Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi saluran pernapasan menjadi penyebab angka kematian dan


kesakitan yang tinggi di dunia.Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran
napas bawah akut di parenkim paru dijumpai sekitar 15-20%.Pneumonia adalah
suatu radang pada parenkim paru. Proses peradangan tersebut terbanyak
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, dan jamur), selain itu dapat juga
disebabkan oleh faktor-faktor lain (inhalasi bahan kimia atau makanan, radiasi,
dll).1
Insidensi pneumonia di Indonesia menurut WHO pada tahun 2007 adalah
65,9%.2Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180 pneumonia
dengan angka kematian antara 20 - 35%. Pneumonia menduduki peringkat
keempat dari sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun.1
Pneumonia dapat terjadi secara primer atau merupakan tahap lanjutan dari
infeksi saluran pernapasan lainnya.Penyebabpneumonia sulit ditemukan dan
memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan
pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada
pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotik secara empiris.1
Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering pneumonia pada dewasa dan
anak besar adalah Streptococcus pneumonia dan Haemophilusinfluenza.Insidensi
pneumonia di negara-negara yang sedang berkembang pada anak kurang dari 5
tahun diperkirakan sekitar 30% dengan angka mortalitas yang tinggi.Penyakit ini
masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok walaupun ada berbagai
kemajuan dalam bidang antibiotik.Hal di atas disebabkan oleh munculnya
organisme nosocomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap
antibiotik. Adanya organisme-organisme baru dan penyakit seperti AIDS
(Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang semakin memperluas spektrum dan
derajat kemungkinan terjadinya pneumonia.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paruyang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing.Pneumonia
didefinisikan sebagai peradangan akut dari parenkim paru pada bagian distal
bronkiolus terminalis dan meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris,
sakus alveolaris, dan alveoli.1

2.2Epidemiologi
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama
pada anak di Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan
hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang dua juta anak
balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika
dan Asia Tenggara. Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6%
angka kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh
penyakit system respiratori, terutama pneumonia.2
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak
di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di
Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada
anak di bawah umur 2 tahun Insiden pneumonia pada anak ≤ 5 tahun di negara
maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan dinegara berkembang 10-20
kasus/100 anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian
pertahun pada anak balita dinegara berkembang.2

2.3.Etiologi
Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan
pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi
pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi
Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E.colli, pseudomonas sp,

2
atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan balita pneumoni sering
disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S.
aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut,
sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae 2
Penyebab utama virus adalah Respiratory Syncytial Virus(RSV) yang
mencakup 15-40% kasus diikuti virus influenza A dan B, parainfluenza, human
metapneumovirus dan adenovirus. Nair, et al 2010 melaporkan estimasi insidens
global pneumonia RSV anak-balita adalah 33.8 juta episode baru di seluruh dunia
dengan 3.4 juta episode pneumonia berat yang perlu rawat-inap. Diperkirakan
tahun 2005 terjadi kematian 66.000 -199.000 anak balita karena pneumonia RSV,
99% di antaranya terjadi di negara berkembang. Data di atas mempertegas
kembali peran RSV sebagai etiologi potensial dan signifikan pada pneumonia
anak-balita baik sebagai penyebab tunggal maupun bersama dengan infeksi lain.3
Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang bersumber
dari data di Negara maju dapat dilihat di tabel.3
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir - 20 hari Bakteri Bakteri
E.colli Bakteri anaerob
Streptococcus grup B Streptococcus grup D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonie
Virus
CMV
HMV
3 miggu – 3 bulan Bakteri Bakteri
Clamydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus pneumonia Haemophillus influenza tipe B
Virus Moraxella catharalis
Adenovirus Staphylococcus aureus
Influenza Virus
Parainfluenza 1,2,3 CMV
4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri
Clamydia pneumonia Haemophillus influenza tipe B
Mycoplasma pneumonia Moraxella catharalis
Streptococcus pneumonia Staphylococcus aureus
Virus Neisseria meningitides

3
Adenovirus Virus
Rinovirus Varisela Zoster
Influenza
Parainfluenza
5 tahun – remaja Bakteri Bakteri
Clamydia pneumonia Haemophillus influenza
Mycoplasma pneumonia Legionella sp
Streptococcus pneumonia Staphylococcus aureus
Virus
Adenovirus
Epstein-Barr
Rinovirus
Varisela zoster
Influenza / Parainfluenza

Tabel 1. Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia dinegara maju.

