Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN TUGAS

PENGELOLAAN LIMBAH PADAT - TL2202


MUSEUM GEOLOGI

Nama/NIM : Rara Dewi Larasati (15318036)


Rizty Amalia Putri Barliansyah (15318037)
Annisa Fauziah Kusumawardani (15318038)
Jeane Irene Beatrice Gloriana Zebua Wanggai (15318039)
Muhammad Andika (15318040)
Alfira Salsabila (1531042)
Afiya Nadhifah Syarif (15318043)
Werner Leonhardt Krishna​​ (15318044)
Kelompok/Kelas : 3/02
Tanggal : 10 Februari 2020
Dosen (?) : Dr. Mochammad Chaerul S.T., M.T​.

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah TL2202 Pengelolaan
Limbah Padat. Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi syarat kelulusan mata kuliah
TL2202 Pengelolaan Limbah Padat pada semester genap tahun ajaran 2019/2020.

Selama pengerjaan makalah, kami selaku penulis mendapatkan banyak pengalaman


dan pengetahuan baru—terlebih mengenai kenyataan bahwasanya pengelolaan limbah padat
di Kota Bandung, dan kemungkinan di banyak daerah di Indonesia, masih membutuhkan
banyak perbaikan agar turut mendukung usaha pemeliharaan lingkungan. Kami juga
mengalami berbagai kendala, baik dalam masalah penguasaan materi yang belum sempurna
maupun metode yang dilakukan. Namun, dengan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak,
kami dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
mata kuliah TL2202 Pengelolaan Limbah Padat, bapak Dr. Mochammad Chaerul S.T., M.T.,
serta kakak-kakak asisten dosen yang terdiri dari Kak I Gde Krishna Satia Dharma dan juga
Kak Feliciana Ajeng Setyorini yang telah membimbing dan mengarahkan kami, serta
pihak-pihak lain yang telah memberikan bantuan dalam pengerjaan makalah ini.

Kami selaku penulis juga menyadari masih ada kekurangan pada makalah ini. Penulis
sangat mengharapkan setiap kritik yang bersifat membangun agar menjadi bahan evaluasi
bagi pengerjaan tugas-tugas ke depannya. Akhir kata, kami berterima kasih dan berharap
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat tidak hanya kepada kami, tetapi juga kepada
pembaca.

Bandung, 10 Februari 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2

PENDAHULUAN 4
Latar Belakang 4
Maksud dan Tujuan 5
Ruang Lingkup Studi 5

PENANGANAN LIMBAH PADAT 5


Gambaran Umum Wilayah Studi 5
Identifikasi Penghasil Limbah Padat 6
Kondisi Eksisting Penanganan Limbah Padat 7

ANALISIS DAN PENGEMBANGAN SISTEM 10


Tinjauan Best Practices 10
Analisis Potensi Dampak 14
Analisis Timbulan Limbah Padat 15
Analisis Sistem Pengembangan 16

PENUTUP 18

DAFTAR PUSTAKA 19

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Museum Geologi merupakan destinasi monumen di Kota Bandung yang


didirikan pada tahun 1928, kemudian kembali diresmikan pada 2000. Museum
Geologi menyimpan materi-materi geologi yang jenisnya beragam, antara lain fosil,
batuan, dan mineral yang bernilai tinggi. Tercatat pada tahun 2016, jumlah kunjungan
ke Museum Geologi pada musim liburan mencapai kisaran 7000-8000 pengunjung
per harinya, sementara pada hari biasa jumlah pengunjung museum berada di kisaran
2000-3000 orang. Dengan proyeksi jumlah pengunjung yang demikian tinggi, Penulis
memiliki gagasan untuk meneliti timbulan limbah padat yang dihasilkan di area
Museum Geologi, termasuk karakteristiknya yang terdiri atas komposisi sampah serta
volume sampah.

2. Maksud dan Tujuan

2.1. Menentukan komposisi limbah padat di Museum Geologi;


2.2. Menentukan volume limbah padat di Museum Geologi;
2.3. Menentukan kelebihan dan kekurangan metode pengelolaan limbah padat di
Museum Geologi.

