Anda di halaman 1dari 19

INJAUAN PUSTAKA

2. Definisi Delirium

Delirium adalah suatu gangguan organik global akut dan sementara dari fungsi sistem saraf pusat
yang menyebabkan gangguan kesadaran dan perhatian (Allison dkk, 2004)

Istilah delirium sama dengan keadaan bingung akut, secara tegas,


hal ini menjelaskan berbagai keadaan bingung akut yang terpisah secara klinis ditandai oleh
periode gelisah, aktivitas mental yang meninggi, mudah terbangun, ketidaksiapan yang jelas
dalam memberikan respons terhadap stimuli tertentu (seperti suara bising yang tiba-tiba),
halusinasi visual yang mengganggu, hiperaktivitas motorik, dan stimulasi autonom. Gangguan
perhatian, penting pada keadaan bingung akut, terjadi meskipun kebingungan yang tampak.
Agitasi delirium secara khas berfluktuasi dan dapat berubah atau berlanjut menjadi keadaan
bingung yang redup. Gambaran klinis ditunjukkan oleh adanya halusinasi yang gembira dari
delirium tremens yang menyertai berhentinya minum alkohol. Akan tetapi delirium mungkin
tampak pada keadaan bingung akut dari setiap penyebab (Isselbacher dkk, 1999).

2. Etiologi

Bila membicarakan etiologi delirium, maka faktor predisposisi dibedakan dengan faktor
presipitasi. Faktor predisposisi membuat seseorang lebih rentan mengalami delirium, sedangkan
faktor presipitasi merupakan faktor penyebab somatik delirium.

Saat ini beberapa penelitian prospektif telah menemukan beberapa faktor predisposisi delirium
pada geriatri yang potensial. Penelitian yang lebih baik bahkan mampu mendapatkan faktor
risiko yang mempengaruhi kejadian delirium.

Selain pertambahan usia, adanya penurunan fungsi kognitif sebelumnya merupakan faktor risiko
yang sering didapatkan. Lebih jauh lagi, delirium merupakan indikator pertama demensia pada
populasi geriatri. Angka kejadian delirium pada pasien demensia sendiri secara bermakna lebih
tinggi dua sampai lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan populasi yang tidak demensia.
Faktor presipitasi yang telah ditemukan yang menurunkan ambang delirium pada usia lanjut
adalah pria, tekanan darah tinggi, penggunaan banyak obat terutama obat-obatan antikolinergik,
anestesi umum, dan penggunaan alkohol atau benzodiazepine. Lebih jauh lagi, adanya
peningkatan konsentrasi sodium di serum, penurunan fungsi fisik, dan penurunan fungsi
menghadapi stress juga diidentifikasi sebagai faktor risiko independen pada pasien delirium.

Penelitian lain mengatakan bahwa kombinasi faktor termasuk usia, kadar urea darah, hipertensi,
dan kebiasaan merokok merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya delirium (Allison dkk,
2004).

a. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi membuat seseorang lebih rentan mengalami delirium. Faktor predisposisi
gangguan otak organik: seperti demensia, umur lanjut, kecelakaan otak seperti stroke, penyakit
Parkinson, gangguan penglihatan dan pendengaran, ketidakmampuan fungsional, hidup dalam
institusi, ketergantungan alkohol, isolasi sosial, depresi, gangguan sensorik dan gangguan
multiple lainnya, dan riwayat delirium post-operative sebelumnya.

b. Faktor presipitasi

Faktor presipitasi merupakan faktor penyebab somatik delirium. Termasuk perubahan


lingkungan (perpindahan ruangan), pneumonia, infeksi, dehidrasi, hipoglikemia, imobilisasi,
malagizi, dan pemakaian kateter buli-buli. Penggunaan anestesia juga meningkatkan resiko
delirium, terutama pada pembedahan yang lama. Demikian pula pasien lanjut usia yang dirawat
di bagian ICU beresiko lebih tinggi.

2. Manifestasi Klinis

Secara global gejala delirium terdiri dari gejala psikiatrik umum berupa kelainan mood, persepsi
dan perilaku, dan gejala neurologik umum yang berupa tremor, asteriksis, nistagmus,
inkoordinasi dan inkontinensia urin.

Gambaran utama adalah gangguan kesadaran berupa kesadaran yang berkabut dengan penurunan
kemampuan untuk memusatkan, mencantumkan, dan mengalihkan perhatian. Keadaan ini
berlangsung beberapa hari dengan berkembangnya ansietas, mengantuk, insomnia, halusinasi,
mengigau atau mimpi buruk, dan kegelisahan. Gejala-gejala lainnya berupa ketidakmampuan
penderita mengenali orang (disorientasi) dan berkomunikasi dengan baik, bingung, panik, bicara
komat-kamit dan inkoherensi.
Selanjutnya gejala-gejala delirium menurut urutan kekhasannya adalah sebagai berikut :

1. Gangguan kesadaran (clouding of conciousness)


2. Gangguan persepsi (ilusi, halusinasi terutama halusinasi penglihatan).
3. Gangguan orientasi, mula-mula disorientasi waktu.
4. Gangguan proses pikir dan pembicaraan (gangguan konsentrasi, perseverasi, flight of
ideas, inkoherensi, delusi).
5. Gangguan memori.
6. Gangguan afek.
7. Gangguan psikomotor.
8. Disfungsi otonomik, sulit kontrol BAK.
9. Gangguan siklus tidur bangun.

