Anda di halaman 1dari 7

Patologi

Kausa utama karsinoma serviks adalah infeksi virus Human Papilloma yang onkogenik.
Risiko terinfeksi HPV sendiri meningkat setelah melakukan aktivitas seksual. Pada kebanyakan
wanita, infeksi ini akan hilang dengan spontan. Tetapi jika infeksi ini persisten maka akan terjadi
integrasi genom dari virus ke dalam genom sel manusia, menyebabkan hilangnya kontrol normal
dari pertumbuhan sel serta ekspresi onkoprotein E6 atau E7 yang bertanggung jawab terhadap
perubahan maturasi dan differensiasi dari epitel serviks (WHO, 2008 dan Deri, 2006). Lokasi
awal dari terjadinya karsinoma serviks biasanya pada atau dekat dengan pertemuan epitel
kolumner di endoserviks dengan epitel skuamous di ektoserviks atau yang juga dikenal dengan
squamocolumnar junction (Stankey dan Vinar, 1995). Terjadinya karsinoma serviks yang invasif
berlangsung dalam beberapa tahap. Tahapan pertama dimulai dari lesi pre-invasif, yang ditandai
dengan adanya abnormalitas dari sel yang biasa disebut dengan displasia. Displasia ditandai
dengan adanya anisositosis (sel dengan ukuran yang berbeda-beda), poikilositosis (bentuk sel
yang berbeda-beda), hiperkromatik sel, dan adanya gambaran sel yang sedang bermitosis dalam
jumlah yang tidak biasa. Displasia ringan bila ditemukan hanya sedikit sel-sel abnormal,
sedangkan jika abnormalitas tersebut mencapai setengah ketebalan sel, dinamakan displasia
sedang. Displasia berat terjadi bila abnormalitas sel pada seluruh ketebalan sel, namun belum
menembus membrana basalis. Perubahan pada displasia ringan sampai sedang ini masih bersifat
reversibel dan sering disebut dengan Cervical Intraepithelial Neoplasia (CIN) derajat 1-2.
Displasia berat (CIN 3) dapat berlanjut menjadi karsinoma in situ. Perubahan dari displasia ke
karsinoma in situ sampai karsinoma invasif berjalan lambat (10 sampai 15 tahun). Gejala pada
CIN umumnya asimptomatik, seringkali terdeteksi saat pemeriksaan kolposkopi. Sedangkan
pada tahap invasif, gejala yang dirasakan lebih nyata seperti perdarahan intermenstrual dan post
koitus, discharge vagina purulen yang berlebihan berwarna kekuningkuningan terutama bila lesi
nekrotik, berbau dan dapat bercampur dengan darah sistisis berulang, dan gejala akan lebih parah
pada stadium lanjut di mana penderita akan mengalami cachexia, obstruksi gastrointestinal dan
sistem renal (Deri, 2006).
Faktor risiko

1. Usia reproduktif
Usia pasien sangan menetukan kesehatan maternal dan berkaitan erat dengan kondisi
kehamilan, persalinan dan nifas. Proses reproduksi seharusnya berlangsung saat ibu
berusia 20-35 tahun, Karena pada saat itu penyulit kehamilan jarang terjadi. Usia rata-rata
dari pasien karsinoma kanker serviks dari penelitian retrospektif yang dilakukan oleh
schellekens dan ranti di rumah sakit dr. Hasan sadikin Bandung untuk periode januari
2000 sampai juli 2001 dengan interval usia mulai 21 sampai 85 tahun mendapatkan
penderita kanker serviks rata-rata berusia 32 tahun. Sumber lain menerangkan usia pasien
rata-rata antara 30-60 tahun, terbanyak antara 45-50 tahun. Hal ini dikarenakan periode
laten dari fase prainvasif untuk menjadi invasif memerlukan waktu sekitar 10 tahun.
Hanya 9% wanita berusia kurang dari 35 tahun menunjukkan kanker serviks yang invasif
pada saat didiagnosa, sedangkan 53% dari karsinoma in-situ terdapat pada wanita
dibawah usia 35 tahun. Menurut Benson KL, 2% dari wanita yang berusia 40 tahun akan
menderita kanker serviks dalam hidupnya. Hal ini kemungkinan Karena perjalanan
penyakit ini memerlukan waktu 7-10 tahun untuk terjadinya kanker invasif sehingga
sebagian besar diketahui saat usia lanjut.
2. Hubungan seksual saat usia muda atau pernikahan pada usia muda
Telah lama diketahui bahwa umur sangan berpengaruh pada usia reproduktif. Usia yang
diharapkan optimal untuk usia reproduksi adalah 20-35 tahun. Pada usia 15-20 tahun
adalah usia yang rentan. Periode rentan ini sangat berhunungan erat dengan metaplasia
pada usia pubertas, sehingga apabila ada yang mengganggu proses metaplasia tersebut
missal infeksi, maka akan beralih menjadi dysplasia yang lebih berpotensi untuk
terjadinya keganasan
3. Jumlah Paritas
Multiparitas dihubungkan erat dengan pernikahan usia muda selain itu dihubungkan pula
dengan tingkat social ekonomi yang rendah serta hygiene yang buruk. Multiparitas
diduga menyebabkan penurunan daya tahan tubuh. Paritas yang tinggi merupakan salah
satu faktor risiko terkena kanker serviks.
4. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang dapat mendukung dan mempengaruhi tingkat pengetahuan
seseorang dan taraf pendidikan yang rendah selalu dihubungkan dengan informasi dan
pengetahuan seseorang yang terbatas. Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin
tinggi pula pemahaman seseorang terhadap infromasi yang didapat dan pengetahuannya
akan semakin tinggi. Pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang tidak peduli
terhadap program kesehatan yang ada, sehingga mereka tidak mengenal bahaya yang
akan terjadi. Walaupun terdapat sarana yang baik, namun mereka belum tentu
mengetahui bagaimana menggunakannya.
5. Riwayat kanker serviks pada keluarga
Bila seorang wanita mempunyai saudara kandung atau ibu yang mempunyai kanker
serviks, maka ia mempunyaim kemungkinnan 2-3 kali lebih besar untuk juga mempunyai
kanker serviks dibandingkan dengan orang normal. Beberapa penelitian meduga hal ini
berhubungan dengan berkurangnya kemampuan untuk melawan infeksi HPV
6. Berganti-ganti pasangan seksual
Perilaku seksual berupa berganti pasangan seks akan meningkatkan penularan penyakit
kelamin. Penyakit yang ditularkan seperti infeksi Human Papilloma Virus (HPV) telah
terbukti meningkatkan timbulnya kanker serviks. Risiko terkena kanker serviks menjadi
10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau lebih.
7. Merokok
Wanita yang merokok mempunyai faktor risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks
dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Lendir serviks pada wanita peroko
mengandung nikotin dan zat-zat lain yang terkandung dalam rokok. Zat-zat tersebut akan
menurunkan daya tahan serviks di samping merupakan ko-karsinogen infeksi virus

Klasifikasi

Penentuan diagnosis stadium kanker serviks sangat penting untuk pengobatan atau penanganan
yang tepat. Stadium kanker serviks dibedakan menjadi 5 jenis. Menurut International Federation
of Gynecology and Obstetrics (FIGO) tentang jenis kanker serviks diberikan sebagai berikut:

1. Normal
Pada stadium ini disebut juga “Carsinoma In Situ (CIS)” atau karsinoma pre-invasif yang
berarti bahwa beberapa sel serviks mengalami perubahan. Namun sel-sel abnormal mulai
terdapat dan terkandung dalam lapisan permukaan serviks dan masih pada tempatnya.
Carsinoma in situ bukan kanker tetapi pada beberapa wanita perubahan akan berkembang
menjadi kanker setelah beberapa tahun.
2. Stadium I
Stadium satu ditandai dengan sel kanker yang hanya ada di serviks dan ukuran kelainannya
kurang dari 3 mm. Stadium ini berarti bahwa kanker hanya terdapat dalam leher rahim.
Biasanya dibagi menjadi 2 tahap pada stadium ini, yaitu:
a. Stadium IA
Pada stadium IA pertumbuhan sangat kecil hanya dapat dilihat dengan mikroskop.
Stadium IA1 berarti kanker telah tumbuh kurang dari 3 milimeter (mm) ke dalam
jaringan leher rahim, dan kurang dari 7 mm lebarnya. Stadium IA2 berarti kanker telah
tumbuh antara 3 dan 5 mm ke dalam jaringan serviks, tetapi masih kurang dari 7 mm
lebarnya.
b. Stadium IB
Pada stadium IB daerah kanker mulai meluas, tetapi kanker masih hanya dalam jaringan
serviks dan belum menyebar. Biasanya dapat dilihat tanpa mikroskop, tetapi tidak selalu
terlihat. Pada stadium IB1 kanker tidak lebih besar dari 4 cm. Pada tahap IB2 kanker
lebih besar dari 4 cm.
3. Stadium II
Pada kanker serviks stadium II, kanker telah mulai menyebar di luar leher rahim ke dalam
jaringan sekitarnya. Namun belum tumbuh ke dalam otot atau ligamen yang melapisi pelvis
(dinding panggul) maupun bagian bawah vagina. Tahapan ini di bagi menjadi dua, yaitu:
a. Stadium IIA
Pada tahap 2A kanker telah menyebar ke dalam bagian atas vagina. Pada tahap IIA1 lesi
terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar 4,0 cm atau kurang dan tahap
IIA2 lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar lebih dari 4,0 cm
b. Stadium IIB
Pada tahap IIB kanker tersebar sampai ke jaringan di sekitar leher rahim.
4. Stadium III
Kanker serviks stadium III telah menyebar keluar rahim tapi masih berada didalam rongga
panggul dan belum masuk sampai kandung kemih atau rektum. Namun kelenjar getah
bening sudah bisa mengandung sel kanker. Kanker pada stadium ini adalah kanker yang
tingkat dan gejalanya sudah semakin parah. Stadium 3 ini dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Stadium IIIA
Stadium IIIA apabila sel kanker telah menyebar ke sepertiga bagian bawah vagina
namun belum sampai ke dinding panggul.
b. Stadium IIIB
Sedangkan stadium IIIB, sel kanker telah menyebar ke dinding panggul bahkan sudah
bisa memblokir ureter karena ukurannya yang sudah membesar. Sumbatan ini bisa
menyebabkan ginjal berhenti bekerja.
5. Stadium IV
Kanker serviks stadium IV telah menyebar ke kandung kemih, rektum atau yang lainnya.
Stadium IV juga dibagi menjadi dua, yaitu IVA dan IVB.
a. Stadium IVA
Stadium IVA telah menyebar ke kandung kemih, rektum serta kelenjar getah bening.
b. Stadium IVB
Stadium IVB, kanker telah menyebar keluar panggul dan kelenjar getah bening lain
selain panggul seperti hati, perut, paru-paru, saluran pencernaan, tulang.
Tinjauan Pustaka
World Health Organization. 2008. World Cancer Report 2008. WHO Press.
Edianto Deri. 2006. Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi. In: Aziz M Farid,
Adrijojo, Saifuddin Abdul Bari, editors. Kanker Sserviks. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, p. 442-455
L R Stankey, Kumar Vinay. Buku Ajar Patologi 2 Ed 4. Jakarta: EGC, 1995
Pecorelli S: Revised FIGO staging for carcinoma of the vulva, cervix, and
endometrium. Int J Gynaecol Obstet 105 (2): 103-4, 2009

Anda mungkin juga menyukai