Anda di halaman 1dari 6

KAJIAN TENTANG PERMASALAHAN KORUPSI DI INDONESIA

INDONESIA DARURAT KORUPSI

Disusun oleh:
Pande I Komang Juniantara; NIM 1915644013; 2019
Ni Putu Widya Cista; NIM 1915644058; 2019
Putu Gyan Kenanga Sukma Sari; NIM 1915644060; 2019
Maurizia Serlyna Wijaya; NIM 1915 644031; 2019
POLITEKNIK NEGERI BALI
BADUNG
2019

INDONESIA DARURAT KORUPSI

Seperti air sungai yang terus mengalir. Permasalahan di Indonesia berdatangan tiada
henti. Indonesia adalah negara yang saat ini masih berkembang. Tujuh puluh empat tahun
merdeka tak membuat Indonesia segera menjadi negara maju. Justru dalam beberapa tahun,
Indonesia mengalami masa-masa sulit yang membuatnya justru mundur secara teratur. Banyak
hal besar yang menjadi polemik di Indonesia dari dulu hingga sekarang. Namun polemik atau
masalah besar itu nyatanya tak kunjung menemui titik terang. Justru permasalahan ini terus
dipelintir hingga membuatnya tak selesai. Permasalahan besar di Indonesia contohnya yaitu
kasus pelanggaran HAM, kasus korupsi pejabat Negara, kemiskinan, konflik SARA yang terus
bermunculan, hukum yang dapat diperjual belikan, dan masih banyak lagi permasalahan di
Indonesia.

Permasalahan yang menjadi banyak perbincangan saat ini yaitu korupsi. Korupsi adalah
perbuatan setiap orang, baik pemerintah maupun swasta yang melanggar hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan negara.
Selain itu, korupsi dapat didefinisikan sebagai sesuatu perbuatan yang busuk, jahat, dan merusak
yang menyangkut perbuatan yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut
jabatan instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena
pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan ke
dalam kedinasaan di bawah kekuasan jabatan (Agus Mulya Karsona, 2011:23). Secara
etimologis istilah “korupsi” berasal dari bahasa Latin, yaitu “corruptio” atau “corruptus” yang
artinya sesuatu yang rusak, busuk, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Sehingga dari asal
katanya, arti korupsi adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk mendapatkan keuntungan
pribadi.
Tindakan korupsi merupakan tindak kejahatan yang terjadi akibat penyelewengan
wewenang atau tanggung jawab. Faktor –faktor penyebabnya bisa dari internal pelaku – pelaku
korupsi dan juga bisa berasal dari situasi lingkungan yang kondusif untuk melakukan korupsi
(faktor eksternal). Faktor internal adalah pendorong korupsi yang berasal dari dalam diri setiap
individu, seperti sifat tamak atau rakus manusia, gaya hidup yang konsumtif, dan moral yang
kurang kuat. Faktor Eksternal sendiri merupakan faktor pemicu terjadinya tindakan korupsi yang
berasal dari luar diri pelaku. Faktor eksternal penyebab terjadinya korupsi bisa terjadi dari
berbagai aspek, yaitu aspek politik, ekonomi, sosial, maupun aspek organisasi. Pada aspek
politik, korupsi bisa terjadi karena kepentingan politik serta meraih dan mempertahankan
kekuasaan. Biasanya dalam aspek politik ini bisa membentuk rantai - rantai penyebab korupsi
yang tidak terputus. Dari seseorang kepada orang lainnya. Aspek ekonomi dapat dilihat ketika
tingkat pendapat atau gaji yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya, maka seseorang
akan mudah untuk melakukan tindakan korupsi demi terpenuhinya semua kebutuhan. Dari aspek
sosial, korupsi dapat terjadi karena lingkungan yang dalam hal ini malah memberikan dorongan
dan bukan memberikan hukuman pada orang ketika ia menyalahgunakan kekuasaannya.
Sedangkan dari aspek organisasi, korupsi dapat disebabkan karena kurang adanya teladan dari
pemimpin, tidak adanya kultur organisasi yang benar, sistem akuntabilitas di instansi pemerintah
yang kurang memadai, manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasi, serta
lemahnya pengawasan.

