Anda di halaman 1dari 49

KTI TB PARU

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu unsur dasar kesejahteraan keluarga. Dalam mem- perbaiki
tingkat sosial ekonomi masyarakat, kesehatan keluarga merupakan salah satu syarat mutlak yang
harus dipenuhi, karena keluarga sehat akan menghasilkan anak-anak yang tumbuh dan
berkembang menjadi manusia yang berkualitas. Keluarga merupakan suatu unit terkecil dari
masyarakat, terdiri dari kepala keluarga, anggota keluarga lainnya yang berkumpul dan tinggal
dalam suatu rumah tangga karena ikatan darah perkawinan atau adopsi, satu dengan lainnya
saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai
masalah kesehatan/ keperawatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota-anggota keluarga
lain, dan keluarga- keluarga yang ada di sekitarnya, termasuk salah satu penyakit yang
mengancam kesehatan keluarga adalah penyakit TB Paru. (Komang Ayu Henny, 2010 hal: 2).

Tuberculosis paru masih merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di negara-negara


berkembang termasuk Indonesia. Hal ini erat kaitannya dengan kemiskinan, malnutrisi, gaya
hidup yang tidak sehat seperti merokok dan lain-lain. Tuberculosis paru merupakan penyakit
menular dan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian
dalam pelayanan kesehatan. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja dan berulang kali, artinya
walaupun seorang sudah pernah menderita tuberculosis paru, orang tersebut tidak kebal padanya
dan mungkin akan terserang lagi terutama apabila daya tahan tubuhnya lemah.

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis


dengan gejala bervariasi. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga
memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menyerang organ paru-
paru di bandingkan bagian lain tubuh manusia. Tempat masuk kuman ini adalah melalui saluran
pernapasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TB Paru terjadi
melalui udara yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang
berasal dari orang yang terinfeksi (Amin, 2006 ).

Menurut WHO (2005), secara global terdapat 8,9 juta kasus TB dan kira-kira 1,6 juta atau 27 per
100 ribu orang meninggal karena penyakit TB. Jika penyakit TB ini tidak diobati, setiap
penderita TB aktif akan menularkan ke 10 orang per tahun. (http/www .wikipedia.or.id, diperoleh
tanggal 17 Mei 2011). Di Indonesia, TBC merupakan masalah kesehatan baik dari sisi angka
kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya.
Penduduk lebih dari 200 juta orang, Indonesia adalah negara dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi
di dunia setelah China dan India. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110/100.000 penduduk.
Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24% dari jumlah penduduk (http//
Wikipedia.or.id. diperoleh tanggal 17 Mei 2011).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, pada tahun 2008 terdapat 30.067
penderita TB paru dengan cakupan penanganannya sebanyak 68,7%, dengan tingkat kesembuhan
28,24%. Pada tahun 2008 juga tercatat sebanyak 360 penderita TB meninggal dunia. Pada tahun
2009 angka CDR masih tinggi yaitu sebesar 69%. Di Kabupaten Ciamis dengan merujuk data
dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis tahun 2009 menunjukkan bahwa angka CDR di
Kabupaten Ciamis yaitu sebesar 56,5%. Kasus TB paru dengan BTA positif yaitu 978 orang dari
jumlah suspek 11.201 orang (Profile Dinkes Kabupaten Ciamis, 2009 diakses
(http://www.scribd. Com /doc / 3540 5622/Bab-1 tanggal 22 Mei 2011). Diperkirakan setiap
tahun 450.000 kasus baru TB dimana sekitar 1/3 penderita terdapat disekitar puskesmas, 1/3
ditemukan di pelayanan rumah sakit/klinik pemerintahan swasta, praktek swasta dan sisanya
belum terjangkau unit pelayanan kesehatan. Sedangkan kematian karena TB diperkirakan
175.000/tahun. Sedangkan data yang diperoleh di RSUD Kabupaten Bekasi periode Januari 2011
sampai dengan Juni 2011 ditemukan insiden penyakit Tuberculosis Paru berjumlah 96 jiwa dari
pasien yang dirawat di R. Penyakit Dalam.

Tuberkulosis paru merupakan masalah kesehatan yang akan menjadi masalah yang lebih besar
jika tidak di tanggulangi sejak dini. Penyakit ini dapat ditanggulangi dengan mendapatkan
pengobatan dan pencegahan penularan. Penyakit TB Paru apabila tidak ditangani dengan benar
akan menimbulkan komplikasi dini yang membahayakan seperti pleuritis, efusi pleura,
emfisiema, laringitis sampai menjalar ke organ lain seperti usus, tulang dan otak. Komplikasi
lanjut seperti obstruksi jalan napas, kerusakan parenkim berat, amiloidosis, kanker paru dan
sindrom gagal napas dewasa. Untuk mencegah komplikasi tersebut maka dibutuhkan peran dan
fungsi perawat dalam melakukan asuhan keperawatan dengan benar meliputi promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitative yang dilakukan secara komprehensif dengan menggunakan pendekatan
proses keperawatan, antara lain dengan memberikan pendidikan kesehatan untuk meningkatan
status kesehatan klien, memeriksakan kondisi secara dini, memberikan obat anti mikroba sesuai
dengan jangka waktu tertentu untuk mengobati penyebab dasar dan dalam perawatan diri klien
secara optimal, sehingga muncul pentingnya asuhan keperawatan dalam menanggulangi klien
dengan tuberkulosis paru yang dirawat diruang Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Bekasi.

Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk memilih judul makalah ilmiah “ Asuhan
Keperawatan pada klien Tn. O dengan Tuberkulosis Paru di Ruang Penyakit Dalam LT. III
RSUD Kabupaten Bekasi”.

B.

Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mendapatkan pengalaman yang nyata dalam memberikan asuhan keperawatan dengan
Tuberkulosis Paru pada klien dan keluarga dengan pendekatan proses keperawatan yang
komprehensif meliputi aspek biologis, psikologis, sosial dan spiritual yang didasarkan pada
ilmu dan kiat keperawatan.

2. Tujuan Khusus
Diharapkan mampu:
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan Tuberculosis Paru.
b. Menentukan masalah keperawatan pada klien dengan Tuberculosis Paru.
c. Merencanakan tindakan keperawatan klien dengan Tuberculosis Paru.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan klien dengan Tuberculosis Paru.
e. Melakukan evaluasi keperawatan klien dengan Tuberculosis Paru.
f. Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus pada klien dengan
Tuberculosis Paru.
g. Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat, serta mencari solusi/alternative
pemecahan masalah yang terjadi pada klien dengan Tuberculosis Paru
h. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan Tuberculosis Paru.

C. Ruang Lingkup
Sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dan disesuaikan dengan tempat praktek, dalam hal ini
penulis membatasi lingkup bahasan pada satu kasus yaitu Asuhan Keperawatan pada Tn.O
dengan Tuberculosis Paru selama 3 hari dari tanggal 11 Juni sampai dengan 13 Juni 2011
bertempat di Ruang Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Bekasi dengan menggunakan pendekatan
proses keperawatan.

D. Metode Penulisan
Penulisan makalah ini menggunakan metode deskriptif yaitu metode yang berorientasi saat ini,
dengan mengambil satu kasus dan pengumpulan data dilakukan dengan cara :
1. Studi kepustakaan yaitu: membaca bahan ilmiah yang berhubungan dengan judul makalah
yang diambil dari bermacam-macam sumber.
2. Studi Kasus yaitu: melakukan pengkajian pada klien dengan kasus Tuberculosis Paru,
proses pengkajian data yang dilakukan dengan cara: pemeriksaan fisik untuk
mendapatkan data tentang keadaan klien yang objektif dan actual dengan teknik inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi.
3. Wawancara: dilakukan dengan klien, keluarga, serta berdiskusi dengan perawat ruangna
dan tim
kesehatan lain untuk mendapatkan data yang subjektif dan objektif.
4. Observasi: dilakukan guna mendapatkan data secara objektif dan subjektif
5. Studi dokumentasi: dengan mempelajari kasus klien, catatan keperawatan, catatan medis,
program pengobatan klien, hasil laboratorium dan rontgen.

E. Sistematika Penulisan
Sistematika yang digunakan dalam penyusunan makalah ilmiah ini adalah sebagai berikut: BAB
I: Pendahuluan, terdiri dari latar belakang, tujuan, ruang lingkup, metode penulisan, dan
sistematika penulisan, BAB II: Landasan teori yang terdiri dari konsep kesehatan meliputi;
pengertian, patofisiologi terdiri dari etiologi, manifestasi klinis, proses perjalanan penyakit,
komplikasi, serta penatalaksanaan medis, BAB III: Tinjauan kasus terdiri dari pengkajian
keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan
evaluasi keperawatan, BAB IV: Pembahasan yaitu membandingkan, menganalisa antara teori
dan kasus termasuk faktor pendukung, faktor penghambat, dan penyelesaiannya mulai dari
pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi, BAB
V: Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi
Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal
pada manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal di daerah urban, lingkungan
yang padat, dibuktikan dengan adanya penemuan kerusakan tulang vertebra otak (Amin 2006 :
hal 242). Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobakterium Tuberkulosis ( A.Sylvia 2006 : hal 852). Tuberkulosis (TB) adalah penyakit
infeksi terutama yang menyerang parenkim paru (Smeltzer 2002 : hal 584).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit tuberkulosis paru (TB Paru)
adalah penyakit infeksi pernafasan kronik menular terutama yang menyerang parenkim paru,
penyakit ini disebabkan oleh kuman yaitu Mycobakterium Tuberkulosis
B. Etiologi
Penyebab penyakit Tuberkulosis adalah Mycobakterium Tuberkulosa. Bakteri ini mempunyai ciri
sebagai berikut : bakteri berbentuk basil / batang, berukuran panjang 1-4 mikron dan tebal 0,3-
0,6 mikron, bersifat aerob, terdiri atas asam lemak (lipid) peptidoglikan dan arabionomanan,
hidup berpasangan atau berkelompok, tahan asam, dapat bertahan hidup lama pada udara kering
maupun pada udara dingin dan suasana lembab dan gelap dapat bertahan sampai berbulan-bulan,
mudah mati dengan sinar ultraviolet dan dapat tahan hidup lama pada suhu kamar, sudah mati
0 0
pada air mendidih (5 menit pada suhu 80 C dan 20 menit pada suhu 60 C), penularan
tuberkulosis terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersihkan keluar menjadi droplet nuklei
dalam udara.

C. Patofisiologi
1. Proses perjalanan penyakit
Kuman Mycobacterium tuberkulosis masuk melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan
(GI), dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui
inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi. Partikel dapat masuk ke dalam alveolar, bila ukuran vartikel kurang dari 5
mikrometer. Kuman akan dihadapi terlebih dulu oleh neutropil, kemudian baru oleh makrofag.
Kebanyakan partikel ini akan dibersihkan oleh makrofag keluar dari cabang trakea bronkhial
bersama gerakan sillia dengan sekretnya. Bila kuman menetap di jaringan paru maka ia akan
tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke
organ tubuh lainnya.