2.4. Klasifikasi
WHO tahun 2013merekomendasikan penggunaan peningkatan frekuensi
napas dan retraksi subkosta untuk mengklasifikasikan pneumonia di negara
berkembang. Namun demikian, kriteria tersebut mempunyai sensitivitas yang
buruk untuk anak malnutrisi dan sering overlapping dengan gejala malaria.3
Klasifikasi pneumonia berdasarkan WHO dijelaskan pada tabel berikut:
Klasifikasi Anak usia < 2 bulan Anak usia 2 bulan – 5 tahun
Pneumonia Berat  Kesadaran turun, letargis  Kesadaran turun, letargis
 Tidak mau menetek /  Tidak mau minum
minum  Kejang
 Kejang  Sianosis
 Demam atau hipotermia  Malnutrisi
 Bradipnea atau
pernapasan ireguler
Pneumonia  Napas cepat  Retraksi (+)
 Retraksi yang berat  Masih dapat minum
 Sianosis (-)
Batuk Bukan  Takipnea
Pneumonia  Retraksi (-)
Tabel 2.Klasifikasi beratnya pneumonia berdasarkan WHO.

4
2.5. Patofisiologi
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan
paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara
daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat
timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas
dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain: 4
1. Inhalasi langsung dari udara
2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring.
3. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain.
4. Penyebaran secara hematogen.
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius sangat efisien untuk mencegah infeksi
yang terdiri dari :
1. Susunan anatomis rongga hidung.
2. Jaringan limfoid di nasofaring.
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius
dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.
4. Refleks batuk.
5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang
terinfeksi.
6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A.
8. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang
bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik.
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui
jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan
jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu
proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :4
a. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan
yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi.Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat

5
infeksi.Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator
peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringan.Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin.Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.4
b. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel
darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host)
sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi
padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti
hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal
sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.
c. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan
fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti.

6
d. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan
diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya
semula.4

Gambar 3.Algoritma Patofisiologi Pneomonia5

2.6. Gejala Klinis


Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan
hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja.Hanya sebagian kecil yang berat,
mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan
perawatan dirumah sakit.Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis
pneumonia pada anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik,
mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas
terutama pada bayi, dan faktor patogenesis. Disamping itu, kelompok usia pada

7
anak merupakan faktor penting yang menyebabkan karakteristik penyakit
berbeda-beda, sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia.5
Gambaran gejala klinik yang mengarahkan untuk mendiagosis pneumonia
adalah takipne (fast breathing) dan retraksi dinding dada (chest wall indrawing),
pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya infeksi, tetapi
secara umum adalah sebagai berikut :5
- Gejala infeksi umum, yaitu : demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti : mual, muntah atau diare ;
kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
- Gejala gangguan respiratori, yaitu: batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea,
napas cuping hidung, merintih, dan sianosis.

2.7. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik penderita pneumonia:5
1. Inspeksi
Perlu diperhatikan adanya takipnea dispne, sianosis sirkumoral,
pernapasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula nonproduktif
menjadi produktif, serta nyeri dada pada waktu menarik napas.Batasan
takipnea pada anak berusia 12 bulan – 5 tahun adalah 40 kali / menit atau
lebih.Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding dada ke dalam pada fase
inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada kedalam akan
tampak jelas.
2. Palpasi
Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba
mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami
peningkatan atau takicardia.
3. Perkusi
Suara redup pada sisi yang sakit.

8
4. Auskultasi
Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke
hidung / mulut anak. Pada anak yang pneumonia akan terdengar stridor.
Sementara dengan stetoskop, akan terdengar suara napas berkurang, ronkhi
halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi.

2.8. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit.
Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial.
Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm2
dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000
/mm2 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat
pergeseran ke kiri serta peningkatan LED. Hasil analisa gas darah
menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi
asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau
darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan.5
Pemeriksaan Radiologi
Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan,
hanya direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat.Kelainan foto
rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran
klinis. Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis
pneumonia hanyalah pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan
bahwa tambahan posisi lateral pada foto rontgen toraks tidak meningkatkan
sensitivitas dan spesifisitas penegakkan diagnosis.5

9
Gambar 4.Ro. infiltrat alveoler di lobus kanan bawah ec. S pneumonia5

Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:


- Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan
bronkovaskular, peribronchial cuffing dan hiperaerasi
- Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air
bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan
pneumonia lobaris atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya
cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas dan
menyerupai lesi tumor paru disebut sebagai round pneumonia
- Bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua
paru berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah
perifer paru disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.
Gambaran foto rontgen thoraks dapat membantu mengarahkan
kecenderungan etiologi. Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial merata
dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar
berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopneumonia dan air
bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri.5
C-Reactive Protein (CRP)
Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk
membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri,
atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih
rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi

10
bakteri profunda. CRP kadang digunakan untuk evaluasi respons terhadap
terapi antibiotik.5
Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak
rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di rumah sakit.
Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap
tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau
aspirasi paru.5

2.9. Diagnosis
Diagnosis pneumonia berdasarkan WHO 2013 dibagi menjadi pneumonia
berat, pneumonia, dan batuk bukan pneumonia.Pneumonia apabila terdapat gejala
batuk atau kesulitan bernapas yang disertai takipne (fast breathing) untuk usia < 2
bulan, ≥ 60 x/menit, 2 – 11 bulan, ≥ 50 x/menit, dan 1 – 5 tahun, ≥ 40x/menit dan
disertai dengan adanya retraksi dinding dada. Pada auskultasi terdapat suara napas
menurun, terdengar suara napas bronkial, crackles, dan pleural rub.1
Pneumonia berat apabila ada gejala pneumonia disertai salah satu dari :
− saturasi oksigen < 90% atau sianosis sentral.
− terdapatdistress pernapasan yang berat seperti grunting atau chest
indrawing yang berat.
− terdapat tanda-tanda bahaya seperti tidak mau minum, letargi atau
kesadaran menurun, dan kejang.1

2.10. Diagnosis Banding2


Diagnosis Gejala klinis yang ditemukan
Bronkiolitis - episode pertama wheezing pada anak umur < 2 tahun
- hiperinflasi dinding dada
- ekspirasi memanjang
- gejala pada pneumonia juga dapat dijumpaikurang atau tidak ada respon
dengan bronkodilator

11
Tuberculosis (TB) - riwayat kontak positif dengan pasien TB dewasa
- uji tuberculin positif (≥10 mm, pada keadaan imunosupresi ≥ 5 mm)
- pertumbuhan buruk/kurus atau berat badan menurun
- demam (≥ 2 minggu) tanpa sebab yang jelas
- batuk kronis (≥ 3 minggu)
pembengkakan kelenjar limfe leher, aksila, inguinal yang spesifik.
Pembengkakan tulang/sendi punggung, panggul, lutut, falang.

Asma - riwayat wheezing berulang, kadang tidak berhubungan dengan batuk dan
pilek
- hiperinflasi dinding dada
- ekspirasi memanjang
berespon baik terhadap bronkodilator

Tabel 5. Diagnosis banding anak yang datang dengan keluhan batuk dan atau kesulitan
bernafas

2.11. Penatalaksanaan
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi
perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis, distres
pernapasan, tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain,
komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi
kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.2