Delirium biasanya hilang bila penyakit fisik yang menyebabkannya sembuh, mungkin sampai
kira-kira 1 bulan sesudahnya. Bila diakibatkan oleh proses yang langsung mengenai otak maka
proses penyembuhannya pun tergantung dari besar kecilnya kerusakan atau lesi yang
ditinggalkan.

Pasien delirium yang berhubungan dengan sindrom putus zat merupakan jenis hiperaktif yang
dapat dikaitkan dengan tanda-tanda otonom, seperti flushing, berkeringat, takikardi, dilatasi
pupil, nausea, muntah, dan hipertermia. Orientasi waktu seringkali hilang, sedangkan orientasi
tempat dan orang mungkin terganggu pada kasus yang berat. Pasien seringkali mengalami
abnormalitas dalam berbahasa, seperti pembicaraan yang bertele-tele, tidak relevan, dan
inkoheren.

Fungsi kognitif lain yang mungkin terganggu adalah daya ingat dan fungsi kognitif umum.
Pasien mungkin tidak mampu membedakan rangsang sensorik dan mengintegrasikannya
sehingga sering merasa terganggu dengan rangsang yang tidak sesuai atau timbul agitasi. Gejala
yang sering nampak adalah marah, mengamuk, dan ketakutan yang tidak beralasan. Pasien selalu
mengalami gangguan tidur sehingga sering tampak mengantuk sepanjang hari dan tertidur di
mana saja.

Demensia merupakan faktor resiko bagi delirium, dan dua kondisi ini dapat timbul bersama-
sama. Tabel di bawah ini menerangkan perbedaan tersebut (Allison dkk, 2004).

Gambaran Delirium Demensia


Awitan Akut/subakut Kronis/tersembunyi
Perjalanan penyakit Berfluktuasi Stabil, progresif
Perhatian Sangat berkurang Normal, berkurang
Rangsangan Maningkat/menurun Biasanya normal
Waham Singkat Sistematis
Halusinasi Sering Lebih jarang
Aktivitas psikomotor Biasanya abnormal Biasanya normal
Gambaran autonom Abnormal Normal

2. Perjalanan Penyakit

Biasanya delirium muncul tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari). Perjalanan penyakitnya
singkat dan berfluktuasi. Perbaikan cepat terjadi apabila faktor penyebabnya telah dapat
diketahui dan dihilangkan.
Walaupun delirium biasanya terjadi mendadak, gejala-gejala prodromal mungkin telah terjadi
beberapa hari sebelumnya. Gejala delirium biasanya berlangsung selama penyebabnya masih ada
namun tidak lebih dari 1 minggu.

Delirium mempunyai berbagai macam penyebab. Penyebabnya bisa berasal dari penyakit
susunan saraf pusat, penyakit sistemik, intoksikasi akut (reaksi putus obat) dan zat toksik.
Penyebab delirium terbanyak terletak diluar sistem saraf pusat, misalnya gagal ginjal dan hati.
Secara lengkap dan lebih terperinci penyebab delirium dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

A. Penyebab Intrakranial :

1. Epilepsi dan keadaan paska kejang


2. Trauma otak (terutama gegar otak)
3. Infeksi

a. Meningitis
b. Ensefalitis

4. Neoplasma

5. Gangguan vaskular

B. Penyebab Ekstrakranial :

1. Obat-obatan (meggunakan atau putus obat) dan racun

a. Obat antikolinergik
b. Antikonvulsan
c. Obat antihipertensi
d. Obat antiparkinson
e. Obat antipsikosis
f. Glikosida jantung
g. Simetidin
h. Klonidin
i. Disulfiram
j. Insulin
k. Opiat
l. Fensiklidin
m. Fenitoin
n. Ranitidin
o. Salisilat
p. Sedatif (termasuk alkohol) dan hipnotik
q. Steroid

2. Racun
a. Karbon monoksida
b. Logam berat dan racun industri lain

3. Disfungsi Endokrin (hipofungsi atau hiperfungsi)

a. Hipofisis
b. Pankreas
c. Adrenal
d. Paratiroid
e. Tiroid

4. Penyakit organ non endokron

a. Hati: Ensefalopati hepatik


b. Ginjal dan saluran kemih: Ensefalopati uremikum
c. Paru: Narkosis karbon dioksida

Hipoksia

d. Sistem Kardiovaskular: Gagal jantung

Aritmia
Hipotensi

5. Penyakit Defisiensi

Tiamin, asam nikotinik, vit B12 atau asam folat

6. Infeksi sistemik dengan demam dan sepsis

7. Ketidakseimbangan elektrolit dengan penyebab apapun

8. Keadaan pascaoperatif

9. Trauma (kepala atau seluruh tubuh)

2. Penatalaksanaan

Diawali dengan memperbaiki kondisi penyakitnya dan menghilangkan faktor yang memberatkan
seperti: (Mark, 2006).

a. Hilangkan penyebab bila memungkinkan. Misalnya jika disebabkan oleh obat,


dengan meminimalkan setiap obat yang memperburuk.
b. Obati infeksi

c. Optimalkan nutrisi dan hidrasi.

d. Suport pada pasien dan keluarga.

e. Ciptakan lingkungan yang mendukung.


1. Anggota keluarga memberikan penenangan dan hal-hal lazim dari rumah
untuk mengingatkan pasien kembali.
2. Mendorong kerabat atau teman untuk datang berkunjung.
3. Hindari gangguan tidur dengan menciptakan lingkungan yang tenang dan
meyakinkan, pencahayaan yang baik.
4. Tempatkan pasien di dekat tempat perawatan agar mudah dipantau.

f. Obati agitasi yang menyertai, lebih baik dengan haloperidol (Haldol), dosis awal
0,5 sampai 2 mg IM atau IV. Jika Haldol tidak efektif, pikirkan tambahan
lorazepam (Ativan) 0,5 sampai 1 mg IM atau IV. Sebagai usaha terakhir, pasien
dapat dikurung demi keamanan. Perlu diingat obat benzodiazepin bisa
memperburuk delirium karena efek sedasinya.

2. Pencegahan

Strategi pencegahan delirium sebagian besar terdiri dari meminimalkan faktor resiko (King &
Gratrix, 2009). Menurut Pandharipande et al. (2006) Pencegahan dan pengobatan delirium dapat
dilakukan dengan 2 cara nonfarmakologi dan farmakologi.
a. Pencegahan nonfarmakologi
Berfokus pada meminimalkan faktor-faktor risiko. Strategi intervensi yang dilakukan meliputi:

1. Reorientasi ulang pasien


2. Tentukan kegiatan untuk merangsang kognitif pasien,
3. Tidur atau istirahat sebagai bagian dari prosedur nonfarmakologi,
4. Melakukan kegiatan mobilisasi dini, dengan mengajarkan pasien melakukan latihan
dengan berbagai gerakan,
5. Mencabut kateter tepat pada waktunya untuk mengatasi hambatan fisik pasien,
6. Penggunaan kacamata dan lensa pembesar,
7. Penggunaan alat bantu pendengaran,
8. Koreksi ada tidaknya dehidrasi.

b. Pencegahan farmakologi
Menilai penggunaan obat-obatan yang dapat menyebabkan atau memperburuk delirium (Jacobi
et al, 2002). Lebih lanjut Jakobi et al mengemukakan bahwa penggunaan obat penenang yang
tidak tepat atau analgesik dapat memperburuk gejala delirium. Sebagai contoh penggunaan
benzodiazepine dan narkotika yang sering digunakan diruangan ICU untuk mengobati delirium
dapat memperburuk kondisi dan memperparah delirium.
Lebih jauh lagi Jacobi et al mengatakan bahwa American Psychiatric Association dan Society of
Critical Care Medicine merekomendasikan haloperidol untuk pengobatan delirium, Haloperidol
adalah antagonis reseptor dopamin yang bekerja dengan menghambat dopamin neurotransmisi,
dengan dihasilkannya perbaikan yang positif dalam simtomatologi (halusinasi, gelisah dan
perilaku agresif) seringkali menghasilkan efek obat penenang. Disamping haloperidol, obat lain
antipsikotik atau neuroleptic agen (misalnya, risperidol, ziprasidone, quetiapine, dan olanzapine)
terutama dengan afinitas reseptor yang lebih luas digunakan untuk pengobatan delirium.

2. Prognosis

Morbiditas dan mortalitas lebih tinggi pada pasien yang masuk sudah dengan delirium
dibandingkan dengan pasien yang menjadi delirium setelah di Rumah Sakit.Beberapa penyebab
delirium seperti hipoglikemia, intoxikasi, infeksi, faktor iatrogenik, toxisitas obat, gangguan
keseimbangan elektrolit. Biasanya cepat membaik dengan pengobatan. Beberapa pada lanjut usia
susah untuk diobati dan bisa melanjut jadi kronik.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3. Pengkajian

1. Identitas

a. Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan
alamat.
b. Tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan
c. Keluhan Utama

2. Keluhan utama

Keluhan utama merupakan sebab utama yang menyebabkan klien datang berobat (menurut klien
dan atau keluarga). Gejala utama adalah kesadaran menurun.

3. Riwayat

Karena penyebab delirium sering terkait dengan penyakit medis, alkohol, atau obat lain, perawat
perlu mendapatkan riwayat keseluruhan area ini. Perawat mungkin perlu mendapatkan informasi
dari anggota keluarga jika kemampuan klien untuk memberikan data terganggu.

4. Faktor predisposisi
Menemukan gangguan jiwa yang ada sebagai dasar pembuatan diagnosis serta menentukan
tingkat gangguan serta menggambarkan struktur kepribadian yang mungkin dapat menerangkan
riwayat dan perkembangan gangguan jiwa yang terdapat. Dari gejala-gejala psikiatrik tidak dapat
diketahui etiologi penyakit badaniah itu, tetapi perlu dilakukan pemeriksaan intern dan nerologik
yang teliti. Gejala tersebut lebih ditentukan oleh keadaan jiwa premorbidnya, mekanisme
pembelaan psikologiknya, keadaan psikososial, sifat bantuan dari keluarga, teman dan petugas
kesehatan, struktur sosial serta ciri-ciri kebudayaan sekelilingnya. Gangguan jiwa yang psikotik
atau nonpsikotik yang disebabkan oleh gangguan jaringan fungsi otak. Gangguan fungsi jaringan
otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak
(meningoensephalitis, gangguan pembuluh darah otak, tumor otak dan sebagainya) atau yang
terutama di luar otak atau tengkorak (tifus, endometriasis, payah jantung, toxemia kehamilan,
intoksikasi dan sebagainya).

5. Fisik

Kesadaran yang menurun dan sesudahnya terdapat amnesia. Tensi menurun, takikardia, febris,
berat badan menurun karena nafsu makan yang menurun dan tidak mau makan.

6. Psikososial

a. Genogram: minimal tiga generasi masalah yang terkait


1. Interaksi di dalam keluarga
2. Penentu kebijakan di dalam keluarga
b. Konsep diri

1. Gambaran diri, stressor yang menyebabkan berubahnya gambaran diri karena


proses patologik penyakit.
2. Identitas, bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan individu.
3. Peran, transisi peran dapat dari sehat ke sakit, tidak sesuaian antara satu peran
dengan peran yang lain dan peran yang ragu deman individu tidak tahun dengan
jelas perannya, serta peran berlebihan sementara tidak mempunyai kemampuan dan
sumber yang cukup.
4. Ideal diri, keinginan yang tidak sesuai dengan kenyataan dan kemampuan yang
ada.
5. Harga diri, ketidakmampuan dalam mencapai tujuan sehingga klien merasa harga
dirinya rendah karena kegagalannya.

c. Hubungan social

Perkembangan hubungan sosial yang tidak menyebabkan kegagalan individu untuk belajar
mempertahankan komunikasi dengan orang lain, akibatnya klien cenderung memisahkan diri
dari orang lain dan hanya terlibat dengan pikirannya sendiri yang tidak memerlukan kontrol
orang lain. Keadaan ini menimbulkan kesepian, isolasi sosial, hubungan dangkal dan tergantung.

d. Spiritual
Keyakinan klien terhadap agama dan keyakinannya masih kuat. tetapi tidak atau kurang mampu
dalam melaksanakan ibadahnya sesuai dengan agama dan kepercayaannya.

e. Status mental

1. Penampilan
2. Pembicaraan

Bicara juga dapat dipengaruhi, yaitu menjadi kurang koheren dan lebih sulit dimengerti ketika
delirium memburuk. Klien dapat mengulang-ulang satu topik atau bahasan, berbicara melantur
dan sulit untuk diikuti, atau mengalami logorea yang cepat, terpaksa, dan biasanya lebih keras
dari normal. Kadang-kadang klien dapat berteriak atau menjerit, terutama pada malam hari
(Burney-Puckett, 1996).

3. Aktivitas motorik

Klien delirium sering mengalami gangguan perilaku psikomotor. Klien mungkin gelisah dan
hiperaktif, sering menarik-narik seprai atau berupaya bangun dari tempat tidur secara mendadak
dan tidak terkoordinasi. Sebaliknya, klien dapat mengalami perilaku motorik yang lambat,
tampak lesu dan letargi dengan sedikit gerakan.

4. Alam perasaan dan afek

Klien delirium sering mengalami perubahan mood yang cepat dan tidak dapat diperkirakan.
rentang respons emosional yang luas mungkin terjadi, seperti ansietas, takut, iritabilitas, marah,
euforia, dan apati. Perubahan mood dan emosi ini biasanya tidak terkait dengan lingkungan
klien. Ketika klien merasa sangat takut dan merasa terancam, klien mungkin melawan untuk
melindungi dirinya dari bahaya yang dirasakan.

5. Persepsi

Halusinasi yang paling sering terjadi adalah halusinasi penglihatan: klien melihat benda-benda
yang tidak ada stimulusnya dalam realitas, seperti malaikat atau gambaran yang mengerikan
melayang di atas tempat tidur. Ketika lebih mampu berpikir jernih, beberapa klien dapat
menyadari bahwa mereka mengalami mispersepsi sensori. Akan tetapi klien lainnya benar-benar
meyakini salah interpretasi mereka sebagai hal yang benar dan tidak dapat diyakinkan hal yang
sebaliknya.

6. Proses pikir

Proses pikir sering mengalami disorganisasi dan tidak masuk akal. Pikiran juga dapat terpecah
(tidak berkaitan dan tidak lengkap). Klien juga dapat memperlihatkan pikiran waham yang
meyakini bahwa perubahan persepsi sensorinya adalah nyata.

7. Tingkat kesadaran
Tanda utama delirium dan sering kali tanda awal delirium adalah perubahan tingkat kesadaran
yang jarang stabil dan biasanya berfluktuasi sepanjang hari. Klien biasanya terorientasi pada
orang, tetapi sering kali terdisorientasi terhadap waktu dan tempat. Klien menunjukkan
penurunan kesadaran terhadap lingkungan atau situasi dan dapat berfokus pada stimulus yang
tidak berkaitan, seperti warna seprai atau ruangan. Klien juga mudah terdistraksi oleh suara,
orang, atau mispersepsi sensorinya.

8. Memori

Klien tidak dapat memfokuskan, mempertahankan atau mengubah perhatiannya secara efektif,
dan terdapat kerusakan memori yang baru dan yang sangat baru (DSM-IV-TR,2000). Hal ini
berarti bahwa perawat harus menanyakan atau memberikan arahan secara berulang-ulang;
meskipun kemudian klien mungkin tidak mempu melakukan hal-hal yang diminta.

9. Kemampuan penilaian

Penilaian klien mengalami gangguan. Klien sering tidak dapat menyadari situasi yang potensial
membahayakan dan tidak dapat bertindak demi kepentingan terbaik mereka sendiri. Misalnya,
klien mungkin mencoba mencabut slang intravena atau keteter urine secara berulang-ulang
sehingga menyebabkan nyeri dan mengganggu terapi yang penting.

10. Daya tilik diri

Daya tilik bergantung pada keparahan delirium. Klien yang mengalami delirium ringan dapat
mengenali bahwa ia bingung, sedang mendapatkan terapi, dan mungkin akan sembuh. Akan
tetapi, klien yang mengalami delirium berat dapat tidak memiliki daya tilik dalam situasi ini.

f. Kebutuhan klien sehari-hari

1. Tidur

Klien sukar tidur karena cemas, gelisah, berbaring atau duduk dan gelisah . Kadang-kadang
terbangun tengah malam dan sukar tidur kembali. Tidurnya mungkin terganggu sepanjang
malam, sehingga tidak merasa segar di pagi hari.

2. Selera makan

Klien tidak mempunyai selera makan atau makannya hanya sedikit, karena putus asa, merasa
tidak berharga, aktivitas terbatas sehingga bisa terjadi penurunan berat badan.

3. Eliminasi

Klien mungkin tergnaggu buang air kecilnya, kadang-kadang lebih sering dari biasanya, karena
sukar tidur dan stres. Kadang-kadang dapat terjadi konstipasi, akibat terganggu pola makan.

g. Mekanisme koping
Apabila klien merasa tidak berhasil, kegagalan maka ia akan menetralisir, mengingkari atau
meniadakannya dengan mengembangkan berbagai pola koping mekanisme. Ketidak mampuan
mengatasi secara konstruktif merupakan faktor penyebab primer terbentuknya pola tiungkah laku
patologis. Koping mekanisme yang digunakan seseorang dalam keadaan delerium adalah
mengurangi kontak mata, memakai kata-kata yang cepat dan keras (ngomel-ngomel) dan
menutup diri.

3. Analisa Data

Data Etiologi Masalah


DS :

 Keluarga mengatakan
bahwa klien kadang
melihat bayangan
yang mendekati
dirinya di setiap
ruangan yang
bercahaya minimal. Harga diri rendah -->
 Keluarga kadang Isolasi sosial : menarik diri
memegangi klien -->
dikala sedang gelisah Perubahan sensori
dan tidak enak duduk persepsi (halusinasi
dan tidur serta penglihatan) -->
berkeinginan untuk Disorganisasi dan tidak
melepaskan jarum masuk akal -->
infus yang terpasang Meyakini bahwa perubahan Resiko tinggi men-
persepsi sensorinya adalah cederai diri, orang lain
DO : nyata --> dan lingkungan sekitar
Resiko tinggi men-cederai
 Klien ketika didekati diri, orang lain dan
perawat mengatakan lingkungan sekitar
bahwa ditempat
terpasangnya infus
ada kecoa yang
hinggap.
 Klien nampak gelisah,
berontak, ngomel-
ngomel, tidak enak
duduk dan tidak enak
tidur, mata merah
 Kontak mata klien
saat bertatap muka
kurang dan kadang
salah mengucapkan
namanya bila diajak
berkenalan
 Terdapat luka lecet
pada daerah dahi dan
pelipis bekas garukan