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang
terdiri dari satu sampai tiga basil; gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di
saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada
dalam ruang alveolus, biasanya di bagian bawah lobus atas paru atau di bagian atas lobus
bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Alveoli yang terserang akan
mengalami konsolidasi, dan timbul pneumonia akut. Jika kuman sudah menjalar ke pleura
maka akan terjadi efusi pleura.

Kuman yang masuk ke dalam saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit
secara otomatis kuman masuk ke dalam vena dan menjalar keseluruh organ, seperti paru, otak,
ginjal, tulang. Bila masuk ke dalam arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran keseluruh
bagian paru dan menjadi TB milier. Sarang primer akan timbul peradangan getah bening
menuju hilus (limfangitis lokal), dan diikuti pembesaran getah bening hilus (limfangitis
regional). Sarang primer limfangitis lokal serta regional menghasilkan komplek primer
(range). Proses sarang paru ini memakan waktu 3–8 minggu.

2. Manifestasi klinik
Tuberkulosis adalah suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain
yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita
gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sisitemik:
a. Gejala respiratorik, meliputi:
1). Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur
darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
2). Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau
bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak.
Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah
tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
3). Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal
yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
4). Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul
apabila sistem persarafan di pleura terkena.
b. Gejala sistemik, meliputi:
Demam.
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip
demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa
bebas serangan makin pendek.
c. Gejala sistemik lain.
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan
akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai
gejala pneumonia.

3. Komplikasi
Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi,
yaitu :
a. Komplikasi dini
1). Pleuritis : Inflamasi kedua lapisan pleura.
2). Efusi pleura : Memecahnya kavitas TB dan keluarnya udara atau cairan masuk
kedalam antara paru dan dinding dada.
3). Emfisema : Pengumpulan cairan puluren (pus) dalam kavitas pleural, cairan
yang dibentuk akibat penyakit paru pada orang dengan usia lebih
lanjut.
4). Laringitis : Inflamasi pada laring yang di sebabkan melalui peredaran darah.
5). Menjalar ke organ lain seperti usus, tulang dan otak.

b. Komplikasi lanjut
1. Obstruksi jalan nafas atau SPOT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis).
2. Kerusakan parenkim berat seperti fibrosis paru, kor pulmonal disebabkan oleh tekanan
balik akibat kerusakan paru.
3. Amiloidosis.
4. Karsinoma paru, telah terbentuknya kavitas dari proses infeksi.
5. Sindrom gagal nafas dewasa.

D. Penatalaksanaan Medis
1. Tes Diagnostik
a. Kultur sputum menunjukan positif untuk Mycobacterium Tuberculosis pada tahap aktif
penyakit.
b. Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah)
menunjukan positif untuk basil asam-cepat.
c. Tes kulit (PPD, Mantoux, potongan vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau
lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradermal antigen) menunjukan infeksi
masa lalu dan adanya antibody tetapi tidak secara berarti menunjukan penyakit aktif.
Reaksi bermakna pada klien secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat
diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikrobakterium yang berbeda.
d. ELISA/western Blot : Dapat menyatakan adanya HIV.
e. Foto torak : Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan
kalsium lesi sembuh primer, atau effuse cairan. Perubahan menunjukkan lebih luas TB
dapat termasuk rongga, area fibrosa.
f. Histologi atau kultur jaringan termasuk pembersihan gaster ; Urine dan cairan
serebrospinal, biopsi kulit) : positif untuk Mycobacterium Tuberculosis.
g. Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB ; adanya sel raksasa
menunjukkan nekrosis.
h. GDA : Dapat normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
i. Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati,
peningkatan rasio udara residu dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen
sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru, dan penyakit
pleural (TB paru kronis luas).
2. Terapi
Obat Anti Tuberculosis (OAT).
OAT harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang bersifat bakterisid dengan
atau tanpa obat ke tiga. Tujuan pemberian OAT antara lain :
a. Membuat konfersi sputum BTA (+) menjadi (-) secepat mungkin melalui kegiatan
bakterisid
b. Mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setelah pengobatan dengan kegiatan
sterilisasi
c. Menghilangkan/ mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan daya tahan imunologis
d. Memutuskan mata rantai penularan
e. Mencegah kematian

Pengobatan TB terutama berupa pemberian obat antimikroba dalam jangka waktu lama. Obat-
obat ini juga dapat digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis pada seseorang yang
sudah terjangkit infeksi. Petunjuk pengobatan penyakit dan infeksi TB, yaitu :
a) Regimen obat 6 bulan yang terdiri dari isoniazid (hidrazida asam lisonikotinat [INH]),
rifampisin, dan pirazinamid diberikan selama 2 bulan, kemudian diikuti dengan INH dan
rifampisin selama 4 bulan adalah regimen yang direkomendasikan untuk terapi awal TB pada
klien yang organismenya sensitif terhadap pengobatan.
b) INH dan rifampisin regimen 9 bulan sensitif pada orang yang tidak boleh atau tidak bisa
mengonsumsi pirazinamid. Etambutol (atau streptomisin pada anak terlalu muda harus diawasi
ketajaman penglihatannya). Bila resistensi INH telah terlihat, rifampisin dan etambutol harus
diminum secara terus menerus minimal selama 12 bulan.
c) Mengobati semua klien dengan DOT adalah rekomendasi utama.
d) TB resisten banyak obat (MDR TB) yang resisten terhadap INH dan rifampisin, sulit diobati.
e) Anak-anak harus diberikan regimen yang sama dengan orang dewasa, dengan dosis obat yang
disesuaikan.
f) INH dan rifampisin regimen 4 bulan, lebih cocok bila ditambah dengan pirazinamid untuk 2
bulan pertama, regimen ini direkomendasikan untuk orang dewasa dengan TB aktif dan untuk
orang dengan pulasan dan biakan negatif, bila terdapat sedikit kemungkinan resistensi obat.

Faktor penting untuk keberhasilan pengobatan adalah ketaatan klien dalam meminum regimen
obat. DOT (Directly observered treatment) adalah satu cara untuk memastikan bahwa klien taat
menjalankan pengobatan.
E. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pernafasan

Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan


b. Aktifitas / istirahat

c. Integritas Ego
Gejala : adanya factor stress lama
Tanda : ketakutan mudah terangsang
d. Makanan / cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, penuruna berat badan.
Tanda : turgor kulit kurang elastis, kering,kulit bersisik, kehilangan kekuatan
otot,kehilangan lemak subkutan
e. Nyeri / kenyamanan

f. Keamanan
Gejala : adanya kondisi penekanan imun
Tanda : demam berdarah atau hipertermi

2. Diagnosa keperawatan

1. Infeksi, resiko tinggi b/d pertahanan primer tidak adekuat, penurunan kerja silia/ statis
sekret dibuktikan oleh tidak dapat diterapkan adanya tanda-tanda dan gejala yang
membuat diagnosa adekuat
2. Bersihan jalan nafas, tidak efektif b/d sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk,
Dibuktikan oleh : frekuensi pernafasan, irama, keadaan tak normalbunyi nafas tak normal
(ronkhi, mengi)
3. Pertukaran gas, kerusakan yang brhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru,
sekret kental
Dibuktikan oleh : tidak dapat diterap kan adanya tanda dan gejala

4. Nutrisi, perubahan kurang dari kebutuhan tubuh b/d kelemahan, sering batuk/produksi
sputum, dispnea anoreksia
Dibuktikan oleh : berat badan dibawah 10% s/d 20%, ideal untuk bentuk tubuh dan berat
tonus otot buruk

5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pengtetahuan b/d


keterbatasan kongnitif tidak akurat/tidak lengkap informasi yang ada
Dibuktikan oleh : permintaan informasi kurang atau tidak akurat mengikuti
instruksi/perilaku .

3. Perencanaan Keperawatan
a. Infeksi, resiko tinggi(penyebaran/aktivasi ulang) berhubungan dengan pertahanan primer tidak
adekuat, penurunan, penurunan kerja silia/stasis sekret, kerusakan jaringan, penekanan proses
inflamasi, malnutrisi, terpajan lingkungan, kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan
patogen.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam diharapkan penyebaran
infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil : 1. Mengidentifikasi intrervensi untuk mencegah menurunkan resiko
penyebaran infeksi
2. Nilai Lab dalam rentang normal.
Intervensi :
Mandiri
1. Kaji patologi penyakit (aktif atau fase tidak aktif).
Rasional : Membantu pasien menyadari/menerima perlunya mematuhi program pengobatan
untuk mencegah pengaktifan berulang/komplikasi.
2. Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh : anggota rumah, sahabat karib atau teman
Rasional : orang-orang yang terpanjan ini perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran
/ terjadinya infeksi.
4. Anjurkan pasien untuk batuk / bersin mengeluarkan pada tisue dan menghindari meludah.
Rasional : prilaku yang digunakan untuk mencegah penyebaran infeksi.
5. Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contoh : masker atau isolasi pernafasan
Rasional : dapat membantu menurunkan rasa terisolasipasien dan membuang stigma sosial
sehubungan dengan penyakit menular
6. Awasi suhu sesuai indikasi
Rasional : reaksi demam indikator adanya infeksi lanjut
7. Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang tuberkulosis, contoh Tahanan
bawah(alkoholisme, malnutrisi, bedah bypass intestinal); gunakan obat penekan imun.
Rasional : Pengetahuan tentang faktor ini membantu pasien untuk mengubah pola hidup dan
menghindari / menurunkan insiden eksaserbasi.
8. Tekanan pentingnya tidak menghentikan terapi obat
Rasional : priode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoteraphy awal; tetapi dengan adanya
ronga / penyakit luas sedang. Resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
9. Kaji pentingnyqa mengikuti dan kultur, ulang secara periodik terhadap sputum untuk lamanya
terapi
Rasional : alat dalam pengawasan efek dan keefektifan obat dan respon pasien terhadap terapi
10. Dorong memilih/menerima makanan siang
Rasional : adanya anoreksia dan malnutrisi sebelumnya merendahkan pertahanan tubuh terhadap
infeksi dan mengangu penyembuhan
Kolaborasi
11. Berikan agen antiinfeksi sesuai indikasi,contoh : obat utama: Isoniazid ( INH etambutol;
Rifampin( RMP/ Rifadin).
Rasional : Kombinasi agen antiinfeksi digunakan, contoh 2 obat primer atau satu primer tambah
1 dan obat sekunder. INH biasanya obat pilihan untuk pasien infeksi dan pada resiko terjadi TB.
Etambutol harus diberikan bila sistem saraf pusat atau tak terkompikasi.
12. Pirazinamida (PZA/Aldinamide); para-amino salisik (PAS); streptomisin, sikloserin.
Rasional : Ini obat sekunder diperlukan bila infeksi resisten terhadap atau tidak toleran obat
primer.
13. Awasi pemeriksaan laboratorium
Rasional : Pasien yang mengalami 3 usapan negative, perlu menaati program obat, dan
asimtomatik akan diklasifikasikan tak-menyebar.
14. AST/ALT
Rasional : Efek merugikan terapi obat termaksud hepatitis.
15 Laporkan ke Departement Kesehatan Lokal.
Rasional : Membantu mengidentifikasi lembaga yang dapat dihubungi untuk menurunkan
penyebaran infeksi.

