Disusun oleh
YUDI SUWANDI
KHG D19075
2019-2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pola pernafasan normal adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih panjang
daripada waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot pernafasan bekerja aktif,
sedangkan pada waktu ekspirasi otot pernapasan bekerja secara pasif. Pada keadaan
sakit dapat terjadi beberapa kelainan pola pernapasan yang paling sering adalah
takipneu. Ganguan pernafasan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh berbagai
kelainan organic, trauma, alargi, insfeksi dan lain-lain. Gangguan dapat terjadi
sejak bayi baru lahir (Bobak, Lowdermik. 2013)
RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau disebut juga Hyaline membrane
disease merupakan hasil dari ketidak maturan dari paru-paru dimana terjadi
gangguan pertukaran gas. Berdasarkan perkiraan 30 % dari kematian neonatus
diakibatkan oleh RDS atau komplikasi yang dihasilkannya (Behrman, 2004
didalam Leifer 2011).
Pada penyakit ini, terjadi karena kekurangan pembentukan atau pengeluaran
surfaktan sebuah kimiawi paru-paru. Surfaktan merupakan suatu campuran
lipoprotein aktif dengan permukaan yang melapisi alveoli dan mencegah alveoli
kolaps pada akhir ekspirasi. (Bobak, 2013).
Secara klinis bayi dengan RDS menunjukkan takipnea (> 60 x/menit) ,
pernapasan cuping hidung, retraksi interkosta dan subkosta, expiratory grunting
(merintih) dalam beberapa jam pertama kehidupan. Tanda-tanda klinis lain, seperti:
hipoksemia dan polisitema. Tanda-tanda lain RDS meliputi hipoksemia, hiperkabia,
dan asidosis respiratory atau asidosis campuran (Bobak, 2013).
Secara tinjauan kasus, di negara-negara Eropa sebelum pemberian rutin
antenatal steroid dan postnatalsurfaktan, terdapat angka kejadian RDS 2-3%, di
USA 1,72% dari kelahiran bayi hidupperiode 2002-1987. Sedangkan jaman modern
sekarang ini dari pelayanan NICU turun menjadi 1%.Di negara berkembang
termasuk Indonesia belum ada laporan tentang kejadianRDS.
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane
Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi
surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Manifestasi
dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan
selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga
menghambat fungsi surfaktan. Penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan
kematian pada bayi prematur adalah Respiratory Distress Syndrome (RDS). Sekitar
5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500
gram (lemons et al,2001).
Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan
menurun sejak digunakan surfaktan eksogen ( Malloy & Freeman 2000). Saat ini
RDS didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus. Defisiensi surfaktan
diperkenalkan pertama kali oleh Avery dan Mead pada 1959 sebagai faktor
penyebab terjadinya RDS.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease
(HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan
terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. (Malloy & Freeman
2000).
RDS adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature
dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar,
yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang
spesifik (Stark,2002).
RDS adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau tidak
adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.RDS dikatakan sebagai Hyaline
Membrane Disesae (Suryadi, 2001).
RDS adalah suatu sindrom kegawatan pada pernafasan yang terdiri atas gejala
dispneu, pernafasan cepat lebih dari 60 kali permenit, sianosis, merintih pada saat
ekspirasi; terdapat retraksi pada suprasternal, interkostal dan epigastrium. Pada
penyakit ini terjadi perubahan paru yaitu berupa pembentukan jaringan hialin pada
membran paru yang rusak.Kerusakan pada paru timbul akibat kekurangan
komponen surfaktan pulmonal. Surfaktan adalah suatu zat aktif yang memberikan
pelumasan pada ruang antar alveoli sehingga dapat mencegah pergesekan dan
timbulnya kerusakan pada alveoli yang selanjutnya akan mencegah terjadinya
kolaps paru (Yuliani, 2001).
B. Etiologi
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya
produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22,
makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4
faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia
perinatal, maternal diabetes, secsiocaesaria. (Bobak, Lowdermik. 2013)
Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan
untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga
pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya
berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut
biasanya muncul segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.
RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini
dapat terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan
disesuaikan dengan penyebab sindrom ini. Kelainan dalam paru yang menunjukan
sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin
(PMH).
C. Patofisiologi
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan
kurang sempurna kerana dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang
sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga
paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru
sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal,
pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia
berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10%
protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga
agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi
udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan
tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya
atelektasis yang luas dari rongga udara bahagian distal menyebabkan edema
interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari
epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik
karena adanya defisiensi surfaktan ini.
Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau
volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan
epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks
fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk
dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan
mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah
komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang
dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi
Bronchopulmonal Displasia (BPD).
D. Pathway
E. Manifestasi Klinis
Gejala utama Gawat napas / distress respirasi pada neonatus yaitu :
Takipnea : laju napas > 60 kali per menit (normal laju napas 40 kali per
menit)
Sianosis sentral pada suhu kamaryang menetap atau memburuk pada 48-96
jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik
Retraksi : cekungan pada sternum dan kosta pada saat inspirasi
Grunting : suara merintih saat ekspirasi
Pernapasan cuping hidung
Skor
Pemeriksaan
0 1 2
Frekuensi napas < 60 /menit 60-80 /menit > 80/menit
F. Penatalaksanaan
a) Memberikan lingkungan yang optimal. Suhu tubuh bayi harus selalu
diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5°C-37°°C) dengan cara
meletakkan bayi dalam incubator. Kelembapan ruangan juga harus adekuat.
