Anda di halaman 1dari 63

Cari

Mu'awiyah bin Abu


Sufyan

Mu'awiyah bin Abu Sufyan (bahasa Arab:


‫ ;ﻣﻌﺎوﻳﺔ ﺑﻦ أﺑﻲ ﺳﻔﻴﺎن‬602 – 680; umur 77–
78 tahun; bahasa Arab: ‫)ﻣﻌﺎوﻳﺔ ﺑﻦ أﺑﻲ ﺳﻔﻴﺎن‬
atau Mu'awiyah I adalah khalifah yang
berkuasa pada tahun 661 sampai 680.
Dia merupakan salah satu sahabat Nabi
dan juga merupakan saudara tiri dari
Ummu Habibah Ramlah, istri Nabi
Muhammad. Meski 'Utsman bin 'Affan
yang sebenarnya merupakan khalifah
pertama dari Bani Umayyah, Mu'awiyah
adalah khalifah yang menjadikan
Umayyah sebagai dinasti di kekhalifahan.
Mu'awiyah merupakan khalifah pertama
dari Bani Umayyah yang berasal dari
garis Sufyani, sebutan untuk keturunan
Abu Sufyan bin Harb.
Muʿāwiyah ibn Abī Sufyān
‫ﻣﻌﺎوﻳﺔ ﺑﻦ أﺑﻲ ﺳﻔﻴﺎن‬

Muʿāwiyah radhiallahu 'anhu


Khalifah
Berkuasa 661–26 April 680[1]

Pendahulu Hasan bin 'Ali

Penerus Yazid bin Mu'awiyah


Gubernur Syam
Berkuasa 639–661

Pendahulu Abu 'Ubaidah bin al-


Jarrah
Penerus Ad-Dhahhak bin Qais
al-Fihri

Lahir 602
Makkah, Jazirah Arab

Wafat 22 Rajab[2] 60 H
26 April 680
(berusia 77–78)
Damaskus, Syria

Pemakaman Damaskus, Syria

Wangsa Umayyah (Sufyani)

Nama lengkap

Muʿāwiyah ibn Abī Sufyān


(‫)ﻣﻌﺎوﻳﺔ اﺑﻦ أﺑﻲ ﺳﻔﻴﺎن‬

Ayah Abu Sufyan bin Harb


Ibu Hindun binti 'Utbah
Anak Yazid

Agama Islam

Mu'awiyah memulai karier politiknya


sebagai penguasa setelah ditunjuk
menjadi Gubernur Syria pada 639 oleh
Khalifah 'Umar bin Khattab dan
membuktikan dirinya sebagai pemimpin
yang cakap. Salah satu capaiannya
adalah pembentukan angkatan laut
Muslim pertama. Pembunuhan Khalifah
'Utsman bin 'Affan pada tahun 656 dan
perbedaan pendapat mengenai status
pembunuhnya menjadikan terjadinya
perselisihan antara pihak Mu'awiyah dan
Khalifah 'Ali bin Abi Thalib yang berujung
pada Pertempuran Shiffin. Sepeninggal
'Ali mangkat dan putranya, Hasan,
melepas jabatan khalifah setelah
disandang selama sekitar enam atau
tujuh bulan, Mu'awiyah resmi menjadi
khalifah pada tahun 661.

Pada masanya, Mu'awiyah melakukan


berbagai upaya penaklukan.
Pengepungan Konstantinopel pada
masanya merupakan upaya penaklukan
pertama Konstantinopel oleh umat
Muslim. Dalam bidang pemerintahan,
Mu'awiyah lebih mengedepankan
kecakapan dan kesetiaan daripada
sistem kebangsawanan lama. Secara
kepribadian, Mu'awiyah juga termasuk
Muslim yang saleh dan menjaga
ibadahnya meski dia menanggung beban
memimpin kekhalifahan yang wilayahnya
sudah sangat luas.

Perselisihannya dengan 'Ali bin Abi


Thalib, juga penunjukkan putranya untuk
menjadi khalifah sepeninggalnya,
merupakan tema utama yang
menjadikan Mu'awiyah sebagai sosok
yang kontroversial dalam sejarah Islam.
Literatur Madinah awal dan Abbasiyah
awal memiliki gambaran yang baik
terkait Mu'awiyah, tetapi tidak demikian
dengan literatur Abbasiyah pada masa
belakangan yang lebih cenderung
bersifat anti-Umayyah.

