Anda di halaman 1dari 68

PENGARUH SARI UBI JALAR UNGU TERHADAP KADAR

CEC (Circulating Endothelial Cell) PADA TIKUS MODEL


DIABETES

SKRIPSI

Oleh
Emilia Puspita Sari
NIM. 092010101029

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2012

i
PENGARUH SARI UBI JALAR UNGU TERHADAP KADAR
CEC (Circulating Endothelial Cell) PADA TIKUS MODEL
DIABETES

SKRIPSI

diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan Program Studi Pendidikan Dokter (S1)
dan mencapai gelar Sarjana Kedokteran

Oleh
Emilia Puspita Sari
NIM 092010101029

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2012

ii
PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk :


1. Ayahanda H.Suparlan dan Ibunda Hj.Dewi Su’udah yang senantiasa
memberikan doa dan kasih sayangnya tiada henti, serta yang telah mendidik
dan menjadikanku menjadi manusia yang lebih baik;
2. Guru-guruku yang mulia, mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan
tinggi, yang tidak pernah putus asa dan lelah memberikan ilmu dan
mendidikku dengan penuh kesabaran;
3. Almamater Fakultas Kedokteran Universitas Jember.

iii
MOTTO

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
(Terjemahan QS. Al-Mujadalah ayat 11)* )

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu akan ada kemudahan.


(Terjemahan QS. Al-Insyirah ayat 5)* )

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu nasib kaum kecuali
mereka sendiri mengubah keadaan jiwanya.
(Terjemahan QS. Ar Ra'd:11)*)

*) Departemen Agama Republik Indonesia. 2005. Al-Qur’an Al-Karim dan


Terjemah Makna ke Dalam Bahasa Indonesia. Kudus: Menara Kudus.

iv
PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Emilia Puspita Sari
NIM : 092010101029
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Sari
Ubi Jalar Ungu terhadap Kadar CEC (Circulating Endothelial Cell) Pada Tikus
Model Diabetes adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali jika dalam
pengutipan substansi disebutkan sumbernya, dan belum pernah diajukan pada
institusi manapun, serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas
keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung
tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya
tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi
akademik jika ternyata di kemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Jember, 05 November 2012


Yang menyatakan,

Emilia Puspita Sari


NIM 092010101029

v
SKRIPSI

PENGARUH SARI UBI JALAR UNGU TERHADAP KADAR


CEC (Circulating Endothelial Cell) PADA TIKUS MODEL
DIABETES

Oleh
Emilia Puspita Sari
NIM 092010101029

Pembimbing

Dosen Pembimbing I: dr. Edy Junaidi, M.Sc


Dosen Pembimbing II: dr. Heni Fatmawati, M.Kes

vi
PENGESAHAN

Skripsi berjudul “Pengaruh Sari Ubi Jalar Ungu Terhadap Kadar CEC
(Circulating Endothelial Cell) Pada Tikus Model Diabetes” telah diuji dan
disahkan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Jember pada:
hari, tanggal : Selasa, 06 November 2012
tempat : Ruang Sidang Fakultas Kedokteran Universitas Jember

Penguji I, Penguji II,

dr. Sugiyanta, M.Ked dr. Nindya Shinta Rumastika, M.Ked


NIP 19790207 200501 1 001 NIP 19780831 200501 2 001

Penguji III, Penguji IV,

dr.Edy Junaidi, M.Sc dr. Heni Fatmawati, M.Kes


NIP 19750901 200312 1 003 NIP 19760212 2005 2 001

Mengesahkan,
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Jember

dr. Enny Suswati, M.Kes


NIP 197002141999032001

vii
RINGKASAN

Pengaruh Sari Ubi Jalar Ungu terhadap Kadar CEC (Circulating Endothelial
Cell) pada Tikus Model Diabetes; Emilia Puspita Sari; 092010101029; 2012:
51 halaman; Fakultas Kedokteran Universitas Jember.
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit metabolik dengan
terganggunya metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh
berkurangnya sekresi insulin atau penurunan sensitivitas jaringan terhadap insulin.
Penurunan sekresi insulin akan menyebabkan kadar gula darah meningkat.
Hiperglikemia akan mengkatalisis pembentukan radikal anion superoksida (O2-)
dari sumber mitokondria sehingga pada DM terjadi peningkatan radikal bebas
dalam tubuh. DM merupakan penyebab utama kematian terutama di negara-
negara berkembang. Sebagian besar (90%) tergolong diabetes melitus tipe 2
sedangkan 10% adalah diabetes mellitus tipe 1 (Wulandari, 2003).
Stress oksidatif pada diabetes melitus disebabkan karena
ketidakseimbangan reaksi redoks akibat perubahan metabolisme karbohidrat dan
lipid (Setiawan dan Suhartono, 2005). Stress oksidatif dapat menyebabkan jejas
endotel yang irreversibel yang akan mengarah ke lepasnya sel endotel (CEC) dan
nekrosis. Kadar CEC dapat dihitung melalui ekspresi sel CD 146. Jejas endotel
akibat stress oksidatif pada DM dapat dicegah oleh senyawa antioksidan. Terkini,
ditemukan riset bahwa ubi jalar ungu mengandung senyawa antosianin yang
merupakan suatu antioksidan (Fuadi, 2011).
Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.,) merupakan tanaman komoditi di
Indonesia yang mengandung senyawa antosianin yang berfungsi sebagai
antioksidan, antimutagenik, dan antihiperglisemik. Kandungan antosianin pada
ubi jalar ungu lebih tinggi daripada ubi yang berwarna putih, kuning, dan jingga.
Antosianin merupakan senyawa flavonoid yang memiliki kemampuan sebagai
antioksidan dan penangkap radikal bebas (Santoso, 2006). Berdasarkan hal
tersebut, maka dilakukan penelitian ilmiah untuk mengetahui apakah ubi jalar
ungu mempunyai pengaruh terhadap kadar CEC (Circulating Endothelial Cell)
pada tikus model diabetes.

viii
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sari ubi jalar ungu
terhadap kadar CEC (Circulating Endothelial Cell) pada tikus model diabetes dan
untuk mengetahui pengaruh perbedaan pemberian dosis 1,4 cc/ekor/hari, 3,5
cc/ekor/hari, 5,6 cc/ekor/hari sari ubi jalar ungu terhadap kadar CEC pada tikus
model diabetes.
Jenis penelitian ini adalah true experimental laboratories (Pratiknya, 2010)
dengan desain post test only control group design. Hewan coba yang digunakan
sebanyak 25 ekor tikus Wistar jantan yang dibagi dalam 5 kelompok 2 kelompok
kontrol, yaitu kontrol negatif (pellet Turbo 521 dan aquadest) dan kontrol positif
(injeksi alloxane) serta 3 kelompok perlakuan, yaitu P1 (sari ubi jalar ungu 1,4
cc/ekor/hari), P2 (sari ubi jalar ungu 3,5 cc/ekor/hari), dan P3 (sari ubi jalar ungu
5,6 cc/ekor/hari). Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Jember pada bulan Agustus-Oktober 2012.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sari ubi jalar ungu mempunyai
pengaruh sekitar 42,5% terhadap kadar CEC (Circulating Endothelial Cell) pada
tikus model diabetes. Hasil analisis data dengan uji one way ANOVA
menunjukkan tidak ada perbedaan antar kelompok.

ix
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Sari Ubi
Jalar Ungu Terhadap Kadar CEC (Circulating Endothelial Cell) Pada Tikus
Model Diabetes”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada Fakultas Kedokteran Universitas
Jember.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. dr. Enny Suswati, M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Jember;
2. dr. Edy Junaidi, M.Sc selaku Dosen Pembimbing I dan dr.Heni Fatmawati,
M.Kes selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu dan
meluangkan waktu, pikiran serta perhatiannya untuk membimbing penulisan
skripsi ini sejak awal hingga akhir;
3. dr. Rena Normasari dan dr. Cholis Abrori, M.Kes.,Mpd.ked Selaku Dosen
Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis selama studi;
4. dr. Heni Fatmawati, M.Kes., selaku koordinator KTI yang telah menyetujui
penyusunan skripsi ini;
5. dr. Sugiyanta, M.Ked dan dr. Nindya Shinta Rumastika, M.Ked sebagai
dosen penguji yang banyak memberikan kritik, saran, dan masukan yang
membangun dalam penulisan skripsi ini;
6. Ayahanda H.Suparlan dan Hj.Dewi Su’udah tercinta atas dukungan moril,
materi, doa, dan semua curahan kasih sayang yang tak akan pernah putus.
Kebahagiaan kalian adalah segalanya untukku;
7. Mas Bambang Yulystiawan dan adik Putri Fajriyatul Hasanah yang selalu
memberiku motivasi untuk menyelesaikan tugas akhir ini;
8. Sahabat-sahabat Risma, Yundos, Mbecil, Mberim, Yhang, Atun dan semua
penghuni kost terimakasih atas semua keceriaan yang kalian berikan selama
di kost BatuRaden 1/02;

x
9. Rekan satu timku Cynthia dan Achmad terimakasih atas dukungan dan
nasehat-nasehatnya;
10. Teman-teman Avicenna yang selalu saling support dan menjadi teman
seperjuangan demi mendapatkan gelar sarjana kedokteran;
11. Sahabat-sahabat mulai dari MI Alfalah, MTs. Assa’adah II Bungah, SMA
Negeri 1 Sidayu, dan KKT Desa Pace Silo terimah kasih atas doanya;
12. Teknisi Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember
dan Laboratorium Biomedik Universitas Brawijaya terimakasih sudah
memberi pengalaman baru dan atas bantuannya selama penelitian;
13. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam
penyusunan karya tulis ilmiah ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-
persatu.
Penulis juga menerima segala kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga karya tulis ini bermanfaat
bagi pembaca dan khususnya untuk perkembangan Fakultas Kedokteran
Universitas Jember.

