hal ini

diperbolehkan hukum dan peraturan setempat. Komunikasi lain yang

rawan salah adalah ketika melaporkan kembali hasil tes penting seperti

misalnya ketika laboratorium klinik menelepon unit perawatan pasien

untuk melaporkan hasil tes CITO.

Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan kebijakan dan prosedur

untuk pemberian perintah baik secara lisan maupun via telepon termasuk

pencatatan (pada buku atau di-enter ke komputer) perintah secara lengkap

atau hasil tes oleh si penerima informasi tersebut, penerima kemudian

membaca kembali perintah atau hasil tes tersebut dan mengkonfirmasi

apakah yang telah ditulis dan dibaca-ulang itu sudah tepat. Kebijakan dan

prosedur mengidentifikasi alternatif yang diperbolehkan bila proses

21
membaca-ulang tidak selalu dimungkinkan, misalnya di ruang operasi dan

dalam situasi darurat di bagian gawat darurat atau unit perawatan intensif.

c) Elemen Penilaian

1) Perintah lengkap, lisan dan via telepon, atau hasil tes dibaca

sipenerima

2) Perintah lengkap, lisan dan via telepon, atau hasil tes dibaca-ulang si

penerima

3) Perinatah dan hasil tes dikonfirmasi oleh individu si pemberi atau hasil

tes

4) Kebijakan dan prosedur disusun agar verifikasi tepat tidaknya

kumunikasi lisan dan via telepon dijalankan secara konsisten.

3. Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai

a) Standar

Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki keamanan

obat-obatan yang harus diwaspadai

b) Maksud dan Tujuan

Bila dalam rencana perawatan pasien terdapat juga pemberian obat-

obatan, maka untuk memastikan keselamatan pasien pengelolaan obat

yang tepat menjadi sangat penting. Obat-obatan yang perlu diwaspadai

adalah : obat-obatan yang termasuk dalam sejumlah besar kesalahan dan

kejadian sentinel, obat-obatan yang bila terjadi sesuatu yang tidak

diinginkan risikonya lebih tinggi, begitu pula obat-obatan yang mirip

22
bentuk atau bunyi namanya. Daftar obat berisiko tinggi dapat diperoleh

dari organisasi seperti misalnya WHO atau Institute for Safe Medication

Practice. Masalah kekeliruan obat yang kerap dikutip adalah pemberian

elektrolit konsentrat secara tidak sengaja misalnya, kalium klorida sama

atau lebih besar daripada 2 mEq, kalium fosfat sama atau lebih besar dari 3

mmol/ml, natrium klorida lebih besar dari 0.9%, dan magnesium sulfat

sama atau lebih besar dari 50%. Kesalahan dapat terjadi jika staf belum

sungguh –sungguh mengenal unit perawatan pasien, yang dipekerjakan

adalah perawat kontrakan yang tidak diberi pengenal secara memadai,

atau dalam keadaan darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi

atau menghilangkan kejadian ini adalah menyusun proses pengelolaan

obat yang patut diwaspadai, termasuk memindahkan elektrolit konsentrasi

dari unit perawatan pasien farmasi.

Rumah sakit bersama-sama menyusun kebijakan dan prosedur untuk

mengidentifikasi obat-obatan yang patut diwaspadai apa saja yang dimiliki

rumah sakit berdasarkan data yang ada. Kebijakan dan prosedur juga

menetapkan bagian mana saja secara klinis memang memerlukan

elektrolit konsentrat sesuai bukti dan praktik professional yang ada, seperti

misalnya bagian gawat darurat atau kamar operasi, dan menetapkan cara

pelabelannya yang jelas dan cara penyimpanannya sedemikian rupa

sehingga aksesnya terbatas agar terhindar dari pemakaian tak sengaja.

c) Elemen penilaian

23
1) Kebijakan dan atau prosedur disusun untuk mengatasi masalah

identifikasi, lokasi pemberian label dan penyimpanan obat yang patut

diwaspadai

2) Kebijakan dan prosedur ini diterapkan

3) Elektrolit konsentrat tidak boleh ada di unit perawatan pasien kecuali

jika secara klinis diperlukan dan tindakan diambil untuk mencegah

pemberian tidak sengaja di wilayah yang diizinkan oleh aturan

kebijakannya.

4) Elektrolit konsentrat yang disimpan diunit perawatan pasien diberi

label jelas dan disimpan sedemikian rupa hingga tidak mudah diakses.

4. Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar,

pembedahan pada pasien yang benar

a) Standar

Rumah sakit menyusun pendekatan untuk memastikan lokasi pembenahan

yang benar, prosedur yang benar pembedahan pada pasien yang benar

b) Maksud dan tujuan

Rumah sakit harus secara kolaboratif menyusun kebijakan dan prosedur

yang efektif untuk menghilangkan masalahyang mengkhawatirkan ini.

Kebijakan ini mencakup definisi pembedahan yang didalamnya

terkandung setidaknya prosedur yang menyelidiki dan menyembuhkan

penyakit dan gangguan tubuh manusia melalui pemotongan,

pengangkatan, pengubahan atau pemasukan alat diagnostik/terapi.

24
Kebijakan ini berlaku untuk segala lokasi dirumah sakit, dimana prosedur

itu dilakukan.

c) Elemen penilaian

1) Rumah sakit menggunakan tanda yang langsung dikenal untuk

mengidentifikasi lokasi pembedahan dan melibatkan pasien dalam

proses pemberian tanda

2) Rumah sakit menggunakan daftar atau proses lain untuk menverifikasi

apakah lokasinya, prosedur, dan pasien sudah benar dan bahwa

seluruh dokumen dan peralatan yang dibutuhkan sudah ada, tepat dan

fungsional

3) Tim bedah lengkap melakukan dan mendokumentasikan prosedur jeda

sesaaat sebelum memulai prosedur pembedahan

4) Kebijakan dan prosedur disusun sedemikian rupa sehingga semua

proses sehingga dapat dipastikan lokasi benar, prosedur benar, dan

pasien juga benar, termasuk prosedur medis dan gigi yang dilakukan

tidak diruang operasi

5. Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan

a) Standar

Rumah sakit menyusun pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi

akibat perawatan kesehatan

b) Maksud dan tujuan

25
Kebersihan tangan yang memadai itu penting dalam usaha

menghilangkan infeksi. Panduan kebersihan tangan yang sudah diterima

secara internasional adalah dari WHO, United Stated for Desease Control

and Prevention (US CDC) dan berbagai organisasi nasional dan

internasional lainnya.

c) Elemen Penilaian

1) Rumah sakit telah mengadopsi atau mengadaptasi panduan

kebersihan tangan yang diterbitkan dan umumnya diterima

2) Rumah sakit mengimplementasikan program kebersihan tangan yang

efektif

3) Kebijakan dan prosedur yang dikembangkan yang mendukung secara

terus-menerus infeksi terkait dengan perawatan kesehatan

6. Mengurangi risiko cedera pada pasien akibat terjatuh

a) Standar

Rumah sakit menyusun cara pendekatan untuk mengurangi risiko cedera

yang menimpa pasien akibat jatuh

b) Maksud dan Tujuan

Sebagian besar cidera pada pasien rawat inap terjadi karena jatuh. Dalam

kontek jumlah orang yang dilayani, layanan yang tersedia, dan

fasilitasnya, rumah sakit harus mengevaluasi risiko pasien terhadap jatuh

dan segera bertindak untuk mengurangi risiko terjatuh dan mengurangi

risiko cidera akibat jatuh. Evaluasi ini harus meliputi sejarah terjadinya

26
jatuh, pengkajian konsumsi obat dan alkohol, sering gerak dan

keseimbangan dan alat bantu yang digunakan pasien. Ruamh sakit

menetapkan program mengurangi risiko terjatuh berdasarkan kebijakan

dan prosedur yang tepat. Program ini memantau baik konsekuensi yang

diinginkan maupun tidak diinginkan dari tindakan yang diambil untuk

mengurangi jatuh, sebagai contoh , penerapan pembatasan fisik atau

pembatasan asupan cairan yang kurang dapat menimbulkan cidera,

terganggunya sirkulasi atau kesehatan kulit.

c) Elemen Penilaian

1) Rumah sakit merupakan proses dilakukannya penilaian awal pasien

akan risikonya terjatuh dan dilakukannya penilaian ulang pada pasien

bila, antara lain adanya perubahan kondisi atau obat-obatan

2) Dilakukannya upaya-upaya untuk mengurangi risiko jatuh bagi

mereka yang dinilai berisiko

3) Usaha-usaha itu dipantau untuk dilihat keberhasilannya dalam upaya

mengurangi cidera akibat jatuh dan konsekuensi lain yang tidak

diperhitungkan sebelumnya

4) Kebijakan dan prosedur mengarah pada pengurangan secara kontinu

risiko pasien cidera akibat jatuh di rumah sakit.

27
H. Mengatasi Kejadian Yang Tidak Diharapkan

Budiharjo ( 2008 ) , Kesalahan adalah bagian dari manusia; apa pun

pekerjaannya manusia tak luput dari berbuat salah. Namun, kesalahan dapat

dicegah dengan sistem rancangan yang mempersulit orang berbuat salah,

sebaliknya mengarahkan orang untuk berbuat benar. Dengan perkataan lain, para

penganut pendekatan sistem berpendapat bahwa kesalahan dapat dicegah atau

dikendalikan dengan sistem, misalnya supaya orang tidak salah menekan tombol

maka tombol tersebut diberi warna yang sangat mencolok, supaya perawat tidak

kelelahan sehingga berbuat kelasahan maka penjadwalan dilakukan berdasarkan

sistem yang mengacu pada jumlah jam kerja maksimum.

Banyak rumah sakit mengaplikasi sistem keselamatan yang baik namun

fakta menunjukkan bahwa kejadian tidak diharapkan tetap terjadi. Memang jika

system dapat dijalankan dengan semestinya maka kejadian tidak diharapkan

dapat ditekan sekecil-kecilnya namun fakta menunjukkan bahwa sistem tidak

dapat berjalan dengan secara optimal jika kompetensi dan nilai-nilai/budaya

yang ada tidak mendukungnya. Memang pendekatan sistem banyak

dipergunakan di RS maupun pada pesawat terbang; sistem dibuat sedemikian

rupa sehingga membuat orang tidak membuat kesalahan..

Berdasarkan pertimbangan tersebut terpadua pendekatan (holistic

approach) dan budaya untuk mengatasi kejadian tidak diharapkan perlu

dipergunakan. Pendekatan system lazim dikenal sebab hard approach sedang

pendekatan budaya/manusia lazim dikenal sebagai soft approach. Sebagai hard

28
approach, pendekatan sistem dapat dipergunakan untuk membudayakan nilai-

nilai. Pengelolaan kejadian tidak diharapkan bertujuan meminimalkan kejadian

yang tidak diharapkan.

Pendekatan integratif tersebut cocok disebabkan oleh berbagai penyebab

kejadian yang tidak diharapkan :

a. Pertama, nilai-nilai, serta tindakan para medis dan non-medis yang belum

berorientasi pada keselamatan pasien.

b. Kedua, kompetensi para medis/non-medis yang kurang/tidak memadai,

misalnya seorang dokter yang tidak kompeten dalam dalam mengoperasi

pasien karena sudah lama tidak melakukan pekerjaan tersebut tetapi

melakukannya.

c. Ketiga, keterbatasan pengetahuan; secara keilmuan misalnya belum

ditemukan caracara yang efektif untuk mengobati penyakit tertentu, misalnya

terapi cell, stem cell, dan DNA tidak dimungkinkan lima puluh tahun lalu.

d. Keempat, keterbatasan kompetensi dan fasilitas RS; secara keilmuan sudah

dimungkinkan tetapi rumah sakit tidak memiliki dokter yang kompeten dan

peralatan yang canggih yang mendukung.

e. Kelima, nilai-nilai pasien yang tidak berorientasi pada safety values,

misalnya pasien yang tidak mematuhi dokter dan aturan keselamatan.

f. Keenam, kurang efektifnya sistem safety termasuk IT untuk membantu para

medis dan non-medis di rumah sakit.

29
I. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Mubarak (2012) , Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuaan seseorang :

1) Pendidikan

Makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima

informasi dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang

dimilikinya.

2) Pekerjaan

Menjadikan seseorang memperolah pengalaman dan pengetahuan baik secara

langsung maupun tidak langsung

3) Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek

fisik dan psikologis atau mental, sesorang akan semakin matyang dan dewasa

4) Minat

Menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada

akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam

5) Pengalaman

Pengalaman terhadap objek yang menyenangkan maka secara psikologis akan

timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam jiwanya, dan

akhiranya akan membentuk pula sikap positif

30
6) Kebudayaan lingkungan sekitar

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar

terhadap pembentukan sikap kita, apabila disuatu wilayah mempunyai budaya

untuk menjaga kebersihan lingkungan maka akan mungkin, masyarakat

sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan.

7) Informasi

Kemudahan untuk memperoleh informasi dapat membantu mempercepat

seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

J. Konsep Tentang Kepatuhan

Suparyanto, 2010, Menjelaskan tenatang difinisi kepatuhan :

1) Definisi Kepatuhan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pranoto,2007), patuh adalah suka

menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan kepatuhan adalah perilaku

sesuai aturan dan berdisiplin. Sarafino (1990) dikutip oleh (Slamet B, 2007),

mendefinisikan kepatuhan (ketaatan) sebagai tingkat penderita melaksanakan

cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokter atau orang lain.

Kepatuhan juga dapat didefinisikan sebagai perilaku positif penderita dalam

mencapai tujuan terapi ( Degresi, 2005 ).

31
2) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Menurut (Niven, 2008) faktor-

faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah:

a) Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara. Pendidikan klien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang

bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif.

b) Akomodasi

Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian

klien yang dapat mempengaruhi kepatuhan antenatal care adalah jarak

dan waktu, biasanya ibu cenderung malas melakukan antenatal care pada

tempat yang jauh.

c) Modifikasi faktor lingkungan dan sosial

Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan

teman-teman, kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk

32
membantu kepatuhan terhadap program pengobatan seperti pengurangan

berat badan, berhenti merokok dan menurunkan konsumsi alkohol.

Lingkungan berpengaruh besar pada antenatal care, lingkungan yang

harmonis dan positif akan membawa dampak yang positif pula pada ibu

dan bayinya, kebalikannya lingkungan negatif akan membawa dampak

buruk pada proses antenatal care.

d) Perubahan model terapi

Program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin dan

klien terlihat aktif dalam pembuatan program pengobatan (terapi).

Keteraturan ibu hamil melakukan antenatal care dipengaruhi oleh

kesehatan saat hamil. Keluhan yang diderita ibu akan membuat ibu

semakin aktif dalam kunjungan antenatal care.

e) Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan klien

Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan klien

adalah suatu hal penting untuk memberikan umpan balik pada klien

setelah memperoleh infomasi tentang diagnosis. Suatu penjelasan

penyebab penyakit dan bagaimana pengobatan dapat meningkatkan

kepatuhan, semakin baik pelayanan yang diberikan tenaga kesehatan,

semakin teratur pula ibu melakukan kunjungan antenatal care .

33
f) Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu, dari pengalaman

dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan

akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

Menurut fungsinya pengetahuan merupakan dorongan dasar

untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran, dan untuk

mengorganisasikan pengalamannya. Adanya unsur pengalaman yang

semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu akan

disusun, ditata kembali atau diubah sedemikian rupa, sehingga tercapai

suatu konsistensi. Semakin tinggi tingkat pengetahuan, semakin baik

pula ibu melaksanakan antenatal care (Azwar, 2007).

g) Usia

Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai

saat akan berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan

kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari

segi kepercayaan, masyarakat yang lebih dewasa akan lebih dipercaya

daripada orang yang belum cukup tinggi tingkat kedewasaannya. Hal ini

34
sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya. Semakin

dewasa seseorang, maka cara berfikir semakin matang dan teratur

melakukan antenatal care (Notoatmodjo, 2007).

35
BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep Penelitian.

Berdasarkan landasan teoritis yang telah diuraikan pada tinjauan pustaka

dengan judul Gambaran Kepatuhan Perawat Dalam Melaksanakan Patient

Safety di Lontara 3 Bedah Syaraf dan Penyakit Syaraf Rumah Sakit DR.

Wahidin Sudiro Husodo Makassar maka dapat digambarkan sebagai berikut.

Standar Patient Safety

Identifikasai pasien dengan benar

Komunikasi yang efektif

Pelaksanaan keamanan obat-obatan yang


Kepatuhan
harus diwaspadai
Perawat
Penentuan lokasi pembedahan yang benar, dalam
prosedur yang benar, pembedahan pada
pasien yang benar Pelaksanaan
Pengelolaan risiko infeksi akibat perawatan Patient
kesehatan
Safety
Pengelolaan risiko cidera pasien akibat
terjatuh

Identifikasi tingkat pengetahuan perawat


tentang pelaksanaan patient safety

Keterangan :

= Variabel yang diteliti

36
Dari bagan diatas dapat dijelaskan bahwa kepatuhan terhadap

pelaksanaaan patient safety akan dilihat dari cara perawat dalam melakukan :

Identifikasai pasien dengan benar, Komunikasi yang efektif, Pelaksanaan

Keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai, Penentuan lokasi pembedahan

yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada pasien yang benar,

Pengelolaan risiko infeksi akibat perawatan kesehatan, Pengeloaan risiko cidera

pasien akibat terjatuh, Identifikasi tingkat pengetahuan perawat tentang

pelaksanaan patient safety,sehingga nantinya dapat dilihat gambaran kepatuhan

perawat dalam pelaksanaan patient safety

37
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskiptif dengan menggunakan

pendekatan desain penelitian cross sectional study yaitu ingin melihat

gambaran pada pelaksanaan standar patient safety pada satu waktu tertentu

yang terdiri dari 6 sasaran patient safety yang meliputi ; mengidentifikasai

pasien dengan benar, meningkatkan komunikasi yang efektif, meningkatkan

keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai, memastikan lokasi

pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada pasien yang

benar, mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan, mengurangi

risiko cidera pasien akibat terjatuh

B. Tempat Dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian.

Tempat penelitian ini di ruang rawat inap Lontara 3 Bedah Syaraf dan

Penyakit Syaraf Rumah Sakit DR. Wahidin Sudiro Husodo Makassar

2. Waktu pelaksanaan.

Penelitian dilaksanakan pada bulan 01 Nopember - 30 Desember 2013.

C. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoatmodjo, 2010). Adapun populasi dari penelitian ini adalah seluruh

perawat di ruang rawat inap Lontara 3 Bedah Syaraf dan Penyakit Syaraf

38
2. Sampel

Sampel merupakan objek yang diteliti dan dianggap memiliki

keseluruhan populasi, Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Purposive sampling, yaitu sample dengan pertimbangan tertentu.,

pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut yang dianggap paling

tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa

sehingga akan dimudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial yang

diteliti dan memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Kriteria inklusi

1) Semua perawat yang bertugas diruang Lontara 3 bedah syaraf dan

penyakit syaraf

2) Lama bekerja lebih dari 1 tahun

b. Kriteria ekslusi

1) Perawat yang sedang cuti lama pada saat penelitian dilakukan

2) Perawat yang tidak bersedia menjadi responden

3. Estimasi Besarnya Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini diambil dari

seluruh perawat yang bertugas yang sesuai dengan kriteria inklusi yang

diangggap dapat memberikan informasi dari data yang diperlukan di ruang

Lontara 3 Bedah syaraf dan Penyakit Syaraf Rumah Sakit Wahidin Suduro

Husodo Makassar yaitu berjumlah 37 orang

39
D. Alur penelitian

Populasi : seluruh perawat yang bertugas di ruang Lontara


3 Bedah syaraf dan Penyakit Syaraf n=37 orang

Pemilihan sampel: Purposive sampling , n= 37 orang

Melakukan penyebaran kuisioner tentang kepatuhan


perawat terhadap patient safety dan tingkat pengetahuan
tentang patient safety selama 1 minggu, n=34 orang

Pengolahan data dan


Analisa data

Hasil Analisa data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi


dan naratif

E. Variabel Penelitian.

Untuk melihat gambaran tentang kepatuhan perawatan dalam

melaksanakan patient safety adalah dengan melihat variabel dependen.

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah: (1) identifikasai

pasien dengan dengan benar, (2) komunikasi yang efektif, (3) pelaksanaan

keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai, (4) penentuan lokasi

pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada pasien yang

benar, (5) pengelolaan risiko infeksi akibat perawatan kesehatan, (6)

pengelolaan risiko cidera pasien akibat terjatuh, (7) identifikasi tingkat

pengetahuan perawat tentang pelaksanaan patient safety.

40
F. Definisi operasional

1. Identifikasai pasien dengan benar : melihat bagaimana perawat dalam

mengidentifikasi pasien secara benar sesuai penilaian menggunakan

lembar wawancara terpimpin dan apabila kegiatan tersebut dilaksanakan

akan diberi nilai 1 dan apabila tidak dilaksanakan diberi nilai 0.

2. Komunikasi yang efektif : melihat bagaimana perawat cara berkomunikasi

dengan menggunakan TBAK,IRSAF/SBAR. TBAK adalah tulis, bacakan

kembali dan konfirmasi, dilakukan pada saat menerima

telepon/informasi/instruksi, IRSAF adalah identitas pasien, riwayat

penyakit, situasi saat ini, asesment dan follow up, dilakukan pada saat

terima pasien/hand over, SBAR adalah situasi, background, asessesmen

dan rekomendasi, dilakukan pada saat melaporkan kondisi pasien kepada

DPJP, sesuai dengan penilaian menggunakan lembar wawancara terpimpin

dan apabila kegiatan tersebut dilaksanakan akan diberi nilai 1 dan apabila

tidak dilaksanakan diberi nilai 0.

3. Pelaksanaan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai adalah

bagaimana perawat dalam melaksanakan keamanan obat yang dapat

menyebabkan kejadian yang tidak di inginkan seperti elektrolit pekat,

narkotika dan obat high alert lainnya seperti insulin injeksi, oxytocin

injeksi , terbutaline injeksi , sesuai dengan penilaian menggunakan lembar

wawancara terpimpin dan apabila kegiatan tersebut dilaksanakan akan

diberi nilai 1 dan apabila tidak dilaksanakan diberi nilai 0.

41
4. Penentuan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar,

pembedahan pada pasien yang benar adalah bagaimana perawat dapat

melaksanakan tindakan yang tepat sebelum dimulai suatu

prosedur/tindakan pembedahan untuk pengecekan semua hal yang terkait

dengan tindakan yang akan dilakukan kepada klien, sesuai dengan

penilaian menggunakan lembar wawancara terpimpin dan apabila kegiatan

tersebut dilaksanakan akan diberi nilai 1 dan apabila tidak dilaksanakan

diberi nilai 0.

5. Pengelolaan risiko infeksi akibat perawatan kesehatan adalah bagaimana

perawat melakukan tindakan hand hygiene adalah cuci tangan

menggunakan hundcrub dengan 6 langkah dengan indikasi Five moment,

sesuai dengan penilaian menggunakan lembar wawancara terpimpin dan

apabila kegiatan tersebut dilaksanakan akan diberi nilai 1 dan apabila tidak

dilaksanakan diberi nilai 0.

6. Pengelolaan risiko cidera pasien akibat terjatuh : bagaimana cara perawat

dalam mengelola pasien agar tidak mengalami cidera akibat terjatuh di

lingkungan rumah sakit , sesuai dengan penilaian menggunakan lembar

wawancara terpimpin dan apabila kegiatan tersebut dilaksanakan akan

diberi nilai 1 dan apabila tidak dilaksanakan diberi nilai 0.

7. Identifikasi tingkat pengetahuan perawat tentang pelaksanaan patient

safety adalah menilai pengetahuan perawat dalam hal pengetahuannya

tentang patient safety, instrument penilaian menggunakan lembar

42
kuisioner dengan jumlah 15 pertanyaan , dikatakan pengetahuan baik jika

jawaban responden ≥ 61 dan kurang jika ≤ 60

8. Kepatuhan perawat dalam pelaksaan patient safety adalah

kegiatan/aktivitas perawat dalam melaksanakan 6 sasaran patient safety

sesuai dengan protap yang berlaku di rumah sakit.

G. Pengolahan Data dan Analisis Data.

1. Pengolahan data.

Sebelum semua data dianalisa maka terlebih dahulu dilakukan tahap tahap

sebagai berikut:

a. Editing.

Editing dilakukan untuk memeriksa ulang atau mengecek jumlah dan

meneliti kelengkapan pengisian kuisioner, apakah setiap pertanyaan

sudah dijawab dengan benar.

b. Coding.

Setelah data masuk, setiap jawaban di konversi kedalam angka-angka

dan diberikan simbol-simbol tertentu untuk setiap jawaban sehingga

memudahkan dalam pengolahan data selanjutnya.

c. Tabulasi Data.

Dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan data kedalam suatu

tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki sesuai dengan tujuan penelitian,

tabel mudah untuk dianalisa. Tabel tersebut dapat berupa tabel

sederhana.

43
d. Analisa data.

Setelah memperoleh nilai skor dari tiap variabel penelitian, dilakukan

tabulasi data untuk melihat tampilan distribusi frekuensi dan

presentase dari tiap variabel dependen dengan menggunakan rumus :

ΣX X 100%
Persentase =
N

N
Keterangan : X = jumlah kejadian, N= jumlah responden.

H. Etika Penelitian.

Pada saat melakukan penelitian, terlebih dahulu mengajukan

permohonan ke Litbang, setelah mendapat persetujuan barulah melakukan

penelitian. Etika penelitian bertujuan untuk melindungi hak-hak responden

antara lain menjaga kerahasiaan identitas responden. Sebelum pelaksanaan

penelitian, responden diberikan surat persetujuan tentang kesediaan responden

menjadi partisipan dalam penelitian ini, agar di peroleh hasil yang berarti.

Peneliti menjaga catatan tiap individu yang setuju untuk berpartisipasi.

1. Lembar persetujuan (Informed Consent); proses pemberian informasi yang

cukup dapat dimengerti kepada individu mengenai partisipasinya dalam

suatu proyek riset. Ini meliputi pemberian calon peserta dengan informasi

tentang hak-hak dan tanggung jawab mereka dalam proyek dan

mendokumentasikan sifat kesepakatan.

44
2. Tanpa nama (Anonimity); anomitas merujuk pada tindakan merahasiakan

nama peserta terkait dengan partisipasi mereka dalam suatu riset.

3. Kerahasiaan (Confidentiality); kerahasiaan mengacu pada tanggung jawab

peneliti untuk melindungi semua data yang dikumpulkan dalam lingkup

proyek, dari pemberitahuan kepada yang lain (Brockopp & Hastings

Tolsma, 2000)

45
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dimana penelitian deskriptif

hanya menggambarkan /memaparkan variabel-variabel yang diteliti tanpa

menganalisa hubungan antar variabel, data hasil penelitian ini akan disajikan

dalam bentuk deskriptif agar dapat dipahami oleh pembaca dengan mudah

(Dharma,2011), data hasil penelitian ini akan dipaparkan dalam bentuk

deskriptif yang meliputi 6 sasaran patient safety yaitu : (1) identifikasi pasien

dengan benar, (2) kemampuan komunikasi yang efektif, (3) kemampuan

keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai, (4) kemampuan penentuan

lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada pasien

yang benar, (5) kemampuan pengelolaan risiko infeksi akibat perawatan

kesehatan, (6) pengeloaan risiko cidera pasien akibat terjatuh .

Sebelum melihat data hasil penelitian ini akan disajikan terlebih dahulu

data demografi responden sebagai berikut :

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Data Demografi

Karakteristik responden berdasarkan data demografi, meliputi

(1) usia (2) jenis kelamin (3) pendidikan (4) masa kerja

46
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakterisitik Responden Berdasarkan Data
Demografi di Ruang Lontara 3 Bedah Syaraf dan Penyakit Syaraf Rumah Sakit
DR. Wahidin Sudiro Husodo Makassar 2013

Variabel Ruang Syaraf Ruang Bedah Sayaraf


f % f %
Usia
20-29 tahun 7 44 7 39
30-39 tahun 6 38 7 39
40-49 tahun 2 13 3 17
50-59 tahun 1 6 1 6

Jenis kelamin
Laki-laki 5 31 7 39
Perempuan 11 69 11 61

Pendidikan
S1 Keperawatan/ Ners 5 31 6 33
S1 Kesehatan Masyarakat 1 6 1 6
D3 Keperawatan 10 63 11 61

Masa Kerja
0-4 tahun 5 28 4 22
5-9 tahun 6 15 9 50
15-19 tahun 4 7 4 22
25-29 tahun 1 6 1 6

Sumber :data primer 2013

Berdasarkan tabel 5.1 pada ruang syaraf diketahui bahwa usia

responden yang terbanyak pada rentang 20-29 tahun sebanyak 7 (44%)

orang, jenis kelamin responden sebagian besar berjenis kelamin

perempuan yaitu sebanyak 11 (69%) orang, tingkat pendidikan responden

yang terbanyak berada pada tingkat pendidikan D3 Keperawatan sebanyak

10 (63%) responden ,lama kerja responden paling banyak berada pada usia

5-9 tahun sebanyak 6 (15 %) orang.

Sedangkan pada ruang bedah syaraf diketahui bahwa usia

responden yang terbanyak pada rentang 20-29 tahun sebanyak 7 (39%)

orang, jenis kelamin responden sebagian besar berjenis kelamin

47
perempuan yaitu sebanyak 11 (61%) orang, tingkat pendidikan responden

yang terbanyak berada pada tingkat pendidikan D3 Keperawatan sebanyak

11 (61%) orang ,lama kerja responden paling banyak berada pada usia 5-9

tahun sebanyak 9 (50 %) orang.

2. Hasil Analisis Distribusi Frekuensi Untuk 6 Sasaran Patient Safety

a. Kepatuhan Perawat Dalam Mengidentifikasi Pasien dengan Benar

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Kepatuhan Perawat dalam Mengidentifikasi Pasien


dengan Benar di Ruang Lontara 3 Bedah Syaraf dan Penyakit Syaraf Rumah Sakit
DR. Wahidin Sudiro Husodo Makassar 2013

R. Syaraf R.Bedah syaraf


Patuh tidak Patuh tidak
NO Aktivitas/kegiatan
f % f % f % f %

1 Memastikan gelang identitas 16 100 0 0 18 100 0 0


terpasang pada pasien yang
sesuai (nama lengkap,tanggal
lahir,nomer rekam medis)
2 Petugas memperkenalkan diri 11 68.8 5 31.3 9 50 9 50
pada pasien
3 Menggunakan komunikasi 15 93.8 1 6.3 18 100 0 0
aktif (berupa pertanyaan
terbuka) dengan menanyakan
minimal 2 identitas pasien
4 Melakukan identitas pasien
a. Sebelum memberikan 15 93.8 1 6.3 18 100 0 0
obat
b. Sebelum memberikan 16 100 0 0 18 100 0 0
transfusi
c. Sebelum mengambil 16 100 0 0 18 100 0 0
darah/pemeriksaan
laboratorium
d. Sebelum memberikan 15 93.8 1 6.3 18 100 0 0
pelayanan/prosedur
tindakan
Sumber :data primer 2013

Berdasarkan data distribusi frekuensi ruang syaraf diatas yaitu

tentang kepatuhan perawatan dalam melakukan identifikasi pasien dengan

benar dapat dijelaskan bahwa di ruang syaraf yaitu rata-rata perawat sudah

48
patuh, namun masih ada yang masih kurang yaitu tentang petugas yang

tidak memperkenalkan diri pada pasien yaitu sebanyak 5 ( 31.3%) orang.

Sedangkan untuk ruang bedah syaraf rata-rata juga sudah baik,

namun masih ada petugas/perawat yang tidak memperkenalkan diri pada

pasien yaitu sebanyak 9 ( 50%) orang.

b. Kepatuhan Perawat Dalam Kemampuan Komunikasi yang Efektif

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Kepatuhan Perawat dalam Melakukan Komunikasi


yang Efektif di Ruang Lontara 3 Bedah Syaraf dan Penyakit Syaraf Rumah Sakit
DR. Wahidin Sudiro Husodo Makassar 2013

R. Syaraf R.Bedah Syaraf


NO Aktivitas/kegiatan patuh tidak patuh tidak
f % f % f % f %
1 Melaporkan keadaan pasien, 14 87.5 2 12.5 17 94.4 1 5.6
hasil kritis dan serah terima
pasien menggunkan tehnik
( situation, Bacground,
Asessment,
Recommendation)
2 Menggunakan tehnik
TBAKTulis/baca kembali
(write down/read back) saat
menerima instruksi verbal
a. Seluruh pesan verbal dan 11 68.8 5 31.3 12 66.7 6 33.3
telpon atau hasil tes
ditulis ulang oleh
penerima pesan dilembar
belakang catatan
terintegrasi
b. Seluruh pesan verbal dan 13 81.3 3 18.8 18 100 0 0
telepon atau hasil tes
dibacakan kembali oleh
penerima pesan
c. Pesan atau hasil tes 14 87.5 2 12.5 18 100 0 0
dikonfirmasi oleh
pemberi pesan
d. Pesan tertulis diverifikasi 10 62.5 6 37.5 12 66.7 6 33.3
(ditanda tangani dan
diberi nama) oleh
pemberi pesan pada
kesempatan pertama
3 Pencatatan tindakan yang 10 62.5 6 37.5 12 66.7 6 33.3
telah dilakukan dalam
catatan terintegrasi
Sumber :data primer 2013

49
Berdasarkan data distribusi frekuensi di ruang syaraf diatas yaitu

tentang kepatuhan perawatan dalam kemampuan melaksanakan

komunikasi yang efektif dimana perawat yang tidak melaksanan verifikasi

terhadap pesan tertulis (ditanda tangani dan diberi nama) oleh pemberi

pesan pada kesempatan pertama sebanyak 6 orang (37.5%), yang tidak

melaksanakan pencatatan tindakan yang telah dilakukan dalam catatan

terintegrasi sebanyak 6 orang (37.5 %).

Sedangkan di ruang bedah syaraf diatas yaitu tentang kepatuhan

perawatan dalam kemampuan melaksanakan komunikasi yang efektif

dimana perawat yang tidak seluruh pesan verbal dan telpon atau hasil tes

tidak ditulis ulang oleh perawat dilembar belakang catatan terintegrasi

sebanyak 12 (66.7%), tidak melaksanan verifikasi terhadap pesan tertulis

(ditanda tangani dan diberi nama) oleh pemberi pesan pada kesempatan

pertama sebanyak 12 orang (66.7%) dan yang tidak melaksanakan

pencatatan tindakan yang telah dilakukan dalam catatan terintegrasi

sebanyak 12 orang (66.7%).

50
c. Kepatuhan Perawat Dalam Kemampuan Keamanan Obat-Obatan
yang Harus di Waspadai

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Kepatuhan Perawat dalam Melakukan Keamanan


Obat-Obatan yang Harus di Waspadai di Ruang Lontara 3 Bedah Syaraf dan
Penyakit Syaraf Rumah Sakit DR. Wahidin Sudiro Husodo Makassar 2013

R.syaraf R. Bedah Syaraf


NO Aktivitas/kegiatan patuh Tidak patuh Tidak
f % f % f % f %
1 Cairan elektrolit pekat yang 14 87.5 2 12.5 18 100 0 0
ada diruang rawat kecuali ada
resep dari dokter dan
disiapkan untuk 1 kali
pemberian
2 Cairan elektrolit pekat yang 13 81.3 3 18.8 17 94.4 1 5.6
ada diruang rawat diberi label
yang jelas dan disimpan pada
tempat dengan akses terbatas
3 Ada daftar obat-obatan yang 15 93.8 1 6.3 15 83.3 3 16.7
memerlukan kewaspadaan
tinggi di nurse station
4 Setiap pemebrian obat
menerapkan
Prinsip 7 benar
a. Benar Obat
1) Sesuai dengan 16 100 0 0 18 100 0 0
instruksi dokter di
rekam medis
2) Sesuai dengan kartu 16 100 0 0 18 100 0 0
pemberian obat
3) Double check ( dicek 16 100 0 0 18 100 0 0
oleh dua orang )untuk
obat high alert
b. Benar Dosis
1) Sesuai usia (dibuku 16 100 0 0 18 100 0 0
informasi obat/MMIS)
2) Sesuai dengan kartu 16 100 0 0 18 100 0 0
pemberian obat
3) Double check ( untuk 16 100 0 0 18 100 0 0
yang memerlukan
perhitungan atau high
alert)
c. Benar Waktu
1) Sesuaikan jam 16 100 0 0 18 100 0 0
pemberian dengan
kartu pemberian obat
2) Tepat jam pemberian 16 100 0 0 18 100 0 0
d. Benar cara atau rute
1) Sesuai cara buku 16 100 0 0 18 100 0 0
informasi obat (MIM)
2) Sesuai dengan kartu 16 100 0 0 18 100 0 0
pemberian obat
3) Sesuai dengan bentuk 16 100 0 0 18 100 0 0
atau jenis sediaan obat
4) Obat untuk NGT 16 100 0 0 18 100 0 0
berupa obat cair atau
sirup
5) Pemberian beberapa 12 75.0 4 25.0 15 83.3 3 16.7
obat diberi jarak

51
R.syaraf R. Bedah Syaraf
NO Aktivitas/kegiatan patuh Tidak patuh Tidak
f % f % f % f %
e. Benar Pasien
1) Membawa kartu 15 93.8 1 6.3 18 100 0 0
pemberian obat dan obat
dicocokan dengan gelang
pasien
2) Tanyakan riwayat alergi 16 100 0 0 18 100 0 0
f. Benar Informasi
Penjelasan nama, tujuan, cara 15 93.8 1 6.3 18 100 0 0
pemberian obat kepada pasien
/ keluarga pasien
g. Benar dokumentasi
1) Paraf dan nama petugas 16 100 0 0 18 100 0 0
setelah obat diberikan /
diminum pasien
2) Pastikan pasien telah 15 93.8 1 6.3 18 100 0 0
mengkonsumsi obatnya
(dengan melihat sendiri
atau bertanya kepada
keluarga yang melihat)
3) Paraf dan nama petugas 16 100 0 0 18 100 0 0
yang mengubah jenis,
dosis, jadwal, cara
pemberian obat
4) Catatan perubahan / efek 16 100 0 0 18 100 0 0
samping setelah pasien
mendapat pengobatan
5) Dokumentasikan KNC 9 56.3 7 43.8 14 77.8 4 22.2
terkait pengobatan
6) Dokumentasikan KTD 13 81.3 3 18.8 17 94.4 1 5.6
terkait pengobatan
Sumber :data primer 2013

Berdasarkan data distribusi frekuensi di ruang syaraf diatas yaitu

tentang kepatuhan perawat dalam kemampuannya melaksanakan

keamanan obat-obatan yang harus di waspadai yaitu perawat yang tidak

melaksanakan / menerapkan prinsip 7 benar tentang obat-obatan yang

meliputi benar cara atau rute : pemberian beberapa obat dan nutrisi tidak

diberi jarak waktu sebanyak 4 orang (25%) . dan yang tidak

mendokumentasikan KNC terkait pengobatan sebanyak 7 orang (43.8%)

52
Sedangkan di ruang bedah syaraf yang tidak membuat daftar obat-

obatan yang memerlukan kewaspadaan tinggi sebanayak 3 orang (16.7%)

dan yang tidak mendokumentasikan KNC terkait pengobatan sebanyak 7

orang (43.8%)

d. Kepatuhan Perawat Dalam Kemampuan Penentuan Lokasi


Pembedahan yang Benar, Prosedur yang Benar, Pembedahan Pada
Pasien yang Benar

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Kepatuhan Perawat dalam Melakukan Penentuan


Lokasi Pembedahan yang Benar, Prosedur yang Benar, Pembedahan Pada Pasien
yang Benar di Ruang Lontara 3 Bedah Syaraf dan Penyakit Syaraf Rumah Sakit
DR. Wahidin Sudiro Husodo Makassar 2013

R. Syaraf R. Bedah Syaraf


NO Aktivitas/kegiatan patuh Tidak Patuh tidak
f % f % f % f %
1 Memberikan informasi 13 81. 3 18.8 18 100 0 0
kepada pasien dan 3
keluarga mengenai
tindakan dan ada
persetujuan tertulis
2 Menandakan dioperasi 7 43. 9 56.3 11 61.1 7 38.9
dengan menggunakan 8
penanda yang mudah
dilihat(dengan gentian
violet)
3 Menggunakan checklist
keselamatan operasi untuk
memastikan lokasi yang
akan dibedah, prosedur
pembedahan dan identitas
pasien sebelum
pembedahan di OK
a. The sign in 0 0 16 100 0 0 18 100
b. The Time out 0 0 16 100 0 0 18 100
c. The sign out 0 0 16 100 0 0 18 100
Sumber :data primer 2013

Berdasarkan data distribusi frekuensi diatas yaitu tentang

kepatuhan perawat diruang syaraf dalam kemampuan penentuan lokasi

pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada pasien

yang benar dapat dilihat ketika perawatan yang tidak melaksanakan

53
kegiatan dalam hal area yang akan dioperasi diberi penanda dengan

menggunakan penanda yang mudah dilihat(dengan gentian violet) untuk

menandai lokasi yang akan dibedah dengan tulisan YA di lokasi yang akan

dioperasi dengan melibatkan pasien saat proses penandaan (lihat form pra

bedah dan status) di ruang rawat sebanyak 9 (56.3%).

Menggunakan checklist keselamatan operasi untuk memastikan

lokasi yang akan dibedah, prosedur pembedahan dan identitas pasien

sebelum pembedahan di OK : The sign in, The Time out, The sign out

tidak dilakukan oleh perawat, item pernyataan ini dilakukan oleh dokter

sehingga 34 orang (100%) perawat tidak melakukan tindakan ini.

Sedangkan diruang bedah syaraf dalam kemampuan penentuan

lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada

pasien yang benar dapat dilihat ketika perawatan yang tidak melaksanakan

kegiatan dalam hal area yang akan dioperasi diberi penanda dengan

menggunakan penanda yang mudah dilihat(dengan gentian violet) untuk

menandai lokasi yang akan dibedah dengan tulisan YA di lokasi yang akan

dioperasi dengan melibatkan pasien saat proses penandaan (lihat form pra

bedah dan status) di ruang rawat sebanyak 7 (38.9%) .

54
e. Kepatuhan Perawat Dalam Kemampuan Pengelolaan Risiko Infeksi
Akibat Perawatan Kesehatan

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Kepatuhan Perawat dalam Melakukan Pengelolaan


Risiko Infeksi Akibat Perawatan Kesehatan di Ruang Lontara 3 Bedah Syaraf dan
Penyakit Syaraf Rumah Sakit dr. Wahidin Sudiro Husodo Makassar 2013

R.Syaraf R. Bedah Syaraf


NO Aktivitas/kegiatan patuh Tidak patuh tidak
f % f % f % f %
1 Menggunakan 16 100 0 0 18 100 0 0
hundrub/air dan sabun
2 Mencuci tangan sesuai 16 100 0 0 18 100 0 0
prosedur
3 Kepatuhan melakukan
HH pada five moment
(%) :
a. Sebelum kontak 15 93.8 1 6.3 18 100 0 0
dengan pasien
b. Setelah kontak 16 100 0 0 18 100 0 0
dengan pasien
c. Sebelum melakukan 16 100 0 0 18 100 0 0
tindakan/prosedur
d. Setelah kontak 16 100 0 0 18 100 0 0
dengan
specimen/cairan
tubuh pasien
e. Setelah kontak 15 93.8 1 6.3 18 100 0 0
dengan lingkungan
pasien
4 Penangan limbah dengan 16 100 0 0 18 100 0 0
lingkungan pasien
Sumber :data primer 2013

Berdasarkan data distribusi frekuensi diruang syaraf diatas yaitu

tentang kepatuhan perawat dalam kemampuan mengelolan risiko infeksi

akibat perawatan kesehatan yaitu perawat yang kurang patuh dalam

melakukan high hygiene pada five moment sebelum kontak dengan pasien

sebanyak 1 orang (6.3%), setelah kontak dengan lingkungan pasien

sebanyak 1 orang (6.3%) , sedangkan di ruang bedah syaraf 100% perawat

patuh dalam hal pengelolaan risiko infeksi.