b. Bersihan jalan nafas, takefektif berhubungan dengan sekret kental/darah, kelemahan, upaya
batuk buruk, edema trakeal.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama...x24 Jam diharapkan bersihan jalan
nafas efektif.
Kriteria Hasil : 1.Mempertahankan jalan nafas klien.
2.Mengeluarkan sekret tanpa bantuan,
3.Menunjukan perilaku untuk memperbaiki/mempertahankan bersihan jalan
nafas
4.Berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi :

1. Kaji fungsi pernafasan, contoh : bunyi nafas, kecepatan, irama, kedalaman dan penggunaan otot
aksesoris.
Rasional : penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelaktasis.
2. Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/ bntuk afektif, catat karakter, jumlah sputum,
adanya hemoptisis.
Rasional : pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal( mis : efek infeksi dan/ atau tidak adekuat
hidrasi).
3. Berikan pasien posisi semi fowler tinggi, bantu bantu pasien untuk batuk dan latihan nafas
dalam.
Rasional : posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan.
4. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea ; penghisapan sesuai keperluan.
Rasional : Mencegah obstruksi/ aspirasi. Penghisapan dapat diperlukan bila pasien tak mampu
mengeluarkan sekret.
5. Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
Rasional : Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret, membuatnya mudah
dikelurkan.
Kolaborasi
6. Lembabkan udara/ oksigen inspirasi.
Rasional : Mencegah pengeringan membrane mukosa; membantu pengenceran secret.
7. Beri obat- obat sesuai indikasi; Agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid.
Rasional : Agen mukolitik menurunkan kekentalan secret paru, bronkodilator meningkatkan
ukuran lumen percabangan trakeobronkial, sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara,
kortikosteroid adanya keterlibatan luas dengan hipoksemia dan bila respon inflamasi mengancam
hidup.
8. Bersiap membantu intubasi darurat.
Rasional : Intubasi diperlukan pada kasus jarang bronkogenik TB dengan edema
laring/perdarahan paru akut.

c. Pertukaran gas, kerusakan berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru, sekret
kental, kerusakan membran alveolar-kapiler, edema bronkial.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..x24 Jam diharapkan gangguan
pertukaran gas teratasi.
Kriteria hasil : 1. Melaporkan tidak adanya penurunan dipnea.
2.Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat
3. GDA dalam rentang normal
4. Bebas dari gejala distres pernafasan
Intervensi :
Mandiri
1. Kaji dipsnea, takipnea, tak normal/ menurunnya bunyi nafas, peningkatan upaya pernafasan.
Rasional : efek pernapasan dapat dari ringan sampai dipsnea berat sampai distres pernafasan
2. Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran
Rasional : akumulasi sekret/ pengaruh jalan nafas dapat mengganggu oksigenasi organ vital dan
jaringan
3. Tunjukan/dorong bernafas bibir selam ekshalasi, khususnya untuk pasien dengan fibrosis atau
kerusakan parenkim.
Rasional : Membuat tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps/penyempitan jalan
nafas, sehingga membantu menyebarkan udara melaui paru dan menurunkan nafas pendek.
4. Tingkatkan tirah baring/ batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan.
Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen/ kebutuhan selama periode penurunan pernafasan
dapat menurunkan beratnya gejala.
Kolaborasi
5. Awasi seri GDA/ nadi oksimetri
Rasional : Penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan/ saturasi atau peningkatan PaCO2
menunjukan kebutuhan untuk intervensi/perubahan program terapi.
6. Berikan oksigen tambahan yang sesuai
Rasional : alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi terhadap penurunan ventilasi/
menurunnya permukaan alveolar paru

d. Nutrisi, perubahan, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan, sering
batuk/ produktif, anoreksia, ketidakcukupan sumber keuangan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama..x24Jam diharapkan kebutuhan
nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil : 1. Menunjukan BB meningkat mencapai tujuan.
2. Nilai laboratorium normal.
3. Bebas tanda malnutrisi.
Intervensi :
Mandiri
1. Catat status nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit, berat badan, integritas mukosa
oral, kemampuan/ketidakmampuan menelan, adanya tonus usus, riwayat mual/muntah atau diare.
Rasional : berguna untuk mengidentifikasi derajat/ luasnya masalah dan pilihan intervensi yang
tepat.
2. Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai/ tak disukai
Rasional : membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/ kekuatan khusus
3. Awasi masukan/pengeluaran dan BB secara periodik
Rasional : Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
4. Selidiki anoresia, mual, muntah, catat kemungkinan hubungan dengan obat. Awasi frekuensi
volume, konsistensi feses.
Rasional : dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi area pemecahan masalah untuk
meningkatkan pemasukan/ penggunaan nutrien
5. Dorong dan berikan periode istirahat sering
Rasional : Membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan metabolik meningkat saat
demam.
6. Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan
Rasional : Menurunkan rasa tak enak karna sisa sputum atau obat untuk pengobatan respirasi
yang merangsang pusat muntah.
7. Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Rasional : Memasukan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/ kebutuhan energi dari
makanan banyak dan menurunkan irigasi gaster.
8. Dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah dan membagi dengan pasien
kecuali kontraindikasi.
Rasional : Membuat lingkungan sosial lebih normal selama makan dan membantu memenuhi
kebutuhan personal dan kultural.
Kolaborasi
9. Rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
Rasional : Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan
metabolik dan diet.
10. Konsul dengan terapi pernafasan untuk jadwal pengobatan 1-2 jam sebelum/sesudah makan.
Rasional : Dapat membantu membatu menurunkan insiden mual dan muntah sehubungan dengan
obat atau efek pengobatan pernafasan pada perut yang penuh.
11. Awasi pemeriksaan laboratorium, BUN,protein serum dan albumin.
Rasional : Nilai rendah menunjukan malnutrisi dan membantu kebutuhan intervensi/program
terapi.
12. Berikan antipiretik tepat
Rasional : Demam meningkatkan kebutuhan metabolik dan juga konsumsi kalori

e. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan, dan pencegahan berhubungan dengan
kurang terpajan pada interpretasi informasi, keterbatasan kognitif, tak lengkap informasi yang
ada.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama..x24 jam diharapkan meningkatkan
pengetahuan klien.
Kriteria Hasil : 1. Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis, kebutuhan pengobatan.
2. Melakukan perubahan pola hidup untuk memperbaiki kesehatan,
menurunkan resiko pengaktifan ulang TB.
Intervensi
Mandiri
1. Kaji kemampuan pasien untuk belajar, contoh tingkat takut, masalah, kelemahan, tingkat
partisipasi, lingkungan.
Rasional : Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan tingkatkan pada tahapan
individu.
2. Identifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat.
Rasional : Dapat menunjukan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit atau efek obat yang
memerlukan evaluasi lanjut.
3. Tekankan pentingnya mempertahankan protein tinggi dan diet karbohidrat dan pemasukan cairan
adekuat.
Rasional : Memenuhi kebutuhan metabolik membantu meminimalkan kelemahan dan
meningkatkan penyembuhan. Cairan dapat membantu mengencerkan sekret.
4. Berikan intruksi dan informasi tertulis khusus pada pasien untuk rujukan contoh jadwal obat.
Rasional : Informasi tertulis menurunkan hambatan pasien untuk mengiat sejumlah besar
informasi.
5. Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan, dan alasan pengobatan lama.
Rasional : Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian obat
sesuai perbaikan kondisi pasien.
6. Kaji potensial efek samping pengobatan.
Rasional ; Mencegah/menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan terapi dan
meningkatkan kerjasama dalam program.
7. Tekankan kebutuhan untuk tidak minum alkohol sementara minum INH.
Rasional : Kombinasi INH dan alkohol telah menunujakan peningkatan insiden hepatitis
8. Rujuk untuk pemeriksaan mata setelah memulai dan kemudian tiap bulan selama minum
etambutol.
Rasional : Efek samping untuk menurunkan penglihatan; tanda awal menurunkan kemampuan
untuk melihat warna hijau.
9. Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan masalah.
Rasional : Memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan konsepsi/peningkatan
ansietas.
10. Dorong untuk tidak merokok.
Rasional : Meskipun merokok tidak merangsang berulang TB, tetapi meningkatkan disfungsi
pernafasan.
11. Kaji bagaimana TB ditularkan.
Rasional : pengetahuan dapat menurunkan resiko penularan/reaktivitas ulang.

4. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi adalah langkah keempat dalam tahapan proses keperawatan dengan melaksanakan
berbagai strategi keperawatan/tindakan keperawatan yang telah direncanakan ( A.Aziz Alimul
Hidayat, 2004 ).
Tahap pelaksanaan Uraian persiapan meliputi :
a. Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap perencanaan.
Dalam melaksanakan tindakan keperawatan, criteria yang harus dipenuhi yaitu sesuai dengan
rencana tindakan, berdasarkan prinsip ilmiah, ditujukan pada individu sesuai dengan kondisi
klien, digunakan untuk menciptakan lingkungan yang teraupetik dan aman, penggunaan
sarana dan prasaran yang memadai.
b. Menganalisa pengetahuan atau keterampilan yang diperlukan.
Perawat harus mengidentifikasi tingkat pengetahuan dan tipe yang diperlukan untuk tindakan
keperawatan. Hal ini akan menentukan siapa orang yang terdekat untuk melakukan tindakan.
c. Mengetahui komplikasi atau akibat dari tindakan keperawatan yang dilakukan.
Prosedur tindakan keperawatan mungkin berakibat terjadinya resiko tinggi kepada klien.
Perawat harus menyadari kemungkinan timbulnya komplikasi sehubungan dengan tindakan
keperawatan yang akan dilaksanakan. Keadaan yang demikian ini memungkinkan perawat
untuk melakukan pencegahan dan mengurangi resiko yang timbul.
d. Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan dalam implementasi.
Dalam mempersiapkan tindakan keperawatan, hal-hal yang berhubungan dengan tujuan harus
dipertimbangkan yaitu waktu, tenaga dan alat.
e. Mempersiapkan lingkungan yang kondusif sesuai dengan tindakan yang dilakukan.
Keberhasilan suatu tindakan keperawatan sangan ditentukan oleh perasaan klien yang aman
dan nyaman. Lingkungan yang nyaman mencakup componen fisik dan psikologis.
1).Tindakan keperawatan dibedakan atas :
a. Independen atau mandiri
Yaitu statu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari
dokter atau tenaga kesehatan lainnya.
b. Interdependen atau kolaborasi
Yaitu statu kegiatan yang memerlukan statu kerjasama dengan tenaga kesehatan
lainnya, misalnya ahli Gizo, fisioterapi, dokter dan sebagainya.
2). Pendokumentasian
Pada tahap pendokumentasian hal yang harus dicatat hádala tindakan yang telah
dilakukan, waktu, tanggal, jam dan paraf perawat yang melakukan.

