Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teoritis

1. Dampak Bencana

a. Definisi bencana

Bencana adalah suatu peristiwa yang disebabkan oleh

alam atau karena ulah manusia, yang dapat terjadi secara tiba-

tiba atau perlahan-lahan, yang menyebabkan hilangnya jiwa

manusia, kerusakan harta benda dan lingkungan (WALHI,

2008).

Bencana adalah sesuatu peristiwa atau kejadian yang

tidak menyenangkan, menimbulkan korban dan kerugian, serta

identik dengan sesuatu yang buruk. Bencana yang dalam

bahasa Inggris dikenal dengan istilah disaster berasal dari kata

“dis” yang berarti sesuatu yang tidak enak (unfavorable) dan

”astro” yang berarti bintang (star). Dis-astr berarti peristiwa

jatuhnya bintang-bintang ke bumi (www.wikimedia.com).

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007

tentang penanggulangan bencana pada Bab 1 : Ketentuan

umum, Pasal 1 bahwa yang dimaksud dengan bencana adalah

peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan


mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam

maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya

korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta

benda, dan dampak psikologis. Bencana juga diartikan sebagai

suatu gangguan fungsi sosial yang serius yang dapat

menyebabkan meluasnya korban jiwa, materi dan atau

lingkungan yang tidak mampu diatasi oleh orang yang

mengalami musibah dengan sumber daya yang tersedia.

Dengan demikian bencana terjadi karena sumber daya atau

kapasitas yang tersedia tidak mampu untuk mengatasi

ancaman (musibah) yang menyebabkan korban jiwa, materi dan

lingkungan (http://www.wpro.who.int/health_topics/disasters/).

Beberapa kondisi yang dapat menjadi penyebab terjadi

bencana adalah kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan

demografis baik yang disebabkan oleh faktor alam maupun

faktor manusia. Akibat bencana dapat menyebabkan timbulnya

korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan

dampak psikologis yang dapat menghambat pembangunan

nasional (UU No. 24 Tahun 2007). Berdasarkan beberapa

pengertian bencana tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa

bencana adalah suatu peristiwa atau kejadian yang disebabkan


oleh faktor alam maupun ulah manusia, yang dapat

mengakibatkan adanya kerusakan, kerugian, dan kehilangan

baik materi maupun non materi yang dapat mengganggu proses

kehidupan yang tidak dapat ditanggulangi tanpa bantuan dari

orang atau pihak lain.

b. Jenis bencana

Pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana dalam Bab 1 tentang Ketentuan

Umum, Pasal 1 terdapat tiga macam bencana, yaitu: bencana

alam, bencana non alam dan bencana sosial

1) Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh

peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh

alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung

meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

2) Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh

peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain

berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan

wabah penyakit.

3) Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh

peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh

manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau

antar komunitas masyarakat, dan teror.


Sementara menurut Solehudin (2005) bencana

dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu:

1) Bencana alam (natural disaster), yaitu kejadian alam seperti

banjir, genangan, gempa bumi, gunung meletus, badai,

kekeringan, wabah serangga.

2) Bencana ulah manusia (man made disaster), yaitu kejadian

yang antara lain dikarenakan ulah atau perbuatan manusia,

seperti kecelakan berkendaraan, kebakaran, huru-hara,

sabotase, ledakan, gangguan listrik, gangguan komunikasi,

gangguan transportasi.

Disisi lain bila kejadian bencana ditinjau dari cakupan

wilayahnya, bencana dibedakan dalam dua jenis, yaitu bencana

lokal dan bencana regional:

1) Bencana lokal.

Bencana ini dapat menimbulkan dampak pada wilayah

sekitar yang berdekatan. Jenis bencana ini biasanya karena

ulah manusia seperti kebakaran, ledakan teroris, kebocoran

bahan kimia

2) Bencana Regional.
Jenis bencana ini memberikan dampak atau pengaruh pada

area geografis yang cukup luas, dan biasa disebabkan oleh

faktor alam seperti badai, banjir, letusan gunung, tornado.

c. Macam-macam bencana

1) Gempa Bumi

Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di

permukaan bumi. Gempa bumi biasa disebabkan oleh

pergerakan kerak bumi (lempeng bumi). Kata gempa bumi

juga digunakan untuk menunjukkan daerah asal terjadinya

kejadian gempa bumi tersebut. Bumi kita walaupun padat,

selalu bergerak, dan gempa bumi terjadi apabila tekanan

yang terjadi karena pergerakan itu sudah terlalu besar

untuk dapat ditahan.