b) Pemberian oksigen. Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati
karena berpengaruh kompleks pada bayi premature.pemberian oksigen yang
terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi seperti fobrosis paru,dan
kerusakan retina. Untuk mencegah timbulnya komplikasi pemberian
oksigen sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan analisa gas darah arteri. Bila
fasilitas untuk pemeriksaan analisis gas darah arteri tidak ada, maka oksigen
diberikan dengan konsentrasi tidak lebih dari 40% sampai gejala sianosis
menghilang.
c) Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan
homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan
glukosa 5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat
badan ialah 60-125 ml/kgBB/hari. Asidosis metabolic yang selalu dijumpai
harus segera dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 secara intravena yang
berguna untuk mempertahankan agar pH darah 7,35-7,45. Bila tidak ada
fasilitas untuk pemeriksaan analisis gas darah, NaHCO3 dapat diberi
langsung melalui tetesan dengan menggunakan campuran larutan glukosa
5-10% dan NaHCO3 1,5% dalam perbandingan 4:1.
d) Pemberian antibiotic. bayi dengan PMH perlu mendapat antibiotic untuk
mencegah infeksi sekunder. dapat diberikan penisilin dengan dosis 50.000-
100.000 U/kgBB/hari atau ampisilin 100 mg/kgBB/hari, dengan atau tanpa
gentamisin 3-5 mg/kgBB/hari.
e) Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian
surfaktan eksogen (surfaktan dari luar). Obat ini sangat efektif tapi biayanya
sangat mahal.
G. Komplikasi
a) Pneumotoraks / pneumomediastinum
b) Pulmonary interstitial dysplasia
c) Patent ductus arteriosus (PDA)
d) Hipotensi
e) Asidosis
f) Hiponatermi / hipernatremi
g) Hipokalemi
h) Hipoglikemi
i) Intraventricular hemorrhage
j) Retinopathy pada prematur
k) Infeksi sekunder
(Suriadi dan Yuliani, 2006).
H. Pencegahan RDS
Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi pada
bayi resiko tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur, mencegah
tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis, melaksanakan
manajemen yang tepat terhadap kehamilan dan kelahiran bayi resiko tinggi.
Tindakan yang efektif utntuk mencegah RDS adalah:
Mencegah kelahiran < bulan (premature).
Mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis.
Management yang tepat.
Pengendalian kadar gula darah ibu hamil yang memiliki riwayat DM.
Optimalisasi kesehatan ibu hamil.
Kortikosteroid pada kehamilan kurang bulan yang mengancam.
ASUHAN KEPERAWATAN RDS
1.1. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama,
tanggal pengkajian.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat maternal
Menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi seperti
perdarahan plasenta, tipe dan lamanya persalinan, stress fetal atau
intrapartus.
b. Status infant saat lahir
Prematur, umur kehamilan, apgar score (apakah terjadi asfiksia), bayi
lahir melalui operasi caesar.
3. Data dasar pengkajian
a. Cardiovaskuler
Bradikardia (< 100 x/i) dengan hipoksemia berat
Murmur sistolik
Denyut jantung DBN
b. Integumen
Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral
Pitting edema pada tangan dan kaki
Mottling
c. Neurologis
Immobilitas, kelemahan
Penurunan suhu tubuh
d. Pulmonary
Takipnea (> 60 x/i, mungkin 30-100 x/i)
Nafas grunting
Pernapasan cuping hidung
Pernapasan dangkal
Retraksi suprasternal dan substernal
Sianosis
Penurunan suara napas, crakles, episode apnea
e. Status behavioral
Letargi
4. Pemeriksaan Doagnostik
a. Sert rontgen dada : untuk melihat densitas atelektasi dan elevasi
diafragma dengan over distensi duktus alveolar
b. Bronchogram udara : untuk menentukan ventilasi jalan napas
c. Data laboratorium :
Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan
amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)
Lesitin/spingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih mengindikasikan
maturitas paru
Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu
Tingkat phospatydylinositol
AGD : PaO2< 50 mmHg, PaCO2> 50 mmHg, saturasi oksigen 92%-
94%, pH 7,3-7,45.
Level potassium : meningkat sebagai hasil dari release potassium
dari sel alveolar yang rusak.
1.2. Analisa Data
No DX Implementasi Respon
I o Mengobservasi pola /R: klien tampak gelisah
nafas Respirasi : 66 x/menit
o Mengobsevasi TTV /R : Klien Tampak lemah
o Menempatkan bayi Suhu: 36. 2 o C
pada tempat yang Nadi: 128 x/menit
hangat Respirasi : 66x/menit
o Melakukan kolaborasi /R : klien tampak lemah
pemberian terapy obat /R : Klien terlihat meringis
H : Sabital 2 x 15mg/ hari
II o Menempatkan bayi / R : Klien tampak lemah
pada tempat yang / R : Klien tampak gelisah
hangat H : Suhu : 36.5 °C
o Memantau suhu tubuh
setiap 2 jam
III o Mengkaji tingkat /R : Orang tua klien mau menjawab pertayaan
kecemasan perawat
o Memberikan H : Orang tua klien tampak cemas
penjelasan tentang /R : Keluarga bertanya mengenai keadaan
keadaan klien saat ini bayinya
o Memberikan H : Keluarga mengetahui
kesempatan kepada keadaan bayinya.
keluarga untuk /R : Keluarga mau mengungkapkan
mengungkapkan perasaannya
perasaan H : Keluarga khawatir dengan keadaan bayinya
o Menganjurkan saat ini dan berharap bayinya cepat dibawa
keluarga untuk tetap pulang
mengunjungi bayinya
1.6. EVALUASI
2 II S:-
O : Suhu tubuh 36,5 oC
A : Resiko tinggi Gangguan termoregulasi
Hypotermoregulasi belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
I : Kaji suhu tubuh setiap hari