3. Ruang Lingkup Studi

Pembahasan pada laporan ini secara khusus melingkupi kondisi pengelolaan


limbah padat yang dihasilkan dari area Museum Geologi, kemudian dikumpulkan
pada Tempat Penampungan Sementara (TPS) yang berada di pojok belakang area
museum.
BAB II

PENANGANAN LIMBAH PADAT

1. Gambaran Umum Wilayah Studi

Gambar II.1​ Museum Geologi

Wilayah yang kami observasi adalah Museum Geologi yang termasuk ke dalam
kelompok kawasan khusus, tepatnya kawasan cagar budaya. Museum Geologi Bandung
didirikan pada tanggal 16 Mei 1928 dan terletak di Jl. Diponegoro No.57, Kota Bandung.
Dalam Museum ini, tersimpan dan dikelola materi-materi geologi yang berlimpah, seperti
fosil, batuan, mineral. Kesemuanya itu dikumpulkan selama kerja lapangan di Indonesia sejak
1850.

Gedung Museum Geologi Bandung terdiri dari dua lantai yang masing-masingnya
terbagi menjadi tiga ruang pamer. Di lantai satu ada tiga ruang utama yaitu ruang orientasi di
bagian tengah, ruang sayap barat dan ruang sayap timur. Sedangkan lantai dua terdiri dari tiga
ruang utama yaitu ruang barat, ruang tengah dan ruang timur. Perlu dicatat bahwa ruang barat
ini merupakan ruangan khusus untuk staf museum.
Setiap ruangan di museum ini menampilkan berbagai macam koleksi, seperti batuan,
mineral, meteroit, fosil dan artefak. Tapi ada beberapa daya tarik utama yang paling menarik
perhatian yaitu fosil manusia purba ​Homo erectus​, fosil gajah purba ​Stegodon
trigonocephalus ​dan replika fosil dinosaurus paling ganas​ Tyrannosaurus rex.

Pengunjung umumnya berasal dari kalangan pelajar maupun umum, baik itu dari Kota
Bandung sendiri, maupun luar kota. Di dalam museum tidak terlihat adanya tempat sampah,
kecuali di dalam toilet dan di bagian luar museum.

2. Identifikasi Penghasil Limbah Padat

Dari observasi dan wawancara yang dilakukan pada Museum Geologi Bandung pada
tanggal 03 Februari 2020, didapatkan bahwa sebagian besar LimbahPadat yang dihasilkan
berupa sampah sejenis sampah rumah tangga seperti kemasan makanan , bungkus makanan
dan sampah domestik lainnya. Selain itu, terdapat juga sampah taman yang besifat organik
seperti dedaunan dan ranting-ranting pohon. Hal ini didukung juga dengan banyaknya
pepohonan yang tumbuh disekitar museum.

Aktivitas di Kawasan ini berlangsung tiap hari kecuali hari jumat , dimulai dari pukul
08.00 sampai 16.00 atau 14.00 pada weekend. Frekuensi limbah padat yang paling banyak
terkumpul adalah pada siang hari sekitar 11.30-13.00, sehubungan dengan jam makan siang.
Namun frekuensi tersebut dapat bertambah banyak apabila pengunjung lebih dari biasanya.

Untuk jumlah tempat sampah yang ada gedung , narasumber tidak mengetahui secara
pasti. Namun , diasumsikan sekitar 4 diluar gedung dan 2 didalam gedung itupun tempat
sampah kecil dan berada dikamar mandi. Untuk pembuangannya sendiri hanya 1 tempat
sampah yang dipisah antara anorganik dan organik sedangkan sisanya sampahnya dicampur

3. Kondisi Eksisting Penanganan Limbah Padat

Manajemen pengelolaan limbah padat medis di kawasan Museum Geologi.


Gambar II.2 Skema yang Menggambarkan Eksisting pada Museum Geologi

1) Pemilahan

Pemilahan dilakukan mulai dari sumbernya sesuai dengan jenis


limbah organik dan non organik yang dihasilkan. Namun, ketersediaan
tempat sampah yang memisahkan sampah organik dan non organik tersebut
hanya terdapat di satu titik saja. Sisanya, tempat sampah tidak dipilah
sehingga bercampur seluruh jenis sampah yang dibuang. Selain itu, sampah
yang terdapat di tempat sampah organik dan non organik pun tidak sesuai
dengan jenis yang semestinya.

Gambar II.3 Tempat sampah organik dan non organik


Gambar II.4 Tempat sampah campur
Oleh karena itu, kegiatan pemilahan sampah di kawasan Museum
Geologi belum berjalan optimal. Hampir seluruh jenis sampah tercampur
dalam satu tempat sampah.

2) Pengumpulan
Pengumpulan limbah padat di kawasan Museum Geologi dilakukan
setiap hari. Pengumpulan dilakukan oleh petugas ​cleaning service
kemudian dikumpulkan di Tempat Penampungan Sementara (TPS) yang
terdapat di bagian pojok belakang Museum Geologi. Namun, seluruh jenis
sampah dicampur atau dijadikan satu di dalam bak penampungan sampah.
Pada proses pengumpulan, petugas biasanya hanya menggunakan sarung
tangan karet dan sepatu boot. Kondisi tersebut menunjukan kurangnya
ketersedian Alat Pelindung Diri (APD) pada kawasan Museum Geologi.

3) Penyimpanan
Penyimpanan limbah padat disimpan hingga kurang lebih 15 hari.
Adapun Tempat Penampungan Sementara (TPS) limbah padat tersebut
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar II.5 Tempat Penampungan Sementara (TPS) Limbah
Padat Kawasan Museum Geologi

Dari gambar di atas, dapat dilihat dengan jelas kondisi Tempat


Penampungan Sementara (TPS) limbah padat kawasan Museum Geologi
masih banyak memiliki kekurangan seperti lantai yang tidak kedap air,
tidak memiliki penerangan, ventilasi, simbol dan label bahkan dinding yang
mudah terkena air hujan dan sinar matahari karna tidak TPS tidak memiliki
atap. Pada kondisi tersebut, memungkinkan diakses oleh pemulung ataupun
hewan seperti kucing dan burung.

4) Pengangkutan

Pengangkutan limbah padat kawasan Museum Geologi dilakukan


oleh pihak PD Kebersihan Kota Bandung yang kemudian diangkut oleh
truk sampah setiap 15 hari sekali ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Sarimukti, Cipatat. Untuk pengolahan lebih lanjut terkait limbah padat
merupakan tanggung jawab penuh dari pihak ketiga tanpa campur tangan
lagi dari Museum Geologi.
BAB III

ANALISIS DAN PENGEMBANGAN SISTEM

1. Tinjauan ​Best Practices

Menurut UU-18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, terdapat 2 kelompok


utama pengelolaan sampah, yaitu Pengurangan sampah (​waste minimization​), yang terdiri
dari pembatasan terjadinya sampah (R1), guna-ulang (R2) dan daurulang (R3), Penanganan
sampah (​waste handling)​ , yang terdiri dari, Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan
pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah. Pengumpulan dalam
bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan
sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu. Pengangkutan dalam bentuk membawa
sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat
pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir. Pengolahan dalam bentuk
mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah. Pemrosesan akhir sampah dalam
bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media
lingkungan secara aman. (Enri Damanhuri 2006). Untuk menunjang pengelolaan sampah
berdasarkan peraturan diatas, ​Best practice dilakukan untuk mendapatkan gambaran ideal
pengelolaan persampahan yang sudah berhasil dilaksanakan, yaitu sistem pengelolaan
sampah di luar negeri, yaitu pengelolaan Sampah Secara Ekologis di Parramatta Park,
Sydney. Sydney merupakan salah satu kota terbersih di dunia dengan manajemen
persampahan yang tergolong sudah sangat baik. ​Department of Environment and
Conservation (NSW) Sustainability Program Division of Parramata,​ memberikan pedoman
dalam mewujudkan sistem pengolahan sampah yang baik dan efektif seperti yang telah
diaplikasikan oleh mereka yaitu sebagai berikut;

1. Tahap ke-1: Mendefinisikan keadaan aktual dengan akurat


Untuk mengetahui peluang atau kemungkinan apa yang dapat dilakukan atau
diaplikasikan dalam mengenalkan sebuah sistem daur ulang, diperlukan sejumlah informasi
dan data untuk memperoleh pengetahuan akan bagaimana persampahan saat ini dikelola.