2) Tsunami

Tsunami (bahasa Jepang: 津波; tsu = pelabuhan, nami =

gelombang, secara harafiah berarti "ombak besar di

pelabuhan") adalah perpindahan badan air yang disebabkan

oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-

tiba. Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan

oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan

gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut.


3) Banjir

Bencana ini muncul setiap tahun takala. Musim Hujan tiba

dengan curah hujan yang tinggi. Bencana ini melanda

dataran rendah di sekitar aliran sungai atau di dataran banjir

atau di pemukiman yang buruk sistem drainasenya. Di

daerah pesisir, genangan banjir ini dapat saling

memperkuat dengan banjir karena pasang surut. Daerah

yang terkena bencana banjir ini dapat meluas dan banjir

dapat makin hebat seiring dengan kerusakan di daerah

aliran sungai atau kerusakan lingkungan.

4) Kebakaran

Kebakaran adalah suatu nyala api, baik kecil atau besar

pada tempat, situasi dan waktu yang tidak kita hendaki,

merugikan dan pada umumnya sukar dikendalikan. Jadi api

yang menyala di tempat-tempat yang dikehendaki seperti

kompor, furnace di industri dan tempat atau peralatan lain

tidak termasuk dalam kategori kebakaran.

5) Gunung Api

Merupakan peristiwa yang terjadi akibat endapan magma di

dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang

bertekanan tinggi. Magma adalah cairan pijar yang

terdapat di dalam lapisan bumi dengan suhu yang sangat


tinggi, yakni diperkirakan lebih dari 1.000 °C. Cairan magma

yang keluar dari dalam bumi disebut lava. Suhu lava yang

dikeluarkan bisa mencapai 700-1.200 °C. Letusan gunung

berapi yang membawa batu dan abu dapat menyembur

sampai sejauh radius 18 km atau lebih, sedangkan lavanya

bisa membanjiri sampai sejauh radius 90 km.

6) Tanah Longsor

Bencana tanah longsor atau gerakan tanah terjadi setiap

tahun bertepatan dengan Musim Hujan. Daerah-daerah

yang terancam oleh bencana ini adalah daerah pegunungan

atau perbukitan yang berlereng terjal. Bencana ini dapat

makin hebat seiring dengan meningkatnya kerusakan

lingkungan di sekitarnya.

7) Perubahan iklim

Perubahan Iklim ialah perubahan suhu, tekanan udara,

angin, curah hujan, dan kelembaban sebagai akibat dari

Pemanasan Global. Pemanasan Global ialah mningkatnya

temperatur rata-rata bumi sebagai akibat dari akumulasi

panas di atmosfer yang disebabkan oleh Efek Rumah Kaca.

Hubungan Perubahan Iklim, Efek Rumah Kaca, dan

Pemanasan Global adalah Efek Rumah Kaca menyebabkan

terjadinya Pemanasan Global yang dapat menyebabkan


Perubahan Iklim. Hubungan diantara ketiganya adalah

hubungan sebab-akibat.

d. Fase-fase bencana

Menurut Santamaria (1995) bencana terjadi melalui tiga

fase yaitu pre-impact (pra-dampak), impact (dampak), dan post-

impact.

1) Fase pra-dampak (pre-impact) merupakan fase peringatan

(warning phase) yaitu tahap awal adanya bencana.

Informasi diperoleh dari badan satelit dan meteorologi

cuaca, atau lembaga lain yang bertanggung jawab

terjadinya bencana.

2) Fase dampak merupakan fase terjadinya bencana. Pada

fase inilah manusia berusaha semaksimal mungkin mencari

pertolongan untuk menyelamatkan diri, keluarga, atau harta

benda agar dapat bertahan hidup (survive). Fase ini terus

berlanjut hingga mengakibatkan kerusakan dan

mendapatkan bantuan-bantuan darurat.