5. Evaluasi Keperawatan
1. Pengertian.
Evaluasi merupakan langkah ahir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi
sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak
2. Jenis evaluasi
a. Evaluasi proses (formatif)
Tipe evaluasi ini adalah aktifitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan
tindakan keperawatan, evaluasi proses harus dilakukan segera setelah perencanaan
keperawatan dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap tindakan.
b. Evaluasi hasil (sumatif).
Evaluasi hasil adalah perubahan prilaku atau status kesehatan klien pada ahir tindakan
keperawatan secara sempurna.
c. Dokumentasi.
Perawat mendokumentasikan hasil yang telah atau belum dicapai pada “medical record”
pengunaan istilah yang tepat perlu ditekankan pada penulisannya untuk menghindari salah
persepsi pemelasan dalam menyusun tindakan keperawatan lebih lanjut sudah tercapai /
tidak evaluasi dicatat bentuk S,O,A,P

BAB III
TINJAUAN KASUS
Dalam tinjauan kasus, penulis akan membahas tentang Asuhan Keperawatan pada Tn. O dengan
Tuberkulosis Paru di Ruang Penyakit Dalam “RSUD Kabupaten Bekasi”. Asuhan keperawatan
berlangsung selama 3 hari yang dimulai dari tanggal 11 Juni-13 Juni 2011. Untuk melengkapi
data, penulis melakukan wawancara dengan klien dan keluarga, perawat yang bertugas, serta dari
catatan medis klien.

1. Pengkajian
Pengkajian adalah data dasar sesuai dengan kondisi klien, penulis melakukan pengkajian pada
tanggal 11 Juni 2011. Klien masuk pada tanggal 06 Juni 2011 diruang Penyakit Dalam dengan
No Register 170403-25 dengan diagnosa medis Tuberkulosis Paru. Adapun data yang diperoleh
sebagai berikut :

Klien bernama Tn. O berjenis kelamin laki-laki, berumur 43 tahun, status perkawinan duda,
beragama Islam, suku bangsa Melayu, pendidikan terakhir SD, bahasa yang digunakan yaitu
bahasa Indonesia, Tn. O bekerja sebagai Petani, beralamat di Kp. Rawa Kuda RT 006/03, Desa
Karang Harum, Kedung Waringin. Sumber biaya diperoleh dari Jamkesmas, informasi ini
didapatkan dari klien, kelurga, buku status, serta dari perawat ruangan.

Riwayat Kesehatan Sekarang: keluhan utama yang dialami saat ini adalah sesak nafas. Faktor
pencetus klien mengatakan penumpukan secret akibat tidak dapat mengeluarkan sekret.
Timbulnya keluhan yaitu secara bertahap, upaya mengatasi istirahat. Klien mempunyai riwayat
penyakit sebelumnya yaitu Tuberkulosis Paru. Klien tidak mempunyai alergi terhadap obat,
makanan, binatang dan lingkungan.

Riwayat kesehatan keluarga(genogram dan keterangan tiga generasi dari klien)


KETERANGAN :

: Laki- Laki
: Perempuan
: Garis Keturunan
: Tinggal Serumah
: Meninggal
: Klien

Tidak ada riwayat penyakit yang diderita keluarga yang menjadi faktor resiko. Tn.O mempunyai
lima orang anak, tiga berjenis kelamin laki laki dan dua berjenis kelamin perempuan. Sekarang
klien tinggal dengan putra ketiganya. Orang terdekat dengan klien adalah putra ketiganya, pola
komunikasi dalam keluarga sangat terbuka, pembuat keputusan dalam keluarga adalah klien
sendiri. Kegiatan kemasyarakatan yang diikuti klien tidak ada. Dampak penyakit klien terhadap
keluarga adalah tidak ada. Tidak ada masalah yang mempengaruhinya. Mekanisme koping yang
digunakan klien adalah tidur, persepsi klien terhadap penyakitnya tentang hal yang dipikrkan saat
ini adalah klien ingin cepat sembuh dan kembali ke rumah. Harapan setelah menjalani perawatan
adalah sembuh dan kembali kerumah dengan sehat dan tidak kambuh lagi. Sistem nilai
kepercayaan, nilai yang bertentangan dengan kesehatan tidak ada, aktivitas agama/kepercayaan
adalah sholat. Kondisi lingkungan rumah yang mempengaruhi kesehatan saat ini tidak ada.
Kondisi Lingkungan cukup baik, jendela terbuka cukup, pembuangan cukup lancar dan
penerangan cukup baik.
Dirumah, sebelum sakit klien biasa makan 3 x/hari dengan nafsu makan baik, porsi makan yang
dihabiskan l porsi setiap kali makan. Tidak ada makanan yang tidak disukai dan tidak ada
makanan yang membuat klien alergi serta tidak ada makanan pantangan. Klien tidak pernah diet
terhadap makanan, dan tidak pernah menggunakan obat-obatan atau pun alat bantu pada saat
makan. Sedangkan dirumah sakit frekwensi makan klien 3 x/ hari dengan nafsu makan kurang
baik, porsi makan yang dihabiskan sebanyak ½ porsi. Di rumah sakit daging adalah makanan
yang tidak disukai dan tidak ada makanan yang membuat alergi, serta tidak ada makanan yang
dipantang. Makanan diet yang diberikan pada klien adalah diet ML, serta tidak menggunakan
alat bantu pada saat makan.

Dirumah, sebelum sakit klien BAK 3–4 kali/ hari dengan warna kuning jernih dan tidak
mempunyai keluhan saat BAK. Frekwensi klien BAB l kali dalam sehari dengan pagi hari,
berwarna kuning, kosistensi setengah padat, berbau khas. Pada saat BAB klien tidak merasakan
adanya keluhan dan klien juga tidak menggunakan laxatif sebagai pencahar. Sedangkan dirumah
sakit, klien BAK sebanyak 6–7 x/ hari ± 1500 ml berwarna kuning jernih, dan tidak merasakan
adanya keluhan saat BAK, serta tidak menggunakan alat bantu seperti kateter. Di rumah sakit
klien BAB 1x/hari waktunya juga tidak tentu kadang pagi, siang, maupun malam, feses berwarna
kuning dengan kosistensi lunak cair, berbau khas.

Dirumah, sebelum sakit klien mandi 2x dalam sehari pada waktu pagi dan sore hari, dengan
menggunakan sabun mandi serta menggosok gigi 2x sehari pada saat yang bersamaan dengan
waktu mandi dan malam hari, klien mencuci rambut 3x /minggu. Dirumah sakit klien juga mandi
1x sehari pada waktu pagi hari dan menggosok gigi saat padi hari, dirumah sakit klien tidk
mencuci rambutnya. Pola kebiasaan klien tidur waktu dirumah yaitu selama 5-6 jam/ hari pada
malam hari dan 2-3 jam pada tidur siang. Klien tidak mempunyai kebiasaan sebelum tidur.
Sedangkan selama dirumah sakit klien tidur juga tidur 2-3 jam/ hari pada malam hari dan 3-4 jam
pada siang hari.

Dalam kehidupan sehari-hari klien adalah seorang kepala keluarga dan klien bekerja sebagai
petani, tidak pernah olahraga dan tidak ada keluhan dalam beraktifitas. Sedangkan pada saat
dirumah sakit klien mempunyai juga tidak mempunyai keluhan dalam beraktifitas. Klien
mempunyai kebiasaan merokok, frekuensi sering dengan jumlah 1 bungkus/hari,lama pemakaian
+10 tahun. Klien tidak mempunyai riwayat minum-minuman.

Berat badan klien saat sakit 50 kg, dan sebelum sakit klien mengatakan berat badannya 55 kg
dengan tinggi badan l72 cm. Tekanan darah klien l20/70 mmHg, nadi 93 x/ menit, frekwensi
napas klien 28 x/ menit, dengan suhu tubuh 37° C, keadaan umum sakit sedang dan tidak
ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah bening. Posisi mata klien simetris dengan kelopak
mata, pergerakan bola mata, dan kornea mata dalam keadaan normal. Konjungtiva klien anemis,
sklera ikterik, pupil klien isokor, serta tidak ada kelainan pada otot-otot mata, reaksi mata
terhadap cahaya juga baik, fungsi penglihatan klien baik. Di mata dan sekitarnya tidak
ditemukan adanya tanda-tanda peradangan dan klien tidak menggunakan lensa kontak.

Daun telinga klien normal dan tidak mempunyai serumen, kondisi telinga tengah juga baik, serta
tidak ada cairan dari telinga. Klien juga mengatakan tidak merasakan adanya perasaan penuh dan
tinitus ditelinga. Fungsi pendengaran klien normal sehingga tidak memerlukan alat bantu dengar,
dan tidak mengalami gangguan keseimbangan. Klien tidak mengalami kesulitan dalam berbicara
atau berkomunikasi dan tidak ada kelainan saat berbicara.

Jalan nafas klien tidak bersih ada sumbatan oleh sputum, Klien merasakan sesak pada saat
bernafas, klien menggunakan otot batu pernafasan, frekuensi nafas 28 kali/menit, irama tidak
teratur dan dalam. Klien batuk, ada sputum, tidak ada nyeri saat bernafas. Pada saat dipalpasi
tidak normal. Suara pernafasan ronkhi dan klien tidak menggunakan alat bantu saat bernafas.

Dari sirkulasi perifer, teraba nadi 93 x/ menit, irama teratur dengan denyut terasa kuat. Tekanan
darah l20/80 mmHg, tidak ada distensi vena jugularis baik kiri maupun kanan. Temperatur kulit
hangat, warna kulit klien pucat, pengisisan kapiler 3 detik. Terdapat edema dibagian kaki. Pada
sirkulasi jantung, kecepatan denyut apical klien 80x/menit dengan irama teratur, tidak ditemukan
adanya bunyi mur-mur maupun gallop, tidak ada nyeri dada. Klien pucat dan tidak ada tanda-
tanda adanya perdarahan. Klien tidak mengeluh adanya sakit kepala baik Vertigo maupun
Migrain, kesadaran klien Compos Mentis dengan Glasgow Coma Scale (GCS), Eye : 4 Motorik :
6 dan Verbal : 5. Pada klien juga tidak ditemukan adanya tanda-tanda terjadinya peningkatan
tekanan intra kranial (TIK) seperti muntah proyektil, nyeri kepala hebat serta papil edema. Tidak
ada gangguan sistem persyarafan seperti kejang, pelo, mulut mencong, disorientasi, polineuritis /
kesemutan, serta kelumpuhan. Reflek fisiologis yang dilakukan pada otot bisep dan trisep
(Reflek Hamer) klien tampak normal dan reflek patologis tidak ada.