Jember, 05 November 2012 Penulis

xi
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL ................................................................................ i
HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. iii
HALAMAN MOTTO ................................................................................. iv
HALAMAN PERNYATAAN ..................................................................... v
HALAMAN BIMBINGAN ......................................................................... vi
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... vii
RINGKASAN .............................................................................................. viii
PRAKATA .................................................................................................. x
DAFTAR ISI ............................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvii
BAB 1. PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 2
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................... 2
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................. 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 4
2.1 Diabetes Melitus ..................................................................... 4
2.1.1 Definisi Diabetes Melitus ................................................. 4
2.1.2 Epidemiologi Diabetes Melitus ........................................ 4
2.1.3 Patofisiologi Diabetes Melitus.......................................... 5
2.2 Pembentukan Radikal Bebas Pada DM ................................ 6
2.3 CEC (Circulating Endothelial Cell) pada Diabetes Melitus... 10
2.4 Alloxane .................................................................................. 13
2.5 Ubi Jalar Ungu ....................................................................... 14
2.5.1 Klasifikasi Tanaman ........................................................ 14

xii
2.5.2 Deskripsi Tanaman Ubi Jalar Ungu .................................. 15
2.5.3 Kandungan Kimia ............................................................ 16
2.6 Kerangka Konseptual............................................................. 20
2.7 Hipotesis Penelitian ................................................................ 21
BAB 3. METODE PENELITIAN............................................................... 22
3.1 Jenis Penelitian ....................................................................... 22
3.2 Rancangan Penelitian ............................................................. 22
3.3 Besar Sampel .......................................................................... 23
3.4 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................... 24
3.4.1 Tempat Penelitian ........................................................... 24
3.4.2 Waktu Penelitian ............................................................ 24
3.5 Variabel Penelitian ................................................................. 24
3.5.1 Variabel Bebas ................................................................ 24
3.5.2 Variabel Terikat .............................................................. 24
3.5.3 Variabel Terkendali ......................................................... 24
3.6 Definisi Operasional ............................................................... 25
3.7 Alat dan Bahan ....................................................................... 25
3.7.1 Alat ................................................................................. 25
3.7.2 Bahan .............................................................................. 25
3.8 Prosedur Penelitian ................................................................ 26
3.8.1 Persiapan penelitian ......................................................... 26
3.8.2 Pembuatan Kondisi Diabetik pada Tikus .......................... 27
3.8.3 Pemberian sari Ubi Jalar Ungu ......................................... 28
3.8.4 Pengukuran Kadar CEC dengan menggunakan flowcytometry
........................................................................................ 28
3.9 Analisis Data .......................................................................... 28
3.10 Alur Penelitian ....................................................................... 29
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 31
4.1 Hasil Penelitian ....................................................................... 31
4.1.1 Data Hasil Penelitian ........................................................ 30
4.1.2 Hasil Uji Analisis ............................................................. 34

xiii
4.2 Pembahasan ............................................................................ 36
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 40
5.1 Kesimpulan ............................................................................. 40
5.2 Saran ....................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 41
LAMPIRAN ................................................................................................ 46

xiv
DAFTAR TABEL

Halaman
2.1 Kandungan kimia pada ubi jalar ..................................................... 17
4.1 Rata-rata kadar CEC tiap kelompok ................................................ 32
4.2 Data Hasil Analisis uji regresi linier ............................................... 35
4.3 Besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat pada uji regresi
linier ............................................................................................... 35
4.4 Hasil Analisis data one way ANOVA ............................................. 36

xv
DAFTAR GAMBAR

Halaman
2.1 Skema pembentukan radikal bebas pada diabetes melitus ................ 9
2.2 Mekanisme pembentukan sel endotel dan detasement ...................... 11
2.3 Struktur kimia alloxane ................................................................... 13
2.4 Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas) ................................................... 16
2.6 Skema kerangka konseptual penelitian ........................................... 20
3.1 Skema rancangan penelitian ............................................................ 22
3.2 Skema alur penelitian ...................................................................... 29
4.1 Gambar diagram batang rata-rata kadar CEC ................................... 31
4.2 Gambaran hasil perhitungan kadar CEC dengan flowcytometry pada
kelompok kontrol negatif ................................................................. 32
4.3 Gambaran hasil perhitungan kadar CEC dengan flowcytometry pada
kelompok kontrol positif .................................................................. 32
4.4 Gambaran hasil perhitungan kadar CEC dengan flowcytometry pada
kelompok perlakuan 1 ...................................................................... 33
4.5 Gambaran hasil perhitungan kadar CEC dengan flowcytometry pada
kelompok perlakuan 2 ...................................................................... 33
4.6 Gambaran hasil perhitungan kadar CEC dengan flowcytometry pada
kelompok perlakuan 3 ...................................................................... 34

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
A. Tabel Konversi Hewan Percobaan dan Manusia .............................. 47
B. Tabel Daftar Volume Maksimal Larutan Sediaan Uji yang Dapat Di
berikan pada Berbagai Hewan ........................................................ 52
C. Gambar Penelitian ........................................................................... 59

xvii
1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit gangguan
metabolik yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah melebihi normal.
Terdapat beberapa tipe diabetes yang diketahui dan umumnya disebabkan oleh suatu
interaksi yang kompleks antara faktor genetik, lingkungan dan gaya hidup. Bila hal
ini dibiarkan tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut maupun
komplikasi vaskuler jangka panjang, baik mikroangiopati maupun makroangiopati
(Harrison, 2005).
Diabetes melitus merupakan penyakit gangguan metabolisme yang cukup
banyak dijumpai dan mengenai kurang lebih 2% - 4% populasi. Secara global, World
Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pada tahun 2004 terdapat 1,1 juta
penduduk mengalami kematian akibat diabetes dengan prevalensi sekitar 1,9 % dan
pada tahun 2007 dilaporkan bahwa terdapat 246 juta penderita diabetes, 6 juta kasus
baru DM dan 3,5 juta penduduk mengalami kematian akibat diabetes. 10 dari seluruh
kematian akibat DM di dunia, 70 % kematian terjadi di negara-negara berkembang.
Sebagian besar (90%) tergolong diabetes melitus tipe 2 sedangkan 10% adalah
diabetes mellitus tipe 1 (Wulandari, 2003).
Diabetes mellitus yang tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan
terjadinya berbagai komplikasi kronik, baik mikroangiopati maupun makroangiopati.
Komplikasi ini terjadi akibat perubahan pertumbuhan sel dan kematian sel yang tidak
normal terutama pada endotel pembuluh darah, sel otot polos pembuluh darah dan sel
mesangial ginjal (Sudoyo, 2007 A. W, et al,. ).
Stress oksidatif pada diabetes melitus disebabkan karena ketidakseimbangan
reaksi redoks akibat perubahan metabolisme karbohidrat dan lipid (Setiawan dan
Suhartono, 2005). Stress oksidatif dapat menyebabkan jejas endotel sehingga
2

permeabilitas endotel meningkat. Kehilangan integritas lapisan endotel yang


irreversibel akan menyebabkan sel endotel lepas dan sel-sel yang lepas (CEC) ini
akan mengalami apoptosis atau nekrosis. CEC bersirkulasi di pembuluh darah perifer
dan diidentifikasi melalui ekspresi CD 146 (Erdbruegger, et al,. 2006) .
Ubi jalar ungu merupakan tanaman komoditi di Indonesia yang memiliki
kandungan antosianin lebih besar dari pada ubi jalar dengan varietas yang lain yaitu
sekitar 110-210mg/100 gr (Suprapta, 2004). Menurut Pakorny et al,. (2001)
sekelompok antosianin yang tersimpan dalam ubi jalar ungu sangat bermanfaat bagi
kesehatan tubuh manusia, yaitu dapat berfungsi sebagai antioksidan yang mampu
menghalangi laju perusakan sel radikal bebas pada pasien diabetes melitus.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis ingin melakukan penelitian mengenai
“Pengaruh Sari Ubi Jalar Ungu terhadap Kadar CEC (Circulating Endothelial Cell)
pada Tikus Model Diabetes Melitus”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini antara
lain:
1. Apakah ada pengaruh ubi jalar ungu terhadap kadar CEC (Circulating
Endothelial Cell) pada tikus model diabetes?
2. Bagaimana pengaruh perbedaan pemberian dosis 1,4 cc/ekor/hari, 3,5
cc/ekor/hari, 5,6 cc/ekor/hari ubi jalar ungu terhadap kadar CEC pada tikus
model diabetes?

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui pengaruh ubi jalar ungu terhadap kadar CEC (Circulating
Endothelial Cell) pada tikus model diabetes
3

2. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan pemberian dosis 1,4 cc/ekor/hari, 3,5


cc/ekor/hari, 5,6 cc/ekor/hari ubi jalar ungu terhadap kadar CEC pada tikus
model diabetes

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini adalah:
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan dan
bukti bahwa ubi jalar ungu dapat menurunkan kadar CEC (Circulating Endothelial
Cell) pada diabetes. Selain itu, penelitian ini digunakan untuk mendorong para petani
agar meningkatkan mutu varietas ubi jalar dan dapat digunakan sebagai dasar
penelitian-penelitian selanjutnya.
4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes melitus


2.1.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (2004), diabetes melitus adalah suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemik kronik pada
diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan
pada beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal, saraf jantung, dan pembuluh darah.
Diabetes melitus merupakan suatu sindrom dengan terganggunya
metabolisma karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh berkurangnya
sekresi insulin atau penurunan sensitivitas jaringan terhadap insulin (Guyton and
Hall, 2008).

2.1.2 Epidemiologi Diabetes Melitus


Pada negara berkembang, DM cenderung diderita oleh penduduk usia 45-64
tahun, sedangkan pada negara maju penderita DM cenderung diderita oleh penduduk
usia di atas 64 tahun. 24 Penderita DM Tipe 1 biasanya berumur < 40 tahun dan
penderita DM Tipe 2 biasanya berumur ≥ 40 tahun. Hasil penelitian Ditjen Yanmed
Depkes RI pada tahun 2002, diperoleh data bahwa DM berada di urutan keenam
dengan PMR sebesar 3,6% dari sepuluh penyakit utama yang ada di Rumah Sakit
yang menjadi penyebab utama kematian. Dan penelitian Ditjen Yanmed Depkes pada
tahun 2005 menyatakan bahwa DM menjadi penyebab kematian tertinggi pada pasien
rawat inap akibat penyakit metabolik, yaitu sebanyak 42.000 kasus dengan 3.316
kematian (CFR 7,9%) (Ardian, 2012).
Menurut laporan PERKENI tahun 2005 dari berbagai penelitian epidemiologi
di Indonesia, menunjukkan bahwa angka prevalensi DM terbanyak terdapat di kota-
5

kota besar, antara lain : Jakarta 12,8 %, Surabaya 1,8 %, Makassar 12,5 %,dan
Manado 6,7 %. Sedangkan prevalensi DM terendah terdapat di daerah pedesaan
antara lain Tasikmalaya sebesar 1,8 % dan Tanah Toraja sebesar 0,9 %. Adanya
perbedaan prevalensi DM di perkotaan dengan di pedesaan menunjukkan bahwa gaya
hidup mempengaruhi kejadian DM (Purba, 2010).
Peningkatan angka kesakitan DM dari waktu ke waktu lebih banyak
disebabkan oleh faktor herediter, life style (kebiasaan hidup) dan faktor
lingkungannya. WHO menyatakan penderita DM Tipe 2 sebanyak 171 juta pada
tahun 2000 akan meningkat menjadi 366 juta pada tahun 2030 (Purba, 2010).

2.1.3 Patofisiologi Diabetes Melitus


Diabetes melitus (DM) tipe I diperantarai oleh degenerasi sel β Langerhans
pankreas akibat infeksi virus, kelainan autoimun, dan factor genetic, pemberian
senyawa toksin, diabetogenik (alloxane), atau secara genetik (wolfram sindrome)
yang mengakibatkan produksi insulin sangat rendah atau berhenti sama sekali. Hal
tersebut mengakibatkan penurunan pemasukan glukosa dalam otot dan jaringan
adiposa. Secara patofisiologi, penyakit ini terjadi lambat dan membutuhkan waktu
yang bertahun-tahun, biasanya terjadi sejak anak-anak atau awal remaja. Penurunan
berat badan merupakan ciri khas dari penderita DM I yang tidak terkontrol. Gejala
yang sering mengiringi DM I yaitu poliuria, polidipsia, dan polifagia. Pada DM I,
kadar glukosa darah sangat tinggi, tetapi tubuh tidak dapat memanfaatkannya secara
optimal untuk membentuk energi. Oleh karena itu, energi diperoleh melalui
peningkatan katabolisme protein dan lemak. Seiring dengan kondisi tersebut, terjadi
perangsangan lipolisis serta peningkatan kadar asam lemak bebas dan gliserol darah.
Dalam hal ini terjadi peningkatan produksi asetil-KoA oleh hati, yang pada gilirannya
diubah menjadi asam asetoasetat dan pada akhirnya direduksi menjadi asam β-
hidroksibutirat atau mengalami dekarboksilasi menjadi aseton. Pada kondisi normal,
konsentrasi benda-benda keton relatif rendah karena insulin dapat menstimulasi
sintesis asam lemak dan menghambat lipolisis (Nugroho, 2006).
6

Diabetes melitus (DM) tipe II disebabkan karena dua hal yaitu penurunan
respon jaringan perifer terhadap insulin, Penurunan sensitivitas terhadap insulin ini
seringkali disebut resistensi insulin, dan penurunan kemampuan sel β pankreas untuk
mensekresi insulin sebagai respon terhadap beban glukosa. Biasanya terjadi pada usia
dewasa diatas umur 30 tahun, seringkali diantara usia 50-60 tahun, dan penyakit ini
timbul secara perlahan-lahan. Akan tetapi, akhir-akhir ini dijumpai peningkatan kasus
yang terjadi pada individu yang berusia lebih muda, sebagian berusia kurang dari 20
tahun dengan diabetes mellitus tipe 2. Sebagian besar DM tipe II diawali dengan
kegemukan karena kelebihan makan. Sebagai kompensasi, sel β pankreas merespon
dengan mensekresi insulin lebih banyak sehingga kadar insulin meningkat
(hiperinsulinemia). Konsentrasi insulin yang tinggi mengakibatkan reseptor insulin
berupaya melakukan pengaturan sendiri (self regulation) dengan menurunkan jumlah
reseptor atau down regulation. Hal ini membawa dampak pada penurunan respon
reseptornya dan lebih lanjut mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Di lain
pihak, kondisi hiperinsulinemia juga dapat mengakibatkan desensitisasi reseptor
insulin pada tahap postreseptor, yaitu penurunan aktivasi kinase reseptor, translokasi
glucose transporter dan aktivasi glycogen synthase. Kejadian ini mengakibatkan
terjadinya resistensi insulin. Secara patologis, pada permulaan DM tipe II terjadi
peningkatan kadar glukosa plasma dibanding normal, namun masih diiringi dengan
sekresi insulin yang berlebihan (hiperinsulinemia). Pada penderita DM II, pemberian
obat-obat oral antidiabetes sulfonilurea masih dapat merangsang kemampuan sel β
Langerhans pankreas untuk mensekresi insulin (Nugroho, 2006).

2.2 Pembentukan Radikal Bebas pada Diabetes Melitus


Radikal bebas sebenarnya berasal dari molekul oksigen yang secara kimia
strukturnya berubah akibat dari aktifitas lingkungan. Aktifitas lingkungan yang dapat
memunculkan radikal bebas antara lain radiasi, merokok, polusi, dan lain sebagainya.
Radikal bebas yang beredar dalam tubuh berusaha untuk mengambil elektron yang
ada pada molekul lain seperti DNA dan sel. Pengambilan ini jika berhasil akan
7

merusak DNA dan sel tersebut. Dengan demikian, jika radikal bebas banyak dalam
tubuh maka akan banyak pula sel yang akan rusak. Kerusakan yang ditimbulkan
dapat menyebabkan sel tersebut menjadi tidak stabil yang berpotensi menyebabkan
proses penuaan dan kanker (Handoko, 2008).
Menurut Gordon (1991) diacu dalam Marpaung (2008), mekanisme reaksi
pembentukan radikal bebas terdiri atas tiga tahap, yaitu inisiasi, propagasi, dan
terminasi. Tahap inisiasi, merupakan tahap awal pembentukan radikal bebas. Tahap
kedua adalah propagasi, yaitu perubahan suatu molekul radikal bebas menjadi radikal
bentuk lain (pembentukan radikal bebas baru). Tahap yang terakhir adalah terminasi.
Terminasi adalah tahap dimana terjadi penggabungan dua molekul radikal bebas dan
membentuk produk yang stabil. Mekanisme reaksi ketiga tahapan tersebut dapat
ditulis sebagai berikut:
Tahap 1 (Inisiasi):
UV
Cl-Cl 2Cl. (Radikal bebas)
Tahap 2 (Propagasi):
CH4 + Cl. .CH3 + HCl
.CH3 + Cl2 CH3Cl + Cl. (dapat bereaksi dengan CH4)
Tahap 3 (Terminasi):
.CH3 + Cl. CH3Cl
.CH3 + .CH3 CH3CH3
Stress oksidatif timbul bila pembentukan Reactiv Oxygen Species (ROS)
melebihi kemampuan sel dalam mengatasi radikal bebas, yang melibatkan sejumlah
enzim dan vitamin yang bersifat antioksidan. Stress oksidatif pada diabetes melitus
disebabkan karena ketidakseimbangan reaksi redoks akibat perubahan metabolisme
karbohidrat dan lipid, sehingga terjadi penurunan antioksidan. Peningkatan stress
oksidatif pada diabetes melitus terjadi melalui 3 mekanisme (glikasi nonenzimatik
pada protein, jalur poliol-sorbitol (aldose reduktase), dan autooksidasi glukosa)
(Setiawan dan Suhartono, 2005).
8

1. Jalur poliol
Di dalam status yang normoglikemik, kebanyakan glukosa intrasellular adalah
di phosphorylated ke glucose-6-phosphate oleh heksocinase. Hanya sebagian kecil
dari glukosa masuk polyol pathway. Dibawah kondisi-kondisi hiperglikemi,
heksocinase disaturasi, maka akan terjadi peningkatan influks glukosa ke dalam
polyol pathway aldose reductase, yang mengkatalisa pengurangan glukosa ke
sorbitol, adalah rate limiting enzim didalam pathway ini. Aldose reductase, yang
secara normal mempunyai fungsi mengurangi aldehid beracun didalam sel ke alkohol
non aktif, tetapi ketika konsentrasi glukosa di dalam sel menjadi terlalu tinggi, aldose
reductase juga mengurangi glukosa itu ke sorbitol, yang mana kemudian dioksidasi
menjadi fruktose. Sedang dalam proses mengurangi glukosa intraselluler tinggi ke
sorbitol, aldose reductase mengkonsumsi co-factor NAPH (nicotinamide adenin
dinucleotide phospat hydrolase). NADPH adalah juga co-factor yang penting untuk
memperbaharui suatu intraselluler critical antioxidant, dan pengurangan glutathione.
Dengan mengurangi jumlah glutathione, polyol pathway meningkatkan kepekaan ke
intracelluler oxidative stress.
2. Autooksidasi glukosa
Proses autooksidasi glukosa dikatalisis oleh senyawa logam dalam jumlah
kecil seperti besi dan seng. Hasil katalisis tersebut adalah senyawa oksigen reaktif.
Autooksidasi glukosa terjadi pada fase I proses glikasi nonenzimatik pada protein
yang secara alamiah masih bersifat reversibel. Fase ini merupakan sumber hidrogen
peroksida yang mampu menghambat Cu/ZnSOD.1 Selain hidrogen peroksida, radikal
superoksida juga dihasilkan oleh proses autooksidasi glukosa tersebut serta terkait
dengan pembentukan protein glikasi dalam plasma penderita diabetes. Akibat yang
ditimbulkan berupa peningkatan aktivitas radikal superoksida serta kerusakan enzim
superoksida dismutase. Superoksida dismutase merupakan salah satu enzim
antioksidan yang dihasilkan oleh tubuh.
9

3. Glikasi non enzimatik pada protein


Glikosilasi non enzimatik. Glukosa adalah suatu aldehid yang bersifat reaktif,
yang dapat bereaksi secara spontan, walaupun lambat dengan protein. Melalui proses
yang disebut dengan glikosilasi non enzimatik, protein mengalami modifikasi. Gugus
aldehid glukosa bereaksi dengan gugus amino yang terdapat pada suatu protein,
membentuk produk glikosilasi yang bersifat reversible. Produk ini mengalami
serangkaian reaksi dengan gugus NH2 dari protein dan mengadakan ikatan silang
membentuk advanced glycoliation end-product (AGE). Akumulasi AGE pada
kolagen dapat menurunkan elastisitas jaringan ikat sehingga menimbulkan perubahan
pada pembuluh darah dan membrane basalis (Wulandari, 2003).

Gambar 2.1. Skema pembentukan radikal bebas pada diabetes mellitus (Sumber: Baido,
2011)

Metabolik oksidatif terlibat pada inaktivasi fungsional endotel dengan


peningkatan permeabilitas, dan menyebabkan kematian sel endotel. NO yang
dihasilkan endotel dapat berinteraksi dengan stress oksidatif, dengan demikian
berperan sebagai molekul anti aterogenik dan anti inflamasi. Peningkatan stress
10

oksidatif akan menurunkan ketersediaan biologis NO dan menyebabkan disfungsi


endotel (Napitupulu, 2011).
Gangguan pada sel endotel dapat mengakibatkan ketidakseimbangan pada
pengaturan fungsi endotel vaskuler. Gangguan pada sel endotel dapat terjadi pada
penyakit diabetes melitus, dislipidemia, hipertensi, obesitas, dan merokok. Selain itu,
disfungsi endotel paling banyak disebabkan karena stress oksidatif. Gangguan pada
sel endotel mengakibatkan ketidakseimbangan berbagai faktor yang menyebabkan
penyakit-penyakit pembuluh darah. Sel endotel normal bekerja mempertahankan
tonus dan struktur pembuluh darah, regulasi pertumbuhan sel vaskuler (remodelling
vaskuler), regulasi trombosit dan fungsi fibrinolisis, mediator mekanisme inflamasi
dan imun, regulasi leukosit dan adhesi platelet pada permukaan, modulasi oksidasi
lipid (aktivitas metabolik), dan regulasi permeabilitas vaskuler (Sari, 2011).

2.3 CEC (Circulating Endothelial Cell) pada Diabetes Melitus


Sel endotel melapisi bagian dalam lumen dari seluruh pembuluh darah dan
berperan sebagai penghubung antara sirkulasi darah dan sel-sel otot polos pembuluh
darah. Disamping berperan sebagai sawar fisik antara darah dan jaringan, sel endotel
memfasilitasi berbagai fungsi yang kompleks dari sel otot polos pembuluh darah dan
sel-sel didalam kompartemen darah. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel
endotel memegang peran penting dalam proses homeostasis yang terjadi melalui
integrasi berbagai mediator kimiawi. Kerusakan sel endotel menyebabkan ekspresi
dan sekresi molekul adhesi sel endotel terganggu, dan faktor inflamasi yang
menyebabkan perubahan morfologi dan fungsi sel-sel endotel dan menyebabkan
penyakit pembuluh darah (Shahab, 2009).
CEC (Circulating Endothelial Cell) adalah sel endotel dari dinding pembuluh
darah yang bersirkulasi di pembuluh darah perifer. CEC merupakan penanda
terjadinya kerusakan vaskuler. Normalnya kadar CEC dalam orang normal 0-12/ml
darah. CEC akan meningkat pada penyakit yang menyerang pembuluh darah
misalnya diabetes melitus, penyakit jantung, sklerosis sistemik, Cytomegalovirus
11

(CMV) infeksi, endotoksemia, vaskulitis, transplantasi ginjal, dan kanker (Erdbruegger


et al., 2006).
Sel endotel dapat diaktifkan dengan berbagai rangsangan, seperti sitokin pro-
inflamasi, pertumbuhan faktor, menular agen, lipoprotein, atau stres oksidatif.
Kehilangan integritas lapisan endotel yang irreversibel akan mengarah ke detasemen
sel dan sel-sel yang terpisah (CEC) ini akan menjadi apoptosis atau nekrosis. CEC
diidentifikasi melalui ekspresi CD 146. Selain itu juga ditemukan kaderin endotel
vaskular (VE-cadherin), vWF(von willebrand factor) dan antibody monoclonal (S-
Endo 1) untuk antigen CD 146 (Erdbruegger, U. et al., 2006).

Gambar 2.2 Mekanisme pembentukan dan lepasnya sel endotel (Sumber: Erdbruegger, U. et
al., 2006)

Hiperglikemia persisten merangsang produksi radikal bebas oksidatif yang


disebut (reactive oxygen species). Radikal bebas membuat kerusakan endotel
vaskuler dan menetralisir NO, yang berefek menghalangi vasodilatasi pembuluh
darah. Nitric oxide merupakan vasodilator yang menyebabkan relaksasi otot polos
12

yang berfungsi sebagai regulator aliran dan tekanan darah, meregulasi permeabilitas
endothelial terhadap lipoprotein dan zat lainnya dan mencegah agregasi dan adhesi
platelet sehingga pada DM terjadi komplikasi vasculopathy. Pada orang yang
menderita diabetes melitus terjadi peningkatan kadar CEC karena resistensi insulin.
Saat nitric oxide berkurang atau tidak adekuat, endotelium menjadi prokoagulan dari
pada antikoagulan, dan molekul vasoaktif seperti sitokin, dan growth factor terbentuk.
Endotelium menjadi lebih permeabel dimana dapat terjadi peningkatan lipoprotein,
monosit, dan makrofag. Substansi ini meningkatkan migrasi sel otot polos,
mempercepat pembentukan, mengubah fungsi dan struktur pembuluh darah.
Akibatnya, sel endotel banyak yang lepas dan kemudian menjadi apoptosis atau
nekrosis (Idhayu, 2006).
CEC diisolasi dengan menggunakan metode flowcytometry. Flowcytometry
merupakan suatu metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik
permukaan setiap sel dengan kemampuan memisahkan sel-sel yang berada dalam
suatu suspense menurut karakteristik masing-masing secara otomatis melalui suatu
celah yang ditembus oleh seberkas sinar laser. Pengukuran dengan flowcytometry
menggunakan label fluoresensi dan mengukur jumlah, ukuran sel, petanda dinding
sel, granula intraseluler, struktur intrasitoplasmik, dan inti sel (Barrus, 2011)
Morfologi dari CEC adalah berbentuk bulat atau oval dengan diameter 10 sampai
100μm (Woywodt et al., 2002).
Pengukuran kadar CEC dilakukan dengan mengambil PBMC (peri blood
mononuclear cell). Normalnya, dalam PBMC ditemukan limfosit, monosit, basofil,
makrofag dan sel hematopoiesis lainnya. Tapi, dalam keadaan hiperglikemia akan
ditemukan sel endotel yang lepas dengan dideteksinya CD146. Pada pemeriksaan
CEC dengan flowcytometry digunakan 2 marker yaitu CD 146 dan CD 45. CD 146
merupakan marker dari sel endotel, sel limfosit, dan sel melanoma, sedangkan CD 45
merupakan marker spesifik dari sel limfosit. Penggunaan CD 45 pada pengukuran
CEC bertujuan untuk menarik sel limfosit sehingga CD 146 dapat dijadikan marker
untuk CEC (Mancuso, et al.,).
13

2.4 Alloxane
Alloxane adalah suatu substrat yang secara struktural adalah derivate pirimidin
sederhana. Nama lain dari Alloxane adalah 2,4,5,6-tetraoxypirimidin; 2,4,5,6-
primidinetetron; 1,3-Diazinan-2,4,5,6-tetron (IUPAC) dan asam Mesoxalylurea 5-
oxobarbiturat. Rumus kimia Alloxane C4H2N2O4. Alloxane murni diperoleh dari
oksidasi asam urat oleh asam nitrat. Alloxane adalah senyawa kimia tidak stabil dan
senyawa hidrofilik. Pada pH 7,4 dan suhu 370 C waktu paruh alloxane adalah 1,5
menit (McLetchie 2002, Szkuldelski 2001).

Gambar 2.3 Struktur kimia alloxane (Sumber: Nugroho, 2006)

Alloxane relatif toksik terhadap hati dan ginjal, tetapi dalam dosis tertentu
menyebabkan destruktif selektif pada sel β pankreas. Alloxane bereaksi dengan
merusak substansi essensial di dalam sel β pankreas sehingga menyebabkan
berkurangnya granula-granula pembawa insulin di dalam sel β pankreas. Pemberian
Alloxane adalah suatu cara yang cepat untuk menghasilkan kondisi diabetic
eksperimental (hiperglikemik) pada hewan percobaan (Rosalina, 2009).
Faktor lain selain pembentukan oksigen reaktif adalah gangguan pada
homeostatis kalsium intraseluler. Alloxane dapat meningkatkan konsentrasi ion
kalsium bebas sitosolik pada sel β Langerhans pankreas. Efek tersebut diikuti oleh
beberapa kejadian, yaitu influks kalsium dari cairan ekstraseluler, mobilisasi kalsium
dari simpanannya secara berlebihan, dan eliminasinya yang terbatas dari sitoplasma.
Influks kalsium akibat aloksan tersebut mengakibatkan depolarisasi sel β Langerhans,
membuka kanal kalsium dan menambah masuknya ion kalsium ke sel. Akibatnya,
14

proses oksidasi sel terganggu dan sel β Langerhans pancreas akan mengalami
kerusakan. Alloxane juga diduga berperan dalam penghambatan glukokinase dalam
proses metabolisme energi (Szkudelski 2001, Walde et al. 2002).
Alloxane lazim digunakan karena zat kimia ini menimbulkan hiperglikemik yang
permanen dalam 2-3 hari (Suharmiati, 2003). Alloxane dapat diberikan secara intravena,
intraperitoneal, atau subkutan pada binatang percobaan (Nugroho, 2006). Tikus
hiperglikemik dapat dihasilkan dengan pemberian suntikan aloksan monohidrat
secara intravena dengan dosis 75 mg / kg BB tikus (Lestari, 2006). Dosis pemberian
aloksan bervariasi tergantung pada spesies, nutrisi, dan rute pemberiannya
(Szkudelski, 2001). Kemampuan aloksan untuk dapat menimbulkan diabetes juga
tergantung pada jalur penginduksian, dosis, hewan coba, dan status nutrisinya
(Andayani, 2003).

2.5 Ubi jalar ungu


Ubi jalar adalah tanaman dikotiledon dengan akar serabut yang dapat tumbuh
secara adventif dari kedua sisi tiap ruas pada bagian batang yang bersinggungan
dengan tanah. Organ penyimpanan yang layak santap disebut ubi yang terbentuk dari
penebalan akar sekunder dan terbentuk pada kedalaman 25 cm dari permukaan tanah.
Pembentukan ubi akibat pembelahan sel yang cepat diikuti oleh pembesaran sel dan
penimbunan pati pada jaringan parenkim pusat (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998:145)
Ubi jalar mempunyai banyak nama atau sebutan, antara lain ketela rambat
huwi boled (Sunda), tela rambat (Jawa), sweet potato (Inggris), dan shoyu (Jepang).

2.5.1 Klasifikasi Tanaman


Dalam sistematika (taksonomi) ubi jalar dapat diklasifikasikan sebagai berikut
(Ludvina, 2010):
Kingdom : Plantae (tumuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Subdivisi: Angiospermae (biji tertutup)
15

Class : Dicotyledoneae (biji berkeping dua)


Ordo : Convolvulales
Famili : Convolvulaceae
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea batatas Blackie

2.5.2 Deskripsi Morfologi Tanaman Ubi Jalar (Ipomoea batatas)


Ubi jalar merupakan tanaman ubi-ubian dan tergolong tanaman musiman
(berumur pendek). Tanaman ubi jalar tumbuh menjalar pada permukaan tanah dengan
panjang tanaman dapat mencapai 3 meter. Ubi jalar berbatang lunak, tidak berkayu,
berbentuk bulat dan bagian tengah bergabus. Batang ubi jalar beruas-ruas dengan
panjang ruas 1-3 cm. Daun ubi jalar berbentuk bulat hati dan bulat lonjong tergantung
dari varietasnya. Daun yang berbentuk bulat lonjong (oval) memiliki tepi daun rata,
berlekuk dangkal, atau berlekuk dalam. Ubi jalar mempunyai bunga yang berbentuk
terompet yang panjangnya antara 3-5 cm dan lebar bagian ujung antara 3-4 cm.
Makota bunga berwarna ungu keputih-putihan dan bagian dalam mahkota bunga
(pangkal sampai ujung) berwarna ungu muda (Juanda Js dan Bambang Cahyono,
2009).
Tanaman ubi jalar yang sudah berumur ±3 minggu setelah tanam biasanya
sudah membentuk ubi. Bentuk ubi biasanya bulat sampai lonjong dengan permukaan
rata sampai tidak rata. Bentuk ubi yang ideal adalah lonjong agak panjang dengan
berat antara 200-250 g per ubi. Kulit ubi berwarna ungu atau ungu kemerah-merahan,
tergantung dari varietasnya. Struktur kulit ubi bervariasi antara tipis sampai dengan
tebal, dan biasanya bergetah. Jenis atau varietas ubi jalar yang berkulit tebal dan
bergetah memiliki kecenderungan tahan terhadap hama penggerak ubi (Cylas sp).
Daging ubi berwarna ungu. Ubi yang berkadar tepung tinggi cenderung manis
(Rukmana, 2000).
16

Gambar 2.4 Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas) (Sumber: Ludvina, 2010)

2.5.3 Kandungan kimia


Ubi jalar merupakan karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi. Ubi
jalar juga sumber vitamin dan mineral, vitamin yang terkandung dalam ubi jalar
antara lain vitamin A, vitamin C, thiamin (vitamin B1), dan riboflavin. Sedangkan
mineral dalam ubi jalar diantaranya adalah zat besi (Fe), Fosfor (p), dan Kalsium
(Ca). Kandungan lainnya adalah protein, Lemak, serat kasar dan abu. Ubi jalar juga
merupakan salah satu hasil pertanian Indonesia yang memiliki kandungan gizi dan
mineral yang cukup banyak. Di bawah ini adalah komponen-komponen yang
terkandung dalam 100 gram ubi jalar beserta jumlahnya (Fuadi, 2011).
17

Tabel 2.1 Kandungan kimia yang ada pada ubi jalar

Komponen Jumlah
Kadar air (%) 72,84
Pati (%) 24,28
Protein (%) 1,65
Lemak (%) 0,4
Gula reduksi (%) 0,85
Mineral (%) 0,95
Asam askorbat (mg/100 g) 22,7
K (mg/100 g) 204,0
S (mg/100 g) 28,0
Ca (mg/100 g) 22,0
Mg (mg/100 g) 10,0
Na (mg/100 g) 13,0
Fe (mg/100 g) 0,59
Mn (mg/100 g) 0,355
Vitamin A (IU/100 g) 20063,0
Energi (kJ/100 g) 441,0
Sumber: Kotecha dan Kadam (1998)

Ubi jalar ungu yang rasanya manis mengandung antosianin yang berfungsi
sebagai antioksidan, antimutagenik, hepatoprotektif antihipertensi dan
antihiperglisemik (Suda et al, 2003). Kandungan antosianin pada ubi jalar ungu lebih
tinggi daripada ubi yang berwarna putih, kuning, dan jingga. Ubi jalar ungu
mengandung antosianin sekitar 110-210mg/100 gr (Suprapta, 2004). Kandungan
antosianin yang tinggi pada ubi jalar tersebut dan stabilitas yang tinggi dibanding
antosianin dari sumber lain, membuat tanaman ini sebagai pilihan yang lebih sehat
(Kumalaningsih, 2006).
18

Antosianin merupakan senyawa flavonoid yang memiliki kemampuan sebagai


antioksidan dan penangkap radikal bebas. Umumnya senyawa flavonoid berfungsi
sebagai antioksidan primer, chelator dan scavenger terhadap superoksida anion.
Antosianin dalam bentuk aglikon lebih aktif daripada bentuk glikosidanya (Santoso,
2006). Kemampuan antioksidatif antosianin timbul dari reaktifitasnya yang tinggi
sebagai pendonor hidrogen atau elektron, dan kemampuan radikal turunan polifenol
untuk menstabilkan dan mendelokalisasi elektron tidak berpasangan. Aktivitas
antioksidan antosianin dipengaruhi oleh sistem yang digunakan sebagai substrat dan
kondisi yang dipergunakan untuk mengkatalisis reaksi oksidasi (Pokorny et al.,
2001).
Antioksidan dalam arti biologis adalah senyawa yang mampu menangkal atau
meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara
mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga
aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa dihambat. Keseimbangan oksidan dan
antioksidan sangat penting karena berkaitan dengan berfungsinya sistem imunitas
tubuh. Kondisi tersebut terutama untuk menjaga integritas dan berfungsinya membran
lipid, protein sel dan asam nukleat serta mengontrol transduksi signal dan ekspresi
gen dalam sel imun (Winarsi, 2007).
Menurut Kuncahyono & Sunardi (2007), berdasarkan sumbernya antioksidan
dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Antioksidan yang dihasilkan oleh tubuh kita sendiri, misalnya superoksida
dismutase (SOD), glutation peroksidase, perxidasi dan enzim kalatase.
2. Antioksidan alami yang dapat diperoleh dari hewan atau tanaman yaitu tokoferol,
vitamin C, betakaroten, flavonoid, antosianin dan senyawa fenolik. Antioksidan
alami umumnya memiliki gugus hidroksil dalam struktur molekulnya.
3. Antioksidan sintetik yang dibuat dari bahan-bahan kimia yaitu Butylated
Hroxyanisole (BHA), BHT, TBHQ, PG, dan NDGA yang ditambahkan dalam
makanan untuk mencegah kerusakan lemak.
19

Menurut Kumalaningsih (2007), berdasarkan fungsinya antioksidan dapat


dikelompokkan menjadi lima, yaitu:
1. Antioksidan primer
Antioksidan primer adalah antioksidan yang berfungsi untuk mencegah
terbentuknya radikal bebas baru, karena dapat merubah radikal bebas yang ada
menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya sebelum sempat bereaksi.
Contoh antioksidan primer adalah enzim SOD (superokside dismutase), enzim
tersebut dapat melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan yang diakibatkan oleh radikal
bebas. Kinerja enzim (SOD) superokside dismutase dipengaruhi oleh beberapa
mineral, seperti Zn, Mn, Cu, dan Se yang harus ada dalam makanan dan minuman.
2. Antioksidan sekunder
Antioksidan sekunder adalah senyawa antioksidan yang mampu memotong
reaksi berantai (propagasi) yang ditimbulkan oleh radikal bebas. Sehingga dapat
mencegah terjadinya kerusakan yang lebih besar. Contoh antioksidan sekunder adalah
betakaroten, vitamin C, dan vitamin E.
3. Antioksidan tersier
Antioksidan tersier merupakan antioksidan yang mampu memperbaiki
kerusakan sel atau jaringan akibat oksidasi radikal bebas. Metionin sulfoksidan
merupakan contoh antioksidan tersier yang mampu memperbaiki kerusakan DNA
akibat oksidasi radikal bebas. Enzim tersebut bermanfaan untuk perbaikan DNA pada
penderita kanker.
4. Oxygen scavenger
Oxygen scavenger adalah antioksidan yang mampu mengikat radikal oksigen,
sehingga tidak mendukung terjadinya reaksi oksidasi. Asam askorbat (vitamin C)
merupakan contoh dari oxygen scavenger.
5. Chelator
Chelator berfungsi mengikat kofaktor logam yang mampu mengkatalisis
reaksi oksidasi, misalnya asam sitrat dan asam amino.
20

2.6 Kerangka konseptual

Alloxane

Destruksi sel β pankreas

Sekresi insulin

Kadar gula darah


Ubi jalar ungu (-)

Peningkatan radikal bebas

Sintesis NO (Nitrit Okside)

Pelepasan sel endotel (Circulating Edndothelial Cell)

Jalur alloxane
Jalur ubi jalar ungu
Variabel tidak diteliti
Variabel diteliti
21

Injeksi alloxane dapat menyebabkan diabetes melitus tipe 1 pada binatang


percobaan. Karena alloxane merupakan suatu radikal bebas yang dapat merusak
DNA sel β pancreas. Selain itu, alloxane menginduksi pengeluaran ion kalsium dari
mitokondria yang mengakibatkan proses oksidasi sel terganggu. Keluarnya kalsium
dari mitokonria mengakibatkan homeostasis yang merupakan awal dari matinya sel.
Akibatnya, granula-granula pembawa insulin berkurang sehingga kadar gula darah
tikus meningkat. Kadar gula darah yang meningkat akan mengurangi sintesi dari NO
(Nitrit oxide), dimana NO berfungsi untuk mengatur tonus sel otot polos, mencegah
agregasi trombosit, dan regulasi permeabilitas vaskuler. Turunnya sintesis NO akan
menyebabkan pembuluh darah mengalami vasokonstriksi sehingga suplai darah ke
jaringan terganggu dan menybabkan lepasnya sel endotel (CEC).

2.7 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah
1. Ubi jalar ungu memiliki efektivitas menurunkan kadar CEC (Circulating
Endothelial Cell) pada tikus model diabetes.
2. Terdapat perbedaan hasil dalam menurunkan kadar CEC (Circulating Endothelial
Cell) pada tikus model diabetes dengan pemberian dosis sari ubi jalar ungu yang
berbeda.
22

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian
eksperimental laboratoris (Pratiknya, 2010).

3.2 Rancangan Penelitian


Rancangan penelitian yang digunakan adalah post test only control group
design. Rancangan penelitian ini dilakukan dengan membagi sampel dalam kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan. Perlakuan dilakukan pada lebih dari satu kelompok
dengan bentuk perlakuan yang berbeda. Setelah semua perlakuan selesai, dilakukan
observasi (posttest) pada semua kelompok untuk diperoleh kesimpulan mengenai
perbedaan diantaranya melalui analisis data tertentu (Notoatmodjo, 2005).

Secara sistematis rancangan penelitian digambarkan sebagai berikut:

3o hari
K K(-) OK(-)

30 hari
K(+) OK(+)

Pop R S

30 hari
P P1 O1

30 hari
P2 O2

30 hari
P3 O3

Keterangan :
Pop : Populasi
R : Simple random sampling
23

S : Sampel
K(-) : Kelompok kontrol negatif dengan pemberian pur Turbo 521 dan
aquadest biasa
K(+) : Kelompok Kontrol positif dengan injeksi intravena alloxane 75 mg/Kg
BB
P1, P2, P3 : Kelompok perlakuan dengan injeksi intravena alloxane 75 mg/Kg BB +
sari ubi jalar ungu 1,4 cc/ekor/hari, 3,5 cc/ekor/hari, 5,6 cc/ekor/hari
secara berturut-turut
OK(-) : Data hasil pengamatan kadar CEC(Circulating Endothelial Cell) dengan
pur dan aquadest biasa setelah masa penelitian selesai
OK(+) : Data hasil pengamatan kadar CEC(Circulating Endothelial Cell) yang
dibuat diabetes setelah masa penelitian selesai
O1, O2, O3 : Data hasil pengamatan kadar CEC(Circulating Endothelial Cell) yang
dibuat diabetes dan sari ubi jalar ungu 1,4 cc/ekor/hari, 3,5 cc/ekor/hari,
5,6 cc/ekor/hari setelah masa penelitian selesai

3.3 Besar Sampel


Hewan yang akan digunakan dalam percobaan ini adalah tikus putih jantan
strain Wistar (Rattus norvegicus) dengan kondisi sehat, umur 3 bulan dan dengan
rentang berat badan antara 150-275 gram. Menurut perhitungan dengan analisis One
way Anova yang menggunakan aplikasi G power, besar sampel yang digunakan:
F tests - ANOVA: Fixed effects, omnibus, one-way
Analysis: A priori: Compute required sample size
Input: Effect size f = 0.80
α err prob = 0.05
Power (1-β err prob) = 0.80
Number of groups = 5
Output: Noncentrality parameter λ = 16.0000000
Critical F = 2.8660814
24

Numerator df = 4
Denominator df = 20
Total sample size = 25
Actual power = 0.8253110

Jadi peneliti menggunakan 25 ekor tikus yang dibagi dalam 5 kelompok, yaitu
2 kelompok kontrol (kontrol negatif dan kontrol positif) dan 3 kelompok perlakuan.
Pembeda 3 kelompok perlakuan ini adalah dosis sari ubi jalar ungu sebesar 1,4
cc/ekor/hari, 3,5 cc/ekor/hari, dan 5,6 cc/ekor/hari.

3.4 Tempat dan Waktu Penelitian


3.4.1 Tempat Penelitian
Perlakuan dilakukan di Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Jember.
3.4.2 Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan perlakuan dan pemeriksaan CEC (Circulating Endothelial
Cell) pada bulan Agustus – November 2012.

3.5 Variabel Penelitian


Penelitian ini menggunakan 3 macam variabel, yaitu:
a. Variabel bebas:
Sari ubi jalar ungu dengan dosis 1,4 cc/ekor/hari, 3,5 cc/ekor/hari, 5,6
cc/ekor/hari untuk kelompok perlakuan 1,2, dan 3.
b. Variabel tergantung: kadar CEC (Circulating Endothelial Cell).
c. Variabel kendali:

1. Umur hewan coba


2. Jenis hewan coba
3. Berat badan hewan coba
25

4. Waktu dan lama perlakuan


5. Pemeliharaan dan perlakuan hewan coba
6. Ketepatan dosis alloxane dan sari ubi jalar ungu
7. Jumlah pakan standar

3.6 Definisi Operasional Variabel


3.6 1. Sari ubi jalar ungu
Sari ubi jalar ungu didapat dengan menghaluskan 100 gr ubi jalar ungu dalam
1 liter aquadest. Kemudian disaring dengan kain kasa dan dipanaskan selama 45
menit. Sari ubi jalar ungu diberikan melalui sonde setiap hari selama 14 hari.

3.6 2. Kadar CEC (Circulating Endothelial Cell)


CEC (Circulating Endothelial Cell) adalah sel endotel yang lepas yang
disebabkan karena peningkatan kadar glukosa dalam darah. CEC diukur dengan
menggunakan flowcytometry.

