Anda di halaman 1dari 8

FARMAKOEPIDEMIOLOGI

Definisi-Definisi dalam Farmakoepidemiologi


Dra. Anny Victor Purba, M.Sc, PhD.

Nama : Frans Nugraha Wijaya, S.Farm., Apt


NPM : 5418221061
Konsentrasi : Bisnis Farmasi (33)

PROGRAM MAGISTER ILMU KEFARMASIAN


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2019
1. Signal detection dalam farmakovigilan terkait dengan melihat data pola terjadinya
adverse reaction untuk menyediakan informasi keselamatan yang baru (1). Istilah
“sinyal” paling sering dikaitkan dengan obat-obatan selama fase post-marketing,
meskipun juga dapat digunakan selama uji klinis (2).
Definisi sinyal sebagaimana dinyatakan oleh Council of Council for
International Organizations of Medical Sciences (CIOMS) 8 Working Group:
Informasi yang muncul dari satu atau beberapa sumber (termasuk pengamatan dan
eksperimen) yang menunjukkan kumpulan penyebab baru yang berpotensi, atau
sekumpulan informasi baru, antara intervensi dan suatu peristiwa atau rangkaian acara
terkait, baik yang merugikan ataupun yang bermanfaat, yang dinilai memiliki cukup
kemungkinan untuk membenarkan tindakan verifikasi (2).
Hal ini mungkin merupakan peristiwa yang tidak diinginkan yang sebelumnya
tidak terbukti memiliki hubungan sebab akibat dengan produk; atau kejadian yang
diketahui yang sekarang terjadi dalam kelompok pasien yang belum pernah
didokumentasikan sebelumnya atau mungkin terjadi dengan frekuensi atau tingkat
keparahan yang lebih besar daripada yang diketahui. Sinyal dapat dihasilkan dari
analisis kualitatif atas laporan spontan atau analisis kuantitatif melalui penggalian data
dan kegiatan statistik (2).

2. Outcome adalah sebuah hasil atau sebuah efek dari suatu tindakan, aksi, situasi, dan dsb
(3). Sehingga, outcome dapat dikatakan juga sebagai konsekuensi dari suatu hal yang
dilakukan. Sedangkan dalam dunia medis, outcome yang dimaksud adalah outcome
klinis. Outcome klinis merupakan perubahan terukur dalam kesehatan, fungsi atau
kualitas hidup yang dihasilkan dari pengobatan yang dilakukan. (4)
Mengukur perubahan menggunakan outcome klinis merupakan salah satu cara
untuk memantau dampak klinis dari pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit dan
praktik swasta yang menggunakan layanan mereka. Informasi ini memberikan jaminan
kualitas di terkait efektivitas klinis dan sangat berguna untuk semua dokter. (5)
Outcome klinis dapat diukur dengan aktivitas pendataan seperti tingkat re-
admission rumah sakit, atau dengan skala yang disepakati dan pengukuran-pengukuran
lainnya. Outcome klinis dapat direkam oleh administrator atau oleh staf klinis seperti
dokter, perawat, psikolog, atau profesional kesehatan lainnya seperti fisioterapis dan
ahli gizi. (4). Ukuran outcome klinis dapat dilaporkan juga oleh pasien atau keluarga
pasien. Ukuran outcome klinis dari perspektif pasien disebut dengan patient-reported
outcome measures (PROMs). PROMs merupakan bagian penting dalam pengukuran
outcome karena PROMs memberikan penilaian kesehatan yang berorientasi oleh pasien
dan kualitas hidup terkait kesehatan. Berikut keuntungan dalam mengukur outcome (5):
• Transparansi dan akuntabilitas publik yang lebih baik;
• Memungkinkan ahli bedah dasar yang lebih baik untuk menilai dan meningkatkan
praktik mereka;
• Menawarkan kepada pasien, dasar untuk membuat pilihan berdasarkan informasi
tentang perawatan mereka;
• Bukti untuk peningkatan layanan dan jaminan kualitas operasi;
• Data yang lebih baik untuk komisioner layanan kesehatan ketika membuat
keputusan pendanaan.
3. Output adalah sejumlah sesuatu yang diproduksi oleh seseorang, mesin, pabrik,
negara,dll (6). Dalam dunia medis, output merupakan hasil yang didapat setelah
melakukan suatu pengobatan ataupun tindakan, misalkan setelah meminum obat
parasetamol, suhu tubuh pasien menjadi turun sehingga dapat dikatakan bahwa
penurunan suhu tubuh pasien merupakan output dari mengonsumsi obat parasetamol.
Sehingga dapat dikatakan bahwa output merupakan hasil yang berimplikasi langsung
dari sebuah tindakan pengobatan atau tindakan yang dapat dirasakan secara langsung
oleh pasien.
Dalam penggunaannya, sering terjadi kekeliruan dalam membedakan antara
output dan outcome yang dikarenakan bahwa Output dan outcome sering digunakan
secara berdampingan. Sekilas kedua kata ini terlihat mirip, namun kedua kata ini
memiliki perbedaan yang cukup fundamental. Output adalah hasil yang didapat
langsung dan segera setelah satu atau serangkaian aktivitas dilakukan. Sedangkan
outcome biasanya berupa hasil yang dirasakan setelah beberapa lama (sering disebut
jangka menengah/panjang). Output merupakan alat yang digunakan untuk
menghasilkan outcome, sehingga tanpa adanya outcome maka output tidak dibutuhkan.
Outcome sering juga diistilahkan sebagai dampak / IMPACT (7). Sehingga lebih baik
fokus terhadap Outcome bukan hanya output, karena dengan memahami outcome akan
mendorong perubahan positif dan perbaikan terkait kinerja (7).
4. Efek samping merupakan suatu dampak atau pengaruh yang merugikan dan tidak
diinginkan, yang timbul sebagai hasil dari suatu pengobatan atau intervensi lain seperti
pembedahan. Suatu pengaruh atau dampak negatif disebut sebagai efek samping ketika
hal itu timbul sebagai efek sekunder dari efek terapi utamanya. Jika efek itu muncul
sebagai hasil dari dosis atau prosedur yang tidak tepat maka disebut sebagai kesalahan
medis (medication error). Efek samping terkadang mengacu kepada latrogenik karena
hal itu ditimbulkan oleh pengobatan (8).
Efek samping, juga dikenal sebagai kejadian tidak dikehendaki yang merupakan
suatu peristiwa atau reaksi yang tidak diinginkan atau tidak terduga terhadap
penggunaan suatu obat. Efek samping dapat bervariasi bentuknya, dari masalah kecil
seperti pilek hingga kejadian yang dapat mengancam jiwa, seperti peningkatan risiko
serangan jantung (9).
Beberapa hal dapat menyebabkan mengalami ataupun tidaknya efek samping
saat mengonsumsi obat seperti usia, jenis kelamin, alergi, bagaimana tubuh
mengabsorbsi obat, penggunaan obat lain, vitamin, dan suplemen makanan yang
sedang dikonsumsi, penyakit yang diderita, genetik, pemilihan obat, interaksi obat, dan
jangka waktu penggunaan obat.
Usia dapat berpengaruh terhadap munculnya efek samping, pada pasien anak-
anak (khususnya bayi), sistem metabolismenya belum sempurna sehingga
kemungkinan terjadinya efek samping dapat lebih besar, begitu juga dengan pasien
