Anda di halaman 1dari 1

TL2105 || Faktor Penyebab Kematian Ibu dan Bayi di Indonesia

Afiya Nadhifah Syarif | 15318043 | Kelas 1 | Ibu Katharina Oginawati dan Ibu Anindrya Nastiti

Saat ini, pemeliharaan kesehatan ibu dan bayi digalakkan secara global untuk
mewujudkan penurunan angka kematian ibu, bayi baru lahir, dan balita pada tahun 2030.
Kesehatan calon ibu pada masa kehamilan menentukan segala aspek dari kesehatan bayi yang
dilahirkannya. Sayangnya, Angka Kematian Ibu (AKI) per 100.000 kelahiran hidup di
Indonesia masih menunjukkan angka 305– meski menurun dari angka 390 pada tahun 1991,
jumlah ini tiga kali lipat dari target Millennium Development Goals, yakni sebesar 105.
Terdapat beberapa faktor makro, atau berasal dari luar tubuh janin, yang mempengaruhi angka
ini.
Kekebalan tubuh bayi maupun anak balita belum sempurna sehingga rentan terhadap
bakteri dan virus yang mengganggu kesehatan. Pada masa kehamilan, asupan gizi nonesensial
dan esensial -- kalori, protein, yodium, vitamin A, vitamin B12 (Zeisel, 2006) -- yang diperoleh
ibu berpengaruh besar pada perkembangan anak, juga resistensi terhadap penyakit tidak
menular seperti diabetes dan stroke saat memasuki usia dewasa. Data Riskesdas 2013
menunjukkan bahwa 1 dari 2 ibu hamil di Indonesia tidak terpenuhi asupan gizinya, dan 10.2%
balita yang lahir adalah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR, <2.5 kg). Padahal, BBLR (WHO,
2011) lebih rentan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan kognitif, serta
menerita penyakit kronik pada saat dewasa. Keadaan nutrisi yang tidak baik dapat diperparah
kebiasaan ibu yang tidak menyehatkan— merokok, salah satunya. Di Indonesia, 1.03% wanita
masih merokok pada bulan Maret 2018, dengan rata-rata 63 batang rokok per minggu.
Kemudian, pernikahan dini yang marak terjadi di Indonesia juga menyebabkan ibu
hamil lebih rentan terhadap risiko kesehatan. seperti preeklamsia (hipertensi dalam kehamilan),
eklamsia (kejang pada kehamilan), perdarahan pasca labor, maupun abortus. Pada tahun 2016,
BPS melaporkan sekitar 26.16% perempuan yang melahirkan anak pertama mereka berada
pada usia di bawah 16 tahun. Hal ini tidak lepas dari faktor sosioekonomis seperti kemiskinan,
taraf pendidikan yang rendah, serta budaya patriarkal, misalkan anggapan bahwa anak
perempuan harus segera menikah.
Penyebab kematian ibu selanjutnya adalah penanganan terkait kehamilan dan
persalinan (WHO, 2018) yang tidak tepat. Ibu hamil yang tinggal jauh dari bidan dan fasilkes
cenderung akan melakukan persalinan dengan cara tradisional, dibantu oleh dukun. Jika proses
ini tidak dilakukan secara steril, ibu dan bayi berisiko menderita tetanus neonatrum karena cara
perawatan tali pusat dan alat pemotongan tali pusat yang tidak benar. Oleh karena demikian,
dapat disimpulkan bahwa kelahiran yang ditolong tenaga kesehatan turut berkontribusi
terhadap turunnya risiko kematian ibu.
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Kesehatan RI, telah melakukan upaya
percepatan penurunan AKI dengan menjamin akses pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas
melalui fasilkes seperti Puskesmas. Puskemas memiliki program-program seperti Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), pelayanan kontrasepsi/KB,
imunisasi, dan kelas ibu hamil, yang juga merupakan usaha preventif tepat sasaran bagi faktor-
faktor penyebab kematian ibu dan bayi, serta menjamin ketersediaan informasi kesehatan
reproduksi bagi keluarga atau pasangan (Kemenkes, 2018).
Melalui penjelasan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa tanggung jawab untuk
memelihara kesehatan ibu dan bayi dimiliki bersama-sama oleh keluarga, Pemerintrah, dan
masyarakat. Hal ini amat penting, mengingat anak merupakan generasi penerus bangsa dan
pemimpin Indonesia di masa depan. Dengan usaha-usaha berupa intervensi medis, memupuk
budaya serta pendidikan kepada ibu-ibu di Indonesia mengenai kesehatan prenatal dan
neonatal, diharapkan bahwa akan terimplementasi cara-cara yang baik untuk mempertahankan
kesehatan anak agar tumbuh dengan fisik dan mental yang kuat.

Anda mungkin juga menyukai