Asal-Usul Muawiyah

Nama Lengkap …

Nama lengkap Muawiyah adalah


Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb bin
Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf
bin Qushay bin Kilab[3] Ia berasal dari
bani (klan) Umawiyah.

Julukan …
Muawiyah memiliki atau julukan.
Julukannya adalah Abu Abdurrahman
dan Al-Quraisyi al-Umawi Al-Makki.[3]

Ciri Fisik Muawiyah …

Muawiyah adalah laki-laki yang


berperawakan tinggi, berkulit putih,
tampan, dan penuh wibawa[3].

Umar bin Khattab juga berkata bahwa


Muawiyah suka makan makanan yang
lezat[4] dan bergaya seperti raja[5]. Umar
berkata begitu bukan bermaksud
menjelekkan Muawiyah tapi hanya
menginformasikan ciri khas Muawiyah.
Bisa dimengerti mengapa Muawiyah
melakukan hal itu karena ia memang
berasal dari kabilah terpandang di
masyarakat.

Sifat Muawiyah …

Muawiyah adalah orang yang menyukai


kebersihan[6]

Keluarga Muawiyah

Orangtua Muawiyah …
Ayahnya Muawiyah adalah Abu Sufyan
bin Harb, seorang pembenci Nabi
Muhammad saw dan akhirnya masuk
islam dengan terpaksa di ikuti juga
dengan istri nya Hindun binti Utbah
.Sedangkan ibunya adalah Hindun binti
Utbah, seorang pemakan jantung Paman
nabi Muhammad karena saking benci
nya dengan islam dan Nabi Muhammad
saw.

Harapan Orangtuanya …

Saat kecil, Abu Sufyan pernah melihat


Muawiyah yang sedang merangkak, lalu
berkata, "anakku ini berkepala besar, dia
pantas memimpin kaumnya". Hindun
menjawab, "hanya memimpin kaumnya
saja? Seharusnya ia memimpin bangsa
Arab seluruhnya"[7]

Saudara-Saudara Muawiyah …

Muawiyah memiliki beberapa saudara.


Mereka adalah sebagai berikut:

1. Yazid bin Abu Sufyan


2. Utbah bin Abu Sufyan
3. Anbasah bin Abu Sufyan
4. Ummu Habibah binti Abu Sufyan
5. Ummul Hakam binti Abu Sufyan
6. Azzah binti Abu Sufyan
7. Umaimah binti Abu Sufyan[8]

Istri-Istri Muawiyah …

Muawiyah memiliki beberapa orang istri.


Ada yang diceraikannya dan ada pula
yang meninggal[9]. Berikut adalah nama-
nama mereka:

1. Maisun binti Bahdal al-Kalbiyah.


Muawiyah menceraikannya karena
Maisun tidak betah tinggal di istana
Muawiyah yang besar dan lebih
mencintai desanya.
2. Fakhitah binti Qarazhah bin Abd
Amr bin Naufal bin Abdi Manaf.
3. Kanud binti Qarazhah. Kanud adalah
saudara Fakhitah. Muawiyah
menikahinya setelah Fakhitah
wafat. Dia lah yang bersama
Muawiyah saat pembebasan
Cyprus.
4. Na'ilah binti Imarah al-Kalbiyah.
Muawiyah mentalaknya karena
sebuah persoalan.