Tabel 6.Kriteria rawat inap pneumonia2

12
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan
antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi
pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan
keseimbangan asam basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam
dapat diberikan analgetik/antipiretik. Penyakit penyerta harus ditanggulangi
dengan adekuat.2
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan
pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan
pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri.2Identifikasi dini
mikroorganisme penyebab tidak dapt dilakukan karena tidak tersedianya uji
mikrobiologis cepat. Oleh karena itu, dipilih berdasarkan pengalaman empiris
yakni didasarkanpada kemungkinan etiologi penyebab dengan
mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien serta epidemiologis.2
Pemberian nebulisasi bronkodilator diberikan hampir pada setiap penderita
dengan pneumonia.Yang perlu diketahui adalah wheezing disebabkan antara lain
oleh pneumonia, bronkiolitis, asma, atau terdapat benda asing pada
paru.Lochindarat 2008 melaporkan bahwa pasien pneumonia tidak berat 85%
memberikan respon yang baik dengan inhalasi bronkodilator tipe cepat.Hazir
2006 melaporkan anak dengan batuk dan/atau kesulitan bernapas 37% terdengar
wheezing. Sebanyak 62% anak dengan pneumonia tidak berat dan 25% anak
dengan pneumonia berat memberikan respon yang baik dengan inhalasi
bronkodilator tipe cepat tanpa antibiotik.1 WHO 2013 merekomendasikan
pemberian inhalasi bronkodilator tipe cepat hanya pada penderita yang terdengar
wheezing. Pneumonia bisa memberikan gejala wheezing terutama yang
disebabkan oleh virus terutama pada anak yang kurang dari 2 tahun.3
 Pneumonia rawat jalan
Pada pneumonia rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama
secara oral, misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan
berobat jalan, dapat diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang
mencapai 90%. Dosis yang digunakan adalah Kotrimoksazol (4mg
TMP/kgBB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari atau Amoksisilin

13
(25mg/kgBB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan
selama 5 hari.3
Anjurkan Ibu untuk memberi makan anak. Nasihati Ibu untuk kontrol
ulang anaknya setelah 2 hari ke RS, atau lebih cepat jika keadaan anak
memburuk, tidak bisa minum atau menyusu.3
Ketika anak kembali :
- Jika pernapasannya membaik (melambat), demam berkurang, nafsu makan
membaik, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari
- Jika frekuensi pernapasan, demam, dan nafsu makan tidak ada perubahan,
ganti ke antibiotik ke lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali lagi.
- Jika ada tanda pneumonia berat, rawat anak di rumah sakit dan tangani
sesuai pedoman di bawah ini.

 Pneumonia rawat inap


Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam),
harus dipantau 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberikan respons
yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah
atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (15mg/kgBB/kali diberikan 3 kali
sehari) untuk 5 hari berikutnya.3
Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam atau terdapat keadaan yang
berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan, ata memuntahkan semuanya,
kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distress pernapasan berat) maka
ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam).3
Bila pasien datang dengan keadaan klinis berat, segera berikan oksigen
dan pengobatan kombinasi ampisilin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.
Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).3
Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotik dengan
gentamisin (7,5 mg/kgBB IM sekali sehari) dan kloksasiklin (50 mg/kgBB IM
atau IV setiap 6 jam) atau klindamisin (15 mg/kgBB/hari-3 kali pemberian). Bila
keadaan anak membaik, lanjutkan klosasiklin (atau diklosasiklin) secara oral 4kali
sehari sampai secara keseluruhan mencapai 3 minggu, atau klindamisin secara
oral selama 2 minggu.3

14
 Tatalaksana Umum
Pasien dengan saturasi oksigen < 92% pada saat bernapas dengan udara kamar,
harus diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau sungkup
untuk mempertahankan saturasi oksigen >92%4
- Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan
intravena dan dilakukan balans cairan ketat
- Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak
dengan pneumonia
- Anitipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyaman pasien
(Paracetamol 10-15 mg/kgBB/kali)
- Nebulisasi dengan ß2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk
memperbaiki mucocilliary clearance
- Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya setiap
4 jam sekali, termasuk pemerikaan saturasi oksigen4

 Nutrisi
- Pada anak dengan distres pernapasan berat, pemberian makanan per oral,
harus dihindari. Makanan dapat diberikan lewat nasogastric tube (NGT)
atau intravena. Tetapi harus diingat bahwa pemasangan NGT dapat
menekan pernapasan, khusunya pada bayi/anak dengan ukuran lubang
hidung kecil. Jika memang dibutuhkan sebaiknya menggunakan yang
terkecil.4
- Perlu dilakukan pemantauan balans cairan agar anak tidak mengalami
overhidrasi karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi
hormon antidiuretik

 Kriteria pulang:
- Gejala dan tanda pneumonia menghilang
- Asupan peroral adekuat
- Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (peroral)
- Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
dan kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah.4

15
2.12.Komplikasi
Komplikasidari pneumonia adalah :4
 Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps
paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
 Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
 Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
 Infeksi sitemik
- Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
- Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

2.13. Prognosis
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi
didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang
terlambat untuk pengobatan.5
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui.Infeksi
berat dapat memperburuk keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan
hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh.Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan
pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja
sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif
yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi
apabila berdiri sendiri.5