3) Fase pasca dampak dimulai saat pemulihan dari fase

darurat. Fase ini juga ditandai dengan dimulainya

masyarakat berusaha kembali melakukan aktifitas secara

normal. Secara umum dalam paska dampak ini para korban

bencana akan mengalami dampak psikologis berupa


penolakan, marah, tawar menawar, depresi hingga akhirnya

bisa menerima.

Sementara untuk peristiwa bencana yang bersifat emergensi

atau gawat darurat, kelompok kerja UNICEF dan Pusat Studi

Pengembangan Integratif Universitas Filipina membagi

intervensi psikososial berdasarkan fase-fase sebagai berikut:

1) Fase segera setelah kejadian (rescue)

2) Fase pemulihan awal (bulan pertama setelah kejadian):

3) Fase pemulihan lanjutan (dua bulan setelah kejadian dan

setelahnya):

4) Fase rekonstruksi

Sedangkan di Jepang, fase-fase penanganan bencana ini

dilakukan berdasarkan masa akut, masa sub-akut, dan masa

kronis (Mieko, 2009). Berdasarkan uraian diatas, pembagian

fase-fase bencana tergantung pada sifat bencana yang terjadi.

2. Dampak Bencana pada Manusia

Bencana yang terjadi secara mendadak dan cepat umumnya

mengakibatkan perasaan syok dan ketidakberdayaan pada korban.

Dampak bencana yang ditimbulkan dapat terjadi pada sistem

manusia secara holistik.


a. Dampak bencana pada manusia

1) Dampak bencana pada aspek fisik

Secara umum, setiap bencana akan mempengaruhi sistem

tubuh manusia. Pada aspek fisik, dampak yang ditimbulkan

dapat berupa badan terasa tegang, cepat lelah, susah tidur,

mudah terkejut, palpitasi, mual, perubahan nafsu makan,

dan kebutuhan seksual menurun (Toomoko, 2009).

2) Dampak bencana pada aspek psikologis

Masalah kesehatan jiwa juga terjadi akibat bencana gempa

bumi. Anggota masyarakat yang kehilangan pekerjaan,

sawah atau ladang, tempat tinggal bahkan struktur keluarga

dan budaya yang sudah tertata menimbulkan tekanan psikis

yang dapat menimbulkan gangguan kejiwaan. Secara

khsusus dampak bencana pada aspek psikis ini adalah

terhadap emosi dan kognitif korban. Pada aspek emosi

terjadi gejala-gejala sebagai berikut: syok, rasa takut, sedih,

marah, dendam, rasa bersalah, malu, rasa tidak berdaya,

kehilangan emos seperti perasaan cinta, keintiman,

kegembiraan atau perhatian pada kehidupan sehari-hari.

Pada aspek kognitif, korban bencana ini juga mengalami

perubahan seperti: pikiran kacau, salah persepsi,


menurunnya kemampuan untuk mengambil keputusan, daya

konsentrasi dan daya ingat berkurang, mengingat hal-hal

yang tidak menyenangkan, dan terkadang menyalahkan

dirinya sendiri (http://www.ncptsd.org/).

Berdasarkan hasil penelitian empiris, dampak psikologis

dari bencana dapat diketahui bendasarkan tiga faktor yaitu

faktor pra bencana, faktor bencana dan faktor pasca

bencana (Tomoko, 2009).

a) Faktor pra bencana.

Dampak psikologis pada faktor pra bencana ini dapat

ditinjau dari beberapa hal dibawah ini :

(1) Jenis kelamin. Perempuan mempunyai resiko lebih

tinggi terkena dampak psikologis dibanding laki-laki

dengan perbandingan ≥2:1.

(2) Usia dan pengalaman hidup. Kecenderungan

kelompok usia rentan stres masing-masing negara

berbeda karena perbedaan kondisi sosial, politik,

ekonomi, dan latar belakang sejarah negara yang

bersangkutan. Adanya pengalaman berhasil dalam

menghadapi bencana masa lalu dapat meringankan

rasa cemas pada saat timbulnya bencana, dan

meningkatkan kemampuan menghadapi bencana,


apalagi bila pengalaman ini ditambah dengan

pengetahuan dan pelatihan tentang bencana.

