Anda di halaman 1dari 2

SDG ke-11 adalah Sustainable Cities and Communities

Adanya lingkungan perkotaan seringkali dikaitkan dengan kemajuan suatu daerah karena merupakan
pusat aktivitas ekonomi, pendidikan, perkembangan teknologi, maupun pemerintahan. Menurut UNDP,
pada tahun 2050, dua per tiga umat manusia akan hidup di lingkungan urban. Oleh karena itu, diperlukan
usaha-usaha untuk menjamin keamanan dan kelayakan hidup daerah perkotaan atau urban, termasuk
investasi di dalam transportasi publik, membangun taman maupun kawasan hijau yang bisa digunakan
oleh masyarakat, dan yang terpenting adalah perencanaan wilayah serta menyediakan tempat tinggal yang
berstandar, dengan harga terjangkau. Perbaikan serta penyediaan fasilitas bagi daerah permukiman kumuh
atau slum merupakan salah satu target dari SDG ini. Masyarakat miskin dalam suatu perkotaan biasanya
terkonsentrasi dalam satu kawasan permukiman kumuh, atau disebut juga dengan slum. Di Indonesia,
40% dari penduduk masih tinggal dalam kondisi demikian.
Pertumbuhan populasi masyarakat desa yang melakukan urbanisasi dari tahun ke tahun semakin
menambah urgensi untuk adanya penyelesaian masalah ini – pada tahun 2014, 28 kota besar (“mega-
cities”) menjadi tempat tinggal bagi 453 juta mayarakat dunia. Rumah-rumah yang berada di kawasan
slum tidak memenuhi standar kebersihan, kekuatan, maupun sirkulasi udara yang baik. Selain itu, mereka
tidak memiliki akses sanitasi dan air bersih. Padahal, semua hal ini merupakan indikator esensial bahwa
suatu rumah dapat mendukung usaha hidup sehat dari penghuninya. Akibatnya, masyarakat miskin rentan
menderita penyakit water-borne maupun akibat buangan tinja sembarangan, seperti diare, disentri, dan
kolera. Sementara itu menurut WHO, tidak adanya ventilasi yang layak dapat menjadi prekursor
berkembangnya mikroorganisme penyebab tuberculosis serta legionellosis, juga penyakit seperti ISPA,
influenza, dan pilek.
Menurut Lemuel Shattuck pada 1850, beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam pembangunan
suatu kota yaitu perlunya penyediaan air yang aman dan cukup, iluminasi / pemnerangan untuk bangunan
umum sepertii sekolahan, gereja, dan lain-lain, serta perlunya diperhatikan kesehatan lokasi, struktur,
pemanasan, dan ventilasi banguna, juga diperlukannya majelais kesehatan yang membantu mencegah
overcrowding dan memperbaiki kondisi tempat tinggal.
Oleh karena itu, dalam mewujudkan SDG ini, diperlukan adanya akses transportasi, fasilitas umum,
pendidikan, serta pendidikan yang tidak hanya inklusif atau aman digunakan oleh seluruh lapisan
masyarakat termasuk manula, difabel, dan anak-anak, akan tetapi juga memenuhi standar kualitas
bangunan seperti ventilasi dan pemeliharaan bangunan termasuk pemberantasan genangan air untuk
menghindari nyamuk Aedes aegypti. Bangunan dengan tujuan tertentu seperti lembaga pendidikan
maupun lembaga perawatan orang sakit harus memiliki mekanisme untuk menghindari penyebaran
penyakit menular maupun infeksi nosocomial pada rumah sakit. Kemudian, sesuai prinsip kesehatan
lingkungan, suatu kota hendaknya memiliki banyak ruang hijau atau taman yang bisa dimanfatkaan oleh
masyarakatnya. Dibutuhkan vegetasi serta pohon dengan jumlah yang mengimbangi banyaknya kegiatan
anthropogenic (menghasilkan emisi CO2 serta polusi) seperti asap kendaraan. Selain itu, adanya ruang
hijau ini juga memperkuat ketahanan pangan di daerah perkotaan apabila diterapkan sistem urban
farming atau penanaman di lahan terbatas. Suatu kota yang sustainable juga harus memiliki sistem
perlindungan terhadap kecelakaan dan penyakit kronis yang disebabkan aspek-aspek mulai dari
konstruksi dan bahan bangunan serta rumah, keselamatan lingkungan kerja, serta pencegahan kebakaran.
Terakhir, setiap kota atau daerah urban harus mengakomodasi peningkatan jumlah sampah
penduduknya dengan sistem pengolahan sampah yang terstruktur dan berkelanjutan. Pada tingkat distrik,
dapat diadakan sistem pemilahan sampah berdasarkan jenisnya yang disepakati oleh masyarakat,
kemudian sampah tersebut diolah di Intermediate Treatment Facility (ITF) yang letaknya jauh dari pusat
kota guna meminimalisir timbulan sampah yang dapat menyebabkan penyakit serta memproses sampah-
sampah tersebut secara langsung menjadi sumber energi (tenaga uap) yang dapat menunjang segala
aktivitas di kota.
World Health Organization. 2017. Airborne Diseases (https://www.who.int/sustainable-
development/health-sector/health-risks/airborne-diseases/en/). Diakses 23 Oktober 2019.
Soemirat, Juli. 2011. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: UGM Press.
United Nations Development Programme. 2016. Goal 11: Sustainable Cities and Communities
(https://www.sdgfund.org/goal-11-sustainable-cities-and-communities). Diakses 23 Oktober 2019.

Anda mungkin juga menyukai