PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paruyang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing.Pneumonia
didefinisikan sebagai peradangan akut dari parenkim paru pada bagian distal
bronkiolus terminalis dan meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris,
sakus alveolaris, dan alveoli.1
2.2Epidemiologi
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama
pada anak di Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan
hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang dua juta anak
balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika
dan Asia Tenggara. Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6%
angka kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh
penyakit system respiratori, terutama pneumonia.2
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak
di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di
Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada
anak di bawah umur 2 tahun Insiden pneumonia pada anak ≤ 5 tahun di negara
maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan dinegara berkembang 10-20
kasus/100 anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian
pertahun pada anak balita dinegara berkembang.2
2.3.Etiologi
Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan
pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi
pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi
Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E.colli, pseudomonas sp,
2
atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan balita pneumoni sering
disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S.
aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut,
sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae 2
Penyebab utama virus adalah Respiratory Syncytial Virus(RSV) yang
mencakup 15-40% kasus diikuti virus influenza A dan B, parainfluenza, human
metapneumovirus dan adenovirus. Nair, et al 2010 melaporkan estimasi insidens
global pneumonia RSV anak-balita adalah 33.8 juta episode baru di seluruh dunia
dengan 3.4 juta episode pneumonia berat yang perlu rawat-inap. Diperkirakan
tahun 2005 terjadi kematian 66.000 -199.000 anak balita karena pneumonia RSV,
99% di antaranya terjadi di negara berkembang. Data di atas mempertegas
kembali peran RSV sebagai etiologi potensial dan signifikan pada pneumonia
anak-balita baik sebagai penyebab tunggal maupun bersama dengan infeksi lain.3
Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang bersumber
dari data di Negara maju dapat dilihat di tabel.3
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir - 20 hari Bakteri Bakteri
E.colli Bakteri anaerob
Streptococcus grup B Streptococcus grup D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonie
Virus
CMV
HMV
3 miggu – 3 bulan Bakteri Bakteri
Clamydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus pneumonia Haemophillus influenza tipe B
Virus Moraxella catharalis
Adenovirus Staphylococcus aureus
Influenza Virus
Parainfluenza 1,2,3 CMV
4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri
Clamydia pneumonia Haemophillus influenza tipe B
Mycoplasma pneumonia Moraxella catharalis
Streptococcus pneumonia Staphylococcus aureus
Virus Neisseria meningitides
3
Adenovirus Virus
Rinovirus Varisela Zoster
Influenza
Parainfluenza
5 tahun – remaja Bakteri Bakteri
Clamydia pneumonia Haemophillus influenza
Mycoplasma pneumonia Legionella sp
Streptococcus pneumonia Staphylococcus aureus
Virus
Adenovirus
Epstein-Barr
Rinovirus
Varisela zoster
Influenza / Parainfluenza
Tabel 1. Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia dinegara maju.
2.4. Klasifikasi
WHO tahun 2013merekomendasikan penggunaan peningkatan frekuensi
napas dan retraksi subkosta untuk mengklasifikasikan pneumonia di negara
berkembang. Namun demikian, kriteria tersebut mempunyai sensitivitas yang
buruk untuk anak malnutrisi dan sering overlapping dengan gejala malaria.3
Klasifikasi pneumonia berdasarkan WHO dijelaskan pada tabel berikut:
Klasifikasi Anak usia < 2 bulan Anak usia 2 bulan – 5 tahun
Pneumonia Berat Kesadaran turun, letargis Kesadaran turun, letargis
Tidak mau menetek / Tidak mau minum
minum Kejang
Kejang Sianosis
Demam atau hipotermia Malnutrisi
Bradipnea atau
pernapasan ireguler
Pneumonia Napas cepat Retraksi (+)
Retraksi yang berat Masih dapat minum
Sianosis (-)
Batuk Bukan Takipnea
Pneumonia Retraksi (-)
Tabel 2.Klasifikasi beratnya pneumonia berdasarkan WHO.