(3) Faktor budaya, ras, karakter khas etnis. Dampak

yang ditimbulkan bencana ini lebih besar di negara

berkembang dibandingkan dengan di negara maju.

Pada kelompok usia muda tidak ada gejala khas

untuk etnis tertentu baik pada etnis mayoritas

maupun etnis minoritas, sedangkan pada kelompok

usia dewasa, etnis minoritas cenderung mengalami

dampak psikologis dibanding mayoritas

(4) Sosial ekonomi. Dampak bencana pada individu

berbeda menurut latar belakang pendidikan, proses

pembentukan kepribadian, penghasilan dan profesi.

Individu dengan kedudukan sosio-ekonomi yang

rendah akan mengalami stress pasca trauma lebih

berat. Bencana yang terjadi akan mempengaruhi

kedudukan sosio-ekonomi seseorang atau keluarga.

(5) Keluarga. Pengalaman bencana akan

memepengaruhi stabilitaskeluarga seperti tingkat

stres dalam perkawinan, posisi sebagai orang tua

terutama orang tua perempuan. Gejala psikis pada

orang tua ini akan berdampak pada anak sehingga


perhatian pada orang tua dalam keluarga akan

berdampak positif pada anak

(6) Tingkat kekuatan mental dan kepribadian. Hampir

semua hasil penelitian menyimpulkan bahwa kondisi

kesehatan mental pra bencana dapat dijadikan dasar

untuk memprediksi dampak patologis pasca

bencana. Individu dengan masalah kesehatan jiwa

akan mengalami stres yang lebih berat dibandingkan

dengan individu dengan kondisi psikologis yang

stabil.

b) Faktor bencana.

Pada faktor ini, dampak psikologis dapat ditinjau dari

beberapa hal dibawah ini:

(1) Tingkat keterpaparan. Keterpaparan seseorang akan

masalah yang dihadapi merupakan variabel penting

untuk memprediksi dampak psikologis korban

bencana

(2) Ditinggal mati oleh sanak keluarga atau sahabat

(3) Diri sendiri atau keluarga terluka

(4) Merasakan ancaman keselamatan jiwa atau

mengalami ketakutan yang luar biasa

(5) Mengalami situasi panik pada saat bencana


(6) Pengalaman berpisah dengan keluarga, terutama

pada korban usia muda

(7) Kehilangan harta benda dalam jumlah besar

(8) Pindah tempat tinggal akibat bencana

(9) Bencana yang menimpa seluruh komunitas. Hal ini

mengakibatkan rasa kehilangan pada individu dan

memperkuat perasaan negatif dan memperlemah

perasaan positif. Semakin banyak faktor di atas,

maka akan semakin berat gangguan jiwa yang

dialami korban bencana. Apalagi pada saat-saat

seperti ini mereka cenderung menolak intervensi

tenaga spesialis, sehingga menghambat perbaikan

kualitas hidup pasca bencana.

c) Faktor pasca bencana.

Dampak psikologis pasca bencana dapat

diakibatkan oleh kegiatan tertentu dalam siklus

kehidupan dan stress kronik pasca bencana yang terkait

dengan kondisi psykitrik korban bencana. Hal ini perlu

adanya pemantauan dalam jangka panjang oleh tenaga

spesialis. Hal lain yang penting diperhatikan pasca

bencana adalah menginventarisasi semua sumber daya

yang ada secara terinci, konkrit dan diumumkan


3) Dampak bencana pada aspek sosial - budaya

Pada setiap bencana atau musibah pasti menimbulkan

banyak kerugian, namun tidak semua kerugian yang

diakibatkan karena bencana ini dapat dihitung. Kerugian

yang selalu menjadi perhatian utama adalah kerugian pada

sektor materi atau fisik. Misalnya kerusakan bangunan dan

fasilitas pada sektor perumahan, infrastruktur, ekonomi, dan

sosial. Pada sektor sosial ini yang dimaksud adalah

bangunan pendidikan, tempat ibadah, pondok pesantren,

dan panti sosial.

b. Dampak Bencana Bagi Anak – Anak

Untuk anak-anak bencana bisa sangat menakutkan, fisik

mereka yang tidak sekuat orang dewasa membuat mereka lebih

rentan tehadap ancaman bencana. Rasa aman utama anak-

anak adalah orang dewasa disekitar mereka (orang tua dan

guru) serta keteraturan jadwal. Oleh karena itu anak-anak juga

sangat terpengaruh oleh reaksi orang tua mereka dan orang

dewasa lainya. Jika orangtua dan guru mereka bereaksi dengan

panik, anak akan semakin ketakutan. Saat mereka tinggal di

pengungsian dan kehilangan keteraturan hidupnya. Tidak ada

jadwal yang teratur untuk kegiatan belajar, dan bermain,

membuat anak kehilangan kendali atas hidupnya.


1) Anak di tempat tinggal Darurat

Para pengungsi menempati tenda-tenda darurat yang

mereka buat menggunakan bahan-bahan sisa reruntuhan

bangunan seperti kayu, seng, bilik bambu atau plastik. Anak

dan perempuan tidur dalam tenda yang sama; sedang laki-

laki dewasa menempati tenda yang berbeda. Tempat

pengungsian ini berada di pinggir jalan, di ujung-ujung

kampung, atau di lapangan terbuka. Walau sudah

menggunakan tikar atau terpal sebagai alas lantai, akan

tetapi kalau hujan pasti menggenang. Tiga malam pertama

pasca gempa turun hujan lebat, sehingga para pengungsi

berdiri sampai hujan reda dan tanah kering; sedangkan

anak-anak digendong oleh orang tua mereka. Bantuan

tenda sudah mulai berdatangan, akan tetapi kebutuhan

untuk melindungi bayi dan balita masih sangat kurang sekali.

a) Dampak bencana pada Anak – Deteksi Dini dan Faktor

Resiko

Dalam menjelaskan dampak bencana, perlu

dipertimbangkan interseksi antara indikator sosial dan

indikator lingkungan seperti kemungkinan resiko

bencana, kualitas tempat tinggal lingkungan yang

terbangun, status sosial ekonomi, genderm etnik, umur


status kesehatan, pekerjaan, pendidikan, jaringan sosial,

kemampuan akses, dll (Cutter, Boruff, and Shirley. 2003).

Dalam hal ini yang termasuk kategori rentan adalah

orang miskin, perempuan, etnis minoritas, lansia, dan

terlebih anak. Kelompok ini dikategorikasn sebagai

kelompok yang rentan pada kerusakan, kehilangan,

penderitaan, dan kematian dalam bencana (Wisner et al.

2004).

Anak mengalami kecemasan dan ketegangan

yang dirasakan oleh orang dewasa di sekitarnya. Dan

seperti orang dewasa, anak mengalami perasaan yang

tidak berdaya dan tidak dapat mengonrol stres yang

ditimbulkan oleh bencana. Tapi tidak seperti orang

dewasa, anak mempunyai pengalaman yang sedikit

untuk membantu mereka meletakkan situasi mereka saat

ini ke dalam suatu perspetif. Children sense the anxiety

and tension in adults around them.

Setiap anak mempunyai respon yang berbeda terhadap

bencana, tergantung pada pemehaman dan pengertian

mereka, tetapi sangatlah mudah melihat bahwa peristiwa

seperti ini dapat menciptakan kecemasan yang luar biasa


pada semua anak karena mereka berpikir bahwa bencana

adalah sesuatu yang mengancam dirinya dan orang yang

mereka sayangi.

1) Deteksi Dini : Kerentanan Psikologis

Terpisah dari keluarga pada saat terjadi dan sesudah

bencana, kehilangan orangtua ataupun orang yang

disayangi, tinggal dalam lingkungan asing, menimbulkan

gangguan psikis yang tanda-tandanya dapat dikenali dari

uraian di bawah ini.

a. Kerentanan Psikologis Pada Anak Pra sekolah

Tanda-tanda anak pra sekolah (1-4 tahun) mengalami

gangguan psikis adalalah adanya perilaku ngompol,

gigit jempol, mimpi buruk, kelekatan, mudah marah,

temper tantrum, perilaku agresive hiperaktif, ”baby talk”

muncul kembali ataupun semakin meningkat

intensitasnya (Norris et al. 2002).

b. Kerentanan psikologis Anak Usia Sekolah (5-12)

Anak usia ini menunjukkan adanya reaksi ketakutan

dan kecemasan, keluhan somatis, gangguan tidur,

masalah dengan prestasi sekolah, menarik diri dari

pertemanan, apatis, enggan bermain, PTSD, dan


sering bertengkar dengan saudara (Mandalakas,

Torjesen, and Olness. 1999).

c. Kerentanan Psikologis Anak Usia 13 – 18 tahun

Pada remaja, kejadian traumatis akan menyebabkan

berkurangnya ketertarikan dalam aktifitas sosial dan

sekolah, anak menjadi pemberontak, gangguan makan,

gangguan tidur, kurang konsentrasi, dan mengalami

PTSD dan dalam resiko yang besar terkena

penyalahgunaan alkohol ataupun prostitusi.

2) Deteksi Dini: Kerentanan Fisik

Anak tidak saja secara emosi rentan pada efek bencana,

mereka juga secara fisik sangat lemah terhadap dampak

yang ditimbulkan oleh bencana. Lebih dari 18.000 anak

meninggal pada gempa di Pakistan (International

Federation of Red Cross and Red Crescent Societies

2007), dan tsunami 2004 di samudra Hindia menyebabkan

60.000 anak meninggal (Oxfam International, 2005). Jenis

bencana juga mempengaruhi kerentanan fisik anak.

Misalnya bayi di Amerika pada bencana badai Katrina

banyak yang meninggal karena suhu yang terlalu panas,

sedangkan di beberapa tempat di Rusia, banyak remaja

yang meninggal karena kedinginan. Anak yang tinggal


dalam lokasi yang rawan bencana berpotensi tinggi untuk

meninggal ataupun menjadi cacat, misalnya akibat terkena

tsunami, atau terperangkap dalam reruntuhan tembok

sekolah.

Selain kematian dan cacat yang diakibatkan oleh

bencana, anak yang tinggal dalam lokasi pengungsian

ataupun darurat, sangat rentan terhadap berbagai penyakti

epidemic seperti diare, malnutrisi, penyakit pernapasan,

dan penyakit kulit. Akses air bersih dansanitasi yang

kurang membuat bayi sangat mudah terkena

diare. Deteksi dini bisa dilakukan dengan mengadakan

pengamatan terhadap perubahan kondisi kesehatan anak.

Kesehatan reproduksi anak perempuan juga suatu hal

yang perlu dicermati. Usia yang secara biologis mulai

matang membutuhkan piranti tersendiri utnuk bisa hidup

secara sehat.

Faktor sosial juga menimbulkan kerentanan fisik pada

anak. Dalam keadaan stress orang tua ataupun lingkungan

lebih mudah mengekspresikan emosinya pada individu

yang lebih lemah, dalam hal ini anak. Banyak ditemui di

kamp pengungsian bahwa anak dieprlakukan sebagai

subyek kekerasan yang dilakukan oleh orang tuanya.


Luka-luka di bagian tubuh maupun perilaku menarik diri

menjadi tanda penting adanya kemungkinan kekerasan

fisik pada anak.

3) Deteksi Dini: Kerentanan Pendidikan

Banyak akses pendidikan yang hilang akibat bencana.

Selain infrastruktur pendidikan yang hancur, banyak guru

ataupun tenaga pendidik yang mengungsi, akibatnya

pendidikan tidak bisa berjalan. Anak terpaksa tidak

sekolah dalam jangka waktu tertentu ataupun malah

berhenti. Meskipun diadakan sekolah darurat, dan juga

kampanye untuk kembali bersekolah, banyak orangtua

yang masih enggan mendaftarkan anaknya untuk

bersekolah di sekolah relokasi karena mereka belum tahu

kepastian tempat tinggal mereka. Pada masyarakat

dengan kultur budaya patriarki yang kuat dimana anak

perempuan lebih diarahkan untuk mengerjakan pekerjaan

domestik, angka putus sekolah untuk anak perempuan

lebih tinggi. Angka putus sekolah yang tinggi menjadi

tanda rentannya intervensi pendidikan anak paska

bencana.
Table 1. Jenis Kerentanan yang dialami anak dalam bencana

Kerentanan Kerentanan Kerentanan

Psikologis Fisik Pendidikan

a. Depresi a. Kematian a. Sekolah berhenti

b. Kecemasan b. Cacat, luka, b. Prestasi rendah

c. Gangguan penyakit c. Perkembangan

emosional c. kurang gizi tertunda

d. Gangguan tidur d. Stress karena

e. Keluhan somatic suaca

f. Masalah perilaku e. Pelecehan fisik

dan seksual

d. Faktor Resiko Anak Paska Bencana

Selain dampak psikologis dan fisik, ada beberapa factor lain

yang mempengaruhi “wellbeing” anak paska bencana,

Faktor resiko lainya yang mempengaruhi anak adalah:

1) Kematian orangtua atau orang yang dicintai anak

Dalam kasus bencana tsunami Aceh, dimana banyak

orangtua dan keluarga yang meninggal, anak

perempuan sangat rentan terhadap praktek prostitusi,

kawin muda, dan menjadi subyek pelecehan seksual.


Perdagangan anak juga menjadi isu santer paska

bencana ini, dimana anak yang tidak punya orangtua

disalahgunakan oleh pihak yang bertanggungjawab

untuk kepentingan lembaga tersebut.

2) Nonintegrated family – separated children

Pada saat terjadinya bencana banyak anak yang

terpisah dari orang tuanya. Banyak dari mereka tidak

mengetahui keberadaan orangtua, anak batita dan balita

adalah anak dalam kategori berisiko tinggi dalam hal ini

karena mereka belum bisa menjelaskan jati diri mereka,

seperti nama orangtua, asal-usul, dsb. Anak-anak ini

kebanyakan dipelihara oleh orang yang menemukan

mereka atau tinggal dalam lingkungan pengungsian

tanpa perlindungan.

3) Kehilangan ”sense” of normality secara mendadak

Kehilangan rumah, masyarakat, dan juga teman tempat

anak tumbuh dalam lingkaran kehidupan sehari-hari

menjadikan anak hidup dalam situasi yang “tidak

normal”. Kondisi pengungsian yang sama sekali

berbeda dari lingkungan normal anak menjadi faktor

resiko bagi anak yang harus beradaptasi secara

mendadak. Perubahan situasi yang baru merupakan


stressor bagi anak yang biasanya tumbuh dalam

lingkungan yang memberinya rasa nyaman.

Berikut adalah ringkasan faktor resiko yang mempengaruhi

kerentanan anak dalam bencana

Table 2. faktor yang mempengaruhi kerentanan anak dalam bencana

Kerentanan Kerentanan Kerentanan

Psikologis Fisik Pendidikan

a. Ancaman a. Hidup dalam a. Rusaknya

b. Keluarga terpisah komunitas miskin bangunan

c. Kematian b. Hidup di daerah sekolah

orangtua rawan bencana b. Guru dan siswa

d. Kehilangan materi c. Bersekolah di yang mengungsi

e. Kerusakan rumah sekolah di bawah c. Kehilangan

atau sekolah standar catatan penting

f. Ekspose keselamatan d. Tertundanya

langsung oleh bangunan masuk sekolah

media d. Kehilangan e. Perubahan

i. Karakteristik anak orangtua sekolah

(umur, gender, e. Keluarga terpisah f. Lingkungan

ras, dll) f. Karakteristik anak sekolah yang


g. Minimnya (umur, gender, tidak ramah

persiapan ras, dll) g. Prestasi rendah

tanggap bencana g. Size, strength, h. Kehilangan

h. Stress orangtua stage of orangtua

i. Rendahnya h. Development i. Permintaan

dukungan sosial i. Stress orangtua pekerjaan yang

j. Adanya stressor j. Lingkungan meningkat

tambahan shelter yang tidak

k. Keterampilan sehat

“coping” rendah.

2. Anak sekolah

Tumbuh kembang merupakan proses yang berkesinambungn

yang terjadi sejak konsepi dan terus berlangsung sampai dewasa.

Dalam proses mencapai dewasa inilah, anak harus melalui

berbagai tahap tumbuh kembang. Tercapainya tumbuh kembang

optimal tergantung pada potensi biologik. Tingkat tercapainya

potensi biologik seseorang merupakan hasil dari interaksi antara

faktor genetik dan lingkungan bio-fisiko-psikososial (biologis, fisik,

dan psikososial).
a. Pertumbuhan (growth) dan Perkembangan (development)

C.P. Chaplin (2002), mengartikan pertumbuhan sebagai:

satu pertambahan atau kenaikan dalam ukuran dari bagian-

bagian tubuh atau dari organisme sebagai suatu keseluruhan.

Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa istilah

pertumbuhan dalam konteks perkembangan merujuk pada

perubahan-perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu

peningkatan dalam ukuran struktur, seperti pertumbuhan badan,

pertubuhan pertumbuhan kaki, kepala, jantung, paru-paru, dan

sebagainya.

Menurut F.J. Monks, dkk., (2001), pengertian

perkembangan menunjukkan pada “suatu proses kearah yang

lebih sempurna dan tidak dapat diulang kembali.

Perkembangan menunjuk pada perubahan yang bersifat tetap

dan tidak dapat diputar kembali.” Istilah perkembangan lebih

menunjuk pada kemajuan mental atau perkembangan rohani

yang melaju terus sampai akhir hayat

1) Ciri-Ciri Tumbuh Kembang Anak

Menurut Hurlock EB, tumbuh kembang anak mempunyai

ciri-ciri tertentu yaitu :

a) Perkembangan melibatkan perubahan (Development

involves changes)
b) Perkembangan awal lebih kritis daripada perkembangan

selanjutnya (Early development is more critical than later

development)

c) Perkembangan adalah hasil dari maturasi dan proses

belajar (Development is the product of maturation and

learning)

d) Pola perkembangan dapat diramalkan (The

developmental pattern is predictable)

e) Poloa perkembangan mempunyai karakteristik yang

dapat diramalkan (The developmental pattern has

predictable characteristic)

f) Terdapat perbedaan individu dalam perkembangan

(There are individual differences indevelopment)

g) Terdapat periode atau tahapan dalam pola

perkembangan (There are periods in the development

pattern)

h) Terdapat harapan sosial untuk setiap periode

perkembangan (There are social expectation for every

developmental period)

i) Setiap area perkembangan mempunyai potensi risisko

(Every area of development has potential hazard).


2) Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang

Secara umum terdapat dua faktor utama yang

mempengaruhi tumbuh kembang anak, yaitu :

a) Faktor Genetik

Faktor genetik ini yang menentukan sifat bawaan anak

tersebut. Kemampuan anak merupakan ciri-ciri yang

khas yang diturunkan dari orang tuanya.

b) Faktor Lingkungan

Yang dimaksud dengan lingkungan yaitu suasana

dimana anak itu berada. Dalam hal ini lingkungan

berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak untuk

tumbuh kembang sejak dalam kandungan sampai

dewasa. Lingkungan yang baik akan menunjang tumbuh

kembang anak, sebaliknya lingkungan yang kurang baik

akan menghambat tumbuh kembangnya. Kebutuhan

dasar anak untuk tumbuh kembang, secara umum dibagi

menjadi 3 kebutuan dasar yaitu :

(1) Kebutuhan Fisik-Biomedis (“ASUH”)

Meliputi : pangan atau gizi, perawatan kesehatan

dasar, imunisasi, pemberian ASI, penimbangan yang

teratur, pengobatan,pemukiman yang layak,


kebersihan perseorangan, sanitasi lingkungan,

pakaian, rekreasi, dan kesehatan jasmani.

(2) Kebutuhan Emosi/Kasih Sayang (“ASIH”)

Kasih sayang dari orang tua akan menciptakan ikatan

yang erat dan kepercayaan dasar untuk menjamin

tumbuh kembang yang selaras baik fisik, mental,

ataupun psikososial.

(3) Kebutuhan akan stimulasi mental (“ASAH”)

Stimulasi mental mengembangkan perkembangan

kecerdasan, kemandirian, kreativitas, agama,

kepribadian, moral-etika, produktivitas, dan sebagainya.

B. Hipotesis

Ha : Ada dampak bencana pada anak usia sekolah di SDI Al-Aziziyah

Gunung Sari, Lombok Barat

Ho: Tidak ada dampak bencana pada anak usia sekolah di SDI Al-

Aziziyah Gunung Sari, Lombok Barat.

Anda mungkin juga menyukai