geriatrik (lansia) yang kondisi tubuhnya sudah menurun (10).
Pada orang-orang tertentu dengan variasi atau kelainan genetik, suatu obat
mungkin dapat memberikan efek farmakologi yang berlebihan sehingga dapat
menyebabkan timbulnya efek samping. Genetik ini juga berhubungan dengan
kecenderungan terjadinya alergi. Contohnya adalah penisilin, sehingga 1-5% orang
yang mengonsumsi penisilin mungkin mengalami reaksi alergi (11).
Penyakit tertentu yang diderita oleh pasien juga dapat memerlukan perhatian
khusus. Misalnya untuk pasien yang memiliki gangguan hati atau ginjal, beberapa obat
dapat menyebabkan efek samping serius dan memperparah kondisi pasien tersebut,
oleh karena itu harus dikonsultasikan kepada dokter yang menangani mengenai
penggunaan obat untuk pasien tersebut.
Setiap obat tentu memiliki mekanisme kerja yang berbeda-beda, tempat kerja
yang berbeda, dan tentunya efek yang berbeda pula. Oleh karena itu, harus diwaspadai
juga efek samping yang mungkin terjadi dari obat yang dikonsumsi.
Efek samping beberapa obat dapat timbul jika dikonsumsi dalam jangka waktu
yang lama, contohnya penggunaan parasetamol dosis tinggi dalam waktu lama akan
menyebabkan hepatotoksik atau penggunaan kortikosteroid oral dalam jangka waktu
lama juga dapat menimbulkan efek samping cukup serius seperti moonface,
hiperglikemia, hipertensi, dll. Lain lagi dengan penggunaan AINS (anti inflamasi non
steroid) berkepanjangan dapat menimbulkan efek samping berupa iritasi dan nyeri
lambung (11).
Interaksi obat juga merupakan salah satu penyebab terjadinya efek samping,
baik efek samping obat dengan obat ataupun interaksi obat dengan makanan. Ada
beberapa obat ketika dikonsumsi bersamaan dapat menimbulkan efek yang tidak
diinginkan, seperti kombinasi antara obat hipertensi inhibitor ACE dengan diuretik
hemat kalium (spironolakton) yang dapat menyebabkan hiperkalemia (11). Sedangkan
ada beberapa obat yang tidak boleh dikonsumsi bersamaan dengan makanan tertentu
seperti susu atau produk susu dengan antibiotik karena susu atau produk susu dapat
mencegah penyerapan beberapa antibiotik seperti tetrasiklin dan ciprofloxacin.
Kalsium dalam susu dapat mengikat antibiotik pada lambung dan usus kecil bagian atas
untuk membentuk senyawa yang dapat larut. Sehingga, penyerapan antibiotik oleh
tubuh dapat terganggu. Untuk mencegah hal ini terjadi, maka dapat mengonsumsi
antibiotik satu jam atau 2 jam setelah makan, atau hindari konsumsi susu untuk
sementara waktu selama penggunaan obat (12).
Efek samping yang umumnya terjadi saat mengonsumsi suatu obat yaitu, mulut
kering, sakit perut, mual, diare, sembelit, nyeri , reaksi pada kulit dan rasa kantuk (10).
Efek samping dapat dianggap serius apabila dapat menyebabkan kematian, mengancam
jiwa, rawat inap, kanker, stroke, cacat atau kerusakan permanen, atau paparan sebelum
merencanakan atau selama kehamilan yang dapat menyebabkan cacat lahir. Efek
samping dapat terjadi ketika (10):
• Mulai menggunakan obat baru, suplemen makanan atau vitamin/mineral;
• Berhenti meminum obat yang sedang digunakan;
• Ketika menambahkan atau mengurangi jumlah obat yang sedang digunakan.
Terdapat beberapa cara untuk mempelajari efek samping obat-obatan yang
sedang dikonsumsi untuk mengurangi terjadinya kejadian efek samping seperti (11):
• Tanyakan kepada ahli kesehatan yang menangani ketika diberi resep obat
tentang kemungkinan efek samping yang dapat terjadi, dan langkah apa yang
dapat diambil untuk mengurangi risiko efek samping tersebut. Sebagai contoh,
praktisi kesehatan bersangkutan dapat menyarankan untuk mengonsumsi obat
dengan makanan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya mual.
• Tanyakan kepada apoteker yang melayani terkait informasi tentang resep yang
diterima, dokumen ini akan mencakup kemungkinan efek samping umum dan
serius terkait obat yang akan dikonsumsi.
• Baca label pada obat dan stiker apapun yang mungkin melekat pada kemasan
obat. Label dan stiker dapat memuat informasi tentang cara mengonsumsi obat
dan kemungkinan efek samping yang dapat terjadi.
• Pergunakan obat sesuai dengan indikasi yang jelas dan tepat sesuai yang tertera
dileaflet atau yang diresepkan oleh dokter.
• Hindari penggunaan berbagai jenis obat dan kombinasi sekaligus.
• Mintalah dokter mengevaluasi penggunaan obat dalam jangka panjang.
• Beritahukan kepada dokter apabila memiliki kondisi khusus seperti ibu hamil,
ibu menyusui, alergi terhadap obat tertentu, memiliki riwayat diabetes, penyakit
ginjal atau liver, sedang meminum obat lain atau suplemen herbal.
Semua obat memiliki manfaat dan risiko. Risikonya adalah kemungkinan efek samping
yang serius dari obat yang sedang dikonsumsi. Namun apabila timbul efek samping,
jangan berhenti minum obat tanpa berbicara dengan tenaga kesehatan yang menangani
terlebih dahulu. Jika efek samping yang ditimbulkan masuk kategori mengkhawatirkan,
dokter mungkin akan mengubah melakukan penyesuaian dosis atau penggantian ke
obat yang berbeda di kelas obat yang sama yang dapat mengurangi ataupun
menghilangkan efek samping yang terjadi (13). Terkadang penggantian obat yang
awalnya menggunakan dua obat terpisah, menjadi menggunakan produk kombinasi
(jika tersedia), dapat membuat perbedaan yang berarti. Pilihan lain yang dapat
dilakukan untuk menangani terjadinya efek samping yaitu dengan melakukan
perubahan gaya hidup atau pola makan, yang dapat disarankan oleh tenaga kesehatan
yang menangani (10).
5. Agar suatu obat mendapat persetujuan untuk pemasaran, obat haruslah aman dan efektif
untuk tujuan penggunaannya sehingga diperlukan penilaian terhadap risiko dan
manfaat dalam pengembangan suatu obat. Penilaian risiko dan manfaat ini merupakan
dasar dari keputusan pengaturan pra-pemasaran dan pasca pemasaran terkait
pengambilan keputusan dalam regulasi (14).
Secara garis besar penilaian risk-benefit dalam pengembangan suatu obat
apakah manfaat yang diharapkan (dengan ketidakpastiannya) dari obat ini lebih besar
daripada risiko potensial (dengan ketidakpastian dan pendekatan untuk menangani
risiko) terkait dengan penggunaan yang diharapkan (14).
Dalam kerangka hukum dan kebijakan, keputusan mengenai pemasaran obat tertentu
memerlukan penilaian khusus sains dan pengobatan yang mempertimbangkan:
• Konteks terapeutik di mana produk akan digunakan, termasuk sifat dan
keparahan kondisi obat yang dimaksudkan untuk mengobati atau mencegah, dan
seberapa baik kebutuhan pasien dapat dipenuhi dengan pengobatan yang
tersedia saat ini.
• Bukti yang diajukan dalam aplikasi pra-pemasaran dan/atau setelah pemasaran.
Contoh bukti termasuk data klinis, data nonklinis, data pengalaman pasien,
informasi kualitas produk, laporan spontan kejadian tidak diinginkan, dan data-
data lainya.
• Ketidakpastian tentang manfaat dan risiko produk bagi pasien. Bukti utama
yang tidak lengkap tidak dapat dihindarkan, dengan demikian menciptakan
kebutuhan akan adanya penilaian secara ilmiah dan peraturan untuk dapat
menentukan apakah manfaat produk lebih besar daripada risiko, dan apakah
langkah-langkah tambahan diperlukan untuk mengatasi ketidakpastian ini.
• Nilai dan kerugian antara manfaat dan risiko, dalam konteks terapeutik.
Penilaian peraturan mempertimbangkan apa yang penting bagi pasien dan juga
apa yang penting bagi kesehatan masyarakat.
Kedepannya, pengembangan obat akan berkembang dengan meningkatkan
pengembangan obat yang berfokus pada pasien ke dalam suatu penilaian risiko-manfaat
yang terstruktur. Baik dalam pengembangan obat dan tinjauan peraturan, dapat
mengambil manfaat dari pendekatan yang lebih sistematis dan terkoordinasi untuk
mendapatkan perspektif dari pasien (14).
Penilaian risiko dan manfaat terstruktur menggunakan konsep pengambilan
keputusan yang berkualitas melalui penggunaan prinsip-prinsip kerangka kerja analitik
keputusan. Kerangka kerja menyediakan proses dan sarana yang sistematis, konsisten
dan transparan untuk melakukan dan menyampaikan penilaian (14). Dengan
dilakukannya penilaian risiko-manfaat dalam pengembangan obat, maka dapat
memperkuat dalam hal pengembangan obat dan terkait tinjauan peraturan, sehingga
menghasilkan terapi yang lebih baik untuk pasien dan menciptakan masyarakat yang
lebih sehat.
DAFTAR ISI
1. https://www.primevigilance.com/resources/complexities-drug-safety/signal-detection-in-
pharmacovigilance/
2. https://www.c3isolutions.com/blog/signal-detection-and-signal-management/
3. https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/outcome
4. https://www.gosh.nhs.uk/conditions-and-treatments/conditions-we-treat-index-page-
group/clinical-outcomes
5. https://amplitude-clinical.com/clinical-outcomes-benefit/
6. https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/output
7. https://tirelesslearner.wordpress.com/2018/10/14/bedanya-output-dan-outcome/
8. https://id.wikipedia.org/wiki/Efek_samping
9. https://www.fda.gov/drugs/drug-information-consumers/finding-and-learning-about-side-
effects-adverse-reactions
10. https://swiperxapp.com/efek-samping-obat/
11. https://hellosehat.com/hidup-sehat/nutrisi/interaksi-obat-dan-makanan/
12. https://hellosehat.com/hidup-sehat/tips-sehat/efek-samping-obat-berhenti-minum/
13. Understanding Benefit-Risk Assessment in Medical Product R&D. 2014 Faster Cures: A
Center of The Milken Institute
14. Benefit-Risk Assessment Throughout the Drug Lifecycle: FDA Discussion Document, 2019;
Food and Drug Administration (FDA)

Anda mungkin juga menyukai