4
2.5. Patofisiologi
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan
paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara
daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat
timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas
dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain: 4
1. Inhalasi langsung dari udara
2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring.
3. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain.
4. Penyebaran secara hematogen.
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius sangat efisien untuk mencegah infeksi
yang terdiri dari :
1. Susunan anatomis rongga hidung.
2. Jaringan limfoid di nasofaring.
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius
dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.
4. Refleks batuk.
5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang
terinfeksi.
6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A.
8. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang
bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik.
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui
jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan
jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu
proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :4
a. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan
yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi.Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat
5
infeksi.Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator
peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringan.Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin.Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.4
b. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel
darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host)
sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi
padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti
hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal
sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.
c. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan
fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti.
6
d. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan
diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya
semula.4
7
anak merupakan faktor penting yang menyebabkan karakteristik penyakit
berbeda-beda, sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia.5
Gambaran gejala klinik yang mengarahkan untuk mendiagosis pneumonia
adalah takipne (fast breathing) dan retraksi dinding dada (chest wall indrawing),
pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya infeksi, tetapi
secara umum adalah sebagai berikut :5
- Gejala infeksi umum, yaitu : demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti : mual, muntah atau diare ;
kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
- Gejala gangguan respiratori, yaitu: batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea,
napas cuping hidung, merintih, dan sianosis.
8
4. Auskultasi
Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke
hidung / mulut anak. Pada anak yang pneumonia akan terdengar stridor.
Sementara dengan stetoskop, akan terdengar suara napas berkurang, ronkhi
halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi.
9
Gambar 4.Ro. infiltrat alveoler di lobus kanan bawah ec. S pneumonia5
10
bakteri profunda. CRP kadang digunakan untuk evaluasi respons terhadap
terapi antibiotik.5
Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak
rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di rumah sakit.
Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap
tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau
aspirasi paru.5
2.9. Diagnosis
Diagnosis pneumonia berdasarkan WHO 2013 dibagi menjadi pneumonia
berat, pneumonia, dan batuk bukan pneumonia.Pneumonia apabila terdapat gejala
batuk atau kesulitan bernapas yang disertai takipne (fast breathing) untuk usia < 2
bulan, ≥ 60 x/menit, 2 – 11 bulan, ≥ 50 x/menit, dan 1 – 5 tahun, ≥ 40x/menit dan
disertai dengan adanya retraksi dinding dada. Pada auskultasi terdapat suara napas
menurun, terdengar suara napas bronkial, crackles, dan pleural rub.1
Pneumonia berat apabila ada gejala pneumonia disertai salah satu dari :
− saturasi oksigen < 90% atau sianosis sentral.
− terdapatdistress pernapasan yang berat seperti grunting atau chest
indrawing yang berat.
− terdapat tanda-tanda bahaya seperti tidak mau minum, letargi atau
kesadaran menurun, dan kejang.1
11
Tuberculosis (TB) - riwayat kontak positif dengan pasien TB dewasa
- uji tuberculin positif (≥10 mm, pada keadaan imunosupresi ≥ 5 mm)
- pertumbuhan buruk/kurus atau berat badan menurun
- demam (≥ 2 minggu) tanpa sebab yang jelas
- batuk kronis (≥ 3 minggu)
pembengkakan kelenjar limfe leher, aksila, inguinal yang spesifik.
Pembengkakan tulang/sendi punggung, panggul, lutut, falang.
Asma - riwayat wheezing berulang, kadang tidak berhubungan dengan batuk dan
pilek
- hiperinflasi dinding dada
- ekspirasi memanjang
berespon baik terhadap bronkodilator
Tabel 5. Diagnosis banding anak yang datang dengan keluhan batuk dan atau kesulitan
bernafas
2.11. Penatalaksanaan
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi
perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis, distres
pernapasan, tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain,
komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi
kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.2
12
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan
antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi
pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan
keseimbangan asam basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam
dapat diberikan analgetik/antipiretik. Penyakit penyerta harus ditanggulangi
dengan adekuat.2
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan
pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan
pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri.2Identifikasi dini
mikroorganisme penyebab tidak dapt dilakukan karena tidak tersedianya uji
mikrobiologis cepat. Oleh karena itu, dipilih berdasarkan pengalaman empiris
yakni didasarkanpada kemungkinan etiologi penyebab dengan
mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien serta epidemiologis.2
Pemberian nebulisasi bronkodilator diberikan hampir pada setiap penderita
dengan pneumonia.Yang perlu diketahui adalah wheezing disebabkan antara lain
oleh pneumonia, bronkiolitis, asma, atau terdapat benda asing pada
paru.Lochindarat 2008 melaporkan bahwa pasien pneumonia tidak berat 85%
memberikan respon yang baik dengan inhalasi bronkodilator tipe cepat.Hazir
2006 melaporkan anak dengan batuk dan/atau kesulitan bernapas 37% terdengar
wheezing. Sebanyak 62% anak dengan pneumonia tidak berat dan 25% anak
dengan pneumonia berat memberikan respon yang baik dengan inhalasi
bronkodilator tipe cepat tanpa antibiotik.1 WHO 2013 merekomendasikan
pemberian inhalasi bronkodilator tipe cepat hanya pada penderita yang terdengar
wheezing. Pneumonia bisa memberikan gejala wheezing terutama yang
disebabkan oleh virus terutama pada anak yang kurang dari 2 tahun.3
Pneumonia rawat jalan
Pada pneumonia rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama
secara oral, misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan
berobat jalan, dapat diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang
mencapai 90%. Dosis yang digunakan adalah Kotrimoksazol (4mg
TMP/kgBB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari atau Amoksisilin
13
(25mg/kgBB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan
selama 5 hari.3
Anjurkan Ibu untuk memberi makan anak. Nasihati Ibu untuk kontrol
ulang anaknya setelah 2 hari ke RS, atau lebih cepat jika keadaan anak
memburuk, tidak bisa minum atau menyusu.3
Ketika anak kembali :
- Jika pernapasannya membaik (melambat), demam berkurang, nafsu makan
membaik, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari
- Jika frekuensi pernapasan, demam, dan nafsu makan tidak ada perubahan,
ganti ke antibiotik ke lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali lagi.
- Jika ada tanda pneumonia berat, rawat anak di rumah sakit dan tangani
sesuai pedoman di bawah ini.
14
Tatalaksana Umum
Pasien dengan saturasi oksigen < 92% pada saat bernapas dengan udara kamar,
harus diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau sungkup
untuk mempertahankan saturasi oksigen >92%4
- Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan
intravena dan dilakukan balans cairan ketat
- Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak
dengan pneumonia
- Anitipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyaman pasien
(Paracetamol 10-15 mg/kgBB/kali)
- Nebulisasi dengan ß2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk
memperbaiki mucocilliary clearance
- Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya setiap
4 jam sekali, termasuk pemerikaan saturasi oksigen4
Nutrisi
- Pada anak dengan distres pernapasan berat, pemberian makanan per oral,
harus dihindari. Makanan dapat diberikan lewat nasogastric tube (NGT)
atau intravena. Tetapi harus diingat bahwa pemasangan NGT dapat
menekan pernapasan, khusunya pada bayi/anak dengan ukuran lubang
hidung kecil. Jika memang dibutuhkan sebaiknya menggunakan yang
terkecil.4
- Perlu dilakukan pemantauan balans cairan agar anak tidak mengalami
overhidrasi karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi
hormon antidiuretik
Kriteria pulang:
- Gejala dan tanda pneumonia menghilang
- Asupan peroral adekuat
- Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (peroral)
- Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
dan kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah.4
15
2.12.Komplikasi
Komplikasidari pneumonia adalah :4
Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps
paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
Infeksi sitemik
- Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
- Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
2.13. Prognosis
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi
didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang
terlambat untuk pengobatan.5
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui.Infeksi
berat dapat memperburuk keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan
hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh.Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan
pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja
sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif
yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi
apabila berdiri sendiri.5
2.14. Pencegahan
Pneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita
atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya
bronkopneumonia ini.5
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya
tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti cara hidup
sehat, makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan,beristirahat yang
cukup, rajin berolahraga, dan lainnya. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat
mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain.5
16
Vaksinasi pneumokokus
Dapat diberikan pada umur 2,4,6, 12-15 bulan. Pada umur 17-12 bulan
diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan ; pada usia > 1 tahun di berikan 1 kali,
namun keduanya perlu dosis ulangan 1 kali pada usia 12 bulan atau minimal 2
bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan
cukup 1 kali.5
17
BAB III
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
I. Identitas
Nama : An. z
Umur : 7 bulan
Jenis Kelamin : perempuan
Agama : islam
Alamat : desa Lukun
Tanggal Masuk : 19 november 2019
Rawat : Melati
II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 19 november
2019 di UGD RSUD Kab. Kepulauan Meranti.
Keluhan Utama :
Sesak nafas memberat sejak 2 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dibawa oleh ibunya ke IGD RSUD kepulauan meranti
dengan keluhan Sesak nafas sejak 2 hari SMRS, Sesak muncul tiba-tiba.
Sesak tidak dipengaruhi cuaca ataupun debu, sesak juga tidak bertambah
saat setelah menangis maupun setelah menyusu, suara nafas berbunyi tidak
ada, riwayat tersedak sebelumnya disangkal. Ibu pasien juga mengatakan
bahwa anaknya batuk berdahak, dan sesak saat setelah batuk, batuk
muncul sejak 2 bulan yang lalu. Ibu pasien merasa pasien semakin sesak
sejak lebih kurang 2 hari masuk Rumah Sakit, sehingga ibu pasien segera
membawa anaknya ke IGD.
2 hari SMRS ibu pasien juga pasien juga mengeluhkan anak demam
sejak hari sabtu tanggal 16 november 2019, jam nya pasien lupa, demam
bersifat naik turun, demam turun dengan obat penurun panas
(paracetamol) kemudian naik kembali. Saat demam pasien tidak ada
kejang. Terdapat juga bisul di kepala bagian depan dan belakang Pilek
18
disangkal, muntah tidak ada. Riwayat trauma pada kepala disangkal.
Buang air kecil dan buang air besar dalam batas normal. Nafsu makan
dalam batas normal. Pasien masih mau menyusu seperti biasa. Penurunan
berat badan tidak ada, tetapi hanya sedikit sekali peningkatan berat badan
Riwayat Imunisasi
Hepatitis B : Usia 0 hari
19
BCG : Usia 1 bulan, scar (+)
DPT : Usia 2 bulan, 3 bulan,
Polio : Usia 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan
Riwayat Pertumbuhan
BBL : 3,0 kg BBS : 7,5 kg
PBL : 50 cm PBS : 64 cm
LKL : 34 cm LKS : 44 cm
Kesan : Catch up growth
Riwayat Perkembangan
Berdasarkan kuisioner KPSP bayi 7 bulan :pada pasien mendapat jawaban
YA sebanyak 10 perkembangan anak sesuai dengan tahapan
perkembangan.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Alert
Tanda vital
Nadi : 160 x / menit, regular, isi cukup
Laju nafas : 40 x / menit, regular
Suhu axilla : 37,2 °C
SpO2 :- %
BB : 6,04 kg
PB : 64 cm
Gizi :
20
Berat Badan BB/U : 0,5 sd (normal)
Perawakan PB/U : 0 sd (normal)
Status gizi BB/PB :0,5 sd (normal)
Kulit : Pucat (-), sianosis (-), ikterik (-)
Kepala : Bentuk bulat, simetris, UUB tidak menonjol
LK 44 cm
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata
Mata cekung (-/-)
- Konjungtiva : Anemis (-/-)
- Sclera : Tidak ikterik
- Pupil : Bulat, isokhor Ɵ 3 mm/ 3 mm
- Reflek cahaya : +/+ normal
Telinga : Tidak ditemukan kelainan, sekret -/-
Hidung : Nafas cuping hidung +/+, Mukosa hiperemis -/-,
sekret-/-
Mulut
- Bibir : Pucat (-), sianosis (-)
- Selaput lendir : Normal
- Palatum : Utuh
- Lidah : Tidak kotor
- Gigi : Tidak ada
- Tonsil : sulit dinilai
- Faring : sulit dinilai
Leher :
- pembesaran KGB tidak ada
- Kaku kuduk tidak ditemukan.
Thoraks :
- Inspeksi : Bentuk dan gerakan dinding dada simetris, retraksi
dinding dada ada, ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : ictus cordis teraba di sela iga 5 linea mid clavicula
sinistra.
- Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
21
- Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronkhi (+/+), wheezing (-/-) BJ I dan II
reguler, murmur(-), gallop(-)
Abdomen :
- Inspeksi datar, distensi (-), venektasi (-)
- Auskultasi bising usus (+) normal
- Perkusi tympani
- Palpasi supel, organomegali (-), turgor kulit kembali cepat
Alat kelamin : perempuan.
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-)
22
- Skletal dan soft tissue dalam batas normal
- Trakea ditengah
- Cor tidak membesar
- Sinuses dan diafragma normal
- Pulmo :
- Pneumonia bilateral
- Efusi pleura dextra minimal
Kesan :
Pneumonia bilateral disertai efusi plura dextra minimal
Diagnosis Utama:
-Pneumonia Berat
Diagnosis Gizi :
Status gizi BB/PB : 0,5 sd (gizi baik)
Berat Badan BB/U : 0,5 sd (normal)
Perawakan PB/U : 0 sd (normal)
Perkembangan : sesuai usia
Imunisasi : lengkap
Sosial ekonomi : kurang
Penatalaksanaan
Medikamentosadi IGD
- Oksigen 1 L/m via nasal kanul
- Nebulisasi Nacl 3% Observasi 30 menit di IGD
Sesak (+), Ronki masih
dijumpai
23
Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad sanationam : Bonam
Quo ad fungtionam : Bonam
FOLLOW UP
20 Nov Sesak (+), KU : Tampak sakit Pneumonia Berat - IVFD D5-1/4 NS 8 tpm
2019 Demam (+) sedang, dyspneu (+) - Inj. Ampisilin 300 mg/6
minum (+) kuat jam (H1)
Sensorium : Compos
- Inj. Gentamisin 45
Mentis
mg/24 jam (H2)
Tanda vital - Paracetamol 120 mg syr
1/2 cth per 6 jam (jika
Nadi : 128 x/i, regular, isi
temp > 38c)
cukup
Status Generalisata :
Thorak :
Auskultasi :
vesikuler,ronkhi (+/+),
wheezing (+/-)
24
21 Nov Sesak (+) KU : Baik Pneumonia Berat - IVFD D5-1/4 NS 8 tpm
2019 berkurang , - Inj. Ampisilin 300 mg/6
Sensorium : Compos
Demam (+) jam (H1)
Mentis
naik turun - Inj. Gentamisin 45
Tanda vital mg/24 jam (H2)
- Paracetamol 120 mg syr
Nadi : 121 x/i, regular, isi
1/2 cth per 6 jam (jika
cukup
temp > 38c)
Laju nafas : 32 x/i, - Konsultasi fisioterapi
reguler
Status Generalisata :
Thorak :
Retraksi (-)
Auskultasi : vesikuler,
ronkhi (+/+), minimal
25
Status Generalisata : Salbutamol 0.6 mg
3x1
Thorak :
- Konsultasi fisioterapi
Simetri, Retraksi (-)
Auskultasi :
vesikuler,ronkhi (+/+),
wheezing (+/+)
Auskultasi :
vesikuler,ronkhi (+/+),
wheezing (+/+)
26
24 Nov Sesak KU : Baik Pneumonia Berat - IVFD D5-1/4 NS 8 tpm
2019 berkurang - Inj. pycin 450 mg/6 jam
Sensorium : Compos
Demam (-) - Inj. Gentamisin 45
Mentis
mg/24 jam (H5)
Dahak (+)
Tanda vital - Paracetamol 120 mg syr
1/2 cth per 6 jam (jika
Nadi : 121 x/i, regular, isi
temp > 38c)
cukup
- Nebulizer Nacl 3%
Laju nafas : 30 x/i, /4jam
reguler - Metilprednison 2 mg
Cetirizin 1,2 mg
Suhu axilla : 36,9°C
Ambrosol 3 mg
Status Generalisata : Salbutamol 0.6 mg
3x1
Thorak :
Auskultasi :
vesikuler,ronkhi (+/+)
minimal, wheezing (-/-)
27
Suhu axilla : 36,7°C
Status Generalisata :
Thorak :
Retraksi (-)
Auskultasi : vesikuler,
ronkhi (-/-), wheezing (-
/-)
28
BAB IV
PEMBAHASAN
Telah di rawat seorang pasien anak, usia 7 bulan di Zal Anak RSUD
Selatpanjang. Pasien masuk melalui IGD pada tanggal 19 november 2019.
Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
diagnosa pasien adalah Pneumonia berat.
Pneumonia pada kasus ini ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaaan penunjang. Dari hasil anamnesa ditemukan
bahwa pasien mengalami demam tinggi sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit,
diikuti batuk. Sesak napas dijumpai. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan suhu
aksila 37,2oC, frekuensi nafas 40 x/menit, reguler, dan adanya retraksi dinding
dada serta ditemukannya rhonki pada kedua lapangan paru. Dari hasil
pemeriksaan darah ditemukan leukositosis (leukosit 14.490 /mm).
Gambaran klinis pneumonia pada anak secara umum diklasifikasikan
menjadi 2 kelompok yaitu gejala umum dan gejala respiratorik. Gejala umum
seperti demam, sakit kepala, malaise, nafsu makan kurang, gejala gastrointestinal
seperti mual, muntah dan diare. Sedangkan gejala respiratorik berupa batuk, napas
cepat (tachypnoe/ fast breathing), napas sesak (retraksi dada/chest indrawing),
napas cuping hidung, air hunger dan sianosis. Hipoksia merupakan tanda klinis
pneumonia berat.
Terapi yang diberikan untuk pneumonia pada kasus ini adalah dengan
pemberian antibiotik ampisilin 300 mg/kg, terbagi dalam 3 dosis/hari, Gentamicin
45 mg/24 jam, Paracetamol syr 120 mg 1/2cth per 4 jam, Nebu Nacl 3% per 3
jam.
Pilihan antibiotik intravena pada pneumonia anak dapat dilihat pada tabel
berikut.
Antibiotik Dosis Frekuensi Keterangan
Penisilin G 25.000 U/kgBB/x, dosis tunggal Tiap 4 jam S. pneumonia
maksimal 4.000.000
Ampisilin 100 mg/ kgBB/hari Tiap 6 jam
29
Kloramfenikol 15 mg/ kgBB/kali Tiap 6 jam
Ceftriaxone 50mg/ kgBB/x, Dosis tunggal 1x/ hari S. pneumonia, H. Influenza
maksimal 2 gram
Cefuroxime 50mg/ kgBB/x, Dosis tunggal Tiap 8 jam S. pneumonia, H. Influenza
maksimal 2 gram
Clindamycin 10mg/ kgBB/x, Dosis unit tunggal Tiap 6 jam Grup A Streptococcus,
maksimal 1,2 gram S.aureus, S. Pneumonia
Eritromisin 10mg/ kgBB/x, Dosis tunggal Tiap 6 jam S. pneumonia, Chlamydia
maksimal 1 gram pneumonia, Mycoplasma
pneumonia.
30
DAFTAR PUSTAKA
31