2.14. Pencegahan
Pneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita
atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya
bronkopneumonia ini.5
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya
tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti cara hidup
sehat, makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan,beristirahat yang
cukup, rajin berolahraga, dan lainnya. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat
mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain.5

16
 Vaksinasi pneumokokus
Dapat diberikan pada umur 2,4,6, 12-15 bulan. Pada umur 17-12 bulan
diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan ; pada usia > 1 tahun di berikan 1 kali,
namun keduanya perlu dosis ulangan 1 kali pada usia 12 bulan atau minimal 2
bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan
cukup 1 kali.5

17
BAB III
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
I. Identitas
Nama : An. z
Umur : 7 bulan
Jenis Kelamin : perempuan
Agama : islam
Alamat : desa Lukun
Tanggal Masuk : 19 november 2019
Rawat : Melati

II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 19 november
2019 di UGD RSUD Kab. Kepulauan Meranti.
Keluhan Utama :
Sesak nafas memberat sejak 2 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dibawa oleh ibunya ke IGD RSUD kepulauan meranti
dengan keluhan Sesak nafas sejak 2 hari SMRS, Sesak muncul tiba-tiba.
Sesak tidak dipengaruhi cuaca ataupun debu, sesak juga tidak bertambah
saat setelah menangis maupun setelah menyusu, suara nafas berbunyi tidak
ada, riwayat tersedak sebelumnya disangkal. Ibu pasien juga mengatakan
bahwa anaknya batuk berdahak, dan sesak saat setelah batuk, batuk
muncul sejak 2 bulan yang lalu. Ibu pasien merasa pasien semakin sesak
sejak lebih kurang 2 hari masuk Rumah Sakit, sehingga ibu pasien segera
membawa anaknya ke IGD.
2 hari SMRS ibu pasien juga pasien juga mengeluhkan anak demam
sejak hari sabtu tanggal 16 november 2019, jam nya pasien lupa, demam
bersifat naik turun, demam turun dengan obat penurun panas
(paracetamol) kemudian naik kembali. Saat demam pasien tidak ada
kejang. Terdapat juga bisul di kepala bagian depan dan belakang Pilek

18
disangkal, muntah tidak ada. Riwayat trauma pada kepala disangkal.
Buang air kecil dan buang air besar dalam batas normal. Nafsu makan
dalam batas normal. Pasien masih mau menyusu seperti biasa. Penurunan
berat badan tidak ada, tetapi hanya sedikit sekali peningkatan berat badan

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Riwayat sesak sebelumnya (-)
 Riwayat trauma kepala (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :


 Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama
dengan pasien.
 Riwayat asma bronkial (-)
 Anggota keluarga satu rumah, ayah pasien didiagnosa TB sejak 1
bulan yang lalu berdasarkan foto rontgen dengan BTA (-) dan sudah
mendapatkan terapi
Riwayat Orangtua
 Pekerjaan ayah pasien swasta, ibu sebagai IRT.
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
 Pasien lahir cukup bulan, secara spontan ditolong oleh bidan BBL 3.000
gram, PB 50 cm, LK 34 cm, lahir langsung menangis.
 Ibu pasien rutin memeriksakan kehamilan kebidan.
 Riwayat mengkonsumsi alkohol (-), obat-obatan (-), merokok (-), jamu-
jamuan (-),
 Tidak ada riwayat penyulit seperti tekanan darah tinggi, gula darah tinggi,
demam dan keputihan selama hamil, riwayat imunisasi TT tidak diketahui.
Riwayat Makan Dan Minum
 ASI: dari lahir sampai sekarang
 Susu formula : dari usia 2 bulan sampai sekarang

Riwayat Imunisasi
 Hepatitis B : Usia 0 hari

19
 BCG : Usia 1 bulan, scar (+)
 DPT : Usia 2 bulan, 3 bulan,
 Polio : Usia 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan

Riwayat Pertumbuhan
 BBL : 3,0 kg BBS : 7,5 kg
 PBL : 50 cm PBS : 64 cm
 LKL : 34 cm LKS : 44 cm
Kesan : Catch up growth

Riwayat Perkembangan
 Berdasarkan kuisioner KPSP bayi 7 bulan :pada pasien mendapat jawaban
YA sebanyak 10 perkembangan anak sesuai dengan tahapan
perkembangan.

Keadaan Perumahan dan Tempat Tinggal


Tinggal di rumah permanen sederhana, sumber air minum dari galon dan
sumber air MCK dari air hujan dan sumur bor, buang air besar di WC dalam
rumah dan sampah dibakar. Kesan : higiene dan sanitasi cukup baik.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
 Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Alert
 Tanda vital
 Nadi : 160 x / menit, regular, isi cukup
 Laju nafas : 40 x / menit, regular
 Suhu axilla : 37,2 °C
 SpO2 :- %
 BB : 6,04 kg
 PB : 64 cm
 Gizi :

20
 Berat Badan BB/U : 0,5 sd (normal)
 Perawakan PB/U : 0 sd (normal)
 Status gizi BB/PB :0,5 sd (normal)
 Kulit : Pucat (-), sianosis (-), ikterik (-)
 Kepala : Bentuk bulat, simetris, UUB tidak menonjol
LK 44 cm
 Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata
 Mata  cekung (-/-)
- Konjungtiva : Anemis (-/-)
- Sclera : Tidak ikterik
- Pupil : Bulat, isokhor Ɵ 3 mm/ 3 mm
- Reflek cahaya : +/+ normal
 Telinga : Tidak ditemukan kelainan, sekret -/-
 Hidung : Nafas cuping hidung +/+, Mukosa hiperemis -/-,
sekret-/-
 Mulut
- Bibir : Pucat (-), sianosis (-)
- Selaput lendir : Normal
- Palatum : Utuh
- Lidah : Tidak kotor
- Gigi : Tidak ada
- Tonsil : sulit dinilai
- Faring : sulit dinilai
 Leher :
- pembesaran KGB tidak ada
- Kaku kuduk tidak ditemukan.
 Thoraks :
- Inspeksi : Bentuk dan gerakan dinding dada simetris, retraksi
dinding dada ada, ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : ictus cordis teraba di sela iga 5 linea mid clavicula
sinistra.
- Perkusi : sonor di kedua lapangan paru

21
- Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronkhi (+/+), wheezing (-/-) BJ I dan II
reguler, murmur(-), gallop(-)
 Abdomen :
- Inspeksi datar, distensi (-), venektasi (-)
- Auskultasi bising usus (+) normal
- Perkusi  tympani
- Palpasi  supel, organomegali (-), turgor kulit kembali cepat
 Alat kelamin : perempuan.
 Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-)

Hasil pemeriksaan laboratorium (29 Agustus 2018)


Darah Rutin
Hb : 9,3 gr% MCV : 731fl
Ht : 26 % MCH : 25 pg
Leukosit : 14.490 /uL MCHC : 36 %
Trombosit : 388.000 /uL
Eritrosit : 3,70 jt/mm Kesan :
Leukositosis
Hitung jenis leukosit :
Basofil/eusinofil/netrofil batang/netrofil segmen/limfosit/monosit
= 0/0/1/46/47/6
Kesan : dalam batas normal
Hasil pemeriksaan rontgen Thoraks (19 November 2019)

22
- Skletal dan soft tissue dalam batas normal
- Trakea ditengah
- Cor tidak membesar
- Sinuses dan diafragma normal
- Pulmo :
- Pneumonia bilateral
- Efusi pleura dextra minimal
Kesan :
Pneumonia bilateral disertai efusi plura dextra minimal

Diagnosis Utama:
-Pneumonia Berat
Diagnosis Gizi :
Status gizi  BB/PB : 0,5 sd (gizi baik)
Berat Badan  BB/U : 0,5 sd (normal)
Perawakan  PB/U : 0 sd (normal)
Perkembangan : sesuai usia
Imunisasi : lengkap
Sosial ekonomi : kurang

Penatalaksanaan
Medikamentosadi IGD
- Oksigen 1 L/m via nasal kanul
- Nebulisasi Nacl 3% Observasi 30 menit di IGD
Sesak (+), Ronki masih
dijumpai

Konsul dr. Hendra, Sp.A via WA


- IVFD D5-1/4 NS 8 tpm makro
- Nebulisasi Nacl 3% per 3 jam
- Dexamethason 2 mg per 8 jam (iv)
- Rawat melati