3.7 Alat dan Bahan Penelitian


3.7.1 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kandang hewan dari
kotak plastik, botol minuman hewan coba, kawat penutup kandang, sekam untuk alas
kandang, mikrotom, gunting, papan fiksasi, jarum pentul, pinset, scapel, spuit, vial,
sonde, neraca digital, dan glukotest easytouch

3.7.2 Bahan Perlakuan


Bahan yang digunakan adalah alloxane , diet normal adalah pakan ternak
(pellet) merk Turbo-521-CP, dan sari ubi jalar ungu.
26

3.8 Prosedur Penelitian


3.8.1 Persiapan penelitian
Menyiapkan kandang dari kotak plastik dengan tutup terbuat dari ram kawat,
dan didalamnya diberi sekam, menyiapkan tempat minum tikus. Seleksi hewan yang
akan digunakan sebagai model sesuai kriteria yang telah ditetapkan, dalam hal ini
tikus putih jantan strain Wistar. Melakukan adaptasi hewan coba, yaitu tikus
dimasukkan dalam kandang yang sudah disiapkan dengan diberi pakan biasa dan
minum selama 7 hari. Setelah itu, membuat sari ubi jalar ungu, caranya yaitu: 1) ubi
jalar ungu segar dicuci kemudian dikupas kulitnya, ditimbang dan dipotong kecil-
kecil, 2) memasukkan 100 gram potongan ubi jalar dan 1 liter aquades kedalam
blender, 3) diblender selama kurang lebih 5 menit, 4) homogenat lalu disaring
menggunakan 3 lapis kain kasa dan dipanaskan pada suhu mendidih selama 45 menit,
5) kemudian sari ubi jalar ungu didinginkan dan siap digunakan untuk penelitian
(Jawi, 2008).

3.8.2 Pembuatan Kondisi Diabetik pada Tikus


Pemeriksaan glukosa darah puasa tikus dilakukan dengan alat pengukur
glukosa darah easy touch untuk diukur glukosa darahnya. Kadar gula darah puasa
normal pada tikus 50-109 mg/dl (Wulandari, 2010). Dua puluh tikus yang meliputi
kontrol positif, perlakuan 1, perlakuan 2, perlakuan 3 dibuat hiperglikemik dengan
pemberian suntikan aloksan monohidrat secara intravena dengan dosis 75 mg/kgBB.
Suntikan dilakukan di pembuluh darah vena yang ada di ekor, atau cuping telinga.
Injeksi alloxane dilakukan secara intravena pada ekor tikus, yang dilakukan
dengan cara: 1) masukkan tikus ke dalam kotak berlubang, sehingga ekor bisa ditarik
keluar, 2) kompress ekor tikus dengan kapas yang dibasahi air hangat selama 5 menit
sehingga pembuluh darah venanya terlihat, 3) injeksi vena dengan kemiringan 15
derajat, lalu diaspirasi. Apabila telah yakin jarum sudah masuk ke dalam vena (darah
terlihat memasuki spuit), maka injeksi perlahan dilakukan 4) Setelah injeksi
dilakukan, ditunggu selama 1 minggu sehingga tikus dalam kondisi hiperglikemik
27

(Maliya, 2006). Setelah 1 minggu, kadar gula darah puasa diuku untuk memastikan
tikus dalam eadaan hiperglikemik.

3.8.5 Pemberian Sari Ubi Jalar Ungu


Penelitian yang dilakukan oleh Jawi (2008) menggunakan ubi jalar ungu
dengan dosis 0,5 cc/ekor/hari pada sampel mencit selama 7 hari. Dosis yang
dibutuhkan peneliti untuk diberikan kepada tikus dengan rerata berat badan 200 gram
adalah dosis ubi jalar ungu pada mencit dikalikan dengan faktor konversi, yaitu 0,5 cc
x 7 (setara dengan 3,5 cc/ekor/hari). Sebagai pembanding peneliti menggunakan dosis
1,4 cc/ekor/hari dan 5,6 cc/ekor/hari. Sari ubi jalar ungu diberikan dengan cara sonde
selama 14 hari. Volume maksimal pemberian ekstrak ubi jalar pada hewan coba
menurut Suhardjono (1975) per oral ± 10cc.

3.8.6 Pengukuran kadar CEC dengan menggunakan flowcitometry


Isolasi PBMC (peri blood mononuclear cell) dengan menambah ficoll 5ml
pada tabung dan 5ml darah dengan perbandingan 1:1. Kemudian sentrifus dengan
kecepatan 10rpm selama 30 menit. Mengambil cincin dan memindahknnya ke tabung
yang lain. Masukkan PBS (Phospat Buffer Saline) sebanyak 10 ml. Sentrifus dengan
kecepatan 1200rpm selama 10 menit. Kemudian buang supernatannya dan ambil
pelet. Tambahkan RBC lisis buffer sebanyak 5 ml. Sentrifus lagi dengan kecepatan
1200rpm selama 10 menit. Buang supernatan dan ambil pelet. Tambahkan PBS
(Phospat Buffer Saline) dan sel staining buffer sebanyak 100ml. Lakukan pipeting
sampai dengan homogen kemudian bagi menjadi 2 eppendorf masing-masing 50ml.
Sentrifus eppendorf I dengan kecepatan 2000 rpm selama 3 menit. Buang PBS
dengan cara dituang. Tambahkan reagen flowcytometry@ 400 µl, resuspen dengan
homogen. Bungkus tiap eppendorf dengan alufoil. Beri penandaan pada bagian atas
eppendorf. Inkubasi di waterbath 37°C, 10 menit untuk mengaktivasi RNase. Jangan
disimpan di kulkas/freezer/suhu kamar karena akan meningkatkan debris. Resuspen
lagi sebelum ditransfer ke flowcyto-tube. Transfer suspensi sel ke dalam flowcyto-
28

tube melalui filter (kain nylon/kain kaca) menggunakan mikropipet 1 ml. Baca
dengan flowcytometer FACS Calibur.

3.9 Analisis Data Penelitian


Untuk mengetahui pengaruh sari ubi jalar ungu terhadap kadar CEC
(Circulating Endothelial Cell) pada tikus model diabetes, peneliti menggunakan
regresi linier. Selanjutnya, untuk mengetahui perbedaan pemberian dosis sari ubi jalar
ungu terhadap kadar CEC (Circulating Endothelial Cell) pada tikus model diabetes
pada kelima kelompok digunakan uji One Way Anova.
29

3.10 Alur Penelitian

N Sampel

K(-) K(+) P1 P2 P3

Diukur kadar glukosa darah

Injeksi alloxane 75 mg/Kg BB

Setelah 1 minggu diukur kadar glukosa darah

Sari ubi Sari ubi Sari ubi


jalar ungu jalar ungu jalar ungu
1,4 cc/per 3,5 cc/per 5,6 cc/per
ekor/hari ekor/hari ekor/hari
selama 14 selama 14 selama 14
hari hari hari

Pemeriksaan kadar CEC (Circulating Endothelial Cell)


30

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil penelitian


4.1.1 Data Hasil Penelitian
Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus wistar jantan yang dikelompokkan
menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok 1 dengan pemberian pur Turbo 521 dan
aquades biasa (K-); kelompok 2 dengan injeksi intravena alloxane 75 mg/Kg BB,
diberi pur Turbo 521, aquades (K+); kelompok 3 dengan injeksi intravena alloxane
75 mg/Kg BB, diberi pur Turbo 521, aquades dan sari ubi jalar ungu 1,4 cc/ekor/hari
(P1); kelompok 4 dengan injeksi intravena alloxane 75 mg/Kg BB, diberi pur Turbo
521, aquades, dan sari ubi jalar ungu 3,5 cc/ekor/hari (P2); kelompok 5 dengan
injeksi intravena alloxane 75 mg/Kg BB, diberi pur Turbo 521, aquades, dan sari ubi
jalar ungu 5,6 cc/ekor/hari. Pada proses penelitian ini terdapat lima ekor tikus yang
mati, yaitu 1 ekor dari kelompok 2 (K+), 1 ekor dari kelompok 3 (P1), 2 ekor dari
kelompok 4 (P2), 1 ekor dari kelompok 5 (P3).
Lima kelompok dengan kelompok kontrol negatif (non diabetes), kelompok
kontrol positif dan kelompok perlakuan yang sudah diabetes dengan kadar gula darah
lebih dari 110 mg/dl dilakukan pemeriksaan dengan flowcytometry untuk mengukur
kadar CEC. Kadar gula darah puasa tikus untuk setiap kelompok bisa dilihat di
lampiran. Rata-rata ekspresi CEC berdasarkan data tersebut dapat dilihat pada Tabel
4.1.
31

Tabel 4.1 Rata-rata kadar CEC tiap kelompok

Kelompok Rata-rata Std. Deviasi


K1 0,0250 0,00707
K2 0,0325 0,04573
P1 0,1275 0,15414
P2 0,0750 0,02121
P3 0,0200 0,01414
Keterangan:
K1 = kelompok kontrol negatif (perawatan tanpa injeksi alloxane dan ubi jalar ungu)
K2 = Kelompok kontrol positif (Alloxane 75mg/Kg/BB)
P1 = Kelompok perlakuan 1 (Alloxane 75mg/Kg/BB + ubi jalar ungu 1,4cc/ekor/hari)
P2 = Kelompok perlakuan 2 (Alloxane 75mg/Kg/BB + ubi jalar ungu 3,5cc/ekor/hari)
P3 = Kelompok perlakuan 3 (Alloxane 75mg/Kg/BB + ubi jalar ungu 5,6cc/ekor/hari)

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa rerata kadar CEC terbesar pada
kelompok perlakuan 1 yakni sebesar 0,1275 pada pemberian dosis Alloxane
75mg/Kg/BB + ubi jalar ungu 1,4 cc/ekor/hari dan rata-rata kadar CEC terkecil pada
kelompok perlakuan 3 yakni sebesar 0,0200 pada pemberian Alloxane 75mg/Kg/BB
+ ubi jalar ungu 5,6 cc/ekor/hari. Selain itu, dapat dilihat bahwa terdapat penurunan
kadar CEC seiring dengan meningkatnya dosis pemberian ekstrak ubi jalar ungu.
Diagram batang rerata hasil pemeriksaan kadar CEC dengan menggunakan
flowcytometry dapat dilihat pada Gambar 4.1.

.3000

.2000
.1275
.1000 .0750
.0250 .0325 .0200
.0000
K- K+ P1 P2 P3
-.1000
Perlakuan

Gambar 4.1 Diagram batang rata-rata kadar CEC


32

Keterangan:
K1 = kelompok kontrol negatif (perawatan tanpa injeksi alloxane dan ubi jalar ungu)
K2 = Kelompok kontrol positif (Alloxane 75mg/Kg/BB)
P1 = Kelompok perlakuan 1 (Alloxane 75mg/Kg/BB + ubi jalar ungu 1,4cc/ekor/hari)
P2 = Kelompok perlakuan 2 (Alloxane 75mg/Kg/BB + ubi jalar ungu 3,5cc/ekor/hari)
P3 = Kelompok perlakuan 3 (Alloxane 75mg/Kg/BB + ubi jalar ungu 5,6cc/ekor/hari)

Gambar 4.2 Gambaran hasil perhitungan kadar CEC pada kelompo k kontrol negatif

Gambar 4.3 Gambaran hasil perhitungan kadar CEC pada kelompok kontrol positif
33

Gambar 4.4 Gambaran hasil perhitungan kadar CEC pada kelompok perlakuan 1

Gambar 4.5 Gambaran hasil perhitungan kadar CEC pada kelompok kontrol perlakuan 2
34

Gambar 4.6 Gambaran hasil perhitungan kadar CEC pada kelompok perlakuan 3

4.1.2 Hasil Uji Analisis


Syarat yang harus dimiliki oleh data penelitian agar dapat melakukan analisa
data dengan uji parametric one way Anova ialah harus memiliki data yang
terdistribusi normal dan varians datanya seragam. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji
normalitas dan uji homogenitas terhadap data sebelum melakukan analisis one way
Anova. Uji normalitas dan uji homogenitas dikatakan significan jika nilai sig > 0,05.
Hasil uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov didapatkan significancy sebesar
0,380 dan hasil uji homegenitas dengan Levene didapatkan nilai significancy sebesar
0,122. Hal ini menandakan bahwa data terdistribusi normal dan varians datanya
seragam atau homogen.
35

Tabel 4.2 Hasil analisis data regresi linier

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) .163 .077 2.133 .077

Dosis -.026 .022 -.425 -1.149 .294

Keterangan: variable terikat = kadar CEC

Tabel 4.3 Besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel


terikat pada uji regresi linier

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate

a
1 .425 .180 .044 .10949

Berdasarkan uji regresi linier R square = 0,180. Koefisien korelasi R sebesar


42,5%, yang berarti ubi jalar ungu memberikan pengaruh sebesar 42,5% terhadap
kadar CEC. Sedangkan sisanya 57,5% dipengaruhi oleh faktor luar.
Bentuk umum garis regresi (x terhadap y) yaitu Y = a + bX, dengan a = 0,163
dan b = -0,026 yang didapat dari hasil uji regresi linier. Sehingga persamaannya
menjadi Y = 0,163-0,026X. Dengan Y adalah kadar CEC dan X adalah sari ubi jalar
ungu. Jadi, dari rumus tersebut berarti setiap kenaikan 1 mg dosis, akan menurunkan
kadar CEC sebesar 0,026. Grafik pengaruh pemberian dosis bertingkat terhadap kadar
CEC dapat dilihat pada gambar 4.1.
Hasil uji analisis one way ANOVA diperoleh significancy 0,564 (sig. > 0,05)
yang berarti kadar CEC terdapat perbedaan yang tidak bermakna (terima H0) pada 5
kelompok, yaitu 2 kelompok kontrol dan 3 kelompok perlakuan.
36

Tabel 4.4 Hasil analisis data one way ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .027 4 .007 .783 .564

Within Groups .078 9 .009

Total .105 13

4.2 Pembahasan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian sari ubi jalar
ungu terhadap kadar CEC (Circulating Endothelial Cell) pada tikus model diabetes.
Ubi jalar ungu diberikan dalam berbagai dosis dengan tujuan mengetahui pengaruh
perbedaan pemberian dosis ubi jalar ungu tersebut terhadap kadar CEC (Circulating
Endothelial Cell) pada tikus model diabetes.
Tikus Wistar yang digunakan merupakan tikus jantan karena karena tikus
jantan dapat memberikan hasil penelitian yang lebih stabil karena tidak dipengaruhi oleh
adanya siklus menstruasi dan kehamilan seperti pada tikus putih betina. Tikus jantan juga
mempunyai kecepatan metabolisme obat yang lebih cepat dan kondisi biologis tubuh
yang lebih stabil dibanding tikus betina (Setiawan, 2010). Selain itu, hewan coba yang
digunakan berumur 3 bulan dengan berat badan 150-275gram.
Meningkatnya kadar glukosa darah pada pemberian alloxane dapat
disebabkan oleh dua proses yaitu terbentuknya radikal bebas dan kerusakan
permeabilitas membran sel sehingga terjadi kerusakan sel beta pancreas yang
berfungsi menghasilkan insulin. Aksi toksik alloxane pada sel β pankreas diinisiasi
oleh radikal bebas yang dibentuk oleh reaksi redoks. Alloxane dan produk reduksinya,
asam dialurik, membentuk siklus redoks dengan formasi radikal superoksida. Radikal
ini mengalami dismutasi menjadi hydrogen peroksida. Radikal hidroksil dengan
kereaktifan yang tinggi dibentuk oleh reaksi Fenton. Aksi radikal bebas dengan
rangsangan tinggi meningkatkan konsentrasi kalsium sitosol yg menyebabkan
37

destruksi cepat sel beta pankreas. Meningkatnya konsentrasi kalsium sitosol juga
disebabkan karena aloksan menginduksi pengeluaran kalsium dari mitokondria yang
kemudian menyebabkan terganggunya proses oksidasi sel beta pankreas. Karena
rusaknya sel β pankreas maka insulin tidak terbentuk sehingga kadar glukosa darah
meningkat. Hal ini seperti proses yang terjadi pada diabetes melitus tipe 1 pada
manusia (Yuriska, 2009).
Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Rosalina (2009) membuktikan
bahwa kenaikan kadar glukosa darah (hiperglikemi) memiliki peran penting terhadap
kerusakan vaskuler. Bagian terdalam vaskuler dilapisi oleh sel endotel. Hiperglikemia
akut akan menyebabkan jejas endotel yang nantinya akan mengarah ke nekrosis dan
lepasnya sel endotel (CEC).
Ubi jalar ungu yang digunakan dalam penelitian ini mengandung antosianin
yang berfungsi sebagai antioksidan yang dapat menangkap radikal bebas pada
diabetes. Kemampuan antioksidatif antosianin timbul dari reaktifitasnya yang tinggi
sebagai pendonor hidrogen atau elektron, dan kemampuan radikal turunan polifenol
untuk menstabilkan dan mendelokalisasi elektron tidak berpasangan (Pokorny et al.,
2001).
Dari penelitian yang dilakukan oleh Jawi (2008) telah terbukti mengenai efek
antioksidan dari ekstrak air ubi jalar ungu dapat menurunkan kadar MDA
(malondialdehyde) yang merupakan indikator stress oksidtif pada darah dan berbagai
organ mencit yang diberikan beban aktivitas fisik maksimal. Pada penelitian ini
terlihat efek antioksidan dari ubi jalar ungu terhadap kadar CEC dalam tubuh tikus
model diabetes terbukti dengan menurunnya kadar CEC seiring bertambahnya
pemberian dosis ubi jalar ungu. Namun, secara statistik perbedaannya tidak
bermakna. Rendahnya kadar CEC pada kelompok 2 bisa dipengaruhi faktor biologis
tikus, yakni tikus yang laju aliran darahnya tinggi akan mengurangi lepasnya sel
endotel (CEC) sehingga pada kelompok 2 perhitungan CEC dengan flowcytometry
rendah (Zeiher, 2008).
38

Tidak ada perbedaan secara statistik antar kelompok perlakuan yang diberi
sari ubi jalar ungu. Hal ini disebabkan karena beberapa hal. Pertama, pada saat
pembuatan sari ubi jalar ungu kandungan antosianinnya berkurang karena
pemanasan. Sesuai dengan penelitian Apriliyanti tahun 2010, bahwa pemanasan yang
tinggi akan merusak antosianin. Tantituvanont et al., (2008) menyatakan bahwa suhu
yang semakin tinggi akan mendorong terlepasnya bagian glikosil pada antosianin
dengan menghidrolisis ikatan glikosidik sehingga terbentuk aglikon tidak stabil dan
selanjutnya antosianin kehilangan warna. Kedua, jika kandungan gula dalam ubi jalar
ungu tinggi akan menurunkan kandungan antosianin dalam ubi jalar ungu. Ketiga,
dengan semakin lama waktu ekstraksi maka interaksi antara pelarut (air) dengan zat
terlarut (antosianin dalam jaringan) semakin lama, sehingga proses pelarutan
maksimal dan akhirnya zat yang terekstrak juga besar. Namun setelah waktu
pemanasan sekitar 25 menit total antosianin mengalami penurunan dan paling rendah
pada waktu 30 menit. Karena bila terlalu lama akan berdampak negatif yaitu
kemungkinan kerusakan zat yang dilarutkan (antosianin).
Peda penelitian ini ada lima ekor tikus yang mati yang disebabkan karena
tikus sudah terlalu tua yang dalam penelitian ini tikus sudah mencapai umur 4 bulan,
tikus mengalami perdarahan lambung akibat pemberian ekstrak ubi jalar ungu melalui
per oral/sonde. Pada pengukuran CEC dengan flowcytometry ada empat sampel yang
tidak bisa digunakan untuk uji flowcytometry karena pada pembentukan cincin PBMC
(Peripheral Blood Mononuclear Cell) tidak terbentuk cincin dan tidak bisa ditemukan
densitas sel yang baik untuk uji flowcytometry.
Pengukuran kadar CEC dapat dideteksi melalui ekspresi antigen CD146
dengan menggunakan pemeriksaan flowcytometry. CD 146 merupakan marker dari
sel melanoma, nerve endings, sel limfosit T, sel otot polos dan sel endotel. Oleh
karena itu, untuk mengetahui kadar CEC dalam tubuh perlu dilakukan penghitungan
sel hematopoiesis melalui marker CD 45 untuk menghindari positif palsu pada kadar
CEC (Sethi, 2012). Dalam keadaan normal, kadar CEC dalam pembuluh darah perifer
sangat rendah sekitar 0-12 ml/darah. pembuluh CEC akan meningkat pada penyakit
39

yang menyerang pembuluh darah salah satunya diabetes melitus (Erdbruegger et al.,
2006).
Pemberian sari ubi jalar ungu mempunyai pengaruh terhadap kadar CEC
sebesar 42,5% dan pemberian dosis sari ubi jalar ungu tidak menunjukkan adanya
perbedaan secara statistik.
40

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan:
1. Ubi jalar ungu mempunyai pengaruh sebesar 42,5% terhadap kadar CEC
(Circulating Endothelial Cell) pada tikus model diabetes
2. Pemberian sari ubi jalar ungu dengan dosis yang berbeda terhadap kadar CEC
(Circulating Endothelial Cell) pada tikus model diabetes tidak menunjukkan
adanya perbedaan secara statistik.

5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian yang sama untuk mendukung penelitian ini dengan
metode yang tepat untuk mendapatkan hasil yang signifikan. Salah satunya
membuat sari ubi jalar ungu dengan alokasi waktu 20 menit dan dengan suhu
115oC.
2. Perlu dikaji ulang mengenai penentuan dosis sari ubi jalar ungu, hewan coba
yang digunakan berumur kurang dari 3 bulan, dan sonde yang terbuat dari
plastik sehingga mengurangi perdarahan lambung.
41

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. 2004. Publication Manual of Diagnosis and


Classification of Diabetes Mellitus. North Beauregard Street. Alexandria:
ADA.

Ardian. 2012. Tingkat Pengetahuan Pasien Diabetes Mellitus tentang Risiko


Terjadinya Ulkus Kaki Diabetes di Poli Klinik Penyakit Dalam Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Skripsi. Diterbitkan. Medan:
Fakultas Perawatan Universitas Sumatera Utara.

Barrus, B., M. 2011. Perubahan jumlah total limfosit sebagai alternative


pemeriksaan cd4 pada pasien hiv aids yang diberikan antiretroviral.
Diterbitkan. Thesis. Medan: Program Studi Magister Ilmu Kedokteran
Tropis Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Erdbruegger, U., Woywodt, A., and Haubitz, M. 2006. Circulating endothelial cells: A novel
marker of endothelial damage. Clinica chimica Acta. Vol 373: 17-26.

Escandon, J. C., and Cipolla, M. 2009. Diabetes and Endothelial Dysfunction: A


Clinical Perspective. Endocrine reviews. Vol. 22(1): 36-52.

Evans, J. L., Goldfine, I. D., Maddux, B. A., dan Grodsky, G. M., 2001. Oxidativ
stress and Stress Activated Signlaing Pathways: A unifying Hypothesis of
Type 2 Diabetes. Endocrinre reviews. Vol. 23(5): 599-622

Fitriasari, A. 2009. Prosedur Tetap Preparasi Sampel Untuk Flowcitometry.


Yogyakarta: Cancer Chemoprevention Research Center Farmasi UGM.

Fuadi, A. 2011. Analisis Bahan Produk AgroindustriAnalisis Zat Bahan Ubi Jalar.
Diterbitkan. Skripsi. Semarang; Universitas Diponegoro.
42

Guyton, A. C. dan Hall, J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta
: EGC
Goon, P., 2006. Circulating Endothelial Cells, Endothel Progenitor Cell, and
Microparticel Endothelial Cell. Journal of medicine. Vol. 8: 2.

Haryo, T. 2011. Hubungan Kadar Apolipoprotein B Dengan Aterosklerosis Arteri


Karotis Interna Pada Pasien Pasca Stroke Iskemik. Diterbitkan. Thesis.
Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Haubitz, M. dan Woywodt, A. 2004. Circulating Endothelial Cells and Vasculitis.


Internal Medicine. Vol. 43 (8): 660-667

Juanda, Js., Dede., Cahyono, B. 2009. Ubi Jalar. Budi Daya dan Analisis Usaha
Tani. Yogyakarta: Kanisius.

Jawi, I. M., Suprapta, D. N., Dwi, S. U., Wiwiek, I. 2006. Efek Antioksidan Ekstrak
Umbi Ubi Jalar Ungu pada Darah dan Berbagai Organ pada Mencit yang
Diberikan Beban Aktivitas Fisik Maksimal. Denpasar: Bappeda, Provinsi Bali.

Kumalaningsih, S. 2006. Antioksidan Alami. Surabaya: Trubus Agrisarana.

Keller, T., Mairuhu, A., Kruif, M. D., Gerdes, V. A. Infections and Endothelial Cells.
Oxford Journal. Vol. (60) : 40-48.

Ludvina, S. 2010. Pengaruh Jenis Pelarut dan Pengolahan Terhadap Aktivitas


Antioksidan pada Produk Olahan Ubi Jalar (Ipomoe batatas). Diterbitkan.
Skripsi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Maliya, A. 2006. Perbedaan Profil Lipid Serum dan Perkembangan Lesi


Aterosklerotik Aorta Abdominalis Antara Kelompok yang Diberi Perasan
Pare (Momordica charantia) dan Kontrol. Diterbitkan. Thesis, Diponegoro:
Universitas Diponegoro.
43

Mancuso, P., Colleoni, M., Orlando, L., Calleri, A., Maisonneuve, P., Pruneri, G.
Circulating endothelial-cell kinetics and viability predict survival in breast
cancer patients receiving metronomic chemotherapy. European Institute of
Oncology. [16 Maret 2006]

Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Pratiknya, A. W. 2010. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan


Kesehatan. Jakarta: Rajawali Pers.

Purba, D. 2010. Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang
Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus. Diterbitkan. Thesis. Medan:
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Rajagopalan, S., Somers, E. C. Endothelial Cell Apoptosis in Systemic Lupus


Erythematosus: a Common Pathway for Abnormal Vascular Function and
Thrombosis Propensity.
http://bloodjournal.hematologylibrary.org/content/103/10/3677.full.html.
[15 Januari 2004]

Riyadi dan Sukarmin. 2008.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan


Eksokrin dan Endokrin Pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Rosalina, R. 2009. Efek Rumput Laut (Eucheuma sp.) terhadap Kadar Glukosa
Darah dan Jumlah Monosit pada Tikus Wistar yang Diinduksi Aloksan.
Diterbitkan. Karya Tulis Ilmiah. Semarang: Program Studi Pendidikan Dokter
Universitas Diponegoro.

Sari, A, A. 2011. Hubungan Kadar Fibrinogen dengan Ketebalan Tunika Intima


Media Arteri Karotis Interna Pada Pasien Pasca Stroke Iskemik. Diterbitkan.
Thesis. Semarang: Universitas Diponegoro.

Sethi, S. 2011. Comparison of circulating Endothelial Cell /Platelet Count Ratio to


Aspartate Transaminase/Platelet Ratio Index. Journal of Clinical and
Experimental Hepatology. Published.
44

Setiawan, B. dan Suhartono, E. 2005. Stress Oksidatif dan Peran Antioksidan pada
Diabetes Melitus. Jurnal Kedokteran Indonesia. Kalimantan Selatan: Fakultas
Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat.

Sri, S, D. 2012. Effect ethanol extract of morinda citrifolia l to blood glucose,


neutrofil count, glomerulus fibronektin in diabetes mellitus rat. Thesis.
Diterbitkan. Diponegoro: Universitas Diponegoro.

Suda, I., T. Oki, M. Masuda, M. Kobayashi, Y. Nishiba, and S. Furuta. 2003.


Physiological Functionality of Purplefleshed Sweet Potatoes Containing
Anthocyanins and Their Utilization in Foods. JARQ. Vol. 37 (3): 167-173.

Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S. 2006. Buku
Ajar Ilmu penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Nigro, J., Osman, N., Dart, A. M., and Little, P.J. 2005. Insulin Resistance and
Atherosclerosis. Endocrine reviews. Vol. 27(3): 242-259.

Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: Kanisius.

Widowati, W. Potensi Antioksidan sebagai Antidiabetes. JKM. Vol 7 (2) 2008: 198-
202.

Woywodt, A. 2002. Necrosis, Detachment and Apoptosis endothelial cell. Oxford


Journal. ISSN 1460-2385. Vol. 17: 1728-1730.

Wulandari, C. E. 2010. Pengaruh Pemberian Ekstrak Bawang Merah (allium


ascalonicum) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Tikus Wistar
dengan Hiperglikemia. Diterbitkan. Karya Tulis Ilmiah. Diponegoro:
Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Diponegoro.
45

Wulandari, N. 2003. Perubahan Pupil Cycle Time Pada Penderita Diabetes Mellitus.
Diterbitkan. Sumatera Utara: Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.

Yudiono, K. 2011. Ekstraksi Antosianin dari Ubi Jalar Ungu (ipomoea batatas cv.
Ayamurasaki) Dengan teknik Ekstraksi subcritical water. Jurnal Teknologi
Pangan. Vol. 2 (1):2-3.

Wuri, E., Rasni, H., Aini, L. 2010. Modul Praktikum Biostatistik. Tidak diterbitkan.
Universitas Jember: Program Studi Ilmu Keperawatan.
46

LAMPIRAN

A. Tabel Konversi Hewan Percobaan dan Manusia *)

20g 200g 400g 1,5 kg 2 kg 4 kg 12 kg 70 kg


mencit tikus marmut kelinci kucing kera anjing manusia
20g
1,0 7,0 12,25 27,8 29,7 64,1 124,2 287,0
mencit
200g
0,14 1,0 1,74 3,9 4,2 9,2 17,8 56,0
tikus
400g
0,03 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5
marmut
1,5 kg
0.04 0,25 0,44 1,0 1,05 2,4 4,5 14,2
kelinci
2 kg
0,03 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 4,1 13,0
kucing
4 kg
0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1
kera
12 kg
0,008 0,06 0,1 0,22 0,24 0,52 1,0 3,1
anjing
70 kg
0,0026 0,018 0,031 0,07 0,076 0,16 0,32 1,0
manusia

(Suhardjono D. 1995. Percobaan Hewan Laboratorium. Yogyakarta: Gajah Mada


University Press, hal. 207)

*)
Digunakan untuk perkiraan konversi dosis dari spesies hewan yang satu terhadap
yang lain dengan satuan dosis perbobot bahan tertentu.
47

B. Tabel Daftar Volume Maksimal Larutan Sediaan Uji yang Dapat Diberikan
pada Berbagai Hewan

Jenis hewan uji Volume maksimal (mL) sesuai jalur pemberian

i.v i.m i.p s.c p.o


Mencit (20-30g) 0,5 0,05 1,0 0,5-1,0 1,0
Tikus (100g) 1,0 0,1 2–5 2-5 5,0
Hamster (50 g) - 0,1 1–2 2,5 2,5
Marmot (250 g) - 0,25 2–5 5,0 10,0
Kelinci (2,5 kg) 5 - 10 0,5 10 - 20 5 - 10 20,0
Kucing (3 kg) 5 - 10 1,0 10 - 20 5 - 10 0,50
Anjing (5 kg) 10 - 20 5,0 20 - 50 10,0 100,0

(Suhardjono D. 1995. Percobaan Hewan Laboratorium. Yogyakarta: Gajah Mada


University Press, hal. 207)
Keterangan
i.v. : intravena
i.m. : intramuscular
i.p. : intraperitoneal
s.c. : subcutan
p.o. : perora
48

C. Kadar gula darah puasa pada kelima kelompok


Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah Pada Kelompok Kontrol Negatif
No. Tikus KGD Awal KGD 2
1 74 75
2 72 62
3 67 75
4 84 62
5 68 62
Mean 73 67,2
Keterangan :
KGD 2 : kadar glukosa darah setelah perlakuan standar

Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah Pada Kelompok Kontrol Positif


No. Tikus KGD Awal KGD 1
1 73 132
2 92 95
3 86 104
4 69 137
5 - -
Mean 80 117
Keterangan :
KGD 1 : Kadar glukosa darah setelah injeksi alloxane

Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah Pada Kelompok 3 (Perlakuan 1)


No. Tikus KGD Awal KGD 1
1 66 123
2 78 144
3 67 104
4 73 123
5 72 110
49

Mean 71,2 120,8


Keterangan :
KGD 1 : Kadar glukosa darah setelah injeksi alloxane

Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah Pada Kelompok 4(Perlakuan 2)


No. Tikus KGD Awal KGD 1
1 93 93
2 65 90
3 86 95
4 93 90
5 80 122
Mean 83,4 98
Keterangan :
KGD 1 : Kadar glukosa darah setelah injeksi alloxane

Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah Pada Kelompok 5


No. Tikus KGD Awal KGD 1
1 70 84
2 88 112
3 78 132
4 69 96
5 77 122
Mean 76,4 109,2
Keterangan :
KGD 1 : Kadar glukosa darah setelah injeksi alloxane
50

D. Gambar Penelitian
1. Perlakuan

Potongan Ubi Jalar Ungu Ekstrak Ubi Jalar Ungu

Hewan Uji Tikus Putih Strain Wistar Pemberian Ekstrak Per Oral / Sonde

Pengambilan Darah dari Ventrikel Dextra


51

2. Flowcytometry

Sentrifuge Hasil dari Staining Flowcytometry

Alat Flowcytometry

Anda mungkin juga menyukai