Bagi Indonesia, korupsi adalah penyakit kronis hampir tanpa obat, menyelusup di segala
segi kehidupan dan tampak sebagai pencitraan budaya buruk bangsa Indonesia. Secara sinis
orang bisa menyebut jati diri Indonesia adalah perilaku korupsi. Pencitraan tersebut tidak
sepenuhnya salah, sebab dalam realitanya kompleksitas korupsi dirasakan bukan masalah hukum
semata, akan tetapi sesungguhnya merupakan pelanggaraan atas hak-hak ekonomi dan sosial
masyarakat. Korupsi telah menimbulkan kemiskinan dan kesenjangan sosial yang besar.
Masyarakat tidak dapat menikmati pemerataan hasil pembangunan dan tidak menikmati hak
yang seharusnya diperoleh. Dan secara keseluruhan, korupsi telah memperlemah ketahanan
sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia.
Korupsi di Indonesia yang sudah diyakini meluas dan mendalam (widespread and deep-
rooted) akhirnya akan menggerogoti habis dan menghancurkan masyarakatnya sendiri (self
destruction). Korupsi sebagai parasit yang mengisap pohon akan menyebabkan pohon itu mati
dan di saat pohon itu mati maka para koruptor pun akan ikut mati karena tidak ada lagi yang bisa
di hisap.

Pemberantasan korupsi bukanlah sekedar aspirasi masyarakat luas melainkan merupakan


kebutuhan mendesak (urgent needs) bangsa Indonesia untuk mencegah dan menghilangkan
sedapatnya dari bumi pertiwi ini karena dengan demikian penegakan hukum pemberantasan
korupsi diharapkan dapat mengurangi dan seluas-luasnya menghapuskan kemiskinan.
Pemberantasan tindak pidana korupsi tersebut tidak lain adalah untuk mewujudkan kesejahteraan
dari masyarakat Indonesia yang sudah sangat menderita karena korupsi yang semakin merajarela.

Di Indonesia korupsi sudah menjadi sebuah budaya, bukan lagi merupakan suatu
pelanggaran hukum yang berat. Masalah korupsi di Indonesia terus menjadi berita utama
(headline) hampir setiap hari di media pers Indonesia dan menimbulkan banyak perdebatan
panas dan diskusi sengit. Adapun beberapa kasus korupsi besar di Indonesia dari tahun ke tahun
yaitu, pada tahun 1998 kasus korupsi bantuan likuiditas Bank Indonesia yang merugikan negara
sebesar Rp 138,44 triliun, pada tahun 2008-2009 kasus korupsi pemberian dana talangan untuk
Bank Century yang merugikan negara sebesar Rp 8 triliun, pada tahun 2010-2012 kasus korupsi
sarana olahraga terpadu di Hambalang, Bogor, Jawa Barat yang merugikan negara sebesar Rp
464, miliar, pada tahun 2010 kasus korupsi kuota haji yang merugikan negara sebesar Rp 27,2
miliar, pada tahun 2011 kasus korupsi proyek pengadaan simulator mengemudi roda 2 dan roda
4 yang merugikan negara sebesar Rp 121 miliar, pada tahun 2019 kasus korupsi penganggaran
dan pengadaan e-KTP dengan merugikan negara sebesar Rp 2,31 miliar dan masih banyak lagi
kasus lainnya yang terjadi di negeri ini.

Mengingat adanya berbagai macam kasus korupsi dan menyadari kebutuhan mendesak
untuk mengatasi korupsi (karena merusak iklim investasi dan bisnis serta, umumnya, mendorong
adanya ketidakadilan terus-menerus dalam masyarakat), sebuah badan pemerintah baru didirikan
pada tahun 2002. Lembaga pemerintah ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (disingkat KPK),
ditugaskan untuk membebaskan Indonesia dari korupsi dengan menyelidiki dan mengusut kasus-
kasus korupsi serta memantau tata kelola negara (yang menerima kekuasaan yang luas untuk
melakukan tugasnya).

Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (biasa disingkat KPK) adalah


lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap
upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh
kekuasaan mana pun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Komisi ini didirikan
berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK berpedoman
kepada lima asas, yaitu: kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan
proporsionalitas. KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara
terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR, dan BPK. KPK dipimpin oleh Pimpinan KPK yang
terdiri atas lima orang, seorang ketua merangkap anggota dan empat orang wakil ketua
merangkap anggota. Pimpinan KPK memegang jabatan selama empat tahun dan dapat dipilih
kembali hanya untuk sekali masa jabatan. Dalam pengambilan keputusan, pimpinan KPK
bersifat kolektif kolegial.

KPK telah terbukti banyak menorehkan prestasi dalam memberantas kasus korupsi di
Indonesia. Namun, belakangan ini masyarakat Indonesia dihebohkan oleh revisi Undang-Undang
KPK. Banyak mahasiswa yang melakukan demonstrasi besar-besar untuk menolak RUU KPK
tersebut. Alasan banyak pihak menolak yaitu karena terdapat banyak unsur-unsur RUU yang
melemahkan kedudukan KPK sebagai lembaga yang independen. Terdapat 7 poin RUU KPK
yang diduga dapat melemahkan posisi KPK sebagai lembaga pemberantas korupsi. Tujuh poin
tersebut yakni pemerintah dan DPR sepakat adanya dewan pengawas, KPK sebagai Lembaga
eksekutif dibawah pemerintah tapi tetap independen, pelaksanaan penyadapan, mekanisme SP3
atau penghentian penyidikan kasus, mekanisme penggeledahan dan penyitaan, sistem
kepegawaiaan KPK dibawah ASN, serta KPK harus berkoordinasi dengan Lembaga hukum lain.

Dengan adanya pelemahan KPK tersebut, maka permasalahan korupsi di Indonesia tidak
akan bisa tuntas. Hal ini disebabkan karena RUU KPK ini membuat para koruptor akan semakin
bebas dan merajalela untuk mengambil uang rakyat sesuai keinginannya. Kondisi ini sungguh
memprihatinkan seluruh kalangan di Indonesia. Maka dari itu, Sebagai generasi muda , sebagai
mahasiswa yang membunyai banyak fungsi salah satunya sebagai “agent of change” harus berani
bergerak dan tidak hanya diam. Mahasiswa harus berani menuntut keadilan dan
mensosialisasikan kepada seluruh masyarakat tentang ancaman korupsi yang sudah merajalela di
negeri ini. Maka dari itu, upaya sebagai mahasiswa dalam melawan korupsi yakni memperdalam
pendidikan, memantau aliran dana, membuat petisi, dan melakukan gerakan sosial. Selain itu,
mahasiswa juga dapat bekerja sama dengan lembaga yang berwenang untuk melaporkan bila
ditemukan kasus korupsi yang merugikan banyak pihak. Sebagai mahasiswa khususnya
mahasiswa Jurusan Akuntansi harus jeli terhadap permasalahan ini, kita harus terus belajar dan
memahami bagaimana korupsi itu dapat terjadi dan bagaimana siklus dari semua itu, agar suatu
saat nanti dalam dunia kerja kita dapat bekerja sesuai aturan akuntansi yang jujur, terbuka, dan
transparan yang nantinya akan menjauhkan kita untuk melakukan tindakan korupsi dan akan
membantu mengurangi kasus-kasus korupsi di kalangan perkantoran, perusahaan , maupun
pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai