Anda di halaman 1dari 6

Nama : Mohammad Rizki Pratama

NIPP : 20174011103

Stase : Anestesi dan Perawatan Intensif

Pengampu : dr Yosi Budi Setyawan, Sp. An., M. Sc

REFLEKSI KASUS
Pengelolaan Heart Failure pada Pasien dengan Rencana Operasi
Transurethral Resection of Prostate

A. Pengalaman

Seorang laki-laki berusia 70 th dengan diagnosis BPH dari dokter spesialis urologi dikonsulkan ke
bagian anestesi berkenaan dengan rencana Transurethral Resection of Prostate (TURP). Pasien ini
memiliki keluhan sesak napas ketika beraktivitas ringan yang dirasakan sejak 10 th SMRS. Sesak
napas dan batuk sering terjadi di malam hari yang sampai membangunkan pasien dari tidurnya.
Keluhan kaki bengkak disangkal.

RPD : stroke infark (+) sekitar 4 th SMRS; DM (-); hipertensi (+); penyakit jantung (-); asthma
(-)

RPK :-

RPSos : merokok (-)

Ringkasan pemeriksaan fisik:

 JVP 5+2; dilatasi vena-vena leher (-)


 Perkusi kesan kardiomegali; auskultasi S1-S2 reguler; murmur (+) pansistolik PM di apeks
 Auskultasi paru vesicular (+/+); ronkhi (-/-); wheezing (-/-)
 Hepatomegali (-)
 Edema ekstremitas (-)

1
Hasil roentgen thorax: kesan kardiomegali dengan tanda-tanda HF

Pemeriksaan khusus anestesi:

 Breathing difficulty assessment: elderly, lainnya (-)


 Intubation difficulty assessment: trauma wajah (-); makroglosia (-); rule 3-3-2 terpenuhi;
malampati score 2; obstruksi (-); mobilitas leher luwes
 ASA : 2
 B1 : clear, tanpa alat bantu napas; RR 18 kali/menit; vesicular (+/+); wheezing (-/-);
ronkhi (-/-)
 B2 : TD 137/82 mmHg; HR 72x; support vasoactive (-)
 B3 : GCS E4V5M6; pupil isokhor; reflex cahaya (+/+)
 B4 : supel
 B5 :-
 B6 : akral hangat

Pemantauan durante operasi:

Vital Sign
160

140

120

100

80

60

40

20

0
1300 1310 1320 1330 1340 1350 1400 1410

Sistole Diastole HR SpO2

2
B. Pertanyaan

 Kondisi patologis apa saja yang perlu diperhatikan pada pasien ini berkaitan dengan
rencana operasinya?
 Bagaimana penanganan perioperative gagal jantung?

C. Analisa Kritis

Kejadian kardiovaskular (infark miokard, aritmia, cardiac arrest) pasca atau intra operasi terjadi
pada 25-50% pasien yang sebelumnya telah menderita penyakit kardiovaskular (Butterworth,
2013). Berkaitan dengan hal ini, penanganan penyakit kardiovaskular sebelum dan saat dilakukan
operasi sangat penting untuk diperhatikan. Ditambah pasien ini menjalani operasi urologi yang
termasuk operasi dengan risiko kardiovaskular sedang, yaitu 1-5% kasus mengalami kejadian
kardiovaskular (Fleisher, 2014).

Pada saat assessment pre-operasi, berbagai penyulit tindakan pembiusan harus diinvestigasi. Dari
hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, didapatkan paroxysmal nocturnal dyspnea (+),
kardiomegali, dan batuk malam (+). Adanya dua kriteria mayor dan satu kriteria minor sudah
cukup untuk menegakkan diagnosis gagal jantung (European Society of Cardiology, 2016).
Setelah diagnosis tersebut ditegakkan, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu etiologi dan
persiapan pre operasinya.

Dari pemeriksaan auskultasi, didapatkan murmur pansistolik dengan punctum maksimum pada
apeks jantung. Hal ini menunjukkan adanya regurgitasi pada katup mitral (Gaol, 2014).
Regurgitasi pada katup mitral bisa disebabkan banyak hal, misalnya infark miokard, dilatasi
ventrikel kiri, dan kelainan kongenital (Baumgartner, 2017). Pada pasien ini, etiologi dari
regurgitasi mitral kemungkinan berasal dari dilatasi ventrikel kiri karena pasien tidak memiliki
riwayat penyakit jantung. Selain itu, pasien memiliki riwayat hipertensi, sehingga sangat mungkin
pasien ini menderita hypertensive heart disease yang menyebabkan ventrikel kirinya berdilatasi.

Pada riwayat penyakit dahulu, pasien pernah mengalami stroke infark. Thrombus yang menyumbat
pembuluh darah otak pada pasien ini dulu kemungkinan berasal dari jantung. Pasien ini memiliki
regurgitasi mitral yang beresiko memunculkan turbulensi di dalam ruang-ruang jantung, sehingga
3
darah dapat menjendal dan terbentuklah thrombus (Baumgartner, 2017). Selain itu, pasien gagal
jantung juga beresiko mengalami atrial fibrilasi yang juga dapat membentuk thrombus (Kamel,
2016).

Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa terdapat 5 kondisi patologis yang perlu diingat
sebelum memberikan penanganan kepada pasien, yaitu gagal jantung, regurgitasi mitral,
hipertensi, risiko thromboemboli, dan risiko aritmia. Pada refleksi kasus ini, penulis akan lebih
fokus ke penanganan gagal jantungnya.

I. Pre Operasi

Pada dasarnya, penanganan pasien gagal jantung pre operasi adalah sama dengan penanganan
gagal jantung pada umumnya.

(European Society of Cardiology, 2016)

4
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:

 Pasien dengan NYHA class IV sebaiknya tidak menjalani operasi elektif (Magner, 2004)
 Pasien tidak boleh dalam kondisi ADHF pada saat menjalani operasi elektif

II. Intra Operasi

Pasien yang mengalami gagal jantung, mayoritas juga mengalami penurunan fungsi ventrikel kiri,
sehingga cardiac output dan perfusi jaringan sangat bergantung pada tonus simpatik. Oleh karena
itu, terdapat dua hal yang bisa dilakukan untuk membantu kerja jantung selama operasi, yaitu:

 Pemberian inotropic, seperti katekolamin (Dobutamin). Bekerja merangsang reseptor beta,


sehingga kekuatan dan frekuensi kontraksi ventrikel kiri meningkat (Magner, 2004)
 Menurunkan preload dengan pemberian vasodilator, misalnya nitrate

Daftar Pustaka

Baumgartner, H. (2017). 2017 ESC Guidelines for the management of valvular heart disease.
eurheartj.

Butterworth, J. (2013). Morgan & Mikhail's Clinical Anesthesiology. Philadelphia: McGraw-Hill.

European Society of Cardiology. (2016). Acute and Chronic Heart Failure., (pp. 2129-2200).

Fleisher, L. (2014). ACC/AHA 2014 guidelines on perioperative cardiovascular. Circulation,


116:1971-1996.

Gaol, H. (2014). Kelainan Katup Jantung. In C. Tanto, Kapita Selekta Kedokteran (p. 769).
Jakarta: Media Aesulapius.

Kamel, H. (2016). Atrial Fibrillation and Mechanisms of Stroke. AHA Journal.

Magner, J. (2004). Heart Failure. British journal of anesthesia.

5
6

Anda mungkin juga menyukai