Anak-anak Muawiyah …

Muawiyah juga memiliki beberapa


anak[9]. Ini adalah nama-namanya yang
tercatat:

1. Yazid bin Muawiyah. Ia lahir dari


Maisun binti Bahdal. Saat Muawiyah
menceraikan Maisun dan kembali
ke desanya, Yazid mengikuti ibunya.
Jadi, masa kecilnya dihabiskan di
desa ibunya, menghirup udara segar
dan bahasa Arab fasih.
2. Abdurrahman bin Muawiyah. Ibunya
adalah Fakhitah. Abdurrahman
meninggal sewaktu masih kecil.
3. Abdullah bin Muawiyah. Abdullah
adalah anak dari Fakhitah. Ia anak
yang terbelakang mental dan
sangat lemah.
4. Ramlah binti Muawiyah. Setelah
dewasa, Ramlah dinikahi oleh Amr
bin Utsman bin Affan
5. Hindun binti Muawiyah. Hindun ini
kemudian dinikahi oleh Abdullah bin
Amir
6. Aisyah binti Muawiyah
7. Atikah binti Muawiyah
8. Shafiyyah binti Muawiyah

Masuk Islamnya Muawiyah


Pendapat yang terkenal mengatakan
bahwa Muawiyah masuk Islam pada
masa Penaklukkan Makkah. Namun,
Muawiyah sendiri mengatakan bahwa,
"aku masuk Islam dalam peristiwa Umrah
Qadha tahun 7 H, tetapi aku
menyembunyikannya dari bapakku". Hal
itu dapat dimengerti karena situasi saat
itu masih mencekam. Selain itu posisi
Muawiyah cukup sulit, mengingat Abu
Sufyan pada waktu itu masih kafir,
bahkan Abu Sufyan adalah pemimpin
Quraisy dalam melawan Nabi
Muhammad. Muawiyah juga ikut perang
Hunain dan Nabi Muhammad
memberinya seratus unta dan 40 uqiyah
emas dari harta rampasan perang
Hunain.[10]

Hadist Nabi tentang


Muawiyah
Baca juga: Hadist palsu tentang
Muawiyah

"Ya Allah jadikanlah dia sebagai orang


yang bisa memberikan petunjuk dan
seorang yang diberi petunjuk (Mahdi) dan
berikanlah hidayah (kepada manusia)
melaluinya.” [11]
Hadist di atas adalah hadist shahih yang
diriwayatkan oleh banyak ahli hadist dan
membicarakan tentang kebaikan
Muawiyah[12]

Muawiyah di Zaman Abu


Bakar Ash-Shiddiq
Zaman Abu Bakar adalah zaman kritis di
mana benih kemurtadan mulai merebak.
Abu Bakar bertindak tegas dengan
memerangi mereka. Muawiyah ikut salah
satu pertempuran itu, yakni Perang
Yamamah, perang melawan Musailamah
si nabi palsu[13]. Setelah pemberontakan
internal selesai, kaum Muslimin
mengalihkan pandangan mereka ke luar,
yakni pembebasan negeri di sekitar
mereka dari pemimpin zalim. Abu Bakar
mengirim pasukan ke banyak tempat,
salah satunya adalah Syam. Dalam
kontingen pasukan Syam, ada salah satu
pasukan yang dikomandani oleh
Muawiyah.[14]

Muawiyah di Zaman Umar


bin Khattab

Membuka Qaisariyah (Caesarea) …

Qaisariyah (sekarang ‫יס ְריָ ה‬


ָ ‫ ֵק‬Caesarea,
Palestina) adalah kota dekat Tel Aviv.
Pada zaman Umar, Muawiyah ditugaskan
untuk membebaskan kota ini. Namun,
ternyata Qaisariyah memilliki benteng
pertahanan dan pasukan yang sangat
kuat. Setelah Qaisariyah dikepung dalam
waktu cukup lama, Muawiyah pun
berhasil menerobos kota tersebut.
Dikatakan prajurit Qaisariyah yang tewas
mencapai 100.000 orang[15]

Membuka Pesisir Syam …

Mendengar keberhasilan saudaranya,


Yazid bin Abu Sufyan yang juga seorang
Gubernur Damaskus, meminta Muawiyah
untuk ikut membebaskan pesisir Syam.
Setelah bertarung melawan orang-orang
Romawi, Muawiyah dan prajuritnya
berhasil menang.[16]

Menjadi Gubernur Yordania …

Setelah Muawiyah membuktikan


kekuatannya atas dua peristiwa
sebelumnya, Umar mengangkatnya
sebagai Gubernur Yordania pada 17 H.[17]

Menjadi Penguasa Damaskus,


Ba'labak, dan Balqa

Saudara Muawiyah, Yazid bin Abu
Sufyan, meninggal karena wabah Tha'un
pada 18 H. Sebagian ulama berpendapat
Tha'un adalah wabah pes[18], tetapi ada
pula yang berpendapat Tha'un masih
belum jelas termasuk kategori penyakit
apa[19]. Untuk mengisi kekosongan, Umar
bin Khattab menugaskan Muawiyah
untuk menggantikan posisi saudaranya
memimpin Damaskus, Ba'labak (Ballbek,
Yordania), dan Balqa (Yordania).[20]

Membagi Pasukan Islam …


Byzantium dan Persia terus menyerang
daerah perbatasan kekhalifahan. Untuk
menahan hal itu, Muawiyah membagi
pasukan menjadi dua, yakni pasukan
musim panas dan pasukan musim
dingin. Selain itu, Muawiyah menutup
celah-celah di kota-kota perbatasan agar
tak diserang. Muawiyah sempat
memimpin penyerangan musim panas
melawan Byzantium di 22 H.[21]

Membangun Angkatan Laut Islam …

Mayoritas kaum Muslimin pada saat itu


adalah orang Arab. Mereka adalah orang-
orang yang tidak akrab dengan laut.
Namun, Muawiyah menyadari pentingnya
angkatan laut dan di zaman Umar ia
mulai membangunnya. Sayangnya, Umar
tidak mengizinkan Muawiyah memakai
angkatan laut karena ia tidak mau kaum
Muslimin habis ditelan laut (karena
mereka tidak familiar dengan laut)[22].
Angkatan laut baru dipergunakan pada
zaman Utsman bin Affan untuk
membebaskan Cyprus.[23]

Muawiyah di Zaman
Utsman bin Affan
Menjadi Gubernur Penuh Syam …

Sebagaimana Umar, Utsman bin Affan


tidak memakzulkan Muawiyah. Bahkan,
Utsman terus memberi Muawiyah
kekuasaan sehingga Muawiyah menjadi
Gubernur daerah mayoritas Syam. Ia
menguasai daerah yang sangat luas dan
telah menjadi gubernur Utsman yang
paling berpengaruh. Di awal
pemerintahan Utsman, di Syam ada
beberapa gubernur, yakni Muawiyah bin
Abu Sufyan, Umair bin Saad al-Anshari
(Himsh), dan Alqamah bin Khalid bin
Walid (Palestina). Namun, karena Umair
sering sakit-sakitan, ia mengundurkan
diri dari jabatannya. Utsman pun
memberikan Himsh kepada Muawiyah.
Setelah itu Alqamah wafat, Utsman pun
memberikan Palestina kepada
Muawiyah. Hal ini membuat Muawiyah
menjadi gubernur Syam seluruhnya.
Sampai akhir hayat Utsman, Muawiyah
mengontrol daerah Syam. Pada zaman
modern, Syam meliputi Palestina,
Yordania, Lebanon, dan Syria -bisa
dibayangkan seluas apa daerah
kekuasaan Muawiyah.[24].

Inspeksi Militer ke Perbatasan …


Pada zaman Utsman, Muawiyah cukup
banyak melakukan inspeksi militer ke
daerah perbatasan daerah kekuasaannya
di Syam. Misalnya, pada 25 H ia menuju
Anthakiyah dan Tarsus, tahun 26 H ia
kembali melakukannya. Tahun 31 H,
Muawiyah berangkat ke Daruliyah.
Perbatasan yang berbentuk kepulauan ia
serahkan penjagaannya kepada Habib
bin Maslamah. Muawiyah juga beberapa
turun langsung memimpin pasukannya
sampai merambah celah bukit di
Konstantinopel[25].

Pembebasan Cyprus …
Syarat dari Utsman …

Setelah sebelumnya ditolak Umar,


Muawiyah kali ini mencoba meyakinkan
Utsman untuk memakai angkatan laut
demi membebaskan Qubrush (Cyprus).
Utsman mengizinkannya dengan
memberi syarat:

Muawiyah harus membawa istrinya


Pasukan yang berangkat harus dengan
kemauan sendiri. Jika ada yang tidak
mau berangkat maka tidak apa-apa[26]
Pembebasan dimulai …
Walaupun Muawiyah mempersilahkan
masyarakat untuk memilih ikut ke Cyprus
atau tidak, kekhalifahan berhasil
mengumpulkan armada hingga 1.700
kapal. Mereka tertarik karena sebuah
hadist dari Ummu Haram binti Milhan
(istri sahabat Nabi Ubadah bin Shamit)
yang menyebutkan bahwa akan ada
sekelompok dari umatnya yang
"mengarungi laut seperti raja-raja di
singgasana"[27]. Pada 28 H (649 M)
mereka pun berangkat. Di pelabuhan,
Abdullah bin Qais al-Jasi, panglima
angkatan laut bermusyawarah dengan
Muawiyah dan sahabat Nabi yang lain.
Pasukan segera mengepung ibu kota
Cyprus dan mengatakan mereka tidak
datang untuk mengambil-alih Cyprus,
akan tetapi meminta mereka
bekerjasama dengan kekhalifahan.
Sebab selama ini Cyprus menjadi daerah
kekuasaan Byzantium sehingga menjadi
duri dalam daging kekhalifahan.Tidak
butuh waktu lama, Cyprus pun menyerah
dan menyetujui syarat-syarat berikut:

Bila Cyprus menyerang kaum


Muslimin, ia tidak akan dibela lagi
Cyprus harus mengabarkan gerak-
gerik Byzantium
Cyprus harus membayar jizyah kepada
kekhalifahan sebesar 7.200 dinar per
tahun
Cprus tidak boleh mendukung
Byzantium jika mereka menyerang
kekhalifahan dan tidak membocorkan
rahasia kekhalifahan[28]
Cyprus Mengingkari Perjanjian …

Pada 32 H, Cyprus mengingkari


perjanjian dengan kekhalifahan karena
ditekan Byzantium. Kali ini Muawiyah
datang kembali dan mengambil-alih
Cyprus. Setelah menguasai Cyprus,
Muawiyah menyadari bahwa ternyata
Cyprus hanyalah pulau yang lemah.
Tradisi militer mereka lemah sekali dan
sering dijadikan boneka oleh Byzantium.
Oleh karena itulah, Muawiyah
menempatkan 12.000 pasukan di Cyprus,
mendirikan kota-kota baru,
membereskan administrasi, menggaji
tentara, dan melindungi kekhalifahan dari
serangan Byzantium.[29]

Muawiyah Membantu Utsman


Menghadapi Badai Ujian

Baca juga: Tuduhan terhadap Utsman


bin Affan
Di akhir pemerintahannya, Utsman
menerima cobaan yang berat. Ia dituduh
macam-macam oleh sebagian rakyatnya,
mulai dari tuduhan menggelapkan harta,
boros, mengangkat keluarganya sendiri
untuk menduduki jabatan penting, dan
sebagainya. Pada masa-masa ini,
Muawiyah terus membantu Utsman.

Mendebat Perusuh …

Pada suatu hari pada tahun 33 H, ada


sekelompok orang yang mencari ribut di
Kufah sampai hampir menyulut
pertempuran. Utsman yang mendengar
itu menyuruh Said bin Al-Ash, Gubernur
Kufah, mengirim mereka ke Syam untuk
bertemu Muawiyah. Utsman
memerintahkan Muawiyah untuk
"memperingati mereka dengan tegas,
membuat nyali mereka ciut, menakut-
nakuti mereka, dan mendidik mereka"[30]
agar tidak membuat kerusuhan lagi.
Muawiyah pun berkali-kali mendebat
mereka dan berkali-kali pula menang. Di
akhir debat mereka kalah dan marah, lalu
merenggut jenggot Muawiyah[31].
Muawiyah pun mengancam mereka agar
jangan macam-macam terhadap dirinya.
Ancaman itu membuat mereka mundur.
Muawiyah mengirim surat kepada
Utsman dan mengatakan bahwa mereka
"berbicara dengan lidah setan". Utsman
mengirim mereka ke Kufah kembali.
Namun, karena mereka macam-macam
kembali, Utsman kemudian mengirim
mereka ke Abdurrahman bin Khalid bin
al-Walid, gubernur Himsh. Di sini mereka
baru tidak berani macam-macam karena
Abdurrahman adalah anak Khalid bin al-
Walid dan dia adalah seorang laki-laki
yang berkarakter sangat keras seperti
ayahnya.[32]

Muawiyah Mengikuti Forum


Antargubernur

Kerusuhan yang makin parah
menyebabkan Utsman mengundang para
gubernur dan sahabat Nabi untuk
berunding tentang apa yang harus
dilakukannya terhadap para
pemberontak ini. Di forum ini, Muawiyah
mengusulkan untuk segera mengirim
pasukan ke mereka dan dia sendiri akan
mengatasi pemberontakan di Syam.
Namun, Utsman lebih tertarik dengan
perdamaian dan tidak menerima usul
Muawiyah.[33]

Sebelum pulang kembali ke Syam,


Muawiyah memperingatkan Utsman
bahwa ia kemungkinan akan segera
dibunuh oleh pemberontak dan
Muawiyah menawarkan pasukan Syam
untuk melindungi Utsman. Utsman
mengatakan ia sudah tahu hal itu, tetapi
ia menolak perlindungan dari Muawiyah
karena ia tidak mau merepotkan orang-
orang Madinah atas kedatangan pasukan
Syam.[34]

SIkap Muawiyah Atas


Terbunuhnya Utsman

Para perusuh yang mencapai 500 orang


sudah mencapai rumah Utsman. Para
sahabat Nabi mengirimkan anak-anak
mereka untuk melindungi Utsman tetapi
mereka kalah jumlah. Utsman dibunuh
dan para sahabat yang melindunginya
terluka. Dan tidak ada satu orang
sahabat Nabi Muhammad yang terlibat
dan menyetujui pembunuhan itu. Ummu
Habibah binti Abu Sufyan mengirimkan
baju Utsman yang berlumuran darah ke
tangan Muawiyah[35]. Saat mendengar
berita pembunuhan itu, Muawiyah
berpidato di depan penduduk Syam,
bersumpah akan menuntut balas
kematiannya.[36] Penduduk Syam sendiri
bersumpah akan membantu Muawiyah
dengan mengorbankan nyawa
mereka.[37]

Muawiyah di Zaman Ali bin


Abi Thalib

Inti Konflik Ali-Muawiyah …

Setelah Utsman terbunuh, para sahabat


sepakat untuk menghukum qishash
pelaku pembunuhan Utsman. Namun,
mereka terbagi tiga kelompok tentang
hal ini:

Pertama, mereka harus diqishash


secepatnya sebelum baiat kepada Ali.
Inilah pendapat Muawiyah dan
pendukungnya. Muawiyah
berpendapat jika qishash ditunda,
pembunuhnya akan berbaur di
kehidupan sehari-hari kaum Muslimin
dan mereka akan sulit dilacak.
Lagipula, Muawiyah adalah wali
Utsman dan di antara saudara-saudara
Utsman yang lain, Muawiyah lah yang
kekuatannya paling besar.
Kedua, mereka harus diqishash tetapi
setelah Ali bisa mengendalikan
keadaan sehingga tenteram kembali.
Jika qishash dilaksanakan sekarang
juga, maka akan berakibat keadaan
makin kacau. Para perusuh akan
melipatgandakan tekanannya kepada
kekhalifahan. Ini adalah pendapat Ali
dan pendukungnya. Mayoritas sahabat
Nabi menjadi pendukung Ali.
Ketiga, uzlah (mengasingkan diri). Ada
sahabat-sahabat Nabi yang tidak mau
terlibat dalam permasalahan ini dan
mereka pun pindah dari pusat konflik.
Mereka tidak mau berperang dengan
saudara sesama mukmin. Mereka
adalah Abdullah bin Umar, Saad bin
Abi Waqqash, dan lainnya.

Inti dari permasalahan Ali-Muawiyah


adalah perbedaan cara qishash ini.
Muawiyah sendiri tidak mengklaim
bahwa dirinya khalifah umat Islam dan
tidak berniat merebut kekhalifahan.
Hanyasaja ia dan penduduk Syam tidak
mau baiat (sumpah setia) kepada Ali
karena permasalahan terbunuhnya
Utsman tersebut. Ketika kita melihat
kondisi zaman Ali lewat kacamata abad
modern, kita bisa dengan mudah menilai,
tetapi bagi orang yang hidup di zaman
itu, situasi pada saat tersebut sangat
pelik. Menurut mayoritas ulama, dalam
persoalan rumit itu yang lebih mendekati
kebenaran adalah pendapat Ali karena
bagaimanapun juga perdamaian negara
lebih diutamakan.

Muawiyah pernah ditanya, "Apakah kau


penentang Ali?"

Muawiyah menjawab, "Tidak demi Allah.


Sesungguhnya aku benar-benar
mengetahui bahwa dia lebih utama
dariku dan lebih berhak memegang
khilafah dariku. Akan tetapi,
sebagaimana yang kalian ketahui bahwa
Utsman dibunuh dalam keadaan
teraniaya dan aku, sepupu Utsman, akan
menuntut darahnya. Datanglah kepada
Ali dan katakan, 'serahkan para
pembunuh Utsman kepadaku dan aku
akan tunduk kepadanya"

Orang-orang segera menemui Ali dan


mengatakan perkataan Muawiyah, tetapi
Ali tidak mengabulkannya[38]

Perang Saudara …

Karena situasi makin memanas, akhirnya


terjadilah Perang Jamal dan Perang
Shiffin antara kubu Ali dan Muawiyah.
Tebunuhnya Ammar bin Yasir menjadi
kunci selesainya perang ini karena Nabi
Muhammad pernah mengabarkan bahwa
yang membunuh Ammar adalah
kelompok pembangkang[39]. Yang
membunuh Ammar bin Yasir ternyata
adalah Abu al-Ghadiyah Al-Juhani dari
pihak Muawiyah -ia bukanlah sahabat
Nabi.[40]

Terbunuhnya Ammar membuat kedua


kelompok terguncang dan sepakat untuk
berdamai. Mereka juga mengkhawatirkan
perbatasan yang sedang lemah dan
kapan saja bisa diserang oleh Persia dan
Byzantium. Perjanjian damai ini dibuat
berdasarkan Al-Quran dan Sunnah
dengan kedua hakimnya adalah Amr bin
Ash dan Abu Musa al-Asy'ari. Tidak
seperti kabar yang terkenal, Amr bin Ash
tidak memakzulkan Ali.[41]

Ali Terbunuh dan Sikap Muawiyah …

Saat kabar tentang Ali yang terbunuh


sampai kepada Muawiyah, ia menangis.
Istrinya berkata, "Kamu menangisi orang
yang memerangimu?" Muawiyah
menjawab, "Diam saja lah kamu. Kamu
tidak mengetahui berapa banyak
manusia kehilangan keutamaan, fikih,
dan ilmu karena kematian dia" Utbah
berkata juga, "Jangan sampai orang-
orang Syam mendengar hal itu darimu".
Muawiyah menghardik, "Kamu juga diam
saja lah!"[42]

Sikap Kita terhadap Konflik Ali-


Muawiyah

Menurut mayoritas ulama, sikap Kaum


Muslimin dalam menyikapi konflik Ali-
Muawiyah adalah meyakini bahwa
mereka semua sedang berijtihad
merespon situasi yang sangat pelik pada
masa itu. Di antara mereka ada yang
benar dan mendapat dua pahala, tetapi di
antara mereka ada yang salah dan
mendapat satu pahala. Kita tidak boleh
membicarakan sahabat Nabi dengan
perasaan benci.[43]

Referensi
1. ^ Encyclopedia Britannica: Muawiyah
I.
2. ^ Akbar Shāh K̲hā
̲ n Najībābādī, "The
History Of Islam" , Volume 2, Page
47, February 2001.
3. ^ a b c Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
15
4. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
73
5. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
74
6. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
72
7. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
16
8. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
23-36
9. ^ a b Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
36-38
10. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
39
11. ^
http://priyayimuslim.wordpress.com/
2012/12/11/keutamaan-muawiyah-
bin-abi-sufyan-berdasarkan-hadits-
rasulullah/
12. ^ Hadits ini diriwayatkan At Tirmidzi
No. 3842, Imam At Tirmidzi berkata:
hasan gharib. Ahmad No. 17895, Al
Bukhari dalam At Tarikh Al Kabir,
5/240. Ibnu Abi ‘Ashim, Al Aahaad
wal Matsani No. 1129, Al Khathib
dalam Tarikh Baghdad, 1/207-208,
Ibnul Jauzi dalam Al ‘Ilal Al
Mutanahiyah No. 442, Al Khalal
dalam As Sunnah No. 699, Ibnu
Qaani’ dalam Mu’jam Ash Shahabah,
2/146, Ath Thabarani dalam Al
Ausath No. 660, Abu Nu’aim dalam
Al Hilyah, 8/358. Imam Ibnu Abdil Bar
dan Al Hafizh Ibnu Hajar
mengisyaratkan kelemahan hadits
ini. Lihat Al Ishabah, 4/342-343 dan
Fathul Bari, 7/104 Akan tetapi,
menurut Syaikh Syu’aib Al Arnauth,
hadits ini adalah shahih. “Rijal hadits
ini tsiqat (tepercaya) dan merupakan
para perawi hadits shahih, kecuali
Sa’id bin Abdul Aziz, dia menjadi
pokok perbincangan hadits ini, dia
telah mengalami kekacauan hapalan
pada akhir usianya seperti yang
dikatakan oleh Abu Mushir dan
Yahya bin Ma’in.” (Musnad Ahmad
No. 17895, dengan tahqiq; Syaikh
Syu’aib Al Arnauth, Syaikh ‘Adil
Mursyid, dan lainnya) Menurut Syaikh
Al Albani, hadits ini shahih, “Semua
rijal (perawinya) adalah tsiqat
(tepercaya) dan merupakan perawi
yang dipakai Imam Muslim, maka
hadits ini lebih benar adalah shahih.”
(As Silsilah Ash Shahihah No. 1969)
13. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
61
14. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
64
15. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
67-68
16. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
68-69
17. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
69
18. ^
http://danusiri.dosen.unimus.ac.id/ar
tikel/bakteriologi-dalam-sabda-nabi-
saw/
19. ^
http://abuutsman.blogspot.com/201
3/10/wabah-thaun-amwas-yang-ada-
di-negeri.html
20. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
70-71
21. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
76-77
22. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
83
23. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
77
24. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
78
25. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
81-82
26. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
84
27. ^ HR. Bukhari no.2877
28. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
88
29. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
92
30. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
136
31. ^ Memegang jenggot di tradisi Arab
adalah simbol merendahkan atau
menantang
32. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
135-150
33. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
153-154
34. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
154
35. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
166
36. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
155-161
37. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
175
38. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
168-171
39. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
203
40. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
209
41. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
224-259
42. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
259
43. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad.
Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman
245-254

Bacaan Lanjutan
(Indonesia) Mursi, Muhammad Sa'id.
Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang
Sejarah. Penerjemah: Khoirul Amru
Harahap, Lc, MHI dan Achmad Faozan,
Lc, M.Ag. Editor: Muhammad Ihsan, Lc.
Cet. 1, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007.
ISBN 979-592-387-0.

Ash-Shallabi, Ali Muhammad. 2012.


Muawiyah bin Abu Sufyan: Prestasi
Gemilang Selama 20 Tahun Sebagai
Gubernur & 20 Tahun Sebagai Khalifah;
Disertai Studi Kritis tentang Fitnah-Fitnah
yang Terjadi di Zamannya. Darul Haq:
Jakarta.

Mu'awiyah bin Abu Sufyan


Sufyani
Cabang kadet Bani Umayyah
Lahir: 602 Wafat: 26 April 680

Jabatan Islam Sunni

Didahului
Khalifah Diteruskan o
oleh:
661 – 26 April Yazid bin
Hasan bin
680 Mu'awiyah
'Ali
Diperoleh dari
"https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Mu%27awiyah_bin_Abu_Sufyan&oldid=1596
5121"

Terakhir disunting 3 bulan yang lalu oleh Wagino 20100516

Konten tersedia di bawah CC BY-SA 3.0 kecuali


dinyatakan lain.

Anda mungkin juga menyukai