55
f. Kepatuhan Perawat Dalam Pengeloaan Risiko Cidera Pasien Akibat
Terjatuh

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Kepatuhan Perawat dalam Melakukan Pengeloaan


Risiko Cidera Pasien Akibat Terjatuh di Ruang Lontara 3 Bedah Syaraf dan
Penyakit Syaraf Rumah Sakit dr. Wahidin Sudiro Husodo Makassar 2013

R.Syaraf R. Bedah Syaraf


NO Aktivitas/kegiatan
patuh tidak patuh tidak
f % f % f % f %
1 Pengamanan tempat 16 100 0 0 18 100 0 0
tidur terpasang
2 Dilakukan assesment 14 87.5 2 12.5 18 100 0 0
risiko jatuh untuk
setiap pasien baru
masuk RS
3 Melakukan edukasi 15 93.8 1 6.3 18 100 0 0
kepada keluarga
pasien
4 Pasang Alert 15 93.8 1 6.3 18 100 0 0
Sumber : data primer 2013

Berdasarkan data distribusi frekuensi diruang syaraf diatas yaitu

tentang kepatuhan perawat dalam pengeloaan risiko cidera pasien akibat

terjatuh, dimana perawat yang tidak melakukan assesment risiko jatuh

untuk setiap pasien baru masuk RS sebanyak 2 orang (12.5%), sedangkan

di ruang bedah syaraf untuk pengelolaan risiko pasien jatuh 100% dikelola

dengan baik.

56
3. Gambaran Kepatuhan Perawat Dalam Melaksanakan Patient Safety
Berdasarkan Kemampuan Identifikasi Tingkat Pengetahuan Perawat
Pelaksana.

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Kepatuhan Perawat Dalam Melaksanakan Patient


Safety Berdasarkan Kemampuan Identifikasi Tingkat Pengetahuan Perawat
Pelaksana di Ruang Lontara 3 Bedah Syaraf dan Penyakit Syaraf Rumah Sakit
DR. Wahidin Sudiro Husodo Makassar 2013

R.Syaraf R. Bedah Syaraf


NO PENGETAHUAN
f % f %

1 Baik 15 93.8 17 94.4


2 Kurang Baik 1 6.2 1 5.6
Total 16 100 18 100

Berdasarkan tabel 5.8 bahwasanya tingkat pengetahuan responden

di ruang syaraf terhadap kepatuhan dalam pelakasanaan patient safety

yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 15 (93.8%) responden dan yang

memiliki pengetahuan kurang baik 1 (6.2%) responden, sedangkan di

ruang bedah syaraf yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 17 orang

(94.4%), yang kurang baik 1 orang ( 5.6%)

57
B. PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini akan dilakukan interpretasi hasil penelitian dengan

cara membandingkan hasil penelitian dengan teori yang relevan dengan

penelitian ini.

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Data Demografi

a. Usia

Berdasarkan hasil penelitian, pada ruang penyakit syaraf diketahui

bahwa usia responden yang terbanyak pada rentang 20-29 tahun sebanyak

7 (44%) responden.

Sedangkan pada ruang bedah syaraf diketahui bahwa usia

responden yang terbanyak pada rentang 20-29 tahun sebanyak 7 (39%)

responden.

Menurut Levinson dalam santrok (2002), umur 22-27 tahun

merupakan pengenalan dengan dunia orang dewasa, dimana orang akan

mencari tempat dunia kerja dan dunia hubungan social untuk

membentuk struktur kehidupan yang stabil. Kira-kira pada usia 28-33

tahun, individu mengalami periode transisi dimana ia harus menghadapi

persoalan penentuan tujuan yang lebih serius.

Jadi, kalau kita liat dari usia responden yang berada pada usia

produktif ini akan dapat menunjang terhadap kinerja atau kepatuhan

perawatan dalam melaksanakan setiap aktivitas asuhan keperawatan

58
Menurut sopiah (2008), usia akan menentukan kemampuan

seseorang untuk bekerja, termasuk bagaimana dia merespon stimulus

yang dilancarkan individu atau pihak lain.

b. Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian , diketahui bahwa sebagian besar

perawat ruang penyakit syaraf dengan jenis kelamin perempuan yaitu

sebanyak 11 (69%) orang , sedangkan diruang bedah syaraf jenis

kelamin responden sebagian besar berjenis kelamin perempuan yaitu

sebanyak 11 (61%) orang.

Menurut robin (2006) tidak terapat perbedaan yang konsisten

antara pria dan wanita dalam hal kemampuan memecahkan masalah,

keterampilan analisis, pendorong persaingan, motivasi, sosiabilitas atau

kemampuan belajar. Hal yang sama dikemukakan oleh siagan (1999)

bahwatidak ada bukti ilmiah konklusif yang menunjukkan ada

perbedaan nyata antara pria dan wanita dalam berbagai segi

kegihidupan organisasi seperti kemampuan dalam memecahkan

masalah, kemampuan analitik, dorongan dan kepemimpinan atau

kemampuan bertumbuh dan berkembang secara intelektual.

c. Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar

perawat ruang penyakit syaraf tingkat pendidikan responden yang

terbanyak berada pada tingkat pendidikan D3 Keperawatan sebanyak

10 (63%) orang, sedangkan di ruang bedah syaraf tingkat pendidikan

59
responden yang terbanyak berada pada tingkat pendidikan D3

Keperawatan sebanyak 11 (61%) responden.

Menurut Siagan (1999), semakin rendah tingkat pendidikan

seseorang semakin rendah pula tingkat kognitifnya. Tingkat pendidikan

yang dimiliki karyawan sangat berpengaruh dalam menentukan kualitas

kerja individu. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan

lebih cepat menguasai bidangnya. Bagi karyawan dengan tingkat

pendidikan yang tinggi akan pekerjaan yang mudah dan sederhana

dapat terselesaikan secara otomatis tanpa berfikir lagi.

Pendidikan yang tinggi akan meningkatkan kemampuan

intelektual, interpersonal dan tehnikal yang dibutuhkan oleh seseorang

perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan (Wilkinson,1996

dalam langitan 2010).

d. Masa Kerja

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebagian besar

perawat ruang penyakit syaraf berada pada masa kerja usia 5-9 tahun

sebanyak 6 (15 %) orang sedangkan diruang bedah syaraf masa kerja

responden paling banyak berada pada usia 5-9 tahun sebanyak 9 (50 %)

orang

Masa kerja mencerminkan investasi modal manusia, pembelajaran

tentang karakteristik pekerjaan dapat memodifikasi ketertarikan pada

posisi tertentu serta keterikatan tenaga kerja secara berkala

(Viscusi,1980).

60
Penelitian yang dilakukan oleh Gillies dalam Pratiwi (2004),

menjelaskan bahwa perawat pada masa kerja 1-3 tahun akan memiliki

kemungkinan untuk tidak memahami harapan-harapan supervisor

sehingga apabila tidak diatasi perawat akan berhenti bekerja. Perawat

tersebut juga mencari kejelasan tuntutan pekerjaan yang dinginkan

supervisornya.

Perawat dengan masa kerja 3-6 tahun merupakan perawat yang

telah memahami pekerjaannya dengan baik, meskipun masih

meragukan pentingnya pengabdian kepada misi rumah sakit.

2. Hasil Analisis Distribusi Frekuensi Untuk 6 Sasaran Patient Safety

a. Identifikasi Pasien dengan Benar

Berdasarkan hasil penelitian tentang kepatuhan perawat dalam

melakukan identifikasi pasien dengan benar di ruang penyakit syaraf

yaitu rata-rata perawat sudah patuh, namun masih ada yang masih

kurang yaitu tentang petugas yang tidak memperkenalkan diri pada

pasien yaitu sebanyak 5 ( 31.3%) responden.

Sedangkan untuk ruang bedah syaraf rata-rata juga sudah baik,

namun masih ada petugas/perawat yang tidak memperkenalkan diri

pada pasien yaitu sebanyak 9 ( 50%) responden

Menurut Stuart GW (1998) mengatakan komunikasi terapeutik

merupakan hubungan interpersonal antara perawat dengan klien dalam

memperbaiki klien dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh

pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman

61
emosi klien, Perawat yang terapeutik berarti melakukan interaksi

dengan klien, interaksi tersebut memfasilitasi proses penyembuhan.

Sedangkan hubungan terapeutik artinya suatu hubungan interaksi yang

mempunyai sifat menyembuhkan, dan berbeda dengan hubungan

sosial. Therapeutic intimacy merupakan hubungan saling menolong

(helping relationship) antara perawat-klien. Hubungan ini dibangun

untuk keuntungan klien.

Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat

terjadi di hampir semua aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan.

Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam

keadaan terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar,

bertukar tempat tidur/kamar/ lokasi di rumah sakit, adanya kelainan

sensori, atau akibat situasi lain.

Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali

pengecekan yaitu: pertama, untuk identifikasi pasien sebagai individu

yang akan menerima pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk

kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.

Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan

untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk

mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah, atau produk

darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan

klinis; atau pemberian pengobatan atau tindakan lain.

62
Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara

untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor

rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan bar-code,

dan lain-lain. Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan

untuk identifikasi.

Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua

identitas berbeda di lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di

pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau ruang operasi termasuk

identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu proses kolaboratif

digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur agar

dapat memastikan semua kemungkinan situasi untuk dapat

diidentifikasi (Permenkes No.1691,2011)

b. Kemampuan Komunikasi yang Efektif

Berdasarkan hasil penelitian tentang kepatuhan perawat dalam

kemampuan komunikasi yang efektif di ruang penayakit syaraf

dimana masih ada perawat yang tidak melaksanan verifikasi terhadap

pesan tertulis (ditanda tangani dan diberi nama) oleh pemberi pesan

pada kesempatan pertama sebanyak 6 orang (37.5%), yang tidak

melaksanakan pencatatan tindakan yang telah dilakukan dalam catatan

terintegrasi sebanyak 6 orang (37.5 %).

Sedangkan di ruang bedah syaraf diatas yaitu tentang kepatuhan

perawatan dalam kemampuan melaksanakan komunikasi yang efektif

dimana perawat yang tidak melaksanakan seluruh pesan verbal dan

63
telepon atau hasil tes tidak ditulis ulang oleh perawat dilembar

belakang catatan terintegrasi sebanyak 12 (66.7%), tidak melaksanan

verifikasi terhadap pesan tertulis (ditanda tangani dan diberi nama)

oleh pemberi pesan pada kesempatan pertama sebanyak 12 orang

(66.7%) dan yang tidak melaksanakan pencatatan tindakan yang telah

dilakukan dalam catatan terintegrasi sebanyak 12 orang (66.7%).

Dokumentasi keperawatan merupakan aspek yang penting

dalam praktik keperawatan. Dokumentasi keperawatan harus

komprehensif dan cukup fleksibel untuk dapat diperbaiki, menjaga

kualitas dan kesinambungan perawatan. Sebagai anggota tim

kesehatan perawat membutuhkan komunikasi informasi tentang pasien

yang akurat dan pada waktu yang tepat. Kualitas asuhan pasien

tergantung dengan komunikasi anggota tim kesehatan satu dengan

yang lainnya. Dokumentasi keperawatan dapat menjadi salah satu

indikator kinerja perawat (potter & Perry’s,2001)

Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas,

dan yang dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan

menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat

berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah

terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan

secara lisan atau melalui telepon.

Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah

pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil

64
laboratorium klinik cito melalui telepon ke unit pelayanan. Rumah

sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau

prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk: mencatat (atau

memasukkan ke komputer) perintah yang lengkap atau hasil

pemeriksaan oleh penerima perintah; kemudian penerima perintah

membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan;

dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca

ulang adalah akurat.

Kebijakan dan/atau prosedur pengidentifikasian juga

menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak melakukan pembacaan

kembali (read back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar

operasi dan situasi gawat darurat di IGD atau ICU (Permenkes

No.1691,2011)

c. Kemampuan Keamanan Obat-obatan yang Harus Diwaspadai

Berdasarkan hasil penelitian tentang kepatuhan perawat dalam

kemampuan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai, dimana

perawat di ruang penyakit syaraf yang tidak melaksanakan /

menerapkan prinsip 7 benar tentang obat-obatan yang meliputi benar

cara atau rute : pemberian beberapa obat dan nutrisi tidak diberi jarak

waktu sebanyak 4 orang (25%) . dan yang tidak mendokumentasikan

KNC terkait pengobatan sebanyak 7 orang (43.8%)

Sedangkan di ruang bedah syaraf yang tidak membuat daftar

obat-obatan yang memerlukan kewaspadaan tinggi sebanyak 3 orang

65
(16.7%) dan yang tidak mendokumentasikan KNC terkait

pengobatan sebanyak 7 orang (43.8%)

Potter & Perry, 2005 mengatakan bahwa pilihan rute pemberian

obat bergantung pada kandungan efek yang diinginkan juga kondisi

fisik dan mental klien. Karena secara konstan terlibat dalam perawatan

klien ,perawat sering terlibat dalam menentukan rute pemberian obat

yang terbaik dengan berkolaborasi dengan dokter.

Simamora, 2012 mengatakan bahwa kepatuhan terhadap standar

adalah segala indikasi dan syarat yang harus dipenuhi pada setiap

upaya, disamping tahapan yang harus dilalui setiap kegiatan

pelayanan.

Pohan,2012 mengatakan standar layanan kesehatan merupakan

suatu alat organisasi untuk menjabarkan mutu layanan kesehtan

kedalam terminology operasional sehingga semua orang yang terlibat

dalam layanan kesehatan akan terikat dalam suatu sistem , baik pasien

,penyedia layanan kesehatan akan bertanggung gugat dalam dalam

melaksanakan tugas dan perannya.

Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan

pasien, manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan

keselamatan pasien.

Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications)

adalah obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan

serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan

66
dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat

yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan

Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Soun Alike/LASA). Obat-

obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah

pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium

klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida

lebih pekat dari 0.9%, dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat).

Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan

orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat

kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau

pada keadaan gawat darurat.

Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi

kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan

obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit

konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi.

Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu

kebijakan dan/atauprosedur untuk membuat daftar obat-obat yang

perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada di rumah sakit.

Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana

saja yang membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau

kamar operasi, serta pemberian label secara benar pada elektrolit dan

bagaimana penyimpanannya di area tersebut, sehingga membatasi

67
akses, untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja/kurang hati-hati.

(Permenkes No.1619,2011).

d. Kemampuan Penentuan lokasi Pembedahan yang benar, Prosedur

yang Benar, pembedahan pada pasien yang benar

Berdasarkan hasil penelitian tentang kepatuhan perawat dalam

kemampuan penentuan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang

benar, pembedahan pada pasien yang benar ini dapat dilihat bahwa

diruang penyakit syaraf ditemukan perawat yang tidak melaksanakan

kegiatan dalam hal area yang akan dioperasi diberi penanda dengan

menggunakan penanda yang mudah dilihat(dengan gentian violet) untuk

menandai lokasi yang akan dibedah dengan tulisan YA di lokasi yang akan

dioperasi dengan melibatkan pasien saat proses penandaan (lihat form pra

bedah dan status) di ruang rawat sebanyak 9 (56.3%)

Sedangkan diruang bedah syaraf dalam kemampuan penentuan

lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada

pasien yang benar dapat dilihat ketika perawatan yang tidak melaksanakan

kegiatan dalam hal area yang akan dioperasi diberi penanda dengan

menggunakan penanda yang mudah dilihat(dengan gentian violet) untuk

menandai lokasi yang akan dibedah dengan tulisan YA di lokasi yang akan

dioperasi dengan melibatkan pasien saat proses penandaan (lihat form pra

bedah dan status) di ruang rawat sebanyak 7 (38.9%).

68
Perry & Potter, 2005 menyatakan bahwa persetujuan seseorang

untuk memperbolehkan sesuatu yang terjadi (misalnya operasi, transfusi

darah, atau prosedur incasif ) harus atas persetujuan klien, ini berdasarkan

pemberitahuan risiko penting yang potensial, keuntungan, dan alternative

yang ada pada klien.

Persetujuan tindakan memungkinkan klien membuat keputusan

berdasarkan informasi penuh tentang fakta. Seseorang yang dapat

memberikan persetujuan jika mereka legal berdasarkan umur,

berkompeten, dan jika mereka telah diidentifikasi secara legal sebagai

pembuat keputusan pengganti.

Salah lokasi, salah-prosedur, pasien-salah pada operasi, adalah

sesuatu yang mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit.

Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau yang

tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di

dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk

verifikasi lokasi operasi.

Di samping itu, asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan

ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung

komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang

berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca (illegible

handwritting) dan pemakaian singkatan adalah faktor-faktor kontribusi

yang sering terjadi.

69
Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu

kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah

yang mengkhawatirkan ini. Digunakan juga praktik berbasis bukti.

Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan

atas satu pada tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara

konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh operator/orang yang akan

melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika

memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat.

Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus termasuk

sisi (laterality), multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi) atau multipel

level (tulang belakang). Maksud proses verifikasi praoperatif adalah

untuk: memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar; memastikan

bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang relevan

tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang; dan melakukan

verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan/atau implant2 yang

dibutuhkan.

Tahap “Sebelum insisi” (Time out) memungkinkan semua

pertanyaan atau kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan di tempat,

dimana tindakan akan dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan

melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana

proses itu didokumentasikan secara ringkas, misalnya menggunakan

checklist. (Permenkes 1619,2011)

70
e. Kemampuan Pengelolaan Risiko Infeksi Akibat Perawatan Kesehatan

Berdasarkan hasil penelitian tentang kepatuhan perawat dalam

kemampuan pengelolaan risiko infeksi akibat perawatan kesehatan dapat

dijelaskan bahwa diruang penyakit syaraf yaitu perawat yang kurang

patuh dalam melakukan high hygiene pada five moment sebelum kontak

dengan pasien sebanyak 1 orang (6.3%), setelah kontak dengan

lingkungan pasien sebanyak 1 orang (6.3%) , sedangkan di ruang bedah

syaraf 100% perawat patuh dalam hal pengelolaan risiko infeksi.

Perry & Potter, 2005 menjelaskan bahwa kesehatan yang baik

bergantung sebagian pada lingkungan yang aman. Praktisi atau teknisi

yang memantau atau mencegah penularan infeksi membantu melindungi

klien dan pekerja perawatan kesehatan dari penyakit.

Klien dalam lingkungan perawatan kesehatan berisiko terkena

infeksi karena daya tahan tubuh yang menurun terhadap mikroorganisme

infeksius, meningkatnya pejanan terhadap jumlah dan jenis penyakit yang

disebakan oleh mikroorganisme dan tindakan invasive.

Petugas perawatan kesehatan dapat melindungi diri mereka sendiri

dari kontak dengan bahan infeksius atau terpejan pada penyakit menular

dengan memiliki pengetahuan tentang proses infeksi dan perlindungan

barrier yang tepat.

Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan

terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk

mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan

71
merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional

pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk

pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran

darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan

dengan ventilasi mekanis).

Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah

cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa dibaca

kepustakaan WHO, dan berbagai organisasi nasional dan internasional.

Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan

kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi

petunjuk hand hygiene yang diterima secara umum dan untuk

implementasi petunjuk itu di rumah sakit.(Permenkes 1619,2011)

f. Pengeloaan Risiko Cidera Pasien Akibat Terjatuh

Berdasarkan hasil penelitian tentang kepatuhan perawat dalam

kemampuan pengeloaan risiko cidera pasien akibat terjatuh diruang

penyakit syaraf yaitu perawat yang tidak melakukan assesment risiko

jatuh untuk setiap pasien baru masuk RS sebanyak 2 orang (12.5%),

sedangkan di ruang bedah syaraf untuk pengelolaan risiko pasien jatuh

100% dikelola dengan baik.

Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi

pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani,

pelayanan yang disediakan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu

72
mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk

mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh.

Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap

konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan

yang digunakan oleh pasien. Program tersebut harus diterapkan rumah

sakit.(Permenkes 1619,2011)

Dalam keputusan menteri kesehatan no. 129 tentang standar

pelayanan minimal di rumah sakit untuk risiko pasien jatuh angkanya

harus 0% artinya tidak ada pasien yang jatuh baik di lingkungan internal

maupun lingkungan eksternal oleh karena itu harus ada penilaian untuk

risiko pasien jatuh bagi pasien baru masuk rumah sakit.

3. Gambaran Kepatuhan Perawat Dalam Melaksanakan Patient Safety


Berdasarkan Kemampuan Identifikasi Tingkat Pengetahuan Perawat
Pelaksana
Berdasarkan hasil penelitian bahwa pengetahuan responden di

ruang syaraf terhadap kepatuhan dalam pelakasanaan patient safety yang

memiliki pengetahuan baik diruang syaraf sebanyak 15 (93.8%) orang dan

yang memiliki pengetahuan kurang baik 1 (6.2%) orang, sedangkan di

ruang bedah syaraf yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 17 (94.4%)

orang , yang kurang baik 1 orang ( 5.6%) orang.

Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Mubarak

(2007), bahwa pengetahuan merupakan hasil mengingat suatu hal,

termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara

73
sengaja maupun tidak disengaja dan hal ini terjadi setelah orang

melakukan kontak atau pengamatan terhadap objek tertentu.

Menurut Mubarak (2007) pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh

pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman, kebudayaan lingkungan

sekitar dan informasi.

Selaras dengan hasil penelitian ini bahwa tingkat pendidikan akan

mempengaruhi seseorang dalam segi pemecahan masalah atau melakukan

analisis pada situasi atau kondisi yang sedang terjadi, dari hasil penelitian

ini rata-rata semua responden ada pada tingkat perguruan tinggi yaitu dari

D3 keperawatan, S1 keperawatan dan S1 kesehatan masayarakat.

Pendidikan yang tinggi akan meningkatkan kemampuan

intelektual, interpersonal dan tehnikal yang dibutuhkan oleh seseorang

perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan (Wilkinson,1996 dalam

langitan 2010)

C. Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian ini hanya difokuskan pada satu ruangan yaitu di Ruang Lontara

3 Bedah Syaraf dan Penyakit Syaraf Rumah Sakit dr. Wahidin Sudiro

Husodo Makassar sehingga hasil penelitian ini tidak bisa digeneralisasikan

untuk kondisi ditempat lain yang memiliki karakter budaya yang berbeda

2. Penelitian ini dikumpulkan melalui kuisioner sehingga keakuratan

penelitian ini tergantung pada kerjasama dan kejujuran responden dalam

menjawab pernyataan kuisioner. Keakuratan hasil penelitian mungkin

74
dapat terpengaruh dengan ketidak jujuran responden karena alasan

menjaga citra ruangan atau rumah sakit

3. Penelitian ini terbatas pada satu variabel dan tidak melihat hubungan atau

keterkaitan antar variable, sehingga tidak bisa dilihat factor-forktor apa

saja yang paling berpengaruh terhadap pelaksanaan patient safety

4. Penelitian ini tidak memberikan perlakuan/pelatihan apapun pada

responden , dan tidak memandang apakah responden pernah ikut dalam

pelatihan patient safety atau tidak, jadi data yang diambil lansung dari

semua perawat yang terlibat menjadi responden dalam penelitian ini.

75
BAB VI
PENUTUP

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Ruang Lontara 3 Bedah

Syaraf dan Penyakit Syaraf Rumah Sakit dr. Wahidin Sudiro Husodo

Makassar yaitu tentang kepatuhan perawat dalam melaksanakan patient safety

maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Kepatuhan perawat dalam melakukan identifikasi pasien dengan benar di

ruang syaraf yaitu rata-rata perawat sudah patuh, namun masih ada yang

masih kurang yaitu tentang petugas yang tidak memperkenalkan diri pada

pasien yaitu sebanyak 5 ( 31.3%) orang dan di ruang bedah syaraf rata-rata

juga sudah baik, namun masih ada petugas/perawat yang tidak

memperkenalkan diri pada pasien yaitu sebanyak 9 ( 50%) orang

2. Kepatuhan perawat dalam kemampuan komunikasi yang efektif di ruang

syaraf ditemukan masih ada perawat yang tidak melaksanan verifikasi

terhadap pesan tertulis (ditanda tangani dan diberi nama) oleh pemberi

pesan pada kesempatan pertama diruang syaraf sebanyak 6 orang (37.5%)

di ruang bedah syaraf sebanyak 12 (66.7%), yang tidak melaksanakan

pencatatan tindakan yang telah dilakukan dalam catatan terintegrasi di

ruang syaraf sebanyak 6 orang (37.5 %) dan ruang bedah syaraf 12

(66.7%).

3. Kepatuhan Perawat dalam kemampuan keamanan obat-obatan yang harus

diwaspadai, dimana perawat di ruang syaraf yang tidak melaksanakan /

76
menerapkan prinsip 7 benar tentang obat-obatan yang meliputi benar cara

atau rute : pemberian beberapa obat dan nutrisi tidak diberi jarak waktu

sebanyak 4 orang (25%) . dan yang tidak mendokumentasikan KNC

terkait pengobatan sebanyak 7 orang (43.8%) sedangkan di ruang bedah

syaraf yang tidak membuat daftar obat-obatan yang memerlukan

kewaspadaan tinggi sebanayak 3 orang (16.7%) dan yang tidak

mendokumentasikan KNC terkait pengobatan sebanyak 7 orang (43.8%)

4. Kepatuhan Perawat dalam persiapan operasi diruang syaraf ditemukan

perawat yang tidak melaksanakan kegiatan dalam hal area yang akan

dioperasi diberi penanda dengan menggunakan penanda yang mudah

dilihat (dengan gentian violet) untuk menandai lokasi yang akan dibedah

dengan tulisan YA di lokasi yang akan dioperasi dengan melibatkan pasien

saat proses penandaan (lihat form pra bedah dan status) di ruang rawat

sebanyak 9 (56.3%) sedangkan diruang bedah syaraf sebanyak 7 (3.89%)

5. Kepatuhan perawat dalam pengelolaan risiko akibat perawatan kesehatan

sudah 100% dilakukan dengan baik, hanya perawat yang kurang patuh

dalam melakukan high hygiene pada five moment sebelum kontak dengan

pasien sebanyak 1 orang (6.3%), setelah kontak dengan lingkungan

pasien sebanyak 1 orang (6.3%) , sedangkan di ruang bedah syaraf 100%

perawat patuh dalam hal pengelolaan risiko infeksi.

6. Kepatuhan perawat dalam pengeloaan risiko cidera pasien akibat terjatuh,

dimana diruang syaraf masih ada perawat yang tidak melakukan

assesment risiko jatuh untuk setiap pasien baru masuk RS sebanyak 2

77
orang (12.5%), sedangkan di ruang bedah syaraf untuk pengelolaan risiko

pasien jatuh 100% dikelola dengan baik

7. Tingkat pengetahuan perawat terhdap patient safety yang memiliki

pengetahuan baik diruang syaraf sebanyak 15 (93.8%) orang dan yang

memiliki pengetahuan kurang baik 1 (6.2%) orang, sedangkan di ruang

bedah syaraf yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 17 (94.4%) orang

dan yang kurang baik 1 orang ( 5.6%) orang.

B. SARAN

1. Untuk meningkatkan peran perawat dalam patient safety, sebaiknya pihak

institusi pendidikan keperawatan sebagai pencetak tenaga keperawatan

sebaiknya memasukkan dalam kurikulum mata ajar tentang kompetensi

patien safety dalam manajemen keperawatan.

2. Pemerintah terkait kesehatan bisa lebih memperhatikan tentang

bagaimana cara agar patient safety menjadi sebuah budaya dirumah sakit

bukan karena faktor penilaian akreditasi semata-mata.

3. Untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk patien safety sebaiknya

dilihat faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi pelaksanaan

patien safety di rumah sakit agar dalam perbaikan kinerja dalam

memenuhi 6 sasaran patient safety bisa lebi terarah

4. Untuk rekan sejawat bisa lebih meningkatkan pengetahuan tentang patient

safety, pengelolaan patient safety dan bisa bekerja sesuai standar

operasional prosedur sesuai dengan ketentuan rumah sakit.

78
DAFTAR PUSTAKA

Budiharjo, A. (2008). Pentingnya Safety Culture Di Rumah Sakit, Upaya


Meminimalkan Adversi Events. Jurnal Bisnis .

Brockopp, D. Y., & Hastings-Tolsma, M.T. (2000). Dasar-Dasar Riset


Keperawatan. Jakarta: EGC

Depkes RI (2006),Panduan nasional Keselamatan pasien rumah sakit (patient


safety), Jakarta

Hastono, P. S. (2007). Analisis Data Kesehatan. Buku tidak diterbitkan. Jakarta:


Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Hariadi, & Ali, A. R. (2005). Hubungan Obesitas dengan Beberapa Faktor Risiko
Penyakit Jantung Koroner di Laboratorium Klinik Prodia Makassar Tahun
2005. Diakses tanggal 06 Juni 2013 dari
http://arali2008.files.wordpress.com/2008/09/obesitas-dan-jantung-
koroner.pdf
Langitan R.E.(2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian turnover perawat
pelaksana tahun 2009 dirumah sakit Bhakti Yudha Depok
(tesis).Depok:Universitas Indonesia

Mustikawati, Y. H. (2011). Analisis Determinan Kenjadian Nyaris Cidera dan


Kejadian Tidak Diharapakan di Unit Perawatan Rumah Sakit Pondok
Indah Jakarta.
Mubarak, W. I. (2012). Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Pertiwi V.H. (2004). Hubungan iklim kerja dengan kepuasan kerja perawat di
instalasirawat inap RS FK-UKI Cawang Jaktim (tesis). Depok :Universitas
Indonesia
Pohan.I.S. (2006). Jamina mutu layanan kesehatan.Jakarta.EGC
Potter & Perry.(2005). Fundamental Keperawatan. Konsep,Proses dan
Praktik.Edisi keempat.Jakarta.EGC
Robbin S.P. (2006). Prilaku organisasi. Edisi keenam. Alih Bahasa oleh tim
indeks.Jakarta : PT Indeks.
Rutberg, H., Rahmqvist, M., & Nilsen, P. (2013). Factors influencing patient
safety in Sweden: perceptions of patient safety officers in the county
councils. BMC Health Services Research, 1352. doi:10.1186/1472-6963-
13-52
Siagan S.P. (1999). Teori dan Praktik Kepemimpinan.Cetakan keempat. Jakarta :
PT.Rineka Putra
Simamora.R.H. (2012). Manajemen Keperawatan. Jakarta.EGC
Sopiah.(2008).Perilaku oraganisasional. Yogyakarta: CV.Andi Offset
Stuatrt & Sundeen. (1998). Keperawatan jiwa.Edisi ketiga.Jakarta.EGC
Sugiyono. (2011). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Nygren, M.,
Roback, K., Öhrn, A.,
---------------- (2010), Joint Commission International Accreditation Standards For
Hospital, 4th edition, Jakrata,Gramedia
Hasil Rekapitulasi Kepatuhan Perawat dalam Pelaksanaan Patient Safety di Ruang Lontara 3 RS DR. Wahidin Sudiro Husodo Makassar 2013
No. Responden Bedah Syaraf
NO IPSG N0 ya % tidak %
2 5 7 8 12 13 15 16 18 19 23 24 26 27 28 29 30 31
1 iden 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
2 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 9 50,0 9 50,0
3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
4a 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
4b 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
4c 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
4d 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
2 kom 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 17 94,4 1 5,6
2a 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 1 0 1 12 66,7 6 33,3
2b 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
2c 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
2d 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 1 0 1 12 66,7 6 33,3
3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 1 0 1 12 66,7 6 33,3
3 obat 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
2 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 17 94,4 1 5,6
3 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 83,3 3 16,7
4.1a 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
4.1b 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
4.1c 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
4.2.1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
4.2.2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
4.2.3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
4.3.1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
4.3.2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
4.4.1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
4.4.2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
4.4.3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
4.4.4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
4.4.5 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 83,3 3 16,7
4.4.6 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 88,9 2 11,1
4.5.1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
4.5.2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
4.6.1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
4.7.1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
4.7.2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
4.7.3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
4.7.4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
4.7.5 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 14 77,8 4 22,2
4.7.6 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 17 94,4 1 5,6
4 operasi 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
2 0 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 11 61,1 7 38,9
3a 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,0 18 100,0
3b 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,0 18 100,0
3c 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,0 18 100,0
5 ris infeksi a 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
b 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
c.1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
c.2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
c.3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
c.4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
c.5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
d 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
6 ris jatuh a 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
b 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
c 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
d 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100,0 0 0,0
No responden Ruang Syaraf
NO IPSG N0 ya % tidak %
1 3 4 6 9 10 11 14 17 20 21 22 25 32 33 34
1 iden 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100,0 0 0,0
2 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 11 68,8 5 31,3
3 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 93,8 1 6,3
4a 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 93,8 1 6,3
4b 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100,0 0 0,0
4c 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100,0 0 0,0
4d 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 93,8 1 6,3
2 kom 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 14 87,5 2 12,5
2a 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 0 1 11 68,8 5 31,3
2b 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 13 81,3 3 18,8
2c 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 14 87,5 2 12,5
2d 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1 10 62,5 6 37,5
3 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1 10 62,5 6 37,5
3 obat 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 87,5 2 12,5
2 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 81,3 3 18,8
3 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 15 93,8 1 6,3
4.1a 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100,0 0 0,0
4.1b 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100,0 0 0,0
4.1c 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100,0 0 0,0
4.2.1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100,0 0 0,0
4.2.2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100,0 0 0,0
4.2.3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100,0 0 0,0
4.3.1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100,0 0 0,0
4.3.2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100,0 0 0,0
4.4.1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100,0 0 0,0
4.4.2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100,0 0 0,0
4.4.3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100,0 0 0,0
4.4.4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100,0 0 0,0
4.4.5 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 75,0 4 25,0
4.4.6 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 75,0 4 25,0
4.5.1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 15 93,8 1 6,3
4.5.2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100,0 0 0,0
4.6.1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 93,8 1 6,3
4.7.1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100,0 0 0,0
4.7.2 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 93,8 1 6,3
4.7.3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100,0 0 0,0
4.7.4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100,0 0 0,0
4.7.5 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 9 56,3 7 43,8
4.7.6 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 81,3 3 18,8
4 operasi 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 81,3 3 18,8
2 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 7 43,8 9 56,3
3a 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,0 16 100,0
3b 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,0 16 100,0
3c 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,0 16 100,0
5 ris infeksi a 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100,0 0 0,0
b 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100,0 0 0,0
c.1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 93,8 1 6,3
c.2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100,0 0 0,0
c.3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100,0 0 0,0
c.4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100,0 0 0,0
c.5 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 93,8 1 6,3
d 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100,0 0 0,0
6 ris jatuh a 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100,0 0 0,0
b 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 87,5 2 12,5
c 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 93,8 1 6,3
d 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 93,8 1 6,3
No. Responden :

Ruang :

SKOR
NO PENILAIAN
4 3 2 1
1. Apakah Perawat Melakukan Prosedur cuci tangan
dengan benar

2 Apakah Perawat melaksanan SOP patient safety


Lampiran 1

No Responden :

LEMBAR OBSERVASI KESELAMATAN PASIEN

TERHADAP KEJADIAN YANG TIDAK DIHARAPKAN

No IPSG APA YANG DILIHAT YA TIDAK KETERANGAN


1 Identifikasi 1 Memastikan gelang identitas
Pasien dengan terpasang pada pasien yang
benar sesuai (nama lengkap,tanggal
lahir,nomer rekam medis)
Petugas memperkenalkan diri pada
pasien
2 Menggunakan komunikasi aktif
(berupa pertanyaan terbuka)
dengan menanyakan minimal 2
identitas pasien
Melakukan identitas pasien
a. Sebelum memberikan obat
b. Sebelum memberikan transfusi
c. Sebelum mengambil
darah/pemeriksaan
laboratorium
d. Sebelum memberikan
pelayanan/prosedur tindakan

2 Meningkatkan 1 Melaporkan keadaan pasien, hasil


komunikasi kritis dan serah terima pasien
efektif menggunkan tehnik SBAR
( situation, Bacground, Asessment,
Recommendation)
2 Menggunakan tehnik
TBAKTulis/baca kembali (write
down/read back)saat menerima
instruksi verbal
a. Seluruh pesan verbal dan
telpon atau hasil tes ditulis
ulang oleh penerima pesan
dilembar belakang catatan
terintegrasi
b. Seluruh pesan verbal dan
telepon atau hasil tes dibacakan
kembali oleh penerima pesan
c. Pesan atau hasil tes
dikonfirmasi oleh pemberi
pesan
d. Pesan tertulis diverifikasi
(ditanda tangani dan diberi
nama) oleh pemberi pesan
pada kesempatan pertama
No IPSG APA YANG DI LIHAT Ya Tidak Keterangan
2 Meningkatkan 3 Pencatatan tindkan yang telah
komunikasi dilakukan dalam catatan
efektif terintegrasi
3 Meningkatkan 1 Cairan elektrolit pekat yang
keamanan ada diruang rawat kecuali ada
pemakaian resep dari dokter dan
obat yang disiapkan untuk 1 kali
memerlukan pemberian
kewaspadaan
tinggi
2 Cairan elektrolit pekat yang
ada diruang rawat diberi label
yang jelas dan disimpan pada
tempat dengan akses terbatas
3 Ada daftar obat-obatan yang
memerlukan kewaspadaan
tinggi di nurse station
4 Setiap pemebrian obat
menerapkan
Prinsip 7 benar
1. Benar Obat
 Sesuai dengan instruksi
dokter di rekam medis
 Sesuai dengan kartu
pemberian obat
 Double check ( dicek
oleh dua orang )untuk
obat high alert
2. Benar Dosis
 Sesuai usia (dibuku
informasi obat/MMIS)
 Sesuai dengan kartu
pemberian obat
 Double check ( untuk
yang memerlukan
perhitungan atau high
alert)
3. Benar Waktu
 Sesuaikan jam
pemberian dengan kartu
pemberian obat
 Tepat jam pemberian
4. Benar cara atau rute
 Sesuai cara buku
informasi obat (MIM)
 Sesuai dengan kartu
pemberian obat
 Sesuai dengan bentuk
atau jenis sediaan obat
 Obat untuk NGT berupa
obat cair atau sirup
 Pemberian beberapa
obat diberi jarak waktu
 Pemberian obat dan
nutrisi diberi jarak waktu
5. Benar Pasien
 Membawa kartu
pemberian obat dan
obat dicocokan dengan
gelang pasien
 Tanyakan riwayat alergi
6. Benar Informasi
 Penjelasan nama,
tujuan, cara pemberian
obat kepada pasien /
keluarga pasien
7. Benar dokumentasi
 Paraf dan nama
petugas setelah obat
diberikan / diminum
pasien
 Pastikan pasien telah
mengkonsumsi obatnya
(dengan melihat sendiri
atau bertanya kepada
keluarga yang melihat)
 Paraf dan nama
petugas yang
mengubah jenis, dosis,
jadwal, cara pemberian
obat
 Catatan perubahan /
efek samping setelah
pasien mendapat
pengobatan
 Dokumentasikan KNC
terkait pengobatan
 Dokumentasikan KTD
terkait pengobatan
4 Memastikan 1 Memberikan informasi kepada
kebenaran pasien dan keluarga mengenai
prosedur, tindakan dan ada persetujuan
lokasi operasi, tertulis (form KIE/Komunikasi
dan pasien Informasi Edukasi, dan inform
yang akan consent) di ruang rawat
dibedah
2 Menggakan dioperasi dengan
menggunakan penanda yang
mudah dilihat(dengan gentian
violet) untuk menandai lokasi
yang akan dibedah dengan
tulisan YA di lokasi yang akan
dioperasi dengan melibatkan
pasien saat proses penandaan
(lihat form pra bedah dan
status) di ruang rawat
3 Menggunakan checklist
keselamatan operasi untuk
memastikan lokasi yang akan
dibedah, prosedur
pembedahan dan identitas
pasien sebelum pembedahan
di OK
a. The sign in
b. The Time out
c. The sign out

5 Pengurangan a Menggunakan hundrub/air dan


Risiko Infeksi sabun
b Mencuci tangan sesuai
prosedur
c Kepatuhan melakukan HH
pada five moment (%) :
 Sebelum kontak dengan
pasien
 Setelah kontak dengan
pasien
 Sebelum melakukan
tindakan/prosedur
 Setelah kontak dengan
specimen/cairan tubuh
pasien
 Setelah kontak dengan
lingkungan pasien
d Penangan limbah dengan
lingkungan pasien

6 Pengurangan a Pengamanan tempat tidur (%)


risiko jatuh
b Dilakukan assesment risiko
jatuh untuk setiap pasien baru
masuk RS
c Melakukan edukasi kepada
keluarga pasien
d Pasang Alert (%)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
KOMITE ETIK PENELITIAN KESEHATAN
Sekretariat : Lantai 2 Gedung Laboratorium Terpadu
JL.PERINTIS KEMERDEKAAN KAMPUS TAMALANREA KM.10, Makassar. Telp. (0411)5780103, Fax (0411) 581431.
Contact person dr. Agussalim Bukhari, M.Med, PhD, SpGK (HP. 081241850850), email: agussalimbukhari@yahoo.com

Lampiran 1

LEMBAR PENJELASAN UNTUK RESPONDEN

Yth. Ts. Perawat

Nama saya Gradiana Grasa, NIM. C12112652 adalah Mahasiswa

Program Studi Ilmu Keperawatan FK. UNHAS, sedang melakukan penelitian untuk

skirpsi dengan judul: Gambaran Kepatuhan Perawat Dalam Melaksanakan Patient

Safety di Lontara 3 Bedah Syaraf dan Penyakit Syaraf Rumah Sakit DR. Wahidin

Sudiro Husodo Makassar”, Tujuan penelitian ini adalah Untuk melihat Gambaran

tentang kepatuhan perawat dalam melaksanakan patient safety di lontara 3 bedah

syaraf dan penyakit syaraf rumah sakit DR. Wahidin Sudiro Husodo Makassar, Jika

bpk/ibu/sdr bersedia menjadi subyek penelitian ini maka saya akan melakukan

observasi atau pengamatan sekitar pukul 10.00 (perawat dinas pagi), 15.00 (perawat

dinas sore), 22.00 (perawat dinas malam), tetapi jika merasa tidak berkenaan dengan

alasan tertentu, bpk/ibu/sdr berhak untuk mengundurkan diri dari penelitian ini.

Keikutsertaan bpk/ibu/sdr dalam penelitian ini bersifat sukarela tanpa paksaan.

Penelitian ini tidak menimbulkan efek samping atau akibat yang merugikan

bagi bpk/ibu/sdr sebagai responden,namun akan menyita waktu sekitar 45 menit

untuk pengisian Quisioner. Identitas bpk/ibu/sdr maupun data atau semua informasi
yang diberikan dijamin kerahasiaanya, dan disajikan hanya untuk kepentingan

penelitian serta pengembangan ilmu. Bila ada hal-hal yang tidak jelas, bpk/ibu/sdr

dapat menghubungi saya, Gradiana Grasa / HP. : 081355130734

Makassar, September 2013

Peneliti

Gradiana Grasa

Anda mungkin juga menyukai