Gigi klien tidak terdapat caries, tidak menggunakan gigi palsu, tidak ada stomatitis, lidah tidak
kotor, salifa klien normal, tidak muntah, tidak ada nyeri daerah perut, bising usus klien 20 x/
menit, tidak diare, tidak ada konstipasi, hepar klien tidak teraba, serta abdomen terasa kembung.
Pada klien, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada exoptalmus, tremor maupun
diaporesis, nafas tidak berbau keton, ada poliuri, tidak ada poliphagi, maupun polidipsi, serta
tidak ada luka ganggren.

Perhitungan balance cairan, dimana intake didapat dari minum l500 ml/24 jam, makanan 100
ml/24 jam, infus 500 cc dengan Output melalui urin 900 ml/24 jam, BAB 300ml/24 jam dan
IWL sebesar 500 ml/24 jam, sehingga balance cairan klien yaitu Intake – Output = 2100ml-1700
ml = 400 ml/ 24 jam. Tidak ada perubahan pola dalam berkemih seperti retensi, urgency, disuria,
tidak lampias, nokturia, inkontinensia maupun anuria. Warna urin kuning jernih, tidak ada
distensi/ketegangan kandung kemih, serta tidak ada keluhan sakit pinggang. (Rumus IWL lht
lampiran)

Turgor kulit klien tidak elastis, temperatur kulit hangat, warna kulit pucat, keadaan kulit tidak
ada lesi. Klien tidak mengalami kelainan kulit. Kondisi kulit daerah pemasangan infus tidak ada
kelainan, tekstur dan kebersihan kurang baik. Klien tidak mengalami kesulitan dalam
pergerakan. Klien tidak mengalami sakit pada tulang, sendi maupun kulit, tidak ada fraktur, dan
tidak ada kelainan bentuk tulang maupun sendi seperti bengkak atau kontraktur. Tidak ada
kelainan struktur tulang belakang seperti skoliasis, lordosis, maupun kiposis. Keadaan tonus otot
kurang baik, ada hipotoni. Kekuatan otot
5555 5555
5555 5555
Data tambahan tentang pemahaman penyakit :klien mengatakan tidak mengetahui mengapa
penyakitnya kambuh lagi, klien juga tidak mengetahui cara perawatan/ pencegahan terhadap
penyakitnya serta fungsi minum obat secara lama dan teratur.

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 7 Juni 2011, didapatkan Lekosit: 11.800/mm,
Limposit: 9%, Segment : 86%, Protein total : 5,9 g/100ml, Albiuin : 4,0 g/dl. 8 Juni 2011 BTA I
: tidak ditemukan, 9 Juni 2011 BTA II : Negative, 10 Juni 2011 BTA III: tidak ditemukan.
Resume : Klien bernama Tn. O berjenis kelamin laki-laki, masuk melalui IGD RSUD Kabupaten
Bekasi pada tanggal 06 Juni 2011 pukul ll.00 Wib dengan keluhan sesak nafas, nyeri ulu hati,
panas dingin, serta keringat malam. Di IGD klien dilakukan observasi TTV dengan hasil TD :
l20/90 mmHg, nadi : 110 x/menit dan suhu : 37ºC, RR : 30x/menit, ves +, Rh +, Wz +, DX medis
Bekas TB Paru. Kemudian klien masuk R. Penyakitt Dalam pada jam 16.00 Wib dan ditemukan
masalah keperawatan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret, aktivasi
ulang infeksi berhubungan dengan pemakaian obat yang terputus, serta kursng pengetahuan klien
mengenai penyakitnya berhubungan dengan kurang terpajan informasi. Tindakan keperawatan
yang telah diberikan adalah mengawasi TTV, Kaji fungsi pernafasan,
contoh : bunyi nafas, kecepatan, irama, kedalaman dan penggunaan otot aksesoris , Anjurkan
pasien untuk batuk / bersin mengeluarkan pada tisue dan menghindari meludah, Berikan pasien
posisi semi fowler tinggi, bantu bantu pasien untuk batuk dan latihan nafas dalam, serta telah
diberikan terapy infus RL 20 tetes/menit,serta inhalasi ambivent/ 6jam, inhalasi pulmicort/ 12
jam, ambroxol 3x1. Untuk diagnosa bersihan jalan napas tidak efektif dan aktivasi ulang infeksi
belum teratasi, maka akan melanjutkan intervensi untuk mengatasi masalah.

2. Asuhan Keperawatan
A. Data Fokus
Data Subjektif
Klien mengeluh sesak nafas, klien mengatakan dahaknya kental dan sulit untuk dikeluarkan
dan klien mengatakan dahak berwarna kuning kental, klien mengatakan pernah sakit seperti
ini, klien mengatakan dahulu pernah sesak. klien mengeluh sukar untuk bernafas, klien
mengatakan tidak mengetahui mengapa penyakitnya kambuh, klien mengatakan nafsu makan
kurang, klien mengatakan menghabiskan ½ porsi yang telah disediakan RS, klien mengatakan
BB turun dari 55 kg-50 kg, klien mengatakan tidak mengetahui cara perawatan, pencegahan
serta fungsi minum obat yang lama dan teratur.
Data Objektif
Batuk(+), TD : 120/80 mmHg, N: 93x/menit, S: 37C, RR: 28x/menit, menggunakan otot
bantu pernafasan yaitu: perut, kedalaman nafas: dalam, Ronkhi(+), Riwayat bekas TB Paru,
porsi makan: ½ porsi, tonus otot : kurang baik, integritas kurang elastis, konjungtiva anemis,
klien tampak bingung, klien bertanya tentang penyakitnya. Hasil Lab, 7 Juni 2011, didapatkan
Lekosit: 11.800/mm, Limposit: 9%, Segment : 86%, Protein total : 5,9 g/100ml, Albumin : 4,0
g/dl. 8 Juni 2011 BTA I : tidak ditemukan, 9 Juni 2011 BTA II : Negative, 10 Juni 2011 BTA
III: tidak ditemukan, diet ML, Terapi inhalasi.

B. Analisa Data
No DATA MASALAH ETIOLOGI

1 Data Subjektif: Bersihan jalan nafas Penumpukan


1. Klien mengeluh sukar bernafas tidak efektif Sekret

2. Klien mengeluh sesak


saat bernafas.
3. Klien mengatakan dahak kental
berwarna kuning dan sulit untuk
dikeluarkan.
Data objektif:
1. Batuk(+)
2. TD:120/80mmHg, N : 93x/menit,
S: 37C, RR: 28x/menit.
3. Otot bantu pernafasan: perut
4. Kedalaman nafas dalam.
5. Irama tidak teratur.
6. Bunya nafas : Ronkhi
7. Terapi inhalasi : ambivent/ 6 jam
2 Data Subjektif: Aktivasi Ulang Pengobatan
1. Klien mengatakan sebelumnya Infeksi terputus
pernah dirawat dengan sakit yang
sama

2. Klien mengatakan tidak secara


teratur minum obat dan berhenti
hanya 2 bulan pemakaian /
meminum obat.
3. Klien mengatakan pernah sesak
nafas
4. Klien mengatakan sukar untuk
bernafas
5.Klien mengatakan dahaknya
kental dan sulit untuk dikeluar-
kan.
Data objektif:
1. Riwayat/Dx Medis : Bekas TB
Paru
2. Batuk(+)
3.TD: 120/mmHG, N: 93x/menit, S:
37C, RR: 28x/menit.
4. Lekosit : 11.800/mm, Segment :
86%, Limfosit : 9%.
3 Data Subjektif:
1. Klien mengatakan nafsu makan
kurang baik.
2. Klien mengatakan menghabiskan Perubahan nutrisi Intake tidak
½ porsi yang disediakan oleh RS. kurang dari adekuat
3. Klien mengatakan BB turun dari kebutuhan tubuh
55 kg-50 kg.
Data Objektif:
1. BB: 55 kg-50 kg, BB ideal :
(172-100=72 kg)
2. Porsi makan: ½ porsi
3. Tonus otot : kurang baik, inte-
gritas kurang elastic
4. Konjungtiva anemis
5. Protein total : 5,9 g/100ml,
Albumin : 4,0 g/dl, Hb : 14,1 g/dl
6. Diet ML

4. Data Subjektif: Kurang pengetahuan Kurang


1. Klien mengatakan tidak klien mengenai terpajan
Mengetahui mengapa penyakit kondisi, aturan informasi
nya kambuh lagi. tindakan,
2. Klien mengatakan tidak meng- pencegahan, dan
etahui cara pencegahan/ pera- pengobatan.
watan terhadap penyakitnya.
3 Klien mengatakan tidak secara
teratur minum obat dan berhenti
hanya 2 bulan pemakaian /
meminum obat.

4. Klien mengatakan tidak menge-


tahui fungsi dari pengobatan/
meminum obat secara teratur dan
lama.
Data Objektif:
1. Klien bertanya-tanya
mengenai penyakitnya.
2. Klien tampak bingung

C. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret.
Tanggal ditemukan : 11 Juni 2011

2. Aktivasi ulang infeksi berhubungan dengan pengobatan terputus.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat.
Tanggal ditemukan : 11 Juni 2011

4. Kurang pengetahuan klien mengenai kondisi, aturan tindakan, pencegahan, dan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajan informasi.
Tanggal ditemukan : 11 Juni 2011
Tanggal teratasi : 13 Juni 2011

D. Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi Keperawatan


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret, ditandai
dengan :
Data subjektif: Klien mengeluh sukar bernafas, klien mengeluh sesak saat bernafas, klien
mengatakan dahak berwarna kuning kental dan sulit untuk dikeluarkan.
Data objektif: Batuk(+), TD: 120/80 mmHg, N : 93x/menit, S: 37C, RR: 28x/menit, otot
bantu pernafasan: perut, kedalaman nafas dalam, irama tidak teratur,
bunyi nafas : Ronkhi, Terapi inhalasi ambivent/ 6 jam.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 Jam diharapkan bersihan
jalan nafas efektif.
Kriteria Hasil :
1. Memperhankan jalan nafas klien.
2. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan,
3. Frekuensi pernafasan: 20x/menit, bunyi nafas normal, kedalaman dan irama
normal.
4. Tidak menggunakan otot bantu pernafasan.
Intervensi :
Mandiri
1. Kaji fungsi pernafasan, contoh : frekuensi pernafasan, bunyi nafas, kecepatan, irama, kedalaman
dan penggunaan otot aksesoris.
2. Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/ bentuk afektif, catat karakter, jumlah sputum,
adanya hemoptisis.
3. Ajarkan batuk efektif dan teknik nafas dalam.
4. Berikan pasien posisi semi fowler tinggi, bantu bantu pasien untuk batuk dan latihan nafas
dalam.
5. Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
Kolaborasi
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi inhalasi.

Implementasi
Sabtu, 11 Juni 2011
Pukul 11.00 Wib mengkaji fungsi pernafasan, contoh : bunyi nafas, kecepatan, irama,
kedalaman dan penggunaan otot aksesoris, Respon hasil : Bunyi nafas Ronkhi, Frekuensi
28x/menit, itrama tidak teratur, kedalaman nafas dalam, penggunaan otot bantu pernafasan
yaitu perut. Pukul 11.10 Wib mencatat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/ bentuk
afektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis, Respon Hasil : klien tidak mampu
mengeluarkan sekret. Pukul 11.20 Wib mengajarkan batuk efektif dan teknik nafas dalam,
Respon Hasil : klien melakukan teknik nafas dalam dan batuk efektif. Pukul 12.00 Wib
memberikan pasien posisi semi fowler tinggi, Respon klien: Posisi klien semi fowler. Pukul
12.10 Wib mempertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi,
Respon klien: klien minum 1500 ml/hari.

Evaluasi
Minggu, 12 Juni 2011
S: Klien mengatakan masih sukar untuk bernafas, klien mengeluh masih sesak, klien
mengatakan dahak masih susah untuk dikeluarkan.
O: TD: 120/90 mmHg, N : 86x/menit, S; 36,8C, RR : 30x/menit, Batuk(+), Nafas dalam.
A:Tujuan belum tercapai, masalah bersihan jalan nafas belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,6

Implementasi
Minggu, 12 Juni 2011
Pukul 08.00 Wib mengkaji fungsi pernafasan, contoh : bunyi nafas, kecepatan, irama,
kedalaman dan penggunaan otot aksesoris, Respon hasil : Bunyi nafas Ronkhi, Frekuensi
28x/menit, itrama tidak teratur, kedalaman nafas dalam, penggunaan otot bantu pernafasan
yaitu perut. Pukul 08.10 Wib mencatat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/ bentuk
afektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis, Respon hasil : klien tidak mampu
mengeluarkan sekret. Pukul 13.00 Wib mengajarkan batuk efektif dan teknik nafas dalam,
Respon Hasil : klien melakukan teknik nafas dalam dan batuk efektif. Pukul 13.00 Wib
memberikan pasien posisi semi fowler tinggi, Respon klien: Posisi klien semi fowler. Pukul
09.00 Wib mengkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi inhalasi, Respon hasil :
Inhalasi Ambivent/6 jam.

Evaluasi
Senin, 13 Juni 2011
S: Klien mengatakan masih sesak berkurang pada saat bernafas, klien mengatakan dahak
masih sulit untuk dikeluarkan.
O: RR: 28x/menit, Batuk(+), Nafas dalam, Ronkhi(-),
A: Tujuan tercapai sebagian, masalah bersihan jalan nafas tidak efektif teratasi sebagian.
P: Lanjutkan intervensi 1,2,3,6.

2. Aktivasi ulang infeksi berhubungan dengan pengobatan terputus, ditandai dengan :


Data Subjektif: Klien mengatakan sebelumnya pernah dirawat dengan sakit yang sama,
klien mengatakan tidak secara teratur minum obat dan berhenti hanya 3
bulan pemakaian/meminum obat, klien mengatakan pernah sesak nafas,
klien mengatakan sukar untuk bernafas, klien mengatakan dahaknya kental
dan sulit untuk dikeluarkan
Data objektif: Riwayat/Dx Medis : Bekas TB Paru, batuk(+), TD: 120/mmHG, N:
93x/menit, S: 37C, RR: 28x/menit, lekosit : 11.800/mm, Segment : 86%,
Limfosit : 9%.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi
penyebaran infeksi.
Kriteria hasil :
1. Mengidentifikasi intrervensi untuk mencegah menurunkan resiko penyebaran infeksi
2. Nilai Lab dalam rentang normal. ( Lekosit : 3.500- 10.000 mm, Limfosit: 17-48%

Intervensi
Mandiri
1. Kaji patologi penyakit(aktif atau fase tidak aktif)
2. Identivikasi orang lain yang beresiko, contoh : angota rumah, sahabat karib atau teman
3. Anjurkan pasien untuk batuk / bersin mengeluarkan pada tisue dan menghindari meludah.
4. Awasi suhu sesuai indikasi
5. Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang tuberkulosis, contoh
Tahanan bawah(alkoholisme, malnutrisi, bedah bypass intestinal); gunakan obat penekan
imun.
6. Tekanan pentingnya tidak menghentikan teraphi obat

7. Berikan terapi injeksi sesuai indikasi


8. Awasi pemeriksaan laboratorium

Implementasi
Sabtu, 11 Juni 2011
Pukul 11.00 Wib mengkaji patologi penyakit(aktif atau fase tidak aktif), Respon klien :
Penyakit klien pada fase tidak aktif. Pukul 11.10 Wib mengidentifikasi orang lain yang
beresiko, contoh : angota rumah, sahabat karib atau teman, Respon hasil : Keluarga(anak)
menjadi orang lain yang beresiko. Pukul 11.15 Wib menganjurkan pasien untuk batuk /
bersin mengeluarkan pada tisue dan menghindari meludah, Respon klien : klien menaati
dengan meludah/batuk menggunakan tissue. Pukul 12.00 Wib mengawasi suhu sesuai
indikasi, Respon hasil : S: 37C. Pukul 13.00 Wib mengidentifikasi faktor resiko individu
terhadap pengaktifan berulang tuberkulosis, contoh tahanan bawah (alkoholisme, malnutrisi,
bedah bypass intestinal); gunakan obat penekan imun. Pukul 13.10 Wib menekankan
pentingnya tidak menghentikan teraphi obat, Respon hasil: klien menerima informasi. Pukul
13.15 Wib memberikan terapi injeksi sesuai indikasi, Respon hasil: Ceftriaxone 1x2 amp.
Pukul 14.00 Wib mengawasi pemeriksaan laboratorium, Respon hasil : lekosit : 11.800/mm,
Segment : 86%, Limfosit : 9%.

Evaluasi
Minggu, 12 Juni 2011
S : Klien mengatakan masih sesak saat bernafas dan dahak masih sulit untuk dikeluarkan.
O : Riwayat Bekas TB, Batuk(+), Ronkhi(+), S: 37C, RR:28x/menit, Lekosit : 11800/mm,
Segmen: 86%, Limposit 9%
A : Tujuan belum tercapai, masalah aktivasi ulang infeksi belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi 3,4,7,8.

Implementasi
Minggu, 12 Juni 2011
Pukul 09.10 Wib menganjurkan pasien untuk batuk / bersin mengeluarkan pada tisue dan
menghindari meludah, Respon klien : klien menaati dengan meludah/batuk menggunakan
tissue. Pukul 12.00 Wib mengawasi suhu sesuai indikasi, Respon hasil : S: 37C. Pukul 13.00
Wib memberikan terapi injeksi sesuai indikasi, Respon hasil: Ceftriaxone 2x2 amp. Pukul
13.20 Wib mengawasi pemeriksaan laboratorium, Respon hasil : lekosit : 11.800/mm,
Segment : 86%, Limfosit : 9%.

Evaluasi
Senin, 13 Juni 2011
S : Klien mengatakan masih sesak saat bernafas dan dahak masih sulit untuk dikeluarkan.
O :Riwayat Bekas TB, Batuk(+), Ronkhi(-), S: 37C, RR:28x/menit, Lekosit : 11800/mm,
Segmen: 86%, Limposit 9%
A : Tujuan belum tercapai, masalah aktivasi ulang infeksi teratasi sebagian.
P : Lanjutkan intervensi 4,7,8.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak
adekuat, ditandai dengan:
Data Subjektif: Klien mengatakan nafsu makan kurang baik, klien mengatakan
menghabiskan ½ porsi yang disediakan oleh RS, klien mengatakan BB
turun dari 55 kg-50 kg.
Data Objektif: BB: 55 kg-50 kg, BB ideal : (172-100=72 kg), porsi makan: ½ porsi, tonus
otot : kurang baik. Turgor kulit tidak elastis, konjungtiva anemis, protein
total : 5,9 g/100ml, Albumin : 4,0 g/dl, Hb : 14,1 g/dl.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan
nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil :
1. Menunjukan berat badan meningkatkan
2. Nilai laboratorium normal, Protein total :6,6-8,7 g/100 ml, Albumin: 3,4-4,8 g/dl, Hb: 13-15 g/dl.
3. Melakukan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat yang
tepat.
Intervensi
Mandiri
1. Catat status nutrisi pasien, catat turgor kulit, berat badan, integritas mukosa oral,
kemampuan/ketidakmampuan menelan, adanya tonus usus, riwayat mual/muntah atau
diare.
2. Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai/ tak disukai
3. Awasi masukan/pengeluaran dan BB secara periodik
4. Selidiki anoresia, mual, muntah, catat kemungkinan hubungan dengan obat. Awasi
frekuensi volume, konsistensi feses.
5. Dorong dan berikan periode istirahat sering
6. Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Kolaborasi
7. Rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
8. Awasi pemeriksaan laboratorium, BUN, protein serum dan albumin.

Implementasi
Sabtu, 11 Juni 2011
Pukul 11.20 Wib mencatat status nutrisi pasien, catat turgor kulit, berat badan, integritas
mukosa oral, kemampuan/ketidakmampuan menelan, adanya tonus usus, riwayat
mual/muntah atau diare, Respon hasil : nafsu makan pasien kurang baik, berat badan 50 kg,
turgor kulit tidak elastis, tidak ada mual,muntah/ diare. Pukul 11.25 Wib memastikan pola
diet biasa pasien, yang disukai/ tak disukai, Respon hasil : Klien mendapat diet ML. Pukul
12.10 Wib mengawasi masukan/ pengeluaran dan BB secara periodik, Respon hasil: Porsi ½
porsi dihabiskan, output BAB 1x/hari, Pukul 12.15 Wib menyelidiki anoresia, mual,
muntah, catat kemungkinan hubungan dengan obat, Respon hasil: Tidak ada mual dan
muntah. Pukul 12.20 Wib mendorong dan berikan periode istirahat sering, Respon hasil :
Klien istirahat, Pukul 12.25 Wib mendorong makan sedikit dan sering dengan makanan
tinggi protein dan karbohidrat, Respon hasil : Klien mematuhi, Pukul 13.00 Wib merujuk ke
ahli diet untuk menentukan komposisi diet, Respon hasil :Klien mendapatkan diet ML,
Pukul 13.40 Wib mengawasi pemeriksaan laboratorium, BUN, protein serum dan albumin,
Respon hasil: protein total : 5,9 g/100ml, Albumin : 4,0 g/dl, Hb : 14,1 g/dl.

Evaluasi
Minggu, 12 Juni 2011
S: Klien mengatakan nafsu makan masih berkurang, porsi dihabiskan ½ porsi.
O: Porsi yang dihabiskan ½ porsi, BB 55kg-50 kg, tonus otot kurang baik, turgor tidak
elastis, protein total : 5,9 g/100ml, Albumin : 4,0 g/dl, Hb : 14,1 g/dl
A: Tujuan belum tercapai, masalah belum teratasi.
P: Lanjutkan intervensi 3,5,6,8.