DS :

 Keluarga mengatakan
sudah dua hari ini
klien tidak mau
makan dan kalau mau Putus asa -->
hanya bisa Merasa tidak berharga -->
menghabiskan makan Tidak nafsu makan -->
Ketidakseimbangan
dua atau tiga suap nasi Ketidakseimbangan nutrisi
nutrisi kurang dari
yang disajikan kurang dari kebutuhan
kebutuhan tubuh
tubuh
DO :

 Berat badan menurun,


membran mukosa
kering dan terjadi
kelemahan

DS :

 Keluarga mengatakan
klien kadang-kadang
berbicara sendiri
dengan nada yang
agak keras Harga diri rendah -->
 Klien gelisah Kegagalan
mempertahankan
Isolasi Sosial :
DO : komunikasi dengan orang
Menarik Diri
lain -->
 Kurang rasa percaya Isolasi Sosial : Menarik
pada orang lain, sukar Diri
berinteraksi dengan
orang lain,
komunikasi yang tidak
realistik, kontak mata
yang kurang.
DS :

 Keluarga mengatakan
klien sudah dua hari Gangguan perilaku
belum mandi psikomotor (lesu dan
 Klien kadang-kadang letargi dengan sedikit
masih ngompol dan gerakan) -->
kadang bilang kalau Keterbatasan aktivitas -->
ingin kencing dengan Kemauan perawatan
menggunakan pispot kebersihan diri menurun --
Defisit perawatan diri
>
DO : Penampilan tidak rapi -->
Defisit perawatan diri
 Kemauan yang
menurun, penampilan
kurang rapi dan muka
agak kusut
 Celana nampak sedikit
basah

3. Pohon Masalah

3. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan utama untuk klien yang mengalami delirium adalah:

a. Resiko tinggi mencederai diri,orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi
b. Perubahan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan menarik diri
c. Kurangnya interaksi sosial (isolasi sosial) berhubungan dengan sistem pendukung yang
tidak adekuat dan harga diri yang rendah
d. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan intoleransi aktifitas
e. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan system pendukung
yang tidak adekuat

1. Intervensi Keperawatan

Diagnosa 1: Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi.
Diagnosa 2: Perubahan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan menarik diri.
TUK : Dalam 2 minggu klien dapat mengenal tanda-tanda peningkatan kegelisahan dan
melaporkan pada perawat agar dapat diberikan intervensi sesuai kebutuhan.
TUM : Klien tidak akan membahayakan diri, orang lain dan lingkungan selama di rumah sakit.
INTERVENSI RASIONAL
1. Pertahankan agar lingkungan
klien pada tingkat stimulus yang
rendah (penyinaran rendah, Tingkat ansietas atau gelisah
sedikit orang, dekorasi yang akan meningkat dalam
sederhana dan tingakat kebisingan lingkungan yang penuh stimulus.
yang rendah)

2. Ciptakan lingkungan psikososial :


a. Sikap perawat yang
bersahabat, penuh
perhatian, lembuh dan
hangat.
b. Bina hubungan saling
Lingkungan psikososial yang
percaya (menyapa klien
terapeutik akan menstimulasi
dengan
kemampuan perasaan kenyataan.
ramah, memanggil nama
klien, jujur , tepat janji,
empati dan menghargai).
c. Tunjukkan sikap perawat
yang bertanggung jawab

Observasi ketat merupakan hal


yang penting, karena dengan
2. Observasi secara ketat perilaku
demikian intervensi yang tepat
klien (setiap 15 menit)
dapat diberikan segera dan untuk
selalu memastikan bahwa kien
berada dalam keadaan aman
3. Kembangkan orientasi kenyataan:
Klien perlu dikembangkan
a. Bantu kien untuk
kemampuannya untuk menilai
mengenal persepsinya.
realita secara adequat agar klien
b. Beri umpan balik tentang
dapat beradaptasi dengan
perilaku klien tanpa
lingkungan.Klien yang berada
menyokong atau
dalam keadaan gelisah, bingung,
membantah kondisinya.
klien tidak menggunakan benda-
c. Beri kesempatan untuk
benda tersebut untuk
mengungkapkan persepsi
membahayakan diri sendiri
dan daya orientasi
maupun orang lain.
4. Lindungi klien dan keluarga dari Klien halusinasi pada faase berat
bahaya halusinasi: tidak dapat mengontrol
a. Kaji halusinasi klien perilakunya. Lingkungan yang
b. Lakukan tindakan aman dan pengawasan yang
pengawasan ketat, tepat dapat mencegah cedera.
upayakan tidak melakukan
pengikatan.

5. Tingkatkan peran serta keluarga


Klien yang sudah dapat
pada tiap tahap perawatan dan
mengontrol halusinasinya perlu
jelaskan prinsip-prinsip tindakan
sokongan keluarga untuk
pada halusinasi.
mempertahnkannya.
6. Berikan obat-obatan antipsikotik
sesuai dengan program terapi Obat ini dipakai untuk
(pantau keefektifan dan efek mengendalikan psikosis dan
samping obat). mengurangi tanda-tanda agitasi.

2. Diagnosa 3: Kurangnya interaksi sosial (isolasi sosial) berhubungan dengan sistem


pendukung yang tidak adekuat dan harga diri yang rendah

TUK : Klien siap masuk dalam terapi aktivitas ditemani oleh seorang perawat yang dipercayai
dalam 1 minggu
TUM : Klien dapat secara sukarela meluangkan waktu bersama klien lainnya dan perawat
dalam aktivitas kelompok di unit rawat inap.
INTERVENSI RASIONAL
a. Ciptakan lingkungan terapeutik:

a. Bina hubungan saling percaya


(menyapa klien dengan
ramah, memanggil nama klien,
jujur , tepat janji, empati dan
Lingkungan fisik dan psikososial
menghargai).
yang terapeutik akan
menstimulasi kemmapuan klien
b. Tunjukkan perawat yang
terhadap kenyataan.
bertanggung jawab.

c. Tingkatkan kontak klien dengan


lingkungan sosial secara bertahap.

2. Perlihatkan penguatan positif pada


klien. Hal ini akan membuat klien
merasa menjadi orang yang
Temani klien untuk memperlihatkan berguna.
dukungan selama aktivitas kelompok
yang mungkin mnerupakan hal yang
sukar bagi klien.
Kesadaran diri yang meningkat
3. Orientasikan klien pada waktu,
dalam hubungannya dengan
tempat dan orang.
lingkungan waktu, tempat dan
orang.
4. Berikan obat anti psikotik sesuai Obat ini dipakai untuk
dengan program terapi. mengendalikan psikosis dan
mengurangi tanda-tanda agitasi

3. Diagnosa 4: Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan intoleransi aktifitas

TUK : Klien dapat mengatakan keinginan untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari dalam 1
minggu
TUM : Klien ampu melakukan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri dan
mendemosntrasikan suatu keinginan untuk melakukannya.
INTERVENSI RASIONAL
1. Dukung klien untuk
Keberhasilan menampilkan
melakukan kegiatan hidup
kemandirian dalam melakukan suatu
sehari-hari sesuai dengan
aktivitas akan meningkatkan harga
tingkat kemampuan kien.
diri.
2. Dukung kemandirian klien,
Kenyamanan dan keamanan klien
tetapi beri bantuan klien saat
merupakan prioritas dalam
kurang mampu melakukan
keperawatan.
beberapa kegiatan.

3. Berikan pengakuan dan Penguatan positif akan


penghargaan positif untuk meningkatkan harga diri dan
kemampuan mandiri. mendukung terjadinya pengulangan
perilaku yang diharapkan.
4. Perlihatkan secara konkrit,
bagaimana melakukan Karena berlaku pikiran yang konkrit,
kegiatan yang menurut kien penjelasan harus diberikan sesuai
sulit untuk dilakukaknya. tingkat pengetian yang nyata.

5. Jangan membiarkan klien


Keamanan klien merupakan suatu
memikul tanggung jawab atas
prioritas. Klien mungkin tidak
keputusan atau tindakan
mampu membedakan secara akurat
apabila klien dalam keadaan
tindakan atau situasi yang potensial
tidak aman.
membahayakan
6. Apabila diperlukan batasan Klien mempunyai hak untuk
perilaku atau tindakan klien, mendapatkan informasi tentan
jelaskan batasan, konsekuensi, restriksi dan alasan batasan yang
dan alasannya dengan jelas diperlukan
dalam batasan kemampuan
klien untuk memahaminya.

7. Libatkan klien dalam


membuat rencana atau
Kepatuhan terhadap terapi
keputusan sesuai
meningkat apabila klien terlibat
kemampuannya untuk
secara emosional didalamnya.
berpartisipasi.

8. Berikan umpan balik faktual Klien harus menyadari perilakunya


terhadap mispersepsi, waham, sebelum klien dapat mengambil
atau halusinasi klien tindakan untuk memodivikasi
perilaku tersebut.
9. Sampaikan kepada klien Ketika diberikan umpan balik
dengan cara yang sesuai dengan cara yang tidak menghakimi,
dengan fakta bahwa orang klien dapat merasa perasaannya
lain tidak terlibat dalam tervalidasi , sementara bahwa orang
interpretasi klien. lain tidak berespon terhadap stimulus
yang sama dengan cara yang sama.
10. Kaji klien setiap hari atau
lebih sering apabila Klien yang mengalami masalah
diperlukan untuk mengetahui organik cenderung sering mengalami
tingkat fungsinya fluktuasi kemampuan.

11. Izinkan klien untuk


Pengambilan keputusan mening-
mengambil keputusan sesuai
katkan partisipasi, kemandirian, dan
dengan kemampuannya.
harga diri klien.
12. Bantu klien untuk menyusun Aktivitas yang rutin atau yang
kegiatan rutin harian, yang menjadi kebiasaan klien yang tidak
mencangkup hygiene, membutuhkan keputusan yang terus-
aktivitas, dsb. menerus tentang apakah melakukan
tugas tertentu atau tidak.

4. Diagnosa 5: Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
system pendukung yang tidak adekuat

TUK : Klien dapat mencapai berat badan normal


Hasil laboratorium elektrolit serum klien akan kembali dalam batas normal dalam 1 minggu.
TUM : Klien tidak memperlihatkan tanda-tanda /gejala malnutrisi saat pulang.
INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor masukan, haluaran dan Informasi ini penting untuk
jumlah kalori sesuai kebutuhan. membuat pengkajian nutrisi yang
akurat dan mempertahankan
keamanan klien.
2. Timbang berat badan setiap Kehilangan berat badan merupakan
pagi sebelum bangun informasi penting untuk mengethui
perkembangan status nutrisi klien.
3. Jelaskan pentingnya nutrisi Klien mungkin tidak memiliki
yang cukup bagi kesehatan dan pengetahuan yang cukup atau akurat
proses penyembuhan. berkenaan dengan kontribusi nutrisi
yang baik untuk kesehatan.
Kolaborasi :
4. Kolaborasi
a. Klien lebih suka
a. Dengan ahli gizi untuk
menghabiskan makan yang
menyediakan makanan dalam
disukai oleh klien.
porsi yang cukup sesuai dengan
b. Cairan infus diberikan pada
kebutuhan.
klien yang tidak, kurang
b. Pemberian cairan perparenteral
dalam mengintake makanan.
(IV-line)
c. Serum elektrolit yang normal
c. Pantau hasil laboraotirum
menunjukkan adanya
(serum elektrolit)
homestasis dalam tubuh.

5. Sertakan keluarga dalam


memnuhi kebutuhan sehari-hari Perawat bersama keluarga harus
(makan dan kebutuhan memperhatikan pemenuhan
fisiologis lainnya) kebutuhan secara adekuat.

Menurut Sheila L. Videbeck (2008:457) dalam bukunya “Buku Ajar Keperawatan Jiwa”, pada
pasien delirium selain dibutuhkan intervensi seperti demikian juga dibutuhkan penyuluhan
kepada klien atau keluarga antara lain:

1. Pantau kondisi kesehatan kronis secara cermat


2. Kunjungi dokter secara teratur
3. Beritahukan semua dokter dan pemberi perawatan kesehatan tentang obat-obat
yang digunakan termasuk obat bebas, suplemen diet, dan sediaan herbal.
4. Periksa ke dokter sebelum menggunakan obat yang tidak diresepkan.
5. Hindari penggunaan alkohol dan obat penenang.
6. Pertahankan diet yang bergizi
7. Tidur yang cukup
8. Gunakan tindakan kewaspadaan keamanan ketika bekerja dengan pelarut cair,
insektisida dan produk serupa.

3. EVALUASI
Keberhasilan terapi penyebab yang mendasari delirium biasanya mengembalikan klien ke tingkat
fungsi sebelumnya .klien dan pemberi perawatan atau keluarga perlu memahami praktik
perawatan kesehatan yang penting untuk mencegah rekurensi delirium. Hal ini dapat mencakup
pemantauan kondisi kesehatan yang kronis, penggunaan obat- obatan dengan cermat atau
berhenti menggunakan alcohol dan obat lain.
Hasil terapi untuk klien yang mengalami delirium dapat mencakup:

1. Klien akan bebas dari cedera.


2. Klien akan menunjukkan peningkatan orientasi dan kontak realitas.
3. Klien akan mempertahankan keseimbangan aktifitas dan istirahat yang adekuat.
4. Klien akan mempertahankan keseimbangan cairan dan nutrisi yang adekuat.
5. Klien akan kembali ke tingkat fungsi optimalnya.

- See more at: http://sakinahkreatif.blogspot.co.id/2014/12/delirium.html#sthash.IVlDWolv.dpuf

Anda mungkin juga menyukai