23
Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad sanationam : Bonam
Quo ad fungtionam : Bonam

FOLLOW UP

Tanggal Subject Object Assesment Planning

20 Nov Sesak (+), KU : Tampak sakit Pneumonia Berat - IVFD D5-1/4 NS 8 tpm
2019 Demam (+) sedang, dyspneu (+) - Inj. Ampisilin 300 mg/6
minum (+) kuat jam (H1)
Sensorium : Compos
- Inj. Gentamisin 45
Mentis
mg/24 jam (H2)
Tanda vital - Paracetamol 120 mg syr
1/2 cth per 6 jam (jika
Nadi : 128 x/i, regular, isi
temp > 38c)
cukup

Laju nafas : 56 x/i,


reguler

Suhu axilla : 38,0°C

Status Generalisata :

Thorak :

Simetri, Retraksi (+)

Auskultasi :
vesikuler,ronkhi (+/+),
wheezing (+/-)

24
21 Nov Sesak (+) KU : Baik Pneumonia Berat - IVFD D5-1/4 NS 8 tpm
2019 berkurang , - Inj. Ampisilin 300 mg/6
Sensorium : Compos
Demam (+) jam (H1)
Mentis
naik turun - Inj. Gentamisin 45
Tanda vital mg/24 jam (H2)
- Paracetamol 120 mg syr
Nadi : 121 x/i, regular, isi
1/2 cth per 6 jam (jika
cukup
temp > 38c)
Laju nafas : 32 x/i, - Konsultasi fisioterapi
reguler

Suhu axilla : 37,1°C

Status Generalisata :

Thorak :

Retraksi (-)

Auskultasi : vesikuler,
ronkhi (+/+), minimal

22 Nov Sesak KU : Baik Pneumonia Berat - IVFD D5-1/4 NS 8 tpm


2019 bertambah - Inj. pycin 450 mg/6 jam
Sensorium : Compos
Demam (-) - Inj. Gentamisin 45
Mentis
mg/24 jam (H3)
Dahak (+)
Tanda vital - Paracetamol 120 mg syr
1/2 cth per 6 jam (jika
Nadi : 122 x/i, regular, isi
temp > 38c)
cukup
- Nebulizer Nacl 3%
Laju nafas : 42 x/i, /2jam
reguler - Metilprednison 2 mg
Cetirizin 1,2 mg
Suhu axilla : 36,8°C
Ambrosol 3 mg

25
Status Generalisata : Salbutamol 0.6 mg
3x1
Thorak :
- Konsultasi fisioterapi
Simetri, Retraksi (-)

Auskultasi :
vesikuler,ronkhi (+/+),
wheezing (+/+)

23 Nov Sesak KU : Baik Pneumonia Berat - IVFD D5-1/4 NS 8 tpm


2019 berkurang - Inj. pycin 450 mg/6 jam
Sensorium : Compos
Demam (-) - Inj. Gentamisin 45
Mentis
mg/24 jam (H4)
Dahak (+)
Tanda vital - Paracetamol 120 mg syr
1/2 cth per 6 jam (jika
Nadi : 129 x/i, regular, isi
temp > 38c)
cukup
- Nebulizer Nacl 3%
Laju nafas : 38 x/i, /2jam
reguler - Metilprednison 2 mg
Cetirizin 1,2 mg
Suhu axilla : 36,7°C
Ambrosol 3 mg
Status Generalisata : Salbutamol 0.6 mg
3x1
Thorak :
- Konsultasi fisioterapi
Simetri, Retraksi (-)

Auskultasi :
vesikuler,ronkhi (+/+),
wheezing (+/+)

26
24 Nov Sesak KU : Baik Pneumonia Berat - IVFD D5-1/4 NS 8 tpm
2019 berkurang - Inj. pycin 450 mg/6 jam
Sensorium : Compos
Demam (-) - Inj. Gentamisin 45
Mentis
mg/24 jam (H5)
Dahak (+)
Tanda vital - Paracetamol 120 mg syr
1/2 cth per 6 jam (jika
Nadi : 121 x/i, regular, isi
temp > 38c)
cukup
- Nebulizer Nacl 3%
Laju nafas : 30 x/i, /4jam
reguler - Metilprednison 2 mg
Cetirizin 1,2 mg
Suhu axilla : 36,9°C
Ambrosol 3 mg
Status Generalisata : Salbutamol 0.6 mg
3x1
Thorak :

Simetri, Retraksi (-)

Auskultasi :
vesikuler,ronkhi (+/+)
minimal, wheezing (-/-)

25 Nov Sesak (- KU : Baik Pneumonia Berat - Pasien boleh pulang


2019 )Batukberkuran dan kontrol kepoli.
Sensorium : Compos
g Demam (-) Obat pulang :
Mentis
- Pulv 3 x 1
Tanda vital
- Ambroxol 3 x 0,2 ml
Nadi : 110 x/i, regular, isi
cukup

Laju nafas : 30 x/i,


reguler

27
Suhu axilla : 36,7°C

Status Generalisata :

Thorak :

Retraksi (-)

Auskultasi : vesikuler,
ronkhi (-/-), wheezing (-
/-)

28
BAB IV
PEMBAHASAN

Telah di rawat seorang pasien anak, usia 7 bulan di Zal Anak RSUD
Selatpanjang. Pasien masuk melalui IGD pada tanggal 19 november 2019.
Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
diagnosa pasien adalah Pneumonia berat.
Pneumonia pada kasus ini ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaaan penunjang. Dari hasil anamnesa ditemukan
bahwa pasien mengalami demam tinggi sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit,
diikuti batuk. Sesak napas dijumpai. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan suhu
aksila 37,2oC, frekuensi nafas 40 x/menit, reguler, dan adanya retraksi dinding
dada serta ditemukannya rhonki pada kedua lapangan paru. Dari hasil
pemeriksaan darah ditemukan leukositosis (leukosit 14.490 /mm).
Gambaran klinis pneumonia pada anak secara umum diklasifikasikan
menjadi 2 kelompok yaitu gejala umum dan gejala respiratorik. Gejala umum
seperti demam, sakit kepala, malaise, nafsu makan kurang, gejala gastrointestinal
seperti mual, muntah dan diare. Sedangkan gejala respiratorik berupa batuk, napas
cepat (tachypnoe/ fast breathing), napas sesak (retraksi dada/chest indrawing),
napas cuping hidung, air hunger dan sianosis. Hipoksia merupakan tanda klinis
pneumonia berat.
Terapi yang diberikan untuk pneumonia pada kasus ini adalah dengan
pemberian antibiotik ampisilin 300 mg/kg, terbagi dalam 3 dosis/hari, Gentamicin
45 mg/24 jam, Paracetamol syr 120 mg 1/2cth per 4 jam, Nebu Nacl 3% per 3
jam.
Pilihan antibiotik intravena pada pneumonia anak dapat dilihat pada tabel
berikut.
Antibiotik Dosis Frekuensi Keterangan
Penisilin G 25.000 U/kgBB/x, dosis tunggal Tiap 4 jam S. pneumonia
maksimal 4.000.000
Ampisilin 100 mg/ kgBB/hari Tiap 6 jam

29
Kloramfenikol 15 mg/ kgBB/kali Tiap 6 jam
Ceftriaxone 50mg/ kgBB/x, Dosis tunggal 1x/ hari S. pneumonia, H. Influenza
maksimal 2 gram
Cefuroxime 50mg/ kgBB/x, Dosis tunggal Tiap 8 jam S. pneumonia, H. Influenza
maksimal 2 gram
Clindamycin 10mg/ kgBB/x, Dosis unit tunggal Tiap 6 jam Grup A Streptococcus,
maksimal 1,2 gram S.aureus, S. Pneumonia
Eritromisin 10mg/ kgBB/x, Dosis tunggal Tiap 6 jam S. pneumonia, Chlamydia
maksimal 1 gram pneumonia, Mycoplasma
pneumonia.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit. World Health


Organization (WHO). Departemen Kesehatan Republik Indonesia:2009.
2. World Health Organization (WHO). Pocket Book Of Hospital Care For
Children. Geneva: WHO Press;2013.
3. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit ( MTBS ).Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta:2015.
4. Sastroasmoro, Sudigdo, dkk. 2009. Panduan Pelayanan Medis Dept. IKA.
Jakarta : RSCM.
5. Nelson.2000.Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15,Volume 2.Jakarta :EGC.

31

Anda mungkin juga menyukai