Implementasi
Minggu, 12 Mei 2011
Pukul 08.40 mengawasi masukan/pengeluaran dan BB secara periodik, Respon hasil: Porsi
½ porsi dihabiskan, output BAB 1x/hari, Pukul 09.00 Wib mendorong dan berikan periode
istirahat sering, Respon hasil : Klien istirahat, Pukul 12.00 Wib mendorong makan sedikit
dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat, Respon hasil : Klien mematuhi,
Pukul 13.00 Wib mengawasi pemeriksaan laboratorium, BUN, protein serum dan albumin,
Respon hasil : protein total : 5,9 g/100ml, Albumin : 4,0 g/dl, Hb : 14,1 g/dl.

Evaluasi
Senin, 13 Juni 2011
S: Klien mengatakan nafsu makan masih berkurang, porsi dihabiskan 1 porsi.
O: Porsi yang dihabiskan 1 porsi, BB 55kg-50 kg, tonus otot kurang baik, turgor tidak
elastis, protein total : 5,9 g/100ml, Albumin : 4,0 g/dl, Hb : 14,1 g/dl
A: Tujuan tercapai sebagian, masalah teratasi sebagian.
P: Lanjutkan intervensi 3,5,8.

4. Kurang pengetahuan klien mengenai kondisi, aturan tindakan, pencegahan, dan


pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan informasi, ditandai dengan: Data
Subjektif: Klien mengatakan tidak mengetahui mengapa penyakitnya kambuh lagi,
klien mengatakan tidak mengetahui cara pencegahan/ perawatan terhadap
penyakitnya, klien mengatakan tidak mengetahui fungsi dari pengobatan/
meminum obat secara teratur dan lama.
Data Objektif: Klien bertanya-tanya mengenai penyakitnya, klien tampak bingung
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan
meningkatkan pengetahuan klien.
Kriteria Hasil :
1. Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis, kebutuhan pengobatan.
2. Melakukan perubahan pola hidup untuk memperbaiki kesehatan, menurunkan resiko pengaktifan
ulang TB.
Intervensi
Mandiri
1. Kaji kemampuan pasien untuk belajar, contoh tingkat takut, masalah, kelemahan,
tingkat partisipasi, lingkungan
2. Tekankan pentingnya mempertahankan protein tinggi dan diet karbohidrat dan
pemasukan cairan adekuat.
3. Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan, dan alasan pengobatan
lama.
4. Kaji potensial efek samping pengobatan.
5. Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan masalah.
6. Kaji bagaimana TB ditularkan.

Implementasi
Sabtu, 11 Mei 2011
Pukul 12.00 Wib Mengkaji kemampuan pasien untuk belajar, contoh tingkat takut, masalah,
kelemahan, tingkat partisipasi, lingkungan, Respon hasil: klien menyatakan tidak
mengetahui penyebab penyakit kambuh. Pukul 12.10 Wib menekankan pentingnya
mempertahankan protein tinggi dan diet karbohidrat dan pemasukan cairan adekuat, Respon
hasil: infromasi tersampaikan, Pukul 12.15 Wib menjelaskan dosis obat, frekuensi
pemberian, kerja yang diharapkan, dan alasan pengobatan lama, Respon hasil: informasi
tersampaikan dan diterima oleh klien. Pukul 12.20 Wib mengkaji potensial efek samping
pengobatan, Respon hasil: informasi tersampaikan, Pukul 12.25 Wib mendorong
pasien/orang terdekat untuk menyatakan masalah, Respon hasil : putera klien menyatakan
masalahnya. Pukul 12.30 Wib mengkaji bagaimana TB ditularkan, Respon hasil: klien
tampak mengerti atas informasi yang diberikan.

Evaluasi
Minggu,12 Juni 2011
S: Klien mengatakan sudah mengetahui penyebab, cara pencegahan serta manfaat dari
pengobatan lama dan rutin.
O: Klien tampak tenang
A: Tujuan tercapai sebagian, masalah kurang pengetahuan tercapai sebagian.
P: Lanjutkan intervensi 2 dan 3.

Implementasi
Minggu, 12 Juni 2011
Pukul 08.30 Wib menekankan pentingnya mempertahankan protein tinggi dan diet
karbohidrat dan pemasukan cairan adekuat, Respon hasil: infromasi tersampaikan, Pukul
08.35 Wib menjelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan, dan alasan
pengobatan lama, Respon hasil: informasi tersampaikan dan diterima oleh klien.

Evaluasi
Senin, 13 Juni 2011
S: Klien mengatakan sudah mengetahui penyebab, cara pencegahan serta manfaat dari
pengobatan lama dan rutin, klien mengatakan akan merubah pola hidup serta mematuhi
peraturan pengobatan dalam meningkatkan kesehatan.
O: Klien tampak tenang.
A: Tujuan tercapai, masalah kurang pengetahuan tercapai.
P: Lanjutkan intervensi.
BAB IV
PEMBAHASAN

Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Tn.O dengan Tuberkulosis Paru, di ruang Penyakit
Dalam, RSUD Kabupaten Bekasi. Maka pada bab ini penulis akan menguraikan kesenjangan
antara teori dengan kasus. Adapun Pembahasan ini sesuai dengan tahapan proses keperawatan
yang meliputi Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan Keperawatan, Pelaksanaan dan
Evaluasi.

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang dilakukan dimana penulis
berusaha mengkaji klien secara menyeluruh melalui aspek bio-psiko-sosial-spiritual. Hasil
pengkajian berupa data dasar, data khusus, data penunjang, pemeriksaan fisik, membaca catatan
medik dan catatan keperawatan.

Pada tahap pengkajian ada kesenjangan antara teori dan kasus. Pada kasus klien tidak
mengetahui penyebab terulang terjadinya Tuberkulosis Paru, sedangkan pada teori etiologi dari
Tuberkulosis adalah Mycobakterium tuberculosis. Pada tanda dan gejala terdapat kesenjangan
antara teori dan kasus. Pada teori terdapat tanda: Batuk-batuk dengan atau tanpa sputum lebih
dari 2 minggu, malaise (ketidaknyamanan), gejala flu, nyeri dada, batuk darah, demam malam
hari dan pagi hari, keringat malam, hilangnya nafsu makan, penurunan berat badan sedangkan
Pada kasus tidak terdapat tanda batuk berdarah dan nyeri dada.
Penatalaksanaan medis terdapat kesenjangan antara teori dengan kasus. Dalam teori pada test
dignostik yaitu Kultur sputum, Ziehl-Neelsen, Tes kulit (PPD, Mantoux, potongan vollmer),
ELISA/western Blot, Foto torak, Histologi atau kultur jaringan termasuk pembersihan gaster
Biopsi jarum pada jaringan paru, GDA, Pemeriksaan fungsi paru. Sedangkan pada kasus klien
hanya mendapatkan pemeriksaan Rontgen, pemeriksaan BTA dan Pemeriksaan Darah Lengkap.
Pada pemberian terapi dalam teori pada Tuberkulosis Paru adalah DAT (obat anti TB): INH
isonosid), rifampisin ( R ), para sinamid ( z ), streptomoisin (S), etambatol ( E ), 10-20 mg/kg/hri
selama 18 s/d 24 bulan, Konversi sputum positif menjadi negative. Dalam kasus klien hanya
mendapatkan terapi inhalasi ambivent/6 jam, inhalasi pulmicort/ 12 jam.

Faktor pendukung tersedia buku referensi yang mendukung dalam pembuatan karya tulis ilmiah
ini, serta saat pengkajian yaitu klien sangat kooperatif, sedangkan faktor penghambat yang
penulis temukan adalah penulis masih belum mampu melakukan pemeriksaan fisik secara
menyeluruh (Head to toe) tanpa melihat buku panduan pemeriksaan fisik. Untuk mengatasi
masalah ini penulis menggunakan beberapa buah buku panduan yang selalu dibawa ketika
melakukan pemeriksaan fisik.

B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan teori yang penulis temukan dibuku Marilynn E. Doenges (2000), terdapat 5
diagnosa keperawatan yang ditemukan pada klien dengan Tuberkulosis Paru, yaitu : Infeksi,
resiko tinggi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat/ penurunan kerja silia/ statis,
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret darah/ kelemahan/ upaya batuk
buruk, Pertukaran gas/ kerusakan yang berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru/
sekret kental , Nutrisi, perubahan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan/
sering batuk/produksi sputum, dispnea anoreksia, Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan
tindakan dan pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kongnitif tidak akurat/tidak lengkap
informasi yang ada. Namun pada kasus penulis menemukan 4 diagnosa keperawatan, yaitu:
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret, Aktivasi ulang
infeksi berhubungan dengan pengobatan terputus, Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake tidak adekuat, Kurang pengetahuan klien mengenai kondisi, aturan
tindakan, pencegahan, dan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan informasi. Terdapat
kesenjangan antara teori dan kasus, jika diteori terdapat 5 diagnosa keperawatan, tetapi dikasus
terdapat 4 diagnosa keperawatan. Pada kasus ditegakan bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan penumpukan secret, karena pada saat dilakukan pengkajian didapatkan data
klien mengeluh sukar bernafas, klien mengeluh sesak saat bernafas, klien mengatakan dahak
kental dan berwarna kuning dan sulit untuk dikeluarkan, batuk(+), RR: 28x/menit, sekret
berwarna kuning dengan konsistensi kental, otot bantu pernafasan: perut, kedalaman nafas
dalam, irama tidak teratur, bunyi nafas : Ronkhi, Aktivasi ulang infeksi berhubungan dengan
pengobatan terputus, karena pada saat dilakukan pengkajian didapatkan data Klien mengatakan
sebelumnya pernah dirawat dengan sakit yang sama, klien mengatakan tidak secara teratur
minum obat dan berhenti hanya 2 bulan pemakaian/meminum obat, klien mengatakan pernah
sesak nafas, klien mengatakan sukar untuk bernafas, klien mengatakan dahaknya kental dan sulit
untuk dikeluarkan, riwayat/Dx Medis : Bekas TB Paru, batuk(+), TD: 120/mmHG, N: 93x/menit,
S: 37C, RR: 28x/menit, lekosit : 11.800/mm, Segment : 86%, Limfosit : 9%, Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat, karena pada saat
dilakukan pengkajian didapatkan data klien mengatakan nafsu makan kurang baik, klien
mengatakan menghabiskan ½ porsi yang disediakan oleh RS, klien mengatakan BB turun dari 55
kg-50 kg, tonus otot : kurang baik. Turgor kulit tidak elastis, konjungtiva anemis, protein total :
5,9 g/100ml, Albumin : 4,0 g/dl, Hb : 14,1 g/dl, Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan
tindakan dan pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan informasi, karena pada saat
dilakukan pengkajian didapatkan data klien mengatakan tidak mengetahui mengapa penyakitnya
kambuh lagi, klien mengatakan tidak mengetahui cara pencegahan/ perawatan terhadap
penyakitnya, klien mengatakan tidak mengetahui fungsi dari pengobatan/ meminum obat secara
teratur dan lama, klien bertanya-tanya mengenai penyakitnya, klien tampak bingung.

Diagnosa keperawatan yang terdapat pada teori dan tidak terdapat pada kasus adalah petukaran
gas/kerusakan/resiko tinggi berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru, atelektasis,
kerusakan membran alveolar-kapiler, sekret kental, karena tidak didapatkan data adanya
perubahan frekuensi nadi dari nilai normal, tidak ada ortopnea, takipnea, hiperpnea,
hiperventilasi, pernafasan disritmik, tidak ada sianosis/perubahan pada warna kulit, dan pada saat
dilakukan pengkajian tidak ada terapi O2 yang digunakan serta tidak adanya data penunjang
yaitu pemeriksaan GDA untuk merumuskan diagnosa tersebut.

Dalam menggangkat diagnosa, faktor pendukung yang penulis temukan adalah diagnosa tersebut
sudah terdapat dalam buku Marilynn E. Doenges, sehingga mempermudah dalam penulisan
karya tulis ilmiah ini.

C. Perencanaan Keperawatan
Setelah masalah keperawatan dapat diterapkan, maka perlu penetapan rencana keperawatan
untuk mengatasi masalah keperawatan tersebut. kegiatan perencanaan ini meliputi:
memprioritaskan masalah, merumuskan tujuan, kriteria hasil serta tindakan.

Dalam perencanaan tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus dalam memprioritaskan
masalah, merumuskan masalah, merumuskan tujuan, kriteria hasil serta tindakan. Penulis
berusaha memprioritaskan berdasarkan kebutuhan menurut Maslow yaitu mulai dari kebutuhan
paling mendasar yaitu kebutuhan fisologis, rasa aman dan nyaman, dicintai dan mencintai,
dihargai, serta aktualisasi diri. Perumusan tujuan pada asuhan keperawatan berdasarkan pada
metode SMART(spesik, measurable, asureble, reality and time) yaitu secara spesifik dapat
diukur maupun diatasi dengan tindakan keperawatan.

Faktor pendukung terdapat kerjasama yang baik dalam perencanaan antara mahasiswi dan
perawat ruangan. Faktor penghambat dalam menetapkan rencana asuhan keperawatan karena
kurang pahamnya penulis dalam membuat rencana tindakan dalam kasus ini, pemecahan masalah
lebih giat lagi membaca agar dapat menetapkan masalah sesuai dengan rencana.

D. Pelaksanaan
Dalam rencana tindakan tidak semua dilaksanakan oleh penulis, dikarenakan penulis tidak
sepenuhnya 24 jam merawat klien, namun sebagai solusi penulis mendelegasikan rencana
tindakan tersebut kepada perawat ruangan. Untuk melihat tindakan yang dilakukan perawat
ruangan, penulis melihat dan membaca di buku laporan tindakan yang ditulis oleh perawat yang
berdinas. Tindakan keperawatan dilakukan sesuai waktu yang telah di tetapkan yaitu 3 x 24 jam,
secara umum semua rencana tindakan yang telah disusun dapat dilaksanakan penulis, seperti
mengobservasi tanda tanda vital, mengkaji fungsi pernafasan, contoh : bunyi nafas, kecepatan,
irama, kedalaman dan penggunaan otot aksesoris , menganjurkan pasien untuk batuk / bersin
mengeluarkan pada tisue dan menghindari meludah, memberikan pasien posisi semi fowler
tinggi, membantu pasien untuk batuk dan latihan nafas dalam, memberikan terapy infus RL 20
tetes/menit, serta memberi inhalasi ambivent/ 6jam, inhalasi pulmicort/ 12 jam, mencatat status
nutrisi pasien, catat turgor kulit, berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan/
ketidakmampuan menelan, adanya tonus usus, riwayat mual/muntah atau diare, mengawasi
masukan/pengeluaran dan BB secara periodik, mendorong makan sedikit dan sering dengan
makanan tinggi protein dan karbohidrat, merujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet,
Tekankan pentingnya mempertahankan protein tinggi dan diet karbohidrat dan pemasukan cairan
adekuat, menjelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan, dan alasan
pengobatan lama, mendorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan masalah, mengkaji
bagaimana TB ditularkan, melakukan kerjasama dengan tim medis lain dalam pemberian obat-
obatan dan diet.

Faktor pendukung dalam pelaksanaan tindakan keperawatan adalah klien sangat koopertif dan
kerjasama yang baik antar penulis dengan perawat ruangan, sedangkan faktor penghambat yang
penulis temukan adalah kurangnya alat-alat kesehatan sehingga penulis mengalami kesulitan
dalam mengaplikasikan tindakan sesuai dengan teori. Solusi yang penulis lakukan untuk
mengatasi masalah ini adalah penulis tetap menggunakan alat-alat medis yang tersedia tetapi
tetap mempertahankan prinsip sesuai teori. Yang menjadi faktor penghambat juga, perawat
ruangan melakukan tindakan kurang sesuai dengan teori, begitu juga dalam pencatatan dalam
buku perkembangan klien, untuk solusinya penulis menanyakan kepada perawat lain yang masih
ingat apa yang dilakukan pada saat dinas.

E. Evaluasi
Pada tahap evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang digunakan untuk
menilai keberhasilan asuhan keperawatan atas tindakan yang diberikan. Pada teori maupun kasus
dalam membuat evaluasi disusun berdasarkan tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai.
Dimana pada kasus penulis melakukan evaluasi dari tindakan keperawatan yang dilakukan
selama 3 hari yang dimulai dari tanggal 11 Juni 2011 sampai 13 Juni 2011. Ketiga masalah
belum teratasi sebagian, pada diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
penumpukan sekret, masih ditemukan data data : Klien mengatakan masih sesak berkurang pada
saat bernafas, klien mengatakan dahak masih sulit untuk dikeluarkan, RR: 28x/menit, Batuk(+),
nafas dalam, ronkhi(-), Aktivasi ulang infeksi berhubungan dengan pengobatan terputus masih
ditemukan data: Klien mengatakan masih sesak saat bernafas dan dahak masih sulit untuk
dikeluarkan, riwayat Bekas TB, Batuk(+), Ronkhi(-), S: 37C, RR:28x/menit, Lekosit :
11800/mm, Segmen: 86%, Limposit 9%, Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake tidak adekuat masih ditemukan data: Klien mengatakan nafsu makan
masih berkurang, porsi dihabiskan 1 porsi, BB 55kg-50 kg, tonus otot kurang baik, turgor tidak
elastis, protein total : 5,9 g/100ml, Albumin : 4,0 g/dl, Hb : 14,1 g/dl, namun untuk masalah
kurang pengetahuan klien mengenai kondisi, aturan tindakan, pencegahan, dan pengobatan
tujuan tercapai dan masalah teratasi, dimana perubahan menuju yang lebih baik belum
signifikan.

Dalam melakukan evaluasi, adapun faktor pendukung adalah kerjasama yang baik antara penulis
dengan perawat ruangan, penulis tidak menemukan adanya faktor penghambat, ini dikarenakan
klien sangat kooperatif.
BAB V
PENUTUP

Pada BAB ini penulis akan menyimpulkan beberapa hal penting yang harus diperhatikan serta
saran-saran yang bermanfaat bagi pihak dalam melakukan Asuhan Keperawatan pada Tn.O
dengan Tuberkulosis Paru di Ruang Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Bekasi.

A. Kesimpulan
Pada tahap pengkajian terdapat kesenjangan antara teori dan kasus antara etiologi dan
menifestasi klinis. Pada Tanda dan gejala terdapat kesenjangan antara teori dan kasus. Pada teori
terdapat tanda dan gejala batuk berdarah dan nyeri dada sedangkan pada kasus tidak muncul
Pada diagnosa keperawatan terdapat kesenjangan antara teori dan kasus, jika pada teori dalam
buku Marilynn E. Doenges terdapat 5 diagnosa keperawatan, namun pada kasus penulis
menemukan 4 diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan yang terdapat pada teori dan tidak
terdapat pada kasus adalah petukaran gas/kerusakan/resiko tinggi berhubungan dengan
penurunan permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar-kapiler, sekret
kental.
Dalam perencanaan tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus, penulis berusaha
memprioritaskan berdasarkan kebutuhan menurut Maslow mulai dari kebutuhan fisologis, rasa
aman dan nyaman, dicintai dan mencintai, dihargai, serta aktualisasi diri. Bersihan jalan nafas
tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret sebagai prioritas utama, aktivasi ulang
infeksi berhubungan dengan pengobatan terputus sebagai masalah kedua, perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat sebagai masalah ketiga,
kurang pengetahuan klien mengenai kondisi, aturan tindakan, pencegahan, dan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajan informasi sebagai masalah keempat. Pada tujuan dan
kriteria hasil penulis menggunakan metode Spesifik, Measurable, Aktual, Reliable, dan Time
(SMART) dalam melaksanakan tindakan keperawatan dan ini disesuaikan dengan teori yang
digunakan.

Dalam melaksanakan tindakan keperawatan, penulis menyesuaikan dengan kondisi klien dan
pelaksanaan tersebut dilakukan selama 3 x 24 jam. Untuk melaksanakan tindakan yang belum
penulis laksanakan, penulis melakukan kerjasama dengan perawat ruangan dan mendelegasikan
tindakan tersebut pada perawat yang sedang berdinas.

Pada 4 diagnosa yang penulis angkat, ketiga diagnosa tersebut belum teratasi sebagian dan satu
diagnosa sudah teratasi sesuai waktu yang ditetapkan, Ketiga masalah belum teratasi sebagian,
pada diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret,
aktivasi ulang infeksi berhubungan dengan pengobatan terputus, perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat, tujuan tercapai sebagian, namun
untuk diagnosa kurang pengetahuan klien mengenai kondisi, aturan tindakan, pencegahan, dan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan informasi. Supaya semua masalah teratasi,
penulis mendelegasikan rencana tindakan yang telah disusun kepada perawat ruangan.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas,maka penulis memberikan saran sebagi
berikut: 1. Untuk Rumah Sakit
Rumah sakit hendaknya mempertahankan atau bahkan meningkatkan kinerja yang telah
bagus, dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, meningkatkan lagi
peralatan yang ada diruangan.
2. Untuk Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan sebagai penyelenggara pendidikan, hendaknya menambah literature yang
ada diperpustakaan, dengan literature yang masih tergolong terbitan baru, sehingga peserta
didik tidak kesulitan saat mencari literature.

3. Untuk Perawat
Hendaknya mencantumkan atau mencatat apa tindakan-tindakan yang dilakukan tentunya
yang berkaitan dengan teori, sehingga akan mempermudah perawat lain yang ingin
menerapkan sesuai teori tersebut, dan hendaknya penyuluhan kesehatan dijadikan suatu
program diruangan guna meningkatkan pengetahuan klien tentang penyakitnya dan dapat
mencegah komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi.
4. Untuk Mahasiswa
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan dan dapat melakukan pengkajian dengan
benar sesuai dengan konsep dasar dengan Tuberkulosis Paru. Selalu berdiskusi dengan teman-
teman sejawat dan pembimbing bila mengalami kesulitan.

Anda mungkin juga menyukai