2. Tahap ke-2: Mengembangkan sebuah sistem

2.1 Tempat sampah

Tempat sampah memiliki dua fungsi utama: untuk pengumpulan dan


penampungan sampah dan ​recyclables​; dan juga sebagai alat promosi untuk
menjungjung komitmen terhadap pengelolaan limbah yang berkelanjutan dan
pemulihan sumber daya. Oleh karena itu,hal tersebut penting agar sistem bekerja
dengan baik dan merupakan refleksi positif pada organisasi Anda.

2.2 Pengintegrasian tempat sampah

Pengklasifikasian atau konfigurasi atau integrase sampah merupakan bagian yang


tidak dapat terpisahkan dalam sistem manajemen sampah pada tempat umum.
Ditinjau dari pengalaman dan yang sudah terjadi, apabila suatu tempat sampah
diletakkan di suatu kesatuan tempat, orang-orang akan cenderung menggunakan
tempat sampah terdekat darinya tanpa meninjau warna atau rambu
pengklasifikasian sampah terlebih dahulu.

2.3 Kebiasaan membuang sampah sembarangan

Kebiasaan membuang sampah merupakan suatu hal yang kompleks. Pada tempat
umum, beberapa orang mungkin akan menggunakan tempat sampah dan tempat
daur ulang, dan buang sampah sembarangan secara bersamaan. Pada survey yang
dilakukan oleh Beverage Industry Environment Council​, alasan utama orang
membuang sampah secara sembarangan adalah:

• terlalu malas – 24%

• tidak adanya asbak– 23%

• tidak ada tempat sampah– 21%


• sudah kebiasaan atau tidak tahu – 12%.

2.4 Rambu/Warna-warna klasifikasi sampah

Pada awal 1990-an, Dewan Konservasi Lingkungan Selandia Baru Australia


(ANZECC) mengadopsi kode warna yang dikembangkan oleh Unit Penasihat
Daur Ulang Pemerintah NSW sebagai standar nasional untuk warna tempat
sampah daur ulang. Pada tahun 1998 NSW Waste Boards mengembangkan tanda
dan simbol standar untuk mendukung dan memperkuat kode warna. Pada 2004
Standar Australia mengembangkan rancangan standar untuk pembuatan tempat
sampah bergerak. Standar draf memperkuat penggunaan warna untuk
membedakan tempat sampah dan daur ulang. Jenis bahan Tutup Tubuh Sampah
Hijau Tua / Hitam Merah Dapat didaur ulang (daur ulang daur ulang Hijau Tua /
Hitam Kuning.

2.5 Lokasi

Sistem daur ulang tempat umum dengan rambu pendukung idealnya ditempatkan
di tempat jumlah maksimum sampah dan bahan daur ulang dapat ditangkap.

Beberapa lokasi yang disarankan meliputi:

• dekat pintu masuk dan keluar,

• dekat meja atau tempat piknik, tempat makanan dikonsumsi, belum tentu dibeli,

• jalan setapak dan area lalu lintas tinggi,

• dekat toilet atau utilitas lain, dan

• parkir mobil.

3. Tahap ke-3: Pengimplementasian Sistem

3.1 Penyuluhan dan edukasi komunitas sekitar


Setelah Anda memutuskan jenis sampah yang Anda butuhkan dan di mana
menempatkannya, Anda harus memberi tahu orang-orang tentang mereka; di
mana mereka berada dan bagaimana mereka harus digunakan.

3.2 Tanggung jawab staf dan penyedia layanan

Selain dari masyarakat, orang-orang yang paling penting untuk dipertimbangkan


ketika mengembangkan sistem daur ulang tempat umum baru adalah staf,
pembersih dan penyedia layanan. Ini tidak berarti hanya pengawas tetapi
orang-orang yang benar-benar mengosongkan tempat sampah dan menyapu lantai.
Bagaimana mereka menginterpretasikan pengoperasian sistem pengumpulan akan
memberikan saran perencanaan yang berharga.

3.3 Tinjauan data

Untuk memantau kinerja dan memastikan kualitas, penting untuk mengumpulkan


dan meninjau data limbah dan daur ulang. Proses ini dapat sesederhana
pemeriksaan visual berkala terhadap nampan yang didukung oleh laporan berkala
dari staf kebersihan dan penyedia layanan. Audit limbah harus dilakukan
setidaknya setahun sekali, dengan yang pertama lebih disukai setelah beberapa
bulan pertama. Inspeksi, laporan, dan audit ini akan memberikan informasi yang
diperlukan untuk:

• mengidentifikasi masalah atau bidang yang perlu ditingkatkan,

• mendukung strategi pendidikan, pelatihan dan komunikasi, dan

• memberikan umpan balik positif tentang pencapaian daur ulang.


Gambar III.1​ Kunci utama dalam sistem daur ulang sampah di tempat umum

2. Analisis Potensi Dampak

Dampak buruk lingkungan kotor serta polusi sampah terhadap lingkungan

sendiri meliputi banyak hal dan salah satunya adalah pencemaran air. Pencemaran air

dapat terjadi ketika lindi dari sampah dialirkan ke pipa pembuangan air yang berujung

keke sungai dan bukannya ke tempat sampah dan ini sering terjadi di wilayah-wilayah

yang tidak dapat dijangkau oleh tim pembersihan sampah seperti di daerah terpencil,

misalnya. Selain mencemari air sungai, pembuangan limbah atau sampah juga dapat

menghambat proses air tanah dan tentu saja ini merupakan sebuah kabar buruk

mengingat air tanah sangatlah penting bagi manusia.

Selain mencemari sungai dan menghambat proses air tanah, sampah juga

dapat mencemari tanah dan menjadikannya tidak sehat.


Sampah organik yang tidak terkelola, selain menimbulkan bau tidak sedap dan

mengganggu estetika, juga menjadi media perkembangbiakan vektor dan hewan

pengerat.

Efek tidak langsung sampah organik, mengakibatkan meningkatnya penyakit

yang dibawa vektor nyamuk (​vector borne disease​) dan tikus (​rodent borne disease)​ .

Sementara, sampah anorganik, seperti mikroplastik, terutama diapers atau

popok sekali pakai yang bahan mayoritasnya limbah impor, mengandung ​super

adsorbent polymer​ (SAP). Hal ini memiliki efek perusak hormon pada biota perairan.

Melalui rantai makanan, SAP masuk ke tubuh manusia serta berpotensi

mempengaruhi keseimbangan hormone. Akibatnya, muncul berbagai penyakit

gangguan hormon, ​infertility​, dan sebagainya.

Limbah plastik, sangat mungkin terjadi reaksi kimia pada suhu tinggi yang

mengakibatkan senyawa mikroplastik lebih mudah terlepas ke lingkungan atau alam.

Selanjutnya, masuk ke tubuh makhluk hidup, termasuk sangat mungkin terakumulasi

dalam tubuh manusia.

Jika terkena suhu tinggi, termasuk selama perjalanan di kontainer untuk waktu

lama, bakteri sangat mungkin berkembang biak. Terutama, bila ada limbah organik

yang merupakan kesukaan mikroba. Efeknya dapat mengganggu kesehatan (Anita,

2019). Sedangkan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), sesungguhnya tidak

boleh sama sekali ada di lingkungan bebas, karena sifatnya beracun.

3. Analisis Timbulan Limbah Padat

Analisis timbulan tidak mengikuti standar yang seharusnya (SNI 19-3964-1994)


dikarenakan sedikitnya data dan pengamatan yang dilakukan. Analisis timbulan yang
dilakukan adalah analisis timbulan sederhana berupa volume timbulan sampah per
hari. Berdasarkan hasil pengamatan, tempat penampungan sampah di Museum
Geologi memiliki dimensi sebagai berikut :
Tinggi : 1.7 meter
Lebar : 4 meter
Panjang : 2.5 meter
Sehingga dapat diketahui volume dari tempat penampungan sampah adalah sebagai
berikut :
V olume = P anjang ×Lebar×T inggi
V olume = 2.5 meter ×4 meter×1.7 meter
V olume = 17 m3
Berdasarkan hasil wawancara petugas kebersihan, pengangkutan sampah dilakukan
saat sudah terisi penuh. Pengangkutan dilakukan rutin sekitar sekali dalam 2 minggu
atau dua kali dalam sebulan, sehingga volume timbulan sampah pada Museum
Geologi adalah sebagai berikut :
T imbulan = V olume × F rekuensi P embuangan (per bulan)
T imbulan = 17 m3 × 2
T imbulan = 34 m3 per bulan atau 1.133 m3 per hari
Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah timbulan sampah di Museum Geologi
Bandung adalah 1.133 m3 per hari dengan jenis sampah didominasi oleh sampah
dedaunan dan sisa makanan.

4. Analisis Sistem Pengembangan

Tempat penampungan sampah yang berada di Museum Geologi dapat


dikembangkan dengan memerhatikan hal-hal berikut, yaitu :
1. Sampah diangkut lebih sering
Saat ini, sampah yang ada di Museum Geologi diangkut 2 kali dalam sebulan,
atau dengan kata lain sampah diangkut dalam periode 2 minggu sekali ketika
sampah telah memenuhi tempat penampungan sampah gabungan yang
terdapat di bagian belakang museum. Dapat dikatakan, pada periode tersebut,
sampah sudah ​overload karena tumpukan sampah telah melebihi kapasitas
tempat penampungan sampah gabungan. Hal ini menyebabkan sampah sampai
meluber keluar dari tempat penampungan dan air lindi tidak dapat dicegah ikut
keluar juga dari tempat penampungan yang mana menimbulkan kesan tidak
bersih. Selain itu, sampah yang terdapat pada tempat sampah gabungan
tersebut merupakan sampah campuran yang terdiri atas sampah organik dan
anorganik, dalam kurun waktu 2 minggu tersebut, sampah organik telah
mengalami pembusukan dan baunya menjadi kurang sedap. Dengan
pengangkutan yang lebih sering, sebagai contoh sampah dapat diangkut setiap
satu kali dalam seminggu, sehingga tumpukan sampah tidak sampai meluber
keluar dari tempat penampungan sampah dan sampah organik belum
membusuk secara keseluruhan sehingga bau yang ditimbulkan tidak terlalu
mengganggu dan area tempat sampah terlihat lebih bersih. Hal ini juga sangat
mungkin untuk dilakukan mengingat Museum Geologi sendiri adalah salah
satu ikon wisata di Kota Bandung yang dikelola pemerintah, tentunya lebih
mudah melakukan kerja sama dan pengajuan kepada Dinas Kebersihan untuk
mengangkut sampahnya lebih sering.
2. Sampah dipilah menjadi ​compostable ​dan non-​compostable
Tempat sampah pengunjung yang berada di dalam dan di sekitar Museum,
dibedakan menjadi sampah organik dan anorganik, namun dalam
pengumpulannya sampah disatukan ke dalam tempat yang sama tanpa dipilah,
sehingga sampah bercampur lagi antara organik dan organik. Hal ini sangat
disayangkan karena bila sampah benar-benar dipilah sampai ke
pengumpulannya kemudian dipilah lagi menjadi ​compostable ​dan
non-​compostable​, sampah ​compostable ​dapat diberdayakan sebagai pupuk
alami untuk tanaman yang berada di sekitar Museum. Dengan hal ini juga
pada tempat penampungan sampah, sampah organik jumlahnya berkurang
sehingga bau yang ditimbulkan akan ikut berkurang.
3. Penambahan tembok bagian depan
Dapat dilihat bagian depan dari tempat sampah ada bagian yang tidak tertutup,
sehingga sangat mungkin sampah meluber keluar, sebaiknya dibuat pintu atau
penyekat yang bisa dibuka tutup agar sampah tidak meluber keluar dan
petugas dapat masuk ke tempat penampungan jika diperlukan.

BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan
1) Komposisi timbulan limbah padat di Museum Geologi Bandung beragam, dari
sampah organik maupun non-organik, dengan sampah dominan tediri dari sisa
makanan dan dedaunan.
2) Volume timbulan sampah di Museum Geologi Bandung yaitu sekitar 1.133 m3 per
hari
3) Pengelolaan sampah di Museum Geologi Bandung tergolong cukup teratur dari
segi penjadwalan pengangkutan, namun masih kurang dalam pemilahan jenis
sampah.
2. Saran
1) Pengangkutan sampah dilakukan lebih sering atau adanya jadwal khusus untuk
mengatasi ​overload​ pada tempat penampungan sampah.
2) Penambahan tembok depan pada tempat penampungan sampah atau perancangan
ulang agar sampah tidak meluber keluar dari tempat penampungan.
3) Dilakukan pemilahan sampah agar pengolahan sampah selanjutnya menjadi lebih
mudah.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai