Anda di halaman 1dari 15

PENDAPAT PENUNTUT UMUM ATAS

KEBERATAN PENASIHAT HUKUM TERDAKWA

No. Reg: 038/PID.SUS/2011/PN.JKT.PUS

TERDAKWA :

YABES SITORUS, S.E alias RIKO

Denpasar, 14 Juni 2017

1
PENDAPAT PENUNTUT UMUM ATAS

KEBERATAN PENASIHAT HUKUM TERDAKWA

No. Reg: 038/PID.SUS/2011/PN.JKT.PUS

I. IDENTITAS TERDAKWA

Nama : YABES SITORUS, S.E alias RIKO

Tempat Lahir : BOGOR

Umur/Tanggal lahir : 41 Tahun / 23 Agustus 1978

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Kebangsaan : Indonesia

Tempat Tinggal : CitraSun Garden Semarang

Agama : KRISTEN

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan : S1

II. PENAHANAN

- Ditahan di Rutan Badan Narkotika Nasional Provinsi Bali oleh Penyidik

selama 20 hari sejak Tanggal 10 April 2017 – 30 April 2017

- Diperpanjang penahanannya oleh Penuntut Umum selama 18 hari pada

Kejaksaan Negeri Denpasar sejak Tanggal 30 April 2017 – 18 Mei 2017

- Ditahan oleh Jaksa Penuntut Umum sejak Tanggal 18 Mei 2017 – 06 Juni

2017

- Ditahan Oleh Pengadilan Negeri Sejak tanggal 06 Juni- 06 Juli tahun 2017

Majelis Hakim yang Kami Muliakan

Penasihat Hukum Terdakwa yang Kami Hormati, dan

Sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang Kami Hormati,

Terlebih dahulu kami sampaikan ucapan terima kasih kepada Majelis Hakim yang

telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyampaikan pendapat atau


2
bantahan atas keberatan (eksepsi) yang telah diajukan Penasihat Hukum Terdakwa

YABES SITORUS, S.E alias RIKO yang telah disampaikan pada sidang hari Rabu

tanggal 07 Juni 2017.

Dalam kesempatan persidangan ini, atas keberatan (eksepsi) yang diajukan

Penasihat Hukum Terdakwa tersebut, kami sebagai Penuntut Umum akan

menyampaikan pendapat atau bantahan materi keberatan/eksepsi dari Penasihat

Hukum Terdakwa.

Namun sebelumnya kami akan menjelaskan terlebih dahulu ketentuan yang diatur

dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengenai materi

yang berhubungan dengan keberatan (eksepsi) Terdakwa/ Penasihat Hukum maupun

pendapat / bantahan Penuntut Umum yaitu sebagaimana disebutkan dalam pasal 156

ayat (1) KUHAP “Dalam hal terdakwa atau Penasihat Hukum mengajukan keberatan

bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat

diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada

Penuntut Umum untuk menyatakan pendapatnya, Hakim mempertimbangkan keberatan

tersebut selanjutnya untuk mengambil keputusan.”

Diluar ketiga permasalahan tersebut bukanlah merupakan materi keberatan

(eksepsi) sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 156 ayat (1) KUHAP.

Majelis Hakim yang kami muliakan dan

Tim Penasihat Hukum Terdakwa yang kami hormati,

Setelah mendengar dan mempelajari meteri keberatan (eksepsi) yang

disampaikan oleh penasihat hukum Terdakwa tersebut pada pokoknya keberatan

(eksepsi) yang diajukan adalah menyangkut dua hal :

1. DAKWAAN EROR IN PERSONA

2. KEBERATAN MENGENAI SURAT DAKWAAN BATAL DEMI HUKUM

(EXEPTIO VAN RECHTSWEGE NIETIG).


3
a. Ketidakjelasan Penuntut Umum Menguraikan unsur pasal 54 Undang-

undang nomor 39 tahun 2007 tentang Cukai.

b. Penggunaan informan yang tidak jelas oleh Penuntut Umum

c. Kewenangan Petugas Bea dan Cukai dalam penindakan Barang kena

Cukai

1. DAKWAAN EROR IN PERSONA

“Actus non facit reum nisi mens sit rea, tiada pidana tanpa kesalahan”

berasal dari yurisprudensi Hooge Raad (Belanda) 14 Februari 1916.

Bahwa Penasihat Hukum dalam keberatan/eksepsinya menyatakan

“penuntut umum telah keliru dalam mengajukan YABES SITORUS, S.E alias

RIKO sebagai seseorang yang patut bertanggung jawab atas perbuatan yang

didakwakan. Dimana dalam surat dakwaan, Penuntut Umum menjerat YABES

SITORUS, S.E alias RIKO dengan Pasal 55 huruf (b), Pasal 58, Pasal 54 ayat

(1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2007 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.

Dimana Pada kasus ini, YABES SITORUS, S.E alias RIKO didakwa melakukan

perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum

(anobjectivie breach of a penal provision), namun hal tersebut belum memenuhi

syarat untuk penjatuhan pidana. Untuk pemidanaan masih perlu adanya syarat

lain, yaitu bahwa orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau

bersalah (subjective guilt). Penuntut Umum haruslah memahami dalam kasus ini

terdakwa YABES SITORUS, S.E alias RIKO adalah seseorang yang menduduki

jabatan sebagai pimpinan perusahaan yakni Direktur Utama PT. Gabemian

Samosir Cigarette. Dalam suatu perusahaan, terdapat Direksi yang terdiri dari

Direktur Utama dan beberapa anggota direksi lainnya. Direktur Utama sebagai

pimpinan memang mempunyai wewenang untuk bertanggungjawab terhadap

perusahaan. Akan tetapi, dibawah kepemimpinan Direktur utama, terdapat


4
anggota direksi disetiap bidang salah satunya Direktur Pemasaran yang ditempati

oleh orang yang telah dipercayakan Direktur Utama untuk bertanggungjawab atas

jalannya perusahaan dan segala hal yang terjadi pada perusahaan. Hal ini sejalan

dengan Teori Fiduciary Duty yang dapat kita jumpai dalam Undang-Undang

Perseroan Terbatas, yang menjelaskan mengenai hubungan seperti pengurus

atau pengelola atau pengawas, dimana dalam pengelolaan perseroan atau

perusahaan, para anggota direksi sebagai salah satu organ vital dalam

perusahaan merupakan pemegang amanah (Fiduciary) yang harus berperilaku

sebagaimana layaknya pemegang kepercayaan”

Penasehat hukum beranggapan, “Penuntut Umum sangat tidak cermat

dengan mendakwa saudara YABES SITORUS, S.E alias RIKO sebagai seseorang

yang melakukan perbuatan membeli serta mempergunakan pita cukai palsu dan

yang bukan haknya pada produk rokok PT. Gabemian Samosir Cigarette. Karena

dari uraian surat dakwaan diatas telah jelas bahwa, pemesanan Pita Cukai palsu

dari salah seorang petugas pada Direktorat Jendral Bea dan Cukai semarang

bernama RIFKI ADIKTA adalah bagian dari kesepakatan rapat yang

diselenggarakan oleh MORA DIASI bersama dengan BILLY PANJAITAN

(Terdakwa berkas perkara terpisah) bersama saksi DAVID SATRIAWAN selaku

Kepala Divisi Produksi PT. Gabemian samosir. Secara tidak langsung penggunaan

pita cukai palsu dan bukan haknya pada produk rokok PT. Gabemian Samosir

Cigarette semuanya berawal dari MORA DIASI selaku Direktur Pemasaran sebagai

pimpinan rapat saat itu”. Maka dalam hal ini seharusnya yang didakwa adalah

MORA DIASI yang patut diduga mengetahui segala sesuatu yang terjadi didalam

perusahaan. Dimana YABES SITORUS, S.E alias RIKO sebagai Direktur Utama

telah mempercayakan masalah perusahaan kepada MORA DIASI, akan tetapi

MORA DIASI menyalahgunakan kepercayaan tersebut dalam menjalankan tugas

sebagai Direktur Pemasaran untuk menaikkan profit perusahaan. Sehingga

perbuatan yang dilakukan MORA DIASI mestilah dipertanggungjawabkan secara


5
pribadi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 97 ayat (3) Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Jadi

menurut kami yang tepat didakwa dalam perkara ini adalah MORA DIASI bukanlah

YABES SITORUS, S.E alias RIKO.

Bahwa berdasarkan pernyataan di atas Penasihat Hukum sudah tidak

cermat dalam membaca dakwaan yang sudah di berikan oleh tim Penuntut Umum

yang dimana telah dijelaskan dalam dakwaan bahwa dalam hal perbuatan

membeli serta mempergunakan pita cukai palsu dan yang bukan haknya pada

produk rokok PT. Gabemian Samosir Cigarette, tidak dapat terlaksana tanpa

persetujuan YABES SITORUS, S.E alias RIKO selaku Direktur Utama yang

betanggungjawab atas PT. Gabemian Samosir Cigarette . Dimana berdasarkan

hasil Rapat Umum Pemegang Saham pada hari Kamis, 12 Mei 2013 pukul

08:00 WIB menyepakati bahwa terdakwa YABES SITORUS, S.E alias RIKO

adalah orang yang bertanggungjawab untuk menaikkan keuangan perusahaan

dengan cara dan tindakan apapun.

Kemudian terkait Teori Fiduciary Duty yang dimaksud dalam keberatan

Penasihat Hukum bahwa “dibawah kepemimpinan Direktur utama, terdapat

anggota direksi disetiap bidang salah satunya Direktur Pemasaran yang ditempati

oleh orang yang telah dipercayakan Direktur Utama untuk bertanggungjawab atas

jalannya perusahaan dan segala hal yang terjadi pada perusahaan” kami Penuntut

Umum berpendapat bahwa meskipun terdakwa YABES SITORUS, S.E alias

RIKO telah memberikan kepercayaan kepada MORA DIASI untuk mencari solusi

ataupun strategi dalam meningkatkan pendapatan dari PT. Gabemian Samosir

Cigarette akan tetapi tidak semerta-merta menghilangkan tanggungjawab dari

terdakwa YABES SITORUS, S.E alias RIKO Cigarette selaku Direktur Utama

untuk mengawasi seluruh anggota direksi yang berada dibawahnya dalam

perusahaan, karena perlu diketahui berdasarkan Teori Vicarious Liability ialah

pertanggungjawaban seseorang atas kesalahan yang dilakukan orang lain, seperti


6
tindakan yang masih berada dalam ruang lingkup pekerjaannya. Dimana Teori

Vicarious Liability diambil dari Hukum Perdata yang kemudian dipakai dalam

praktik Hukum Pidana, yang mana ketentuan ini telah dijelaskan dalam pasal 1367

KUHPerdata bahwa “setiap orang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian

yang disebabkan karena perbuatannya sendiri tetapi juga untuk kerugian yang

disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tnggungannya, atau

disebabkan oleh barang-barang yang berda dibawah pengawasannya ” sehingga

dalam hal ini terdakwa YABES SITORUS, S.E alias RIKO tetaplah harus

dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang dilakukan oleh kariawannya karena

berdasarkan penjelasan teori tersebut terdakwa YABES SITORUS, S.E alias

RIKO tetaplah dianggap tahu akan tindakan/perbuatan yang dilakukan oleh

Kariawannya

Kemudian berdasarkan pasal 1 ayat 5 Undang-undang nomor 40 tahun 2007

tentang perseroan terbatas menyebutkan bahwa “Direksi adalah organ perseroan

yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk

kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta

mewakili perseroan, baik didalam maupun diluarr pengadilan sesuai dengan

ketentuan anggaran dasar”. Ketentuan lebih lanjut terdapat pada pasal 92 ayat 3

Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas menyebutkan

bahwa “direksi perseroan terdiri atas 1 (satu) orang anggota direksi atau lebih.

Kemudian pada pasal 97 ayat 3 Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang

perseroan terbatas menyebutkan bahwa “setiap anggota direksi bertanggung

jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan

bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2)”. Yang dalam hal ini terdakwa YABES SITORUS, S.E

alias RIKO adalah selaku Direksi yang diangkat sebagai Direktur Utama untuk

betanggungjawab terhadap PT. Gabemian Samosir Cigarette.

7
Sehingga kami penuntut umum dalam mendakwa terdakwa YABES

SITORUS, S.E alias RIKO merupakan hal yang tepat. Mengingat bahwa MORA

DIASI juga merupakan seorang tedakwa dalam berkas terpisah. Sehingga tidak

ada kekeliruan dalam penetapan terdakwa sebagaimana keberatan penasehat

Hukum.

Dalam hal hukum pidana ada yang disebut dengan teori “pertanggung

jawaban pidana” adalah pertanggung jawaban sesorang dalam hal tindakan yang

ia lakukan, pertanggung jawaban pidana karena telah ada tindak pidana yang ia

lakukan seseorang maupun bersama-sama. Pertanggung jawaban pidana pada

hakikatnya merupakan mekanisme yang dibangun oleh hukum pidana untuk

bereaksi terhadap pelanggaran atas “kesepakatan menolak” pada suatu

perbuatan tertentu.

Sudarto mengatakan bahwa dipidananya seseorang tidaklah cukup

apabila orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum

yang bersifat melawan hukum. Jadi meskipun perbuatan tersebut memenuhi

rumusan delik dalam undang-undang dan tidak dibenarkan, namun hal tersebut

belum memenuhi syarat penjatuhan pidana orang yang melakukan kesalahan

atau bersalah, orang tersebut harus mempertanggung jawabkan perbuatannya.

Van Hammel menyatakan bahwa pertanggungjawaban yaitu suatu

keadaan normal dan kematangan psikis yang membawa 3 (tiga) macam

kemampuan untuk:

a. Memenuhi arti dan akibat perbuatanya sendiri;

b. Memahami bahwa perbuatanya itu tidak dibenarkan atau dilarang oleh

masyarakat;

c. Menetapkan kemampuan terhadap perbuatan-perbuatan itu sehingga dapat

disimpulkan bahwa pertanggung jawaban mengandung pengertian

kemampuan dan kecakapan.

Unsur-unsur pertanggung jawaban pidana:


8
- Mampu bertanggung jawab.

Mampu bertanggung jawab merujuk kepada kemampuan pelaku atau

pembuat, dapat dipertanggung jawaban mengingat asas tiada pertanggung

jawaban tanpa kesalahan, maka pembuat dapat mempertanggung jawabkan

jika mempunyai kesalahan. Dengan demikian batin pembuat yang normal

akalnya mampu membeda-bedakan perbuatan yang boleh dilakukan dan tidak

dilakukan atau dengan kata lain mampu bertanggung jawab adalah syarat

kesalahan sehingga bukan merupakan bagian dari kesalahan itu sendiri. Oleh

karena itu, terhadap subjek hukum manusia, mampu bertanggung jawab

merupakan unsur pertanggung jawaban pidana, sekaligus syarat adanya

kesalahan.

- Kesalahan

Kesalahan dianggap ada apabila dengan sengaja atau karena kelalaian telah

melakukan perbuatan yang menimbulkan keadaan atau akibat yang dilarang

oleh hukum pidana dan dilakukan dengan mampu bertanggung jawab.

Menurut Meoljatno, untuk adanya kesalahan seseorang dalam melakukan

perbuatan harus memuat unsur:

a. Melakukan perbuatan pidana (sifat melawan hukum);

b. Diatas unsur tertentu mampu bertanggung jawab;

c. Mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan atau

kealpaan dan tidak adanya alasan pemaaf.

- Tidak adanya alasan pemaaf

Alasan pemaaf merupakan suatu alasan yang menghapuskan kesalahan

terdakwa. Kesalahan yang dimaksud melingkupi kesengajaan (dolus) dan

kelalaian/kealpaan (culpa) alasan penghapusan pidana tarmasuk dalam

alasan pemaaf yang terdapat dalam KUHP adalah:

a. Daya paksa relatif;

b. Pembelaan terpaksa yang melampaui batas pasal 49 ayat (2) KUHP;


9
Menjalankan perintah jabatan yang tidak sah, tetapi terdakwa mengira

perintah itu sah, Pasal 51 ayat (2) KUHP.

Berdasarkan penjelasan yang telah kami susun secara rinci, kami Penuntut

Umum berpendapat bahwa perbuatan Terdakwa YABES SITORUS, S.E alias

RIKO dalam hal menyetujui untuk membeli serta mempergunakan Pita Cukai

palsu dan yang bukan haknya pada produk rokok PT. Gabemian Samosir

Cigarette sudah tepat jadi kami memohon kepada majelis hakim yang mulia untuk

menolak Eksepsi Penasihat hukum terdakwa pada poin kesatu.

2. KEBERATAN MENGENAI SURAT DAKWAAN BATAL DEMI HUKUM (EXEPTIO

VAN RECHTSWEGE NIETIG).

a. Penggunaan Informan yang tidak jelas oleh Penuntut Umum

Berdasarkan keberatan/eksepsi dari Penasihat Hukum Terdakwa yang

menyebutkan bahwa “dalam dakwaan kesatu Penuntut Umum dalam

penjabarannya tidak ada kejelasan secara rinci dan spesifik mengenai

penggunaan laporan dari informan, apakah informan memiliki legal standing

jika tidak disebutkan secara jelas di uraian dakwaan Penuntut Umum,

Penggunaan informan seharusnya diuraikan dengan Jelas oleh Penuntut

Umum jika informan yang dimaksud adalah masyarakat atau institusi atau

sumber eksternal ataukah penerimaan informasi dari unit internal lainnya,

karena perlu difahami dalam uraian dakwaan Penuntut Umum menyebutkan

RIFKI ADIKTA selaku Petugas Bea dan Cukai juga terlibat dalam kasus ini

sehingga kami mempertanyakan informan yang dimaksud oleh Penuntut

Umum. Bahwa apa yang terjadi menunjukan dakwaan Jaksa Penuntut Umum

tidak jelas dan tidak terpenuhinnya persyaratan dalam pembuatan Surat

Dakwaan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b dan ayat

10
(3). Dakwaan tidak memenuhi syarat materiil, maka surat dakwaan tersebut

dapat dikatakan Batal Demi Hukum;”

Bahwa atas keberatan/eksepsi Penasihat Hukum Terdakwa, atas

informant dalam dakwaan kami

Berdasarkan pasl 3 ayat 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 55 Tahun 1996 yang menyatakan bahwa “barang siapa selain penyidik

pegawai negeri sipil direktorat jendral bea dan cukai yang mengetahui atau

menerimaa laporan tentang adanya tindak pidanaa dibidang kepabean dan

cukai , wajib melaporkan kepada penyidik pegawai negeri sipil direktorat

jendral bea dan cukai”. Dan juga bedasarkan pasal 5 ayat 1 huruf (i) Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Unda ng Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan

Korban yang menyatakan bahwa “saksi dan korban berhak dirahasiakan

identitasnya”.

Bahwa berdasarkan ketentuan undang-undang tersebut diatas kami

penuntut umum menggunakan kata informan untuk melindungi hak dari saksi

yang melaporkan tindak pidana ini.

a. Kewenangan Petugas Bea dan Cukai dalam penindakan Barang kena Cukai

Dalam keberatannya, Penasihat Hukum Terdakwa berdalih bahwa

“Dalam Surat Dakwaan Penuntut Umum mendakwakan Terdakwa dengan

dakwaan kombinasi dari kumulatif dan subsidair. Penuntut Umum

mengkombinasikan Undang–Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang

perubahan atas Undang–Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai dan

Undang-Undang No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan Pemberantasan Tindak

Pidana Pencucian Uang dengan Menggunakan Penyidik dari Pejabat

Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direkorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai

11
Penyidik dalam perkara ini. Dalam hal penyidikan, penuntutan dan

pemeriksaan dipersidangan maka dasar yang digunakan adalah Undang-

Undang yang digunakan oleh Penuntut Umum.

Dalam hal penyidikan yan dilakukan oleh PPNS Direktorat Jenderal Bea

dan Cukai tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan secara sendiri

melainkan masih perlu adanya koordinasi maupun pengawasan dari pihak

Kepolisian Republik Indonesia. Hal ini sesuai dengan ketentuan pada Pasal 7

ayat 2 KUHAP yaitu “Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)

huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi

dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada

dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam Pasal 6 ayat 1

huruf a”

Dalam Undang – Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Cukai petugas

bea dan cukai hanya berwenang untuk melakukan pencegahan hingga

penyegelan, kemudian berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Bea dan

Cukai Nomor P-53/BC/2010 Tentang Tatalaksana Pengawasan pada ketentuan

Pasal 3 ayat (2) huruf b berbunyi “fungsi penindakan dalam upaya fisik yang

bersifat administratif meliputi penghentian, pemeriksaan, penegahan,

penyegelan, dan penindakan lainnya, yang dilaksanakan oleh Unit Penindakan”

dan huruf c berbunyi “fungsi penanganan perkara meliputi

penelitian/penyelidikan, penyidikan, penanganan barang hasil penindakan dan

barang bukti, penerbitan rekomendasi untuk pengenaan sanksi administrasi,

dan kegiatan lainnya berkaitan dengan penanganan perkara kepabeanan dan

cukai, yang dilaksanakan oleh Unit Penyidikan”

Dari aturan tersebut telah jelas, bahwa penindakan yang dilakukan oleh

Petugas Bea dan Cukai merupakan tindakan pelaksanaan upaya fisik yang

12
bersifat administrative dan pengenaan sanksinya juga bersifat administrasi. Jadi

tidaklah tepat jika Penuntut Umum menggunakan sanksi pidana atas penindakan

yang dilakukan Petugas Bea dan Cukai. Sehingga kami Penasihat Hukum

Terdakwa menganggap dakwaan Penuntut Umum batal demi hukum karena tidak

sesuai dengan ketentuan dalam pasal 143 ayat (2) huruf b dan ayat (3) KUHAP.

Berdasarkan hal-hal tersebut Penuntut Umum berpendapat bahwa

penyidik pegawai negeri sipil pada direktorat jendral bea dan cukai berwenang

melakukan penyidikan dan melaporkan hasil penyidikan kepada penuntut umum

sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang nomor 11 tahun 1995 tentang

cukai dan dijelaskan lebih lanjut terkait kewenangan penyidikan penyidik pegawai

negeri sipil pada direktorat jendral bea dan cukai dalam peraturan pemerintah

nomor 55 tahun 1996 tentang penyidikan tindak pidana dibidang kepabean dan

cukai. Untuk selanjutnya dijelaskan sebagai berikut:

Bahwa dalam hal penyidikan, pejabat pegawai negeri sipil pada direktorat

jendral bea dan cukai melakukan penyidikan yang didasari oleh pasal 63 ayat 1

yang menjelaskan bahwa “pejabat pegawai negeri sipil tertentu dilingkungan

direktur jendral bea dan cukai diberi wewenang khusus sebagai penyidik

sebagaimana dimaksud dalam undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang

hukum acara pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang cukai”.

Selanjutnya pada pasal 1 ayat 1 peraturan pemerintah nomor 55 tahun

1996 tentang penyidikan tindak pidana dibidang cukai yang menjelaskan bahwa

“penyidikan terhadap tindak pidana dibidang kepabeaan dan cukai dilakukan oleh

penyidik pegawai negeri sipil direktorat jenderal bea dan cukai” selanjutnya pada

pasal 5 ayat 1 menjelaskan bahwa “penyidik pegawai negeri sipil direktorat jendral

bea dan cukai memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampikan hasil

penyidikan kepada penuntut umum”.

Selanjutnya pada pasal 5 ayat 2 peraturan pemerintah nomor 55 tahun

1996 tentang penyidikan tindak pidana dibidang cukai menjelskan bahwa


13
“tembusan pemberitahuan dimulainya penyidikan dan tembusan hasil penyidikan

sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 disampaikan kepada penyidik

kepolisian negara republik indonesia”. Sehingga dalih dari penasehat hukum yang

menyatakan bahwa “Dalam hal penyidikan yan dilakukan oleh PPNS Direktorat

Jenderal Bea dan Cukai tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan

secara sendiri melainkan masih perlu adanya koordinasi maupun pengawasan

dari pihak Kepolisian Republik Indonesia. Hal ini sesuai dengan ketentuan pada

Pasal 7 ayat 2 KUHAP yaitu “Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

ayat (1) huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang

menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya

berada dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam Pasal 6

ayat 1 huruf a””

Sehingga kami penuntut umum berpendapat bahwa penyidikan yang

dilakukan oleh PPNS Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah sesuai karna telah

melakukan kordinasi dengan pihak penyidik kepolisian negara republik indonesia.

Koordinasi yang penuntut umum maksud adalah kordinasi melalui surat tembusan

pemberitahuan dimulainya penyidikan dan surat tembusan hasil penyidikan

sebagaimana dimaksud pada pasal 5 ayat 2 peraturan pemerintah nomor 55

tahun 1996 tentang penyidikan tindak pidana dibidang cukai.

14
Hormat Kami Jaksa Penuntut Umum

Jakarta, 14 Juni 2017

JAKSA PENUNTUT UMUM I

VISTA RAHMASARI, S.H.,MH

NIP : 19780707 199503 1 007

JAKSA PENUNTUT UMUM II

SAPRI SUHARMANTO, SH.,MH

NIP : 19810712 20005 2 001

15

Anda mungkin juga menyukai