(CLL)
DISUSUN OLEH:
SATRIANA
1911102412054
2019
KONSEP TEORI
1. DEFINISI
Chronic Lymphocytic leukemia (CLL) atau leukemia limfositik kronis adalah
kondisi menyebabkan sumsum tulang memproduksi terlalu banyak sel darah putih. Sel-
sel yang terkena kanker tidak dapat bekerja dengan normal. Sel-sel ini tidak dapat
menyerang infeksi tapi juga tidak akan mati, jadi menghalangi sel-sel yang sehat.
Leukemia limfositik berkembang dari perubahan sel darah limfosit menjadi sel kanker.
Leukemia kronis mempengaruhi sel-sel dewasa.(Rotty, 2009)
Leukemia limfositik kronis (LLK) adalah jenis kanker darah dan sumsum tulang –
jaringan kenyal di dalam tulang tempat sel darah dibuat. Pengertian Kronis dalam
leukemia limfositik kronis berasal dari kenyataan bahwa biasanya berkembang lebih
lambat dibandingkan dengan jenis leukemia lainnya . Istilah “limfositik” pada leukemia
limfositik kronis berasal dari sel-sel yang terkena penyakit – sekelompok sel darah putih
yang disebut limfosit, yang membantu memerangi infeksi tubuh Anda. Leukemia
Limfositik Kronik (LLK) ditandai dengan adanya sejumlah besar limfosit (salah satu
jenis sel darah putih) matang yang bersifat ganas dan pembesaran kelenjar getah bening
(Aster, 2012).
2. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
a. Genetik
1) Keturunan
a) Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital, diantaranya
pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma
Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma Kleinfelter, D-
Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan neurofibromatosis.
Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan
informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola
kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
b) Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik
dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal
ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi
2) Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom
dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan dengan
insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya ALL ,
b. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan
leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada manusia menemukan
adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan
pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus
RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan. Salah satu virus yang terbukti dapat
menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis
leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell Leukemia.
c. Bahan Kimia dan Obat-obatan
1) Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan dengan
peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering
terpapar benzen. Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko
tinggi dari AML, antara lain : produk – produk minyak, cat, ethylene oxide,
herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik
2) Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II) dapat
mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan
AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan
menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML
d. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada pasien-
pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain
seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari
ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang
mendapat terapi radiasi misal : pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos
radiasi dan para radiologis.
e. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain
disebut Secondary Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment related leukemia.
Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara.
Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk golongan
imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA .
3. PATOFISIOLOGI
Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan leukosit
atau sel darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh55 sel darah normal
diperoleh dari sel batang tunggal yang terdapat pada seluruh sumsum tulang. Sel batang
dapat dibagi ke dalam lymphpoid dan sel batang darah (myeloid), dimana pada
kebalikannya menjadi cikal bakal sel yang terbagi sepanjang jalur tunggal khusus. Proses
ini dikenal sebagai hematopoiesis dan terjadi di dalam sumsum tulang tengkorak, tulang
belakang., panggul, tulang dada, dan pada proximal epifisis pada tulang-tulang yang
panjang.
ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan lemah dan
pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang. Biasanya dijumpai
tingkat pengembangan lymphoid yang berbeda dalam sumsum tulang mulai dari yang
sangat mentah hingga hampir menjadi sel normal. Derajat kementahannya merupakan
petunjuk untuk menentukan/meramalkan kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi
ditemukan sel muda limfoblas dan biasanya ada leukositosis, kadang-kadang leukopenia
(25%). Jumlah leukosit neutrofil seringkali rendah, demikian pula kadar hemoglobin dan
trombosit. Hasil pemeriksaan sumsum tulang biasanya menunjukkan sel-sel blas yang
dominan. Pematangan limfosit B dimulai dari sel stem pluripoten, kemudian sel stem
limfoid, pre pre-B, early B, sel B intermedia, sel B matang, sel plasmasitoid dan sel
plasma. Limfosit T juga berasal dari sel stem pluripoten, berkembang menjadi sel stem
limfoid, sel timosit imatur, cimmom thymosit, timosit matur, dan menjadi sel limfosit T
helper dan limfosit T supresor.
Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat ekstramedular sehingga
anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan hepatosplenomegali. Sakit tulang
juga sering dijumpai. Juga timbul serangan pada susunan saraf pusat, yaitu sakit kepala,
muntah-muntah, “seizures” dan gangguan penglihatan.
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah yang
berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum tulang
dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi dalam
sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Hal
ini menyebabkan haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan jumlah
leucosit, sel darah merah dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ
menyebabkan pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri
tulang serta persendian. Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan
jumlah trombosit mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi,
epistaksis dll.). Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang
dapat menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami
infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan
makanan.
4. MANISFESTASI KLINIS
Akumulasi sel-sel limfoblas ganas di sumsum tulang menyebabkan berkurangnya
sel-sel normal di darah perifer dengan manifestasi utama berupa infeksi, perdarahan, dan
anemia. Gejala lain yang dapat ditemukan yaitu:
a. Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada
b. Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise
c. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia), biasanya
terjadi pada anak
d. Demam, banyak berkeringat pada malam hari(hipermetabolisme)
e. Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah
gramnegatif usus
f. Stafilokokus, streptokokus, serta jamur
g. Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria
h. Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati
i. Massa di mediastinum (T-ALL)
j. Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial naik,
muntah,kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan
perubahan statusmental.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang mengenai leukemia adalah :
a. Hitung darah lengkap menunjukkan normositik, anemia normositik.
b. Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 ml
c. Retikulosit : jumlah biasanya rendah
d. Jumlah trombosit : mungkin sangat rendah (<50.000/mm)
e. SDP : mungkin lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan SDP yang imatur (mungkin
menyimpang ke kiri). Mungkin ada sel blast leukemia.
f. PT/PTT : memanjang
g. LDH : mungkin meningkat
h. Asam urat serum/urine : mungkin meningkat
i. Muramidase serum (lisozim) : penigkatabn pada leukimia monositik akut dan
mielomonositik.
j. Copper serum : meningkat
k. Zinc serum : meningkat/ menurun
l. Biopsi sumsum tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau lebih dari SDP
pada sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari blast, dengan prekusor eritroid, sel
matur, dan megakariositis menurun.
m. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan
6. PENATALAKSANAAN
Leukemia limfositik kronik berkembang dengan lambat, sehingga banyak
penderita yang tidak memerlukan pengobatan selama bertahun-tahun sampai jumlah
limfosit sangat banyak, kelenjar getah bening membesar atau terjadi penurunan
jumlah eritrosit atau trombosit. Anemia diatasi dengan transfusi darah dan suntikan
eritropoietin (obat yang merangsang pembentukan sel-sel darah merah). Jika jumlah
trombosit sangat menurun, diberikan transfusi trombosit. Infeksi diatasi dengan
antibiotik.
Terapi penyinaran digunakan untuk memperkecil ukuran kelenjar getah
bening, hati atau limpa. Obat antikanker saja atau ditambah kortikosteroid diberikan
jika jumlah limfositnya sangat banyak. Prednison dan kortikosteroid lainnya bisa
menyebabkan perbaikan pada penderita leukemia yang sudah menyebar. Tetapi
respon ini biasanya berlangsung singkat dan setelah pemakaian jangka panjang,
kortikosteroid menyebabkan beberapa efek samping. Leukemia sel B diobati dengan
alkylating agent, yang membunuh sel kanker dengan mempengaruhi DNAnya.
Leukemia sel berambut diobati dengan interferon alfa dan pentostatin.
Penatalaksanaan lain:
a. Pelaksanaan kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan kanker ini
menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia. Tergantung pada jenis
leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau kombinasi dari dua obat atau
lebih.
Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:
1) Melalui mulut
Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena)
2) Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam
pembuluh darah balik besar, seringkali di dada bagian atas - perawat akan
menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk menghindari suntikan yang berulang
kali. Cara ini akan mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau cedera pada pembuluh
darah balik/kulit.
3) Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal – jika ahli patologi
menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak dan
sumsum tulang belakang, dokter bisa memerintahkan kemoterapi intratekal.
Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan cerebrospinal. Metode
ini digunakan karena obat yang diberikan melalui suntikan IV atau diminum
seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsum tulang belakang.
b. Terapi Biologi
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk
meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan
melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik. Bagi pasien dengan leukemia
limfositik kronis, jenis terapi biologi yang digunakan adalah antibodi monoklonal
yang akan mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini memungkinkan
sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum
tulang. Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang
digunakan adalah bahan alami bernama interferon untuk memperlambat
pertumbuhan sel-sel leukemia.
c. Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi
tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah
mesin yang besar akan mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain
dalam tubuh tempat menumpuknya sel-sel leukemia ini. Beberapa pasien
mendapatkan radiasi yang diarahkan ke seluruh tubuh. (radiasi seluruh tubuh
biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum tulang.)
d. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell).
Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang
tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel
leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Kemudian, pasien
akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat melalui tabung fleksibel
yang dipasang di pembuluh darah balik besar di daerah dada atau leher. Sel-sel
darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi ini.
Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus menginap di
rumah sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi pasien dari
infeksi sampai sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi mulai menghasilkan
sel-sel darah putih dalam jumlah yang memadai.
e. Transfusi darah
Biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada trombositopenia yang
berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat
tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
f. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah
dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
g. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat
atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti
vinkristin (oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid,
L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin dan sebagainya. Umumnya
sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada
pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopesia,
stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiagis. Hendaknya lebih
berhziti-hati bila jumiah leukosit kurang dari 2.000/mm3.
h. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang
suci hama).
i. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi
dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105 - 106), imunoterapi mulai diberikan.
Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau
dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat
memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyunti-
kan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk
antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan
dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.
j. Cara pengobatan.
Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalamannya.
Umumnya pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan mendapatkan
masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut, pada prinsipnya
dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut:
1) Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai obat
tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel blast dalam
sumsum tulang kurang dari 5%.
2) Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
3) Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi
yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh dosis
biasa.
4) Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap
3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.
5) Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah
leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.4002.500 rad. untuk
mencegah leukemia meningeal dan leukemia serebral. Radiasi ini tidak diulang
pada reinduksi.
6) Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan dengan
demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.
7. KOMPLIKASI
a. Perdarahan
Akibat defisiensi trombosit (trombositopenia). Angka trombosit yang rendah
ditandai dengan:
1) Memar (ekimosis)
2) Petekia (bintik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung jarum
dipermukaan kulit)
Perdarahan berat jika angka trombosit < 20.000 mm3 darah. Demam dan infeksi dapat
memperberat perdarahan
b. Infeksi
Akibat kekurangan granulosit matur dan normal. Meningkat sesuai derajat netropenia
dan disfungsi imun.
c. Pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal.
Akibat penghancuran sel besar-besaran saat kemoterapi meningkatkan kadar asam
urat sehingga perlu asupan cairan yang tinggi.
d. Anemia
e. Masalah gastrointestinal.
KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Anamnesa
1) Identitas.
2) Keluhan utama.
3) Riwayat kesehatan sekarang.
4) Riwayat kesehatan yang lalu.
5) Riwayat kesehatan keluarga.
b. Pemeriksaan fisik
1) Aktivitas
Gejala : kelelahan, malaise, kelemahan
Tanda : kelemahan otot, somnolen.
2) Sirkulasi
Gejala : palpitasi.
Tanda : Takikardi, membrane mukosa pucat.
3) Eliminasi
Gejala : diare, nyeri, feses hitam, darah pada urin, penurunan haluaran urine.
4) Makanan / cairan
5) Gejala : anoreksia, muntah, penurunan BB, disfagia.
Tanda : distensi abdomen, penurunan bunyi usus, hipertropi gusi (infiltrasi
gusimengindikasikan leukemia monositik akut).
c. Integritas ego
Gejala : perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan.
Tanda : depresi, ansietas, marah.
d. Neurosensori
Gejala : penurunan koordinasi, kacau, disorientasi, kurang konsentrasi, pusing,
kesemutan.
Tanda : aktivitas kejang, otot mudah terangsang.
e. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang / sendi, kram otot.
Tanda : gelisah, distraksi.
f. Pernafasan
Gejala : nafas pendek dengan kerja atau gerak minimal.
Tanda : dispnea, takipnea, batuk.
g. Keamanan
Gejala : riwayat infeksi saat ini / dahulu, jatuh, gangguan pengihatan, perdarahan
spontan, tak terkontrol dengan trauma minimal. Tanda : demam, infeksi, purpura,
pembesaran nodus limfe, limpa atau hati.
h. Pemeriksaan Diagnostik
Count Blood Cells : indikasi normocytic, normochromic anemia
Hemoglobin : bisa kurang dari 10 gr%
Retikulosit : menurun/rendah
Platelet count : sangat rendah (<50.000/mm)
White Blood cells : > 50.000/cm dengan peningkatan immatur WBC (“kiri
ke kanan”)
Serum/urin uric acid : meningkat
Serum zinc : menurun
Bone marrow biopsy : indikasi 60 – 90 % adalah blast sel dengan erythroid
Prekursor, sel matur dan penurunan megakaryosit
Rongent dada dan biopsi kelenjar limfa : menunjukkan tingkat kesulitan tertentu
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
c. Resiko terhadap cedera: perdarahan berